Bab IV Print
Bab IV Print
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan hasil data seperti pada pembahasan
yang sudah dicantumkan sebelumnya mengenai karakteristik pembakaran biodiesel dengan
menentukan tinggi, lebar, luas dan O2 saat extinction dengan menggunakan metode spray
dapat digunakan sebagai acuan atau dasar dalam menyelesaikan permasalahan karakteristik
pembakaran spray biodiesel waste cooking oil pada penelitian ini. Yang mana pada
penelitian sebelumnya menggunakan bahan dasar yang berbeda sehingga hanya diambil
secara garis besarnya.
Pada hasil penelitian ini didapatkan 2 bentuk data, yaitu data visual berupa gambar yang
didapatkan melalui proses dari masing-masing variasi yang diberikan, sebesar 12 ml/menit,
14 ml/menit, 16 ml/menit, 18 ml/menit, dan 20 ml/menit dan nilai berupa data tabel seperti
tinggi api, lebar api, dan luasan api dengan acuan data gambar untuk mendapatkan persentase
api biru dengan bantuan berupa software ImageJ.
Penelitian serta pengambilan data dilakukan pada kondisi temperature ruang, gas
pengoksidasi pada tekanan 1 atm dengan total debit aliran 12 l/menit, ketinggian wadah 2
m, dan spray nozzle berdiameter 0.5 mm. Pada analisis data yang sudah disebutkan
sebelumnya, semua data dikelompokkan berdasarkan debit aliran bahan bakar dari terendah
hingga terbesar. Data penelitian ini beberapa akan dibandingkan dengan bahan bakar solar
dengan variasi, metode, dan penyajian data yang sama sehingga didapatkan hasil dari
karakteristik pembakaran spray biodiesel waste cooking oil.
33
34
Garis Pengukur (bisa penggaris pada objek atau alat yang memiliki ukuran pasti), (iv)
Analyze > Set Scale > Known Distance (sesuai satuan yang diinginkan) > Enter, (v) Straight
> Tarik Garis ke Objek > Ukur Tinggi > Analyze > Measurement, (vi) Straight > Tarik Garis
ke Objek > Ukur Lebar > Analyze > Measurement. Sebagai contoh pada Gambar 4.3
menjelaskan tampilan hasil pengolahan data berupa gambar menjadi sebuah nilai angka.
Proses ini dilakukan pada data Biodiesel dan Solar.
a. b. c. d. e.
12 ml/menit 14 ml/menit 16 ml/menit 18 ml/menit 20 ml/menit
Gambar 4.1 Gambar cara perhitungan ImageJ
Data diatas merupakan contoh dari pengolahan data dengan software ImageJ. Poin a=
12 ml/menit b=14 ml/menit c=16 ml/menit d=18 ml/menit e= 20ml/menit didapatkan
masing-masing ketinggian dan lebar dari bentuk api hasil pembakaran spray Solar. Dapat
dilihat kecenderungan nilai tinggi api yang semakin tinggi ketika debit alir bahan bakar
semakin besar, begitu pula sebaliknya. Namun jika dibandingkan dengan lebar api,
kecenderungannya semakin menurun. Semakin besar debit bahan bakar, lebar api semakin
menurun.
Tabel 4.2
Hasil Perhitungan Pengaruh Debit Aliran Bahan Bakar terhadap Luasan Area Warna Api Biru
Debit Alir Persentase Api Biru
Area Total (mm2) Area Api Biru (mm2)
Bahan Bakar (%)
(ml/menit) Solar Biodiesel Solar Biodiesel Solar Biodiesel
12 4655.24 2941.427 143.513 184.12 3.082827 6.259547
14 5782.778 3613.132 165.753 217.118 2.866321 6.009136
16 7904.12 4440.237 198.253 245.745 2.508224 5.534502
18 8845.711 4624.923 216.225 241.549 2.444405 5.222768
20 14171.22 5759.799 322.208 251.338 2.273678 4.363659
Tabel 4.3
Hasil Perhitungan Pengaruh Debit Bahan Bakar Biodiesel terhadap Persentase O 2 pada saat Nyala
Api Extinction
Debit Bahan Bakar Debit Oksidator %O2 Terkecil (Biodiesel)
12 62.78787879
14 53.09090909
16 12 32.33333333
18 17.15151515
20 3.333333333
Tabel 4.1 menggunakan total pengoksidasi 12 l/menit dengan perbandingan 80:20
antara O2 dan N2. Berdasarkan Tabel 4.1 didapatkan grafik dari data diatas sebagai hubungan
debit bahan bakar antara biodiesel dan solar terhadap tinggi dan lebar api. Nantinya hasil
dari tabel akan digunakan dalam pembuatan grafik.
Kemudian Tabel 4.2 merupakan luasan area warna api. Data ini didapatkan dengan
visual dan juga menggunakan bantuan aplikasi ImageJ. Dengan perbandingan warna api biru
pada biodiesel dan solar didapat persentase menggunakan luasan api biru / luasan api total x
100%. Sehingga didapat persentase luasan api biru tersebut.
Dan Tabel 4.3 adalah hasil perhitungan dari pengaruh debit bahan bakar biodiesel
terhadap persentase O2 dalam keadaan extinction. Data ini diperoleh dengan cara
menetapkan total debit oksidator lalu dengan diubah perbandingan antara O2 dan N2 tanpa
merubah total debit oksidator, lalu dari O2 tertinggi diturunkan secara perlahan hingga O2
paling rendah. Ketika api padam, diperoleh data tersebut melalui flowmeter O 2. Data ini
melalui 3 kali pengambilan data, lalu dirata-rata sehingga didapat nilai tersebut.
38
139,167 Diesel
150 129,13 127,692
(mm)
107,5
90
100
Expon.
50 86 (Biodiesel)
0
12 14 16 18 20 Expon.
(Diesel)
Debit Bahan Bakar (ml/menit)
lingkungan sekitar dan menjadi pembakaran difusi. Hal ini serupa dengan perbandingan
udara dan bahan bakar pada Air Fuel Ratio. Terdapat jumlah bahan bakar yang lebih dari
udara atau pembakaran kaya akan bahan bakar. Dengan perbandingan bahan bakar biodiesel
(B100) dengan solar (B0), sesuai dengan grafik bahwa tinggi api yang dihasilkan solar lebih
besar dibandingkan dengan biodiesel. Ini juga diperkuat oleh Zhongya (2018) yang
menyatakan bahwa tren peningkatan flame length utamanya disebabkan oleh peningkatan
difusi aksial bahan bakar. Selain itu, dibutuhkan banyak udara ambien yang perlu digunakan
untuk mencapai proporsi stoikiometrik.
4.4.2 Grafik Pengaruh Massa Alir Bahan Bakar terhadap Lebar Api
50 54,3
40 Expon.
30 (Biodiesel)
20
10 Expon.
(Diesel)
0
12 14 16 18 20
Debit Bahan Bakar (ml/menit)
dibandingkan biodiesel sehingga atomisasi yang terbentuk lebih mudah dibakar. Gagasan ini
juga diperkuat bahwa menurut Zhongya (2018) bahwa bahan bakar mengalir disepanjang
sumbu api dan berdifusi secara radial ke arah luar, sementara udara berdifusi ke arah dalam.
Semakin besar bahan bakar memperbesar posisi sudut dan dengan demikian api yang
dihasilkan semakin lebar.
4.4.3 Grafik Pengaruh Massa Alir Bahan Bakar terhadap Warna Api Biru
7,00
6,26
6,01
6,00 5,53
5,22
Persentase Api BIru (%)
5,00 Biodiesel
4,36
4,00 Solar
3,08
2,87
3,00 2,51 2,44 2,27 Expon. (Biodiesel)
2,00
Expon. (Solar)
1,00
0,00
12 14 16 18 20
Debit Bahan Bakar (ml/menit)
Gambar 4.6 Perbandingan warna api biru biodiesel dan solar
Pada grafik ini, persentase warna api biru dibandingkan dengan variasi debit bahan
bakar biodiesel 12 ml/menit, 14 ml/menit, 16 ml/menit, 18 ml/menit, 20 ml/menit. Kemudian
dibandingkan kembali dengan bahan bakar solar dengan variasi yang sama. Dan didapatkan
persentase warna biru untuk biodiesel ; 3.08, 2.87, 2.51, 2.44, 2.27 dan nilai dari solar ; 6.26,
6.01, 5.53, 5.22, 4.36 semua data dalam satuan %.
Dapat dilihat dari grafik diatas memiliki kecenderungan menurun, pada setiap datanya
pun dengan masing-masing variasi yang diberikan juga menurun. Hal ini disebabkan nyala
api biru menandakan pembakaran yang terjadi mendekati stoikiometrinya yang mana
sebagian besar didominasi pembakaran premixed. Pada pembakaran bahan bakar biodiesel
memiliki warna api biru yang lebih dominan dibanding solar, dikarenakan biodiesel
merupakan oxygenated matters yang mana berasal dari bahan organik dan memiliki
kandungan oksigen didalamnya, sehingga dapat mengikat CO maupun fixed carbon menjadi
bentuk CO2 sehingga pembakaran lebih bersih dibandingkan solar. Lalu dapat dilihat pada
grafik diatas pula trend garis bahan bakar menurun. Sesuai dengan pembahasan pada dasar
41
teori bab 2 terkait Air Fuel Ratio, merupakan perbandingan massa udara dan massa bahan
bakar. Apabila semakin besar debit bahan bakar, pembakaran akan semakin kaya bahan
bakar. Dan api yang dihasilkan didominasi oleh pembakaran difusi, dan persentase api biru
dalam pembakaran tersebut semakin rendah.
4.4.4 Grafik Pengaruh Massa Alir Bahan Bakar terhadap Konsentrasi Oksigen saat
Extinction
60
50 53,09
(%)
40 Biodiesel
30 32,33 Expon. (Biodiesel)
20 17,15
10
0 3,33
12 14 16 18 20
Debit Bahan Bakar (ml/menit)
Menurut konsep dasar teori kestabilan api premixed pada bab 2. Yang menyatakan
bahwa api dapat tetap stasioner pada posisi tertentu, ini terjadi ketika kecepatan oksidator
sama dengan kecepatan rambatan api. Ketika konsentrasi oksigen diturunkan sedikit demi
sedikit, kecepatan api akan lebih besar dibandingkan kecepatan oksigen dan menyebabkan
terjadinya peristiwa Blowoff. Blowoff merupakan ketidakstabilan api. Ini terjadi ketika
kecepatan rambat api lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan oksidator artinya massa
udara dan bahan tidak seimbang sehingga tidak terjadi pembakaran.