Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

SCABIES

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Pembimbing :
dr. Hiendarto, Sp.KK

Disusun Oleh :
Linna Asni Zalukhu
1610211027

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN


ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL “ VETERAN” JAKARTA

PERIODE 03 JULI – 05 AGUSTUS 2017

1
LEMBAR PENGESAHAN KEPANITERAAN KLINIK

KULIT DAN KELAMIN

Presentasi kasus dengan judul :

SCABIES

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di


Departemen Kulit dan Kelamin RSUD Ambarawa

Disusun Oleh:

Linna Asni Zalukhu

1610221027

Telah Dipresentasikan pada Tanggal Juli 2017

Telah Disetujui oleh Pembimbing:

Ambarawa, 24 Juli 2017

Pembimbing

Dr. Hiendarto Sp.KK

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................. 2

DAFTAR ISI................................................................................................... 3

KATA PENGANTAR..................................................................................... 4

BAB I

PENDAHULUAN.......................................................................................... 5

BAB II

TINJAUAN
PUSTAKA.......................................................................................................6

BAB III

LAPORAN
KASUS......................................................................................................... 20

BAB IV

PEMBAHASAN............................................................................................28

BAB V

KESIMPULAN............................................................................................. 31

DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................................... 33

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Kasus yang berjudul
“Scabies” Laporan kasus ini kami susun untuk melengkapi tugas kepaniteraan
Departemen Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Kami
mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar besarnya kepada dr. Hiendarto,
Sp.KK yang telah membimbing dan membantu kami dalam melaksanakan
kepaniteraan dan dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis menyadari dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan dan masih banyak yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna menambah ilmu dan
pengetahuan penulis dalam ruang lingkup ilmu penyakit Kulit dan Kelamin,
khususnya yang berhubungan dengan laporan kasus ini

Penulis

4
BAB I
PENDAHULUAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan


sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis.1 Sarcoptes scabiei
ini dapat ditemukan di dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat
predileksi. Wabah scabies pernah terjadi pada zaman penjajahan Jepang (1942-
1945),2 kemudian menghilang dan timbul lagi pada tahun 1965. Hingga kini,
penyakit tersebut tidak kunjung reda dan insidensnya tetap tinggi. 3 pengetahuan
dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh Von Hebra, bapak dermatologi modern.
Penyebabnya ditemukan pertama kali oleh Benomo pada tahun 1667, kemudian
oleh Mellanby dilakukan percobaan induksi pada sukarelawan selama perang
dunia II.1
Skabies menduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar penyakit utama di
puskesmas dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di
Indonesia.3 Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan
sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya
promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan dermografik seperti
keadaan penduduk dan ekologik.1 Penyakit ini juga dapat dimasukkan dalam
Infeksi Menular Seksual (IMS).5

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi.

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.2

Gambar 4. Sarcoptes scabiei varian hominis

II.2. Epidemiologi.

Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa


negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % - 27 % populasi umum
dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja.2

Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas seluruh


Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6 % - 12,95 % dan skabies menduduki urutan ketiga
dari 12 penyakit kulit tersering. Di bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun
1988, dijumpai 704 kasus skabies yang merupakan 5,77 % dari seluruh kasus baru. Pada
tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6 % dan 3,9 % .1

Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor
yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah,
higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis,
dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam
P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual). 2

6
II.3. Etiologi

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina,


superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu
terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi.3

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya


cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron,
sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk
dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat
dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang
jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat
perekat.3

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam
terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk
betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva
ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan
menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki.
Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara
8 – 12 hari.2

Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva


meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah
menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah
meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi.2

7
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang
7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan
kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh
badan dapat terserang.3

II.4. Patogenesis.

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga
terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal
yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan
gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.2

Gambar 5. Siklus Hidup Tungau Skabies

8
Cara Penularan.

Penyakit scabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak
langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula melalui
alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula
ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di
Amerika Serikat dilaporkan, bahwa scabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual
meskipun bukan merupakan akibat utama.1

Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan


lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama di satu tempat
yang relatif sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan
masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani
kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh
pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan
pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang
permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada.1

Penularan scabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur
yang sama, di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas
asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat
luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak
langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara
bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Di beberapa sekolah didapatkan kasus
pruritus selama beberapa bulan yang sebagian dari mereka telah mendapatkan pengobatan
skabisid.1

II.5. Gejala Klinis.

Ada 4 tanda kardinal:

1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. 1

9
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi,
yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau,
tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier). 1

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna


putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1
cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi
sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain).
Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang
tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar,
lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia
eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak
tangan dan telapak kaki. 1

Gambar 6. Tempat Predileksi Skabies

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu
atau lebih stadium hidup tungau ini. 1

10
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.1

Gambar 7: Kelainan kulit pada sela-sela jari dan penis

Gambar 8. Kelainan kulit pada bagian punggung

11
Gambar 9. Kelainan kulit pada mammae

II.5. Klasifikasi

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal,
sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain :

1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated).

Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya
sehingga sangat sukar ditemukan. 5

2. Skabies incognito.

Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan
tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies
incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi
luas dan mirip penyakit lain. 5

3. Skabies nodular.

Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya
terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila.
Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus
yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat
menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan
anti scabies dan kortikosteroid. 5

12
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan.

Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies
manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia
eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk
binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih
pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan
dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus
hidupnya pada manusia. 5

5. Skabies Norwegia.

Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta,
skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit
kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat
disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies
Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang
menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi
imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat
berkembangbiak dengan mudah. 5

6. Skabies pada bayi dan anak.

Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher,
telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo,
ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka. 5

7. Skabies karena terbaring di tempat tidur (bed ridden).

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur
dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.5

13
II.6. Diagnosis.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa penegakan diagnosis skabies masih


menjadi persoalan dalam dermatologi. Disebutkan bahwa jika gejala klinisnya
khas, diagnosis skabies mudah ditetapkan, tetapi gejala klinis skabies sering
menyerupai penyakit kulit lainnya sehingga dapat menimbulkan salah diagnosis
dan selanjutnya dapat menyebabkan kesalahan pengobatan.3
Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya pruritus
nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel, dan pustule di tempat predileksi,
distribusi lesi yang khas, terowongan-terowongan pada predileksi, adanya
penyakit yang sama pada orang-orang sekitar.3 Terowongan terkadang sulit
ditemukan, dan petunjuk yang lazim adalah penyebaran yang khas. Diagnosis
definitif bergantung pada identifikasi mikroskopis adanya tungau, telur atau fecal
pellet.5 Seringkali tungau tidak dapat dapat ditemukan ditemukan walau terdapat
lesi skabies nodula yang klasik di genitalia, atau ruam yang khas dengan riwayat
gatal-gatal pada anggota keluarga yang lain. Dari beberapa penelitian yang telah
lama dilakukan beberapa ahli menemukan bahwa dari sebagian besar penderita
skabies hanya dapat ditemukan sedikit tungau dari setiap penderita.5 Hal ini yang
terkadang menimbulkan kesalahan diagnosis. Selain itu, kesalahan diagnosis juga
disebabkan oleh pemeriksaan yang tidak adekuat.3 Infestasi skabies sering disertai
infeksi sekunder sehingga erupsi kulit tidak khas lagi dan menyulitkan
pemeriksaan. Karena sulitnya menemukan tungau, maka Lyell menyatakan
diagnosis skabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita dengan keluhan
gatal yang menetap walalupun dengan cara ini dikatakan perevalensi skabies
menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya.3
Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui
pemeriksaan mikroskop, yang dapa dilakukan dengan beberapa cara antara lain:5
1. Kerokan kulit
Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula
menggunakan scalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek,

14
diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup dan dengan
pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau, telur atau fecal pellet.3,5
2. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali
pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial.
Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.3,5
3. Epidermal shave biopsy
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari
telunjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan scalpel nomor yang 15
dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat
superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak perlu anestesi.
Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi minyak mineral dan
diperiksa dengan mikroskop.5
4. Kuretase terowongan
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak
papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan
di gelas objek dan ditetesi minyak mineral.3,5
5. Tes tinta Burowi
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan
alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang
karakteristik, berbelok-belok, karena ada tinta yang masuk. Tes ini tidak
sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita yang non-
kooperatif.5
6. Tetrasiklin topikal
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah
dikeringkan selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut dengan
isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam melalui stratum
korneum dan terowongan akan tampak dengan penyinaran lampu wood,
sebagai garis linier berwarna kuning kehijauan sehingga tungau dapat
ditemukan.3,5

15
7. Apusan kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan
diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas gelas
objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan
diperiksa dengan mikroskop.5
8. Biopsi plong (punch biopsy)
Biopsy berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau
telur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada
penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila diambil
dari lesi yang meradang. Secara umum digunakan punch biopsy, tetapi
biopsy mencukur epidermis adalah lebih sederhana dan biasanya
dilakukan tanpa anestetik local pada penderita yang tidak kooperatif.5

Selain itu, alat lain yang dapat dipakai untuk diagnostik adalah
dermoskopi. Argenziano melaporkan bahwa alat ini cukup efektif. Pembesaran
gambar menunjukkan struktur triangular kecil berwarna gelap yang berhubungan
dengan bagian anterior tungau yang berpigmen, dan suatu segmen linier haus di
belakang segitiga yang mengandung gelembung udara kecil, dimana kedua
gambaran ini menyerupai “jet with contrail”dan dianggap sebagai bentuk
terowongan beserta telur dan fecal pellet. Dilaporkan juga oleh Bezold bahwa
penggunaan polymerase chain reaction (PCR) untuk membuktikan adanya
skabies pada penderita yang secara klinis menunjukkan eczema atipikal. Skuama
epidermal positif untuk DNA Sarcoptes scabiei sebelum terapi dan menjadi
negatif 2 minggu setelah terapi.5
Dari berbagai cara pemeriksaan diatas, kerokan kulit merupakan cara yang
paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan.
Mengambil tungau dengan jarum memerlukan keterampilan khusus dan jarang
berhasil karena biasanya terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit
diketahui. Swab kulit mudah dilakukan tetapi memerlukan waktu lama karena dari
1 lesi harus dilakukan 6 kali pemeriksaan sedangkan pemeriksaan dilakukan pada
hampir seluruh lesi. Tes tinta Burowi dan uji tetrasiklin jarang memberikan hasil

16
positif karena biasanya penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi
infeksi sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat
dimasuki tinta atau salep.3

II.7. Diferensial Diagnosis.

Diagnosis bandingnya adalah :

1. Prurigo, biasanya berupa papel-papel yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor
ekstremitas.

2. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya urtikaria
papuler.

3. Pedikulosis Korporis,terdapat bekas garukan akibat gatal karena adanya kutu

II.8. Terapi.

Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk pasangan
seksnya. Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan scabies yaitu:

TOPIKAL :

1. Permetrin.

Merupakan obat pilihan untuk saat ini , tingkat keamanannya cukup tinggi, mudah
pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit. Dapat digunakan di kepala dan leher
anak usia kurang dari 2 tahun. Penggunaannya dengan cara dioleskan pada
seluruh tubuh (leher ke bawah) lebih kurang 8 jam kemudian dicuci bersih.2

2. Malation.

Malation 0,5 % dengan daasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian


berikutnya diberikan beberapa hari kemudian. 2

17
3. Emulsi Benzil-benzoas (20-25 %).

Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Sering
terjadi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.2

4. Sulfur.

Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10 % secara umum aman dan efektif
digunakan. Dalam konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi. Obat ini
digunakan pada malam hari selama 3 malam. 2

5. Monosulfiran.

Tersedia dalam bentuk lotion 25 %, yang sebelum digunakan harus ditambah 2 – 3


bagian dari air dan digunakan selam 2 – 3 hari. 2

6. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan).

Kadarnya 1 % dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang terjadi iritasi. Tidak
dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap
susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala ulangi
seminggu kemudian.2

7. Krotamiton 10 % dalam krim atau losio, merupakan obat pilihan. Mempunyai 2


efek sebagai antiskabies dan antigatal.2

SISTEMIK :

- Antihistamin klasik sedatif ringan untuk menguranggi gatal, misalnya


Klorfeniramin maleat

- Antibiotik bila ditemukan infeksi sekunder misalnya ampisilin, amoksisilin,


eritromisin

18
- Kortikosteroid (diberikan 1-2 minggu) sampai lesi mereda

II.9. Prognosis.

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat


pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di berantas dan
memberikan prognosis yang baik.1

19
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

 Nama : An. MS
 Usia : 13 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 Alamat : Derekan 08/02 Pringapus
 Pendidikan : Pelajar
 No. RM : 129604
 Tanggal MRS : 03 Juli 2017

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Poli Kulit dan Kelamin RSUD
Ambarawa pada hari Senin tanggal 03 Juli 2017 pukul 10.00 WIB.

 Keluhan Utama : gatal-gatal pada seluruh tubuh


 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang di poli kulit dan kelamin dengan diantar oleh kakaknya
dengan keluhan gatal-gatal dan bentol-bentol kecil di tangan, lipat
paha, ketiak, lengan, kaki dan perut, keluhan ini dirasakan kurang
lebih sejak 2 bulan yang lalu, awalnya gatal di daerah perut dan
selakangan dan timbul bentol-bentol kecil kemerahan. Keluhan gatal
bertambah terutama di malam hari sampai mengganggu tidur malam,
bisanya untuk mengurangi gatal dengan menggaruk dan diberi bedak.

20
Pasien mengaku biasanya mandi 2 x dalam sehari, mengganti
pakaiannya 2 x dalam sehari termasuk pakaian dalam dan
menggunakan handuk sendiri. pasien mencuci pakaian sendiri dengan
sabun cuci biasa dan disetrika.
Pasien mengaku tinggal di lingkungan pondok pesantren dan teman-
teman yang tinggal sekamar dengannya juga mengalami sakit dengan
keluhan yang sama. Pasien mengaku sudah berobat ke dokter saat di
pondok pesantren di beri obat minum dan salep yang di oleskan pada
malam hari, pasien lupa nama obatnya, namun keluhannya tidak
berkurang.

 Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit seperti ini sebelumnya : diakui sering
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
 Riwayat Sakit kulit lain : disangkal
 Riwayat Sakit kelamin : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga dan lingkungan


 Riwayat sakit seperti ini di lingkungan pondok pesantren di akui
ada, pasien menuturkan hampir seluruh teman yang tinggal
sekamar menderita keluhan yang sama.
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
 Riwayat Asma Bronkial : disangkal

 Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan pelajar SLTP, orang tuanya bekerja sebagai
buruh pabrik “SIMOPLAS”, merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara
dan semuanya masih sekolah. Kesan ekonomi pasien cukup

21
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di Poli Mata RSUD Ambarawa pada hari
Senin tanggal 03 Juli 2017 pukul 10.30 WIB

Status Generalisata
 Keadaan umum : tampak sakit ringan
 Kesadaran : compos mentis
 Status gizi : kesan status gizi cukup
 Vital sign :
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 80 x / menit, isi dan tegangan cukup
- RR : 20 x/menit, regular
- Suhu : 36,4 0 C

 Kepala : normocephali, rambut hitam,


 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, mata
cekung (-/-)
 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
 Telinga : normal, tidak ada kelainan kulit
 Hidung : normal, deviasi (-), sekret (-)
 Mulut : bibir tidak pucat, tidak ada kelainan kulit
 Thoraks :
 Bentuk : Normochest, gerakan simetris kanan kiri
 Inspeksi: Retraksi (-), gerakan dada simetris kanan kiri
 Palpasi: Simetris kanan kiri
 Perkusi: Sonor pada ke dua lapang paru
 Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)

 Abdomen :
 Inspeksi: Datar,terdapat kelainan kulit (Status
dermatologis)
 Auskultasi: Bising usus (+) normal
 Perkusi: Timpani
 Palpasi: Supel, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak
teraba
 Ekstremitas atas : akral hangat, tidak ada edema, tidak ada sianosis,
terdapat kelainan kulit (status dermatologikus)

22
 Ekstremitas bawah : akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis,
terdapat kelainan kulit (status dermatologikus)

Status Dermatologis
 Distribusi : Regional
 Lokasi :perut, tangan kanan dan kiri, ketiak,tungkai, dan
selakangan.
 Lesi : multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran
miliar sampai lentikuler
 Efloresensi : makula dan papula hiperpigmentasi, pustul, ekskoriasi,
krusta

Gambar 1: Regio abdomen

23
Gambar 2: Regio Ekstremitas Bawah

Gambar 3: regio Axila dan ekstremitas superior

24
D. RINGKASAN :
An.MS, usia 13 tahun datang di poli kulit dan kelamin dengan
diantar oleh kakaknya dengan keluhan gatal-gatal dan bentol-bentol kecil
di lipat paha, ketiak, lengan, tungkai dan perut, keluhan ini dirasakan
kurang lebih sejak 2 bulan yang lalu, awalnya gatal di daerah perut dan
selakangan dan timbul bentol-bentol kecil kemerahan. Keluhan gatal
bertambah terutama di malam hari sampai mengganggu tidur malam,
bisanya untuk mengurangi gatal dengan menggaruk dan diberi bedak.
Pasien mengaku biasanya mandi 2 x dalam sehari, mengganti pakaiannya
2 x dalam sehari termasuk pakaian dalam dan menggunakan handuk
sendiri. pasien mencuci pakaian sendiri dengan sabun cuci biasa dan
disetrika. Pasien mengaku tinggal di lingkungan pondok pesantren dan
teman-teman yang tinggal sekamar dengannya juga mengalami sakit
dengan keluhan yang sama. Pasien mengaku sudah berobat ke dokter saat
di pondok pesantren, namun keluhannya tidak berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat sakit seperti ini sebelumnya
diakui sering, sedangkan riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, alergi
obat disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga dan lingkungan : Riwayat sakit
seperti ini di lingkungan pondok pesantren di akui ada, pasien menuturkan
hampir seluruh teman yang tinggal sekamar menderita keluhan yang sama.
Pasien merupakan pelajar SLTP, orang tuanya bekerja sebagai buruh
pabrik “SIMOPLAS”, merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara dan
semuanya masih sekolah.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan: keadaan umum tampak sakit
ringan, kesadaran compos mentis, status gizi kesan status gizi cukup, vital
sign : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x / menit, isi dan tegangan
0
cukup, RR 20 x/menit, regular dan suhu 36,4 C. Pemeriksaan status
dermatologis didapatkan distribusinya regional, lokasinya di ketiak,
selakangan, lengan, tungkai dan perut. Ukuran lesi berupa multiple,
diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran miliar sampai
lentikuler, efloresensi berupa makula dan papula eritematosa,
hiperpigmentasi, pustul, ekskoriasi, krusta

E. DIAGNOSIS BANDING :
a. Skabies
b. Pedikulosis corporis
c. Prurigo
d. Gigitan serangga

F. DIAGNOSIS KERJA :
a. Skabies

G. PENATALAKSANAAN :
1. UMUM
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara
penularannya.
b. Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan
dan lingkungan tempat tinggal
c. Mencuci / menjemur alat-alat tidur seperti kasur, bantal dan
selimut
d. Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena
dapat menyebabkan luka dan resiko infeksi
e. Menjelaskan pentingnya mengobati teman yang tinggal
sekamar yang menderita keluhan yang sama
f. Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan
krim yang dioleskan pada seluruh badan tidak boleh terkena
air, jika terkena air harus diulang kembali.
2. KHUSUS
a. Topikal
 Permetrin 5 % krim dioleskan ke seluruh tubuh pada
malam hari selama 10 jam, satu kali dalam seminggu
 Cetrizine tab 1x1 tablet (penggunaan bila gatal)
Penggunan pada sore hari

H. PROGNOSIS
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad functionam : ad bonam
Quo Ad cosmeticam : ad bonam
Quo Ad sanationam : ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinik, dan


pemeriksaan yang dilakukan. Dari anamnesis didapatkan bentol-bentol kemerahan
yang gatal timbul pada ketiak, selakangan, lengan, tungkai dan perut. Keluhan
gatal dirasakan semakin hebat terutama pada malam hari sampai mengganggu
tidur malam. Pasien tinggal di lingkungan pondok pesantren, dimana teman-teman
yang tinggal sekamar mengalami keluhan yang sama. Pasien dapat didiagnosis
menderita penyakit skabies, dimana hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa
dengan ditemukannya 2 dari tanda 4 tanda kardinal skabies maka diagnosis klinis
dapat ditegakkan.1 Diagnosis ditegakkan jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal
yakni :
1. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari ) karena akitivitas tungau lebih
tinggi pada malam hari
2. Ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh
keluarga, sebagian tetangga yang berdekatan
3. Ditemukannya kanalikulus pada tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata –rata panjang 1
cm, pada ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel.
4. Menemukan tungau. Merupakan hal yang paling diagnostik.
Dimana tanda kardinal yang ditemukan adalah pruritus nokturna, adanya orang di
sekitar pasien yang mengalami keluhan yang sama.
Pemeriksaan status dermatologis didapatkan distribusinya regional,
lokasinya di ketiak, selakangan, lengan, tungkai dan perut. Ukuran lesi berupa
multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran miliar sampai
lentikuler, efloresensi berupa makula dan papula eritematosa, hiperpigmentasi,
pustul, ekskoriasi, krusta. Hal ini sesuai untuk diagnosis skabies, dimana di dalam
teori dikatakan bahwa predileksi terjadinya pada daerah dengan stratum korneum
yang tipis, namun karena pada anak-anak lapisan stratum korneum tubuhnya
sebagian besar masih tipis maka penyebarannya dapat bersifat atipikal.
Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding yaitu prurigo hebra yaitu
penyakit kulit kronis dimulai sejak bayi atau anak, sering terdapat pada anak
dengan tingkat social ekonomi dan hygiene rendah. Penyebab pasti belum
diketahui, diduga sebagai penyakit herediter, akibat kepekaan kulit terhadap
gigitan serangga. Tanda khasnya adalah adanya papul-papul miliar tidak
berwarna, berbentuk kubah, sangat gatal. Tempat predileksinya di ekstremitas
bagian ekstensor dan simetris. Sedangkan pada pedikulosis korporis kelainan
kulitnya berupa papul milier disertai bekas garukan yang menyeluruh pada tubuh
pasien. Pada gigitan serangga biasanya timbul sesudah ada gigitan dan lesinya
berupa urtikaria.

Penatalaksanaan pada kasus scabies dapat dilakukan baik dengan non-


medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa yaitu :
menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya,
menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan lingkungan
tempat tinggal, mencuci pakaian dan handuk dengan bilasan terakhir dengan
menggunakan air panas, mencuci / menjemur alat-alat tidur seperti kasur, bantal
dan selimut, bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat
menyebabkan luka dan resiko infeksi, menjelaskan pentingnya mengobati teman
yang tinggal sekamar yang menderita keluhan yang sama, memberi penjelasan
bahwa pengobatan dengan penggunaan krim yang dioleskan pada seluruh badan
tidak boleh terkena air, jika terkena air harus diulang kembali.

Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan


memberikan obat secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah
Permetrin 5 % krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama 10 jam,
satu kali dalam seminggu. Pada teori yang telah dikemukakan bahwa obat topikal
yang paling baik diberikan pada anak-anak berupa permetrin 5 % mengingat
efektif pada semua stadium skabies dan toksisitasnya yang rendah. Serta
penggunannya yang mudah dan dapat diperoleh dengan midah di apotek.. Selain
itu untuk mengurangi gatal yang dialami pasien terutama pada malam hari juga
diberikan obat antihistamin yaitu Klorfeniramin maleat 2 x1/2 tablet, memiliki
efek mengantuk karena efek sedatif.

Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila
diobati dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi
BAB V

KESIMPULAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan


sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penyakit ini
terdapat di seluruh dunia dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit
tersering di Indonesia.
Tungau Sarcoptes scabiei membuat terowongan pada lapisan tanduk kulit
dengan siklus hidup dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu 8-12
hari. Tungau dapat menular melalui kontak langsung (seperti berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual) dan kontak tidak langsung (misalnya
melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk).
Sarcoptes scabiei menyebabkan reaksi kulit berupa eritem, papul atau
vesikel pada kulit. Selain bentuk tersebut, terdapat pula bentuk skabies lainnya
antara lain : skabies nodula (gambaran klinisnya berupa nodul berpigmen yang
terasa gatal), skabies incognito (gambaran klinis kabur, kronis dan meluas karena
penggunaan steroid), skabies pada bayi (dapat menjadi eksema generalisata),
skabies norwegia atau skabies berkrusta (lesi berskuama tebal yang penuh dengan
infestasi tungau) dan skabies pada penderita HIV/AIDS (biasanya skabies
berkrusta dan menyerang wajah, kulit dan kuku).
Gejala klinis skabies meliputi 4 tanda kardinal yaitu :
1) Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari.
2) Menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga.
3) Adanya terowongan pada tempat-tempat predileksi seperti sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, areola mamae pada wanita, umbilikus, bokong, genitalia eksterna
pada pria, dan perut bagian bawah.
4) Menemukan tungau.
Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis adanya tanda-tanda
kardinal. Diagnosis pasti ditegakan dengan ditemukannya tungau melalui
pemeriksaan mikroskopis melalui beberapa cara seperti kerokan kulit, mengambil
tungau dengan jarum, epidermal shave biopsy, kuretase terowongan, tes tinta
Burowi, tetrasiklin topikal, apusan kulit dan biopsi plong (punch biopsy).
Penatalaksanaan untuk skabies yang sering digunakan antara lain :
1) Krim permetrin (elimite, acticin), sediaan krim 1% untuk terapi tungau pada
kepala dan krim 5% untuk terapi tungau tubuh, dioleskan pada area tubuh
dan dibilas setelah 8-14 jam.
2) Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), sediaan 60 mg, dioleskan dan
dibiarkan selama 8 jam.
3) Sulfur presipitat 6%, dipakai pada malam hari selama 3 malam dan
dibersihkan secara menyeluruh 24 jam terakhir.
4) Benzil benzoat 25%. Dipakai setiap malam selama 3 kali.
5) Krim krotamiton (eurax). Mulai jarang digunakan karena dianggap tidak
cukup efektif.
6) Ivermectin 1 atau 2 dosis oral 200 mg/kgBB untuk terapi skabies pada
penderita AIDS.
Lesi-lesi yang memberikan rasa gatal setelah tungau mati memerlukan pemberian
antihistamin, dan jika didapatkan superinfeksi oleh bakteri harus diberikan
antibiotik. Untuk menghindari infeksi berulang, seluruh kontak dekat dengan
pasien harus dieradikasi, seluruh kain, selimut, handuk dan pakaian harus dicuci
dengan air panas. Terapi harus tuntas bagi penderita dan keluarga penderita yang
memiliki gejala yang sama.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bag./SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.Atlas Penyakit Kulit dan


Kelamin. FK. Unair/RSU Dr. Soetomo. Surabaya : 2007.

2. Beggs, J. dkk. Scabies Prevention And Control Manual. USA : Michigan


Department Of Community Health. 2005 : 4-6, 10

3. Chosidow, O. Scabies. The New England Journal Of Medicine 2006 :


1718-1727

4. Department Of Public Health. Scabies. USA : Department Of Public


Health Division Of Communicable Disease Control. 2008 : 1-3

5. Djuanda Adhi . Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed. 5. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2007.

6. Makatutu, H. Penyakit Kulit Oleh Parasit Dan Insekta. In : Harahap, M.


Penyakit Kulit. Jakarta : PT Gramedia. 1990 : 100-104

7. Ma’rufi, I. Keman, S. Notobroto, H. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang


Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies Studi Pada Santri di
Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan
2005 : 2 : 11-17

8. Murtiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual : Skabies. Edisi 1.


Surabaya : Airlangga University Press. 2005 : 202-208
9. Lab/SMF. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah. Denpasar : 2000.

10. Setyaningrum, T. Listiawan, M. Zulkarnain, I. Kadar Imunoglobulin E-


Spesifik Terhadap Tungau Debu Rumah Pada Penderita Skabies Nonatopi
Anak. Berkala Ilmu Kesehatan Dan Kelamin 2007 : 19 : 100

11. Stone, S.P, scabies and pedikulosis, in: Freedberg, et al. Fitzpatrick’s
Dermatology In General Medicine 6th edition. Volume 1. McGraw-Hill
Professional. 2003

12. Sularsito Sri Adi , Soebaryo Retno Widowati, Kuswadji . Dermatologi


Praktis . Ed. 1. PERDOSKI. 1989.

13. Sungkar S. Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.


1995 : 1-25

14. Wiederkehr, M., Schwart, R. A. 2006. Scabies. Available at:


http://www.emedicine.com/DERM/topic471.htm.

Anda mungkin juga menyukai