Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

“DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA STROKE ISKEMIK”

Disusun Oleh:
FUZARISMA
1102014111

Pembimbing :
dr. Dini Adriani Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA Tk. I R.S. SUKANTO
PERIODE 8 APRIL – 11 MEI 2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur senantiasa kami ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis sehingga Referat yang berjudul “Diagnosis dan Tatalaksana Stroke
Iskemik” ini dapat diselesaikan.
Penulisan dan penyusunan referat ini bertujuan untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Saraf di Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I
R.S. Sukanto Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai salah satu sumber
pengetahuan bagi pembaca, terutama pengetahuan mengenai Ilmu Penyakit Saraf,
semoga dapat memberikan manfaat.
Penyelesain referat ini tidak terlepas dari bantuan dokter pembimbing, staf
pengajar, serta orang-orang sekitar yang terkait. Oleh karena itu, kami ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Dini Adriani Sp.S. selaku dokter pembimbing bagian kepaniteraan
Ilmu Penyakit Saraf di Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R.S. Sukanto.
2. Para perawat dan Pegawai di Bagian Ilmu Penyakit Saraf di Rumah Sakit
Bhayangkara Tk. I R.S. Sukanto.
3. Teman-teman sejawat dokter muda di Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R.S.
Sukanto.
Dalam menyelesaikan penulisan referat ini, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi maupun dari bahasa yang disajikan. Untuk itu
penulis mohon maaf atas segala kekhilafan, serta dengan tangan terbuka
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Jakarta, 14 April 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ..................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5
1. Anatomi Pembuluh Darah Otak .................................................................... 5
2. Stroke ............................................................................................................. 6
2.1. Definisi ....................................................................................................... 6
2.2. Epidemiologi .............................................................................................. 7
2.3. Etiologi ...................................................................................................... 11
2.4. Patofisiologi .............................................................................................. 12
2.5. Manifestasi Klinis ..................................................................................... 13
2.6. Diagnosis ................................................................................................... 14
2.7. Tatalaksana .............................................................................................. 16
2.8. Pencegahan ............................................................................................... 19
2.9. Prognosis ................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 22

2
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut NIH: National Institute of Neurological Disorders and Stroke


menyatakan bahwa stroke terjadi ketika aliran darah ke otak berhenti, tidak adanya
aliran oksigen serta nutrisi yang di butuhkan oleh sel-sel otak dan adanya kematian
sel-sel otak yang hanya dalam hitungan menit. Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan otak permanen, long-term disability, bahkan kematian. NIH membagi
stokr menjadi dua yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik
disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh darah di otak. Stroke iskemik merupakan
tipe stroke yang paling banyak dijumpai sekitar 80% kasus stroke adalah stroke
iskemik.1
Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak kedua di dunia setelah
penyakit jantung dan merupakan penyebab utama dari disabilitas. Prevalensi stroke
di dunia pada tahun 2010 adalah sebanyak 33 juta, dengan 16,9 juta orang terkena
stroke serangan pertama. Dari data South East Asian Medical Information Centre
(SEAMIC) diketahui bahwa angka kematian stroketerbesar di Asia Tenggara terjadi
di Indonesia yang kemudian diikuti secara berurutan oleh Filipina, Singapura,
Brunei, Malaysia, dan Thailand.2 Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari
8,3 per 1000 pada tahun 2007 menjadi 12,1 per 1000 pada tahun 2013.2
CT-scan digunakan untuk menganalisis struktur dalam dari beberapa bagian
tubuh tertentu seperti melihat trauma kepala, tumor, infark otak, pendarahan, dan
sebagainya. Proses CT-scan ini tidak menyebabkan rasa sakit atau non invasif dan
dapat menyediakan informasi yang sangat akurat tentang gambaran penyakit dari
organ yang diperiksa untuk membantu menegakkan diagnosis dan penanganan
lanjut.3
Pasien yang pernah didiagnosis stroke mempunyai resiko terjadinya stroke
berulang. American Heart Association /American Stroke Association dan Persatuan
Dokter Spesialis Syaraf Indonesia merekomendasikan terapi pencegahan sekunder
untuk meminimalkan angka kejadian stroke berulang. Terapi pencegahan sekunder
yang direkomendasikan adalah antiplatelet/antikoagulan, antihipertensi, dan

3
antidislipidemia. Penggunaan beberapa obat untuk mengontrol faktor resiko stroke
tersebut telah terbukti menunjukkan efikasi yang baik dan mengurangi angka
kejadian stroke per tahunnya, dengan kumulatif penurunan resiko (risk reduction)
mencapai 75%.4
Tujuan penulisan referat ini untuk menguraikan lebih lanjut mengenai etiologi,
patogenesis, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan
prognosis stroke iskemik untuk menjadi referensi tenaga medis dalam
mendiagnosis dan menatalaksana stroke iskemik.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Pembuluh Darah Otak


Otak diperdarahi oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri verterbralis.
Keempat arteri terletak di dalam spatium subarachnoideum, dsn cabang-
cabangnya beranastomosis pada permukaan inferior otak untuk membentuk
circulus willisi.5
Arteri carotis interna dimulai pada bifurcation arteriae carotidis communis.
Arteri ini berjalan naik melalui leher dan menembus basis cranii melalui canalis
caroticus ossis temporalis. Selanjutnya, arteri berjalan horizontal ke depan
melalui sinus cavernosus dan muncul pada sisi medial processus clinoideus
anterior dengan menembus duramater. Arteri ini lalu masuk ke dalam spatium
subarachnoid dengan cara menembus arachnoidea mater dan ke posterior
menuju ke ujung medial sulcus cerebri lateralis. Arteri ini akan bercabang dua
menjadi arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media.5
Arteri verterbralis, cabang pertama bagian arteri subclavia, naik ke dalam
leher melalui enam foramen processus tranversus vertebrae cervicalis bagian
atas. Arteri ini masuk ke cranium melalui foramen magnum dan menembus dura
mater dan arachnoid mater untuk masuk ke dalam spatium subarachnoideum.
Selanjutnya, arteri berjalan ke arah atas, medial, dan depan dari medulla
oblongata. Pada pinggir bawah pons, arteri ini bergabung dengan arteri
vertebralis sisi kontralateral untukmembentuk arteri basilaris.5
Arteri basilaris, terbentuk dari gabungan kedua arteri vertebralis dan
berjalan ke atas di dalam sulcus pada permumakaan anterior pons. Pada pinggir
atas pons arteri inni akan bercabang menjadi dua arteri cerebri posterior.5

5
Gambar 1. Pembuluh darah pada otak

2. Stroke
2.1.Definisi
Stroke merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah1. Berdasarkan patofisiologinya, stroke terdiri dari
stroke non hemoragik (iskemik) dan stroke hemoragik. Hampir 80% dari semua
kejadian stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik disebabkan oleh
gumpalan atau sumbatan lain pada arteri yang mengalir ke otak. Stroke iskemik
adalah gangguan multifaktorial heterogen yang disebabkan oleh timbulnya
tanda-tanda neurologis yang terkait langsung dengan tempat terjadinya cedera
di otak dan mengakibatkan kerusakan/kecacatan yang terjadi secara mendadak.4
WHO mendefiniskan stroke merupakan suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala -
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.6
Stroke yaitu berupa sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak (GPDO) yang disebabkan baik oleh perdarahan spontan atau suplai

6
darah yang tidak adekuatnya ke suatu bagian otak sebagai akibat aliran darah
yang rendah, trombosis, dan emboli yang berhubungan dengan suatu penyakit
pembuluh darah, jantung atau darah (stroke iskemik atau infark serebri) dengan
awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan
sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf pusat. Stroke dapat
dibagi menjadi dua, yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Sebagian besar (80%) disebabkan oleh stroke non hemoragik. Stroke non
hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal
ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan kolesterol pada dinding
pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah ke otak.7

2.2.Epidemiologi

Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal
dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi
syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah atau
anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan
kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain.8
Gambar 2. Prevalensi Stroke Permil

7
Didefinisikan sebagai stroke jika pernah didiagnosis menderita penyakit
stroke oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis
menderita penyakit stroke oleh nakes tetapi pernah mengalami secara mendadak
keluhan kelumpuhan pada satu sisi tubuh atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh
yang disertai kesemutan atau baal satu sisi tubuh atau mulut menjadi mencong tanpa
kelumpuhan otot mata atau bicara pelo atau sulit bicara/komunikasi dan atau tidak
mengerti pembicaraan. 8

Tabel 1. Prevalensi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke pada
umur ≥15 tahun menurut provinsi, Indonesia 2013

8
Tabel 1 menunjukkan prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara
terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan terdiagnosis
dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Prevalensi jantung koroner berdasarkan
terdiagnosis dokter tertinggi Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI
Jakarta, Aceh masing-masing 0,7 persen. Sementara prevalensi jantung koroner
menurut diagnosis atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (4,4%), diikuti
Sulawesi Tengah (3,8%), Sulawesi Selatan (2,9%), dan Sulawesi Barat (2,6%).
Prevalensi gagal jantung berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia
sebesar 0,13 persen, dan yang terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3 persen.
Prevalensi gagal jantung berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi DI Yogyakarta
(0,25%), disusul Jawa Timur (0,19%), dan Jawa Tengah (0,18%). Prevalensi gagal
jantung berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (0,8%),
diikuti Sulawesi Tengah (0,7%), sementara Sulawesi Selatan dan Papua sebesar 0,5
persen. Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1
per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara
(10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta
masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan
gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰),
Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil.8

9
Tabel 2. Prevalensi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke pada
umur ≥15 tahun menurut karakteristik, Indonesia 2013

Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan bertambahnya umur,


tertinggi pada umur 65 – 74 tahun (0,5%) untuk yang terdiagnosis dokter, menurun
sedikit pada umur ≥75 tahun (0,4%), tetapi untuk yang terdiagnosis dokter atau
gejala tertinggi pada umur ≥75 tahun (1,1%). Untuk yang didiagnosis dokter
prevalensi lebih tinggi pada perempuan (0,2%) dibanding laki-laki (0,1%), berdasar
didiagnosis dokter atau gejala prevalensi sama banyaknya antara laki-laki dan

10
perempuan (0,3%). Prevalensi yang didiagnosis dokter serta yang didiagnosis
dokter atau gejala lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah.
Prevalensi yang didiagnosis dokter lebih tinggi di perkotaan dan dengan kuintil
indeks kepemilikan tinggi. Untuk yang terdiagnosis dokter atau gejala sama banyak
antara perkotaan dan perdesaan. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang
didiagnosis nakes serta yang didiagnosis nakes atau gejala meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun (43,1‰ 94 dan 67,0‰).
Prevalensi stroke yang terdiagnosis nakes maupun berdasarkan diagnosis atau
gejala sama tinggi pada laki-laki dan perempuan. Prevalensi stroke cenderung lebih
tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik yang didiagnosis nakes
(16,5‰) maupun diagnosis nakes atau gejala (32,8‰). Prevalensi stroke di kota
lebih tinggi dari di desa, baik berdasarkan diagnosis nakes (8,2‰) maupun
berdasarkan diagnosis nakes atau gejala (12,7‰). Prevalensi lebih tinggi pada
masyarakat yang tidak bekerja baik yang didiagnosis nakes (11,4‰) maupun yang
didiagnosis nakes atau gejala (18‰). Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis atau
gejala lebih tinggi pada kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah
masing masing 13,1 dan 12,6 per mil.8

2.3.Etiologi
Stroke iskemik terjadi akibat peristiwa yang membatasi atau menghentikan
aliran darah, seperti emboli trombotik ekstrakranial atau intrakranial, trombosis
in situ, atau hipoperfusi relatif. Saat aliran darah menurun, neuron berhenti
berfungsi. Meskipun berbagai ambang batas telah dijelaskan, iskemia neuronal
yang ireversibel dan cedera umumnya dianggap dimulai pada laju aliran darah
kurang dari 18 mL /100gr jaringan /menit, dan kematian sel yang terjadi dengan
kecepatan di bawah 10 mL/100gr dari jaringan/menit.9

11
2.4.Patofisiologi
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan
untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme glukosa
dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan
pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik
gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan
otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai,
dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal.10
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang
diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan
Na+ K + ATP-ase, sehingga membran potensial akan menurun. K +
berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan Ca berkumpul di
dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negative
sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel
masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang
menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila
perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran
darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit.10
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan
gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya
asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel,
terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena
itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari
tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik.10

12
2.5.Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis stroke sangat mudah dikenali. Hal ini secara prsktis
mengacu pada definisi stroke, yaitu kumpulan gejala akibat gangguan fungsi
otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurang
atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina, atau medulla spinalis,
yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri
maupun vena yang dibuktikan dengan pemeriksaan pencitraan otak dana tau
patologi.11
Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sangat tergantung pada daerah otak
yang terkena. Defisit neurologis yang ditimbulkannya dapat bersifat fokal
maupun global, yaitu:
a. Kelumpuhan sesisi/ kedua sisi, kelupuhan satu ekstremitas,
kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot
untuk proses menelan, bicara,dan sebagainya.
b. Gangguan fungsi keseimbangan
c. Gangguan fungsi penghidu
d. Gangguan fungsi penglihatan
e. Gangguan fungsi pendengaran
f. Gangguan fungsi somatic sensoris
g. Gangguan fungsi kognitif, seperti: gangguan atensi, memori, bicara
verbal, gangguan mengerti pembicaraan, gangguan pengenalan ruang,
dan sebagainya
h. Gangguan global berupa gangguan kesadaraan.11

Pemeriksaan sederhana untuk mengenali gejala dan tanda yang disusun oleh
Cincinati menggunakan singkatan FAST yang mencakup F yaitu facial droop
(mulut mencong/tidak simetris), A yaitu arm weakness (kelemahan pada
tangan), S yaitu speech difficulties (kesulitan bicara), serta T yaitu time to seek
medical help (waktu tiba di RS secepat mungkin). FAST memiliki sensitivitas
85% dan spesifisitas 68% untuk menegakkan stroke, serta reliabilitas yang baik
pada dokter dan paramedik.11

13
Tanda klinis stroke juga dapat dilakukan dengan cra pemeriksaan fisik
neurologi untuk mengkonfirmasi kembali tanda dan gejala yang didapatkan
berdasarkan anamnesis. Pemeriksaan fisik yang utama meliputi penurunan
kesadaran berdasarkan Skala Koma Glasglow (SKG), kelumpuhan saraf
kranial, kelemahan motorik, defisit sensorik, gangguan otonom, gangguan
fungsi kognitif, dan lain-lain.11

2.6.Diagnosis
A. Anamnesis
Gangguan global berupa gangguan kesadaran, gangguan fokal yang
muncul mendadak, dapat berupa:
a. Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu ekstremitas,
kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-
otot untuk proses menelan, wicara, dan sebagainya.
b. Gangguan fungsi keseimbangan
c. Gangguan fungsi penghidu
d. Gangguan fungsi penglihatan
e. Gangguan fungsi pendengaran
f. Gangguan fungsi somatic sensorik
g. Gangguan neurobehavioral yang meliputi:
- Gangguan atensi
- Gangguan memori
- Gangguan bicara verbal
- Gangguan mengerti pembicaraan
- Gangguan pengenalan ruang
- Gangguan fungsi kognitif lain.12
B. Pemeriksaan Fisik
a. Penurunan GCS
b. Kelumpuhan saraf kranialis
c. Kelemahan sensorik
d. Defisit sensorik

14
e. Gangguan otonom
f. Gangguan neurobehavior.12
C. Rekomendasi Pemeriksaan Penunjang
Semua pasien dengan suspek stroke akut jarus dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti dibawah ini saat masuk ke unit gawat darurat yang
meliputi:
a. Elektrokardiogram (EKG)
b. Pencitraan otak : CT non kontras atau MRI dengan perfusi dan
difusi.
c. Pemeriksaan labiratorium darah antara lain, hematologi rutin, gula
darah sewaktu, fungsi ginjal (ereum, kreatinin). Activated Partial
Thrombin Time (APTT), Phrotrombin Time (PT), INR.
Pemeriksaan laboratorium di ruang gawat antara lain gula darah
puasa dan 2 jam setelah makan, profil lipid, C-Reactive Protein
(CRP), laju endap darah, dan pemeriksaan atas indikasi seperti :
enzim jantung (troponin / CKMB), serum elektrolit, analisis hepatik
dan pemeriksaan elektrolit.13

Stroke dapat didiagnosis dengan CT scan, MRI dan skor klinis. Ketika CT
scan dan MRI tidak tersedia, skor klinis dapat digunakan untuk memprediksi
jenis stroke. Adalah skor stroke Siriraj salah satu skor untuk mendiagnosis jenis
patologi stroke.14

15
Tabel 3. Siriraj Skor14

2.7.Tatalaksana
A. Tatalaksana Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
b. Stabilisasi hemodinamik (sirkulasi)
c. Pengendalian peningkatan TIK13
B. Prosedur Aplikasi Pemberian Terapi Trombolisis rTPA pada Stroke
Iskemik Akut
Rekomendasi pengobatan stroke didasarkan pada perbedaan antara
keuntungan dan kerugian dalam tatalaksana yang diberikan. Fibrinolitik
dengan rTPA secara umum memberikan keungtungan reperfusi dari
lisisnya trombus dan perbaikan sel serebral yang bermakna. Pemberian
fibrinolitik merupakan rekomendasi yang kuat diberikan sesegera
mungkin setelah diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan (awitan 3 jam
pada pemberian intravena dalam 6 jam pemebrian intraarterial).13
a. Kriteria inklusi
- Usia > 18 tahun
- Diagnosis klinis stroke dengan defisit neurologis yang jelas
- Awitan dapat ditentukan secara jelas (< 3 jam, <4,5 jam)

16
- Tidak ada bukti perdarahan intracranial dari CT Scan
- Informed consent dari pasien dan keluarga
b. Kriteria eksklusi
- Usia > 80 tahun
- Defisit neurologi yang ringan dan cepat membaik atau
perburukan defisit neurologi yang berat
- Gambaran perdarahan intrakranial pada CT Scan
- Riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir
- Infark multilobar (gambaran hipodens > 1/3 hemisfer serebri
- Kejang pada saat onset stroke
- Kejang dengan gejala sisa kelainan neurologis post iktal
- Riwayat stroke atau cedera kepala berat dalam 3 bulan
sebelumnya
- Perdarahan aktif atau trauma akut (fraktur) pada pemeriksaan
fisik
- Riwayat pembedahan mayor atau trauma berat dalam 2 minggu
sebelumnya
- Riwayat perdarahan gastrointestinal atau traktus urinarius dalam
3 minggu sebelumnya
- Tekanan darah sistolik > 185 mmHg, diastolik >110 mmHg
- Glukosa darah 400 mg/dl
- Gejala perdarahan subarachnoid
- Pungsi arteri pada tempat yang tidak dapat dikompresi atau
pungsi lumbal dalam 1 minggu sebelumnya
- Jumlah platelet < 100.000/mm3
c. Rekomendasi
- Pemberian IV rTPA dosis 0,9 mg/KgBB (maksimum 90 mg),
10% dari dosis total diberikan sebagai bolus inisial, dan sisanya
diberikan sebagai infus selama 60 menit, terapi tersebut harus
diberikan dalam rentang waktu 3 jam dari onset Pemberian ini
sesuai dengan kriteria inklusi dan esklusi diatas.

17
- Pemberian rTPA dorekomendasikan secepat mungkin yaitu
dalam rentang waktu 3 jam atau 4,5 jam.
- Disamping komplikasi perdarahan, efek samping lain yang
mungkin terjadi yaitu angioedema yang dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas parsial, harus diperhatikan.
- Pasiend dengan hipertensi yang tekanan darahnya dapat
diturunkan dengan obat antihipertensi secara aman, harus dijaga
kestabilan tekanan darah sebelum memulai rTPA.
- Pasien dengan kejang pada saat awitan stroke mungkin dapat
diberikan terapi rTPA selama kelainan neurologis yang timbul
merupakan akibat sekunder dari stroke dan bukan merupakan
fenomena post ictal dan bukan merupakan kejang karena epilepsi.
- Trombolisis intraarterial merupakan terapi alternatif pada pasien
tertentu dengan stroke berat, onset < 6 jam dan disebabkan oleh
penyumbatan arteri serebri media yang tidak memenuhi syarat
untuk pemberian trombolisis intravena.13
C. Rekomendasi NIH tentang Response Time Pasien yang akan Diberikan
rTPA di Unit Gawat Darurat
Golden hour untuk rencana pemberian rTPA (< 60 menit):
a. Pasien tiba di IGD dengan diagnosis stroke
b. Evaluasi dan pemeriksaan pasien oleh triage (termasuk anamnesis,
permintaan laboratorium dan menilai NIHSS) waktu < 10 menit
c. Didiskusikan oleh tim stroke (termasuk keputusan dilakukan
pemberian rTPA) waktu < 15 menit
d. Dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala, waktu < 45 menit
e. Pemberian rTPA (bila pasien memenuhi kriteria inklusi), waktu <
60 menit.13

18
2.8.Pencegahan
Selain terapi iskemia serebral akut, beberapa jenis tindakan terapeutik
diarahkan untuk mencegah stroke pertama atau kedua pada pasien yang berisiko
mengalaminya.15
a. Pencegahan primer
Tujuan pencegahan primer adalah untuk mencegah stroke pertama dengan
mebgobati factor risiko predisposisi. Komponen yang paling penting adalah
terapi hipertensi arterial secara efektif, yang selain usia merupakan factor
risiko stroke terpenting. Tekanan darah tinggi juga meningkatan risiko
pasien mengalami perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.
Normalisasi tekanan darah dapat mengurangi risiko stroke iskemik hingga
40%. Factor risiko lain yang dapat di control antara lain adalah merokok,
diabetes mellitus, dan fibrilasi atrium. Pemberian aspirin dan penghambat
agregasi trombosit lainnya tidak menjadi komponen pencegahan primer.
Terapi pembedahan pada stenosis arteri karotis interna asimptomatik juga
dilakukan sebagai pencegahan primer, meskipun tidak ada bukti statistic
yang jelas.15
b. Pencegahan sekunder
Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mencegah stroke setelah
setidaknya terjadi satu episode iskemia serebri. Metode medis dan bedah
digunakan sebagai pencegahan sekunder. Pemberian aspirin dosis-rendah
(100mg/ hari) menurunkan risiko stroke berulang hingga 25%. Tidak ada
bukti bahwa dosis yang lebih tinggi memberikan hasil yang lebih baik.
Penghambat agregasi thrombosit lainnya seperti ticlopidine dan
clopidrogrel mempunyai efek yang lebih jelas daripada aspirin tetapi
keuntungannya ditutupi oleh harganya yang lebih mahal dan beberapa efek
samping yang serius. Antikoagulasi terapeutik dengan warfarin sangat
efektif untuk menurunkan risiko stroke dengan fibrilasi atrium dan denyut
jantung yang ireguler, penurunan risiko relatif pada keadaan ini adalah 60-
80%.14

19
2.9.Prognosis
Berdasarkan kasus stroke yang ada maka diperlukan suatu metode pengkajian
yang komprehensif, hal ini bertujuan untuk menentukan tindakan yang sesuai pada
pasien stroke sehingga dapat untuk meminimalisir keparahan penyakit stroke
tersebut. Pengkajian National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) merupakan
langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang
akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada.
Berdasarkan latar belakang tersebut model pengkajian NIHSS dapat membantu
perawat sebagai praktisi kesehatan terdepan untuk menentukan diagnosa dan
rencana keperawatan yang tepat untuk tujuan asuhan keperawatan. Skala NIHSS
merupakan instrument untuk menilai gangguan neurologis. Kecepatan penilaian ini
yang merupakan tindakan dasar menangani kasus stroke. Semakin tinggi nilai
NIHSS pada pasien stroke berarti semakin berat derajad keparahanya. Skala NIHSS
merupakan instrument untuk menilai gangguan neurologis. Kecepatan penilaian ini
yang merupakan tindakan dasar menangani kasus stroke . Semakin tinggi nilai
NIHSS pada pasien stroke berarti semakin berat derajad keparahanya.16

Tabel 3. NIHSS16

20
21
DAFTAR PUSTAKA

1. NIH: National Institute of Neurological Disorders and Stroke. ‘Stroke Also


called: Brain attack, CVA’. Available at:
https://medlineplus.gov/stroke.html [Accessed: 13 April 2019]
2. Putri, et al. 2018. ‘Perbandingan Luaran Fungsional Pasien Stroke Iskemik
Akut Pada Perokok Dan Bukan Perokok Yang Diukur Dengan Canadian
Neurologic Scale (Cns) Dan Nihss’. Malaysian Journal of Nutrition. 4(02) :
65- 71.
3. Elim, C. et al. 2016. ‘Hasil pemeriksaan CT scan pada penderita stroke non
hemoragik di Bagian Radiologi FK Unsrat/SMF Radiologi RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado periode Agustus 2015 – Agustus 2016’. Jurnal e-
Clinic. 4 (2): 1-5.
4. Cholisoh, Z. et al. 2018. ‘Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Ketidakpatuhan Dalam Melakukan Terapi Pencegahan Sekunder pada
Pasien Stroke Iskemik’. JMPV. 8(2):90-99.
5. Snell, R.S. 2015. ‘Neuronatomi Klinik edisi 7’. EGC: Jakarta.
6. WHO: World Health Organization. ‘Statistic Cerebrovascular Desease’.
Available at:
https://www.who.int/healthinfo/statistics/bod_cerebrovasculardiseasestrok
e.html [Accessed : 14 April 2019].
7. Hafsari, D. et al. 2018. ‘Hemiplegia Sinistra dan Paresis Nervus VII dan XII
Et Causa Stroke Non Hemoragik’. Majority. 7(3):163-167.
8. RISKESDA. 2018. ‘Hasil Utama Riskesda’. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop
_2018/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf [Accessed: 13 April 2019].
9. Jauch, E.C. et al. 2019. ‘Ischemic Stroke’. Medline Medscape P:1-22.
10. Wijaya, A.K. ‘Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus’. Page
1-15.

22
11. Aminditha, T., Wiratman, W. 2017. Buku Ajar Neurologi. Penerbit
Kedokteran Indonesia: Tangerang.
12. PERDOSSI : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2016. ‘Acuan
Panduan Praktik Klinis Neurologi’. Perdossi : Jakarta.
13. PERDOSSI : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011.
‘Guideline Stroke Tahun 2011’. Perdossi : Jakarta.
14. Singh, et al. 2001. ‘Assessment of utility of Siriraj Stroke Score (SSS) in
stroke patients of Pt. BD Sharma PGIMS hospital, Rohtak, India’. Med
Journal Indones. 10(3) : 164-168
15. Baehr and Frotscher. ‘Diagnosis Topik Neurologi DUUS’. EGC: Jakarta.
16. Saudin, et al. 2017. ‘Metode Pengkajian Neurologis Menggunakan National
Institutes Of Health Stroke Scale (Nihss) Pada Pasien Stroke Di Instalasi
Gawat Darurat Di Rsud Dr Iskak Tulungagung’. Jurnal EduNursing. 1(1):
1-6

23

Anda mungkin juga menyukai