Laporan Kasus
Laporan Kasus
KATARAK
Disusun oleh:
Ivana
406172126
Pembimbing :
Nama : Ny. R
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tlogorejo RT 03/02 Pati
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Status Pernikahan : Menikah
ANAMNESIS
Pasien datang ke RSUD RAA Soewondo Pati dengan keluhan mata kiri tidak
melihat sejak 2 bulan. Awalnya penglihatan dirasakan seperti melihat asap dan
dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan dirasakan sejak 1 tahun yang lalu.
Penglihatan kabur dirasakan saat melihat jauh maupun dekat, kemudian lama
kelamaan menjadi tidak dapat melihat. Mata merah (-), nyeri (-), cekot-cekot (-), mata
berair (-), gatal (-), keluar kotoran mata (-), penglihatan ganda (-).
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat keluhan serupa pernah dirasakan pasien pada mata kanan ± 3 tahun lalu dan
telah dioperasi 3 tahun lalu
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat trauma mata disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
TANDA-TANDA VITAL
KeadaanUmum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
TekananDarah : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernafasan : 18x/menit
OD OS
Lensa
mengerut
dan keruh
Segmen Anterior
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Slit Lamp : OD dalam batas normal
OS lensa mengerut, keruh merata, warna putih seperti mutiara,
shadow iris (-)
Pasien pernah mengalami keluhan serupa pada mata kanan nya sekitar 3 tahun
lalu, sudah dilakukan operasi katarak dan penanaman lensa. Riwayat kencing manis
dan darah tinggi disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: OD: lensa jernih, IOL (+); OS visus 1/~
light perception baik, lensa mengerut, keruh merata, warna putih seperti mutiara,
shadow iris (-), fundus reflex (-)
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja: OS Katarak Senilis Hipermatur
OD Pseudofakia
TATALAKSANA
NONFARMAKOTERAPI
FARMAKOTERAPI
Post-operatif
Post-operatif
Menggunakan salep mata sesuai anjuran
Mengganti perban bila basah
Menjelaskan pada pasien bahwa pasien tidak boleh keramas dalam waktu 2
minggu
Menjelaskan pada pasien bahwa pasien tidak boleh mengangkat berat dan
beraktivitas berat selama 1 bulan
PROGNOSIS
OD OS
Quo ad Sanam Ad bonam Dubia ad bonam
Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang bewarna
putih dan relatif kuat.
Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan
bagian sclera.
Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan
pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu
memfokuskan cahaya.
Pupil : daerah hitam ditengah-tengah iris.
Iris : jaringan bewarna yag berbentuk cincin, menggantung di belakang
kornea dan di depan lensa, berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk
ke mata dengan cara merubah ukuran pupil.
Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aquos
dan vitreus, berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak dibagian belakang bola
mata, berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus ke otak.
Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visual
ke otak.
Humor aqueus : caian jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan
kornea (mengisi segmen anterior bola mata) serta merupakan sumber
makanan bagi lensa dan kornea, dihasilkan oleh processus ciliaris.
Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di
depan retina (mengisi segmen posterior mata)
A. ANATOMI LENSA
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah
(avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang
memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan
memberikan akomodasi.. Ke depan berhubungan dengan cairan bilik mata, ke
belakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung oleh Zunula zinii
(Ligamentum suspensorium lentis), yang menghubungkannya dengan korpus
siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Lensa
diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran yang sempermiabel,
yang akan memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.3,7,8
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dengan persambungan lamellae ini
ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak
di anterior dan terbalik di posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamen yang
dikenal zonula zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus
siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.3,7,8
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara
jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada
dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di
lensa.3,7,8
B. FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. UNtuk
memfokuskan cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan
serat zonula zinii dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari
benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang.
Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus
siliaris, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi.2,7
Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih konveks.
Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus
berlangsung perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah
cepat, dimana nukleus menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua
lensa lebih besar, lebih gepeng, warnanya kekuningan, kurang jernih dan tampak
seperti “ gray reflek “ atau “senil reflek”, yang sering disangka katarak. Karna
proses sklerosis ini lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya
berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana pada orang Indonesia dimulai
pada usia 40 tahun.2,7
C. PEMERIKSAAN LENSA
Pemeriksaan yang dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan tajam
penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slit lamp, oftalmoskop, penlight,
loop, sebaiknya dengan pupil dilatasi.8
II. DEFINISI
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi,
dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti
katarak.8
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika
hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi
penyakit infeksi dan metabolik lainnya seperti diabetes mellitus.3
V. PATOFISIOLOGI
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang
dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.3,8
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang
berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa.
Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik
yangmenyebabkan kekeruhan lensa.6
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen
terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin
lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis
nukleus lensa.6
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:8
1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopiac
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah
proteinnukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleusmengandung histidin dan triptofan disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan
kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan
pada serabut halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar
daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.
Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan
pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina.8
Gambar 5. Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan katarak
VI. KLASIFIKASI
KATARAK SENILIS
1. Definisi dan Epidimiologi
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses
degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun,
lebih dair 90% individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua
mata dengan salah satu mata terkena lebih dulu.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis antara
lain:3
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
3. Faktor makanan
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok
2. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin α
dan β adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein
berguna untuk menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul protein
agar tetap inaktif sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat lagi
mensintesis kristalin untuk menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.6,8
- Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi
dengan adanya area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat
dimulai dari ekuator ke arah sentral (kuneiform) atau dapat
3,5
dimulai dari sentral (kupuliform).
- Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian
lensa. Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya
tekanan osmotik, bahan lensa yang degeneratif, dan dapat
terjadi glaukoma sekunder.3 ,5
- Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian
lensa. Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan
menyeluruh pada derajat maturasi ini. Bila terus berlanjut,
dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.3,5
- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah
mencair. Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa
menjadi mengerut.3,5
Katarak Morgagni
Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana
lensa kehilangan daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya
kemampuan akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati
lensa mata. Maturasi dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna
terjadi akibat adanya deposit pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus
berwarna coklat (katarak brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit
pigmen dan jarang berwarna merah (katarak rubra).5,6
Gambar 10. (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi,
tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.3,5
1. merasa silau
2. berkabut,berasap
3. sukar melihat di malam hari atau penerangan redup
4. melihat ganda
5. melihat warna terganggu
6. melihat halo sekitar sinar
7. penglihatan menurun
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.
4. Diagnosa
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.6,8
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi
dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata
depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus
dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan
intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat
mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau
katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan
stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan
indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.8
5. Diagnosis Banding
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi
visus,medis, dan kosmetik.8
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada
tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak
terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan
pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi
katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis
fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati diabetik atau
ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk
memperoleh pupil yang hitam.
Persiapan Pre-Operasi6
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine
5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien
cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi.
Tetesan diberikan tiap 15 menit
8. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma,
antihipertensi, atau anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat antidiabetik
sebaiknya tidak diberikan pada hari operasi untuk mencegah hipoglikemia,
dan obat antidiabetik dapat diteruskan sehari setelah operasi.
Anestesi8
1. Anestesi Umum
Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau
retardasi mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit Parkinson,
dan reumatik yang tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri.
2. Anestesi Lokal :
Peribulbar block
Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva
dengan jarum 25 mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis, peningkatan
TIO, hilangnya refleks Oculo-cardiac (stimulasi pada n.vagus yang
diakibatkan stimulus rasa sakit pada bola mata, yang mengakibatkan
bradikardia dan bisa menyebabkan cardiac arrest)
Komplikasi :
o Perdarahan retrobulbar
o Rusaknya saraf optik
o Perforasi bola mata
o Injeksi nervus opticus
o Infeksi
Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan kapsul
tenon 5 mm dari limbus dan sepanjang area subtenon. Anestesi
diinjeksikan diantar ekuator bola mata.
Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine 0.5%,
lidocaine 2%) yang dapat ditambah dengan injeksi intrakamera atau
infusa larutan lidokain 1%, biasanya selama hidrodiseksi.
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada
ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan
phacoemulsifikasi, SICS.
KOMPLIKASI
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif
awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular
(intra ocular lens, IOL).6
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat
ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat
memperbaiki keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid
dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida
oral untuk mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2
hari.
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau
selama insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat
terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat
terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik
ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps
iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis
bakterial.
PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat memperbaiki
ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis penglihatan
untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk
pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus
atau retina membatasi tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini.
Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada
katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral
inkomplit yang proresif lambat.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc
Graw-Hill; 2007.
2. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company ; 2006.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)
5. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 08 Februari 2014.
6. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol.
2011.
7. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
8. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000.