Anda di halaman 1dari 13

Makalah Filsafat Ilmu Pendidikan

ABAD 19

Dosen Pengampu : Dr. Iceng Hidayat., M.SC


Disusun Oleh :
Kelompok 3
Andrean Kukuh Prakoso (06101281722033)
Abepura Dwi Putra Absa (06101181722034)
Jon Faizal (06101981722068)
Multi Ermaika Islami (06101281722040)
Muhammad Yudharsyah (06101181722003)
Novani Florensia BR S (0610128172202 )
Septi Giana (06101181722039)
Sy. Ummu Farwah (06101281722037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Banyak orang yang mengenal kata positif dalam kehidupan sehari-hari. Mereka
mengartikan positif sebagai kata yang mengandung arti baik atau berguna. Sesuatu yang baik
maka itu sesuatu yang positif, begitu sebaliknya, jika sesuatu yang buruk maka sesuatu itu
dianggap negatif, yang merupakan lawan kata dari positif.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang positif yang artinya berbeda dengan arti yang
biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kata positif pertama kali digunakan oleh August
Comte yang berperan penting dalam mengafirkan filsafat dan sains di Barat, dengan memisahkan
keduanya dari unsur agama dan metafisis, yang dalam kasus Comte berarti mengingkari hal-hal
non-inderawi.

Ada perbedaan makna positif antara makna positif dalam kehidupan sehari-hari dan
makna positif dalam positivisme August Comte. Bagi orang awam, pasti belum mengetahui arti
positivisme, oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas tentang arti positivisme,
positivisme August Comte, apa pengaruh positivisme, dan yang lainnya pada bab pembahasan.

Begitu juga dengan Marxisme menurut sejarahnya Marxisme memiliki dua dimensi :
pertama, sebagai teori ilmiah , kedua sebagai proyek politik revolusioner , namun dalam
kenyataanya kedua dimensi ini amatlah sulit untuk dipisahkan, dan pemahaman Marxisme
sebagai sebuah istilah, rasanya tidak asing lagi saat ini, dan mungkin sebagian dari kita sudah
mengenal ide-ide dasar yang digagas oleh para nabi Marxisme, Karl Marx dan Frederick Engels ,
yang kemudian diteruskan oleh Stalin dan Lenin sehingga ide ini menyentuh ranah politik dan
ekonomi lebih luas . Dari para “jaguar” tersebut, menghasilkan bentuk dan asesoris yang
berubah-ubah pada penampilan Marxisme. Hal ini terjadi karena proses penyesuaian dengan
sosio kultur yang ada pada saat itu. Oleh karenanya, Marxisme juga dikenal dengan istilah
Marxisme Engelianisme, Marxisme Leninisme, Marxisme Stalinisme namun, dari semua itu
tetap menampilkan satu wajah dasar asli, dengan asesoris yang berbeda Pondasi teori Marxisme
terangkum dalam tiga tema besar: Pertama adalah filsafat Materialisme, asas pokok filsafat ini,
berdiri tegak di atas landasan Materialisme dialektika dan Materialisme historis. Kedua, politik
ekonomi. Pembahasan yang paling urgen dalam masalah ini yaitu pandangan meterialisme dalam
teori nilai laba atau keutungan, beserta segala yang terkait dengan hal itu; baik rentetan yang
mempengaruhi kondisi sosial masarakat, bahkan yang menyentuh dimensi agama dan. Ketiga;
konsep ketatanegaraan dan pendangan revolusi.

Hampir semua teori hasil kreasi manusia mempunyai landasan pengaruh historis, baik
dari para pendahulunya ataupun generasi sesudahnya yang, kurang lebih merupakan
implementasi estaveta dari satu bentuk ke bentuk lain dan, terkadang pengulangan total. Ide-ide
pemikiran, filsafat dan bahkan ilmu sainstis pun merupakan mata rantai yang berkesinambungan
dari waktu ke waktu. Oleh kerena itu, melalui makalah ini akan dibahas bagaimanakah
sebenarnya sketsa dasar dari ideologi Marxisme ini sehingga mampu berpengaruh di kancah
dunia.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah pemikiran Positivisme?
b. Bagaimana pemikiran Marxisme?

BAB II
PEMBAHASAN
POSITIVISME DAN MARXISME

I. POSITIVISME

A. Pengertian Positivisme
Bagi kalangan awam kata ’positif’ lebih mudah dimaknai sebagai ’baik’ dan ’berguna’
sebagai antonim dari kata negatif. Pemahaman awam ini bukannya tanpa dasar, karena jika kita
membaca, misalnya, kamus saku Oxford kita akan menemukan ’baik’ dan ’berguna’ dalam
daftar makna untuk kata positive.

Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya
pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktual-fisikal. Pengetahuan
demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat,
yang karenanya spekulasi metafisis dihindari. Positivisme, dalam pengertian diatas dan sebagai
pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno dan juga digunakan oleh Ibn al-Haytham dalam
karyanya Kitab al-Manazhir. Sekalipun demikian, konseptualisasi positivisme sebagai sebuah
filsafat pertama kali dilakukan Comte di abad kesembilan belas.

Adapun yang menjadi tititk tolak dari pemikiran positivis ini adalah, apa yang telah
diketahui adalah yang faktual dan positif, sehingga metafisika ditolaknya. Di sini, yang
dimaksud dengan “positif” adalah segala gejala yang tampak seperti apa adanya, sebatas
pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi, setelah fakta diperoleh, fakta-fakta tersebut diatur
sedemikian rupa agar dapat memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.

B. Biografi August Comte


Auguste Comte, yang bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte, di
lahirkan di Montpellier Prancis selatan pada 17 Januari 1798. Setelah menyelesaikan pendidikan
di Lycee Joffre dan Universitas Montpellier, Comte melanjutkan pendidikannya di Ecole
Polytechnique di Paris. Masa pendidikannya di École Polytechnique dijalani selama dua tahun,
antara 1814-16. Masa dua tahun ini berpengaruh banyak pada pemikiran Comte selanjutnya. Di
lembaga pendidikan ini, Comte mulai meyakini kemampuan dan kegunaan ilmu-ilmu alam.

Pada Agustus 1817 Comte menjadi sekertaris, dan kemudian menjadi anak angkat, Henri
de Saint-Simon, setelah comte di usir dan hidup dari mengajarkan matematika. Persahabatan ini
bertahan hingga setahun sebelum kematian Saint-Simon pada 1825. Saint-Simon adalah orang
yang tidak mau diakui pengaruh intelektualnya oleh Comte, sekalipun pada kenyataannya
pengaruh ini bahkan terlihat dalam kemiripan karir antara mereka berdua. Selama
kebersamaannya dengan Saint-Simon, dia membaca dan dipengaruhi oleh, sebagaimana yang
diakuinya, Plato, Montesquieu, Hume, Turgot, Condorcet, Kant, Bonald, dan De Maistre, yang
karya-karya mereka kemudian di kompilasi oleh menjadi dua karya besarnya, the Cours de
Philosophie Positive dan Systeme de Politique Positive. Selama lima belas tahun masa akhir
hidupnya, Comte semakin terpisah dari habitat ilmiahnya dan perdebatan filosofis, karena dia
meyakini dirinya sebagai pembawa agama baru, yakni agama kemanusiaan.

Pada saat Comte tinggal bersama Saint-Simon, dia telah merencanakan publikasi
karyanya tentang filsafat positivisme yang diberi judul Plan de Travaux Scientifiques
Necessaires pour Reorganiser la Societe (Rencana Studi Ilmiah untuk Pengaturan kembali
Masyarakat). Tapi kehidupan akademisnya yang gagal menghalangi penelitiannya. Dari rencana
judul bukunya kita bisa melihat kecenderungan utama Comte adalah ilmu sosial.

Secara intelektual, kehidupan Comte dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahapan.


Pertama, ketika dia bekerja dan bersahabat dengan Saint-Simon. Pada tahap ini pemikirannya
tentang sistem politik baru dimana fungsi pendeta abad pertengahan diganti ilmuwan dan fungsi
tentara dialihkan kepada industri. Tahap kedua ialah ketika dia telah menjalani proses pemulihan
mental yang disebabkan kehidupan pribadinya yang tidak stabil. Pada tahap inilah, Comte
melahirkan karya besarnya tentang filsafat positivisme yang ditulis pada 1830-42.

Auguste Comte meninggal pada tahun 1857 dengan meninggalkan karya-karya


seperti Cours de Philosophie Possitive, The Sistem of Possitive Polity, The Scientific Labors
Necessary for Recognition of Society, dan Subjective Synthesis.

C. Positivisme August Comte


Di antara karya-karyanya Auguste Comte, Cours de Philosphie Possitive dapat dikatakan
sebagai masterpiece-nya, karena karya itulah yang paling pokok dan sistematis. Buku ini dapat
juga dikatakan sebagai representasi bentangan aktualisasi dari yang di dalamnya Comte menulis
tentang tiga tahapan perkembangan masyarakat, yaitu:

a. Pada zaman atau tahap teologis, orang mengarahkan rohnya kepada hakekat “batiniah” segala
sesuatu kepada “sebab pertama” dan “tujuan terakhir” segala sesuatu. Jadi orang masih
percaya kepada kemungkinan adanya pengetahuan atau pengenalan yang mutlak. Oleh karena
itu orang berusaha memilikinya. Orang yakin bahwa dibelakang tiap kejadian tersirat suatu
pernyataan kehendak yang secara khusus. Ada taraf pemikiran ini terdapat lagi 3 tahap, yaitu:

1. Tahap yang paling bersahaja atau primitive, ketika orang menganggap bahwa segala
benda berjiwa (animisme).
2. Tahap ketika orang menurunkan kelompok-kelompok hal-hal tertentu seluruhnya masing-
masing diturunkannya dari suatu kekuatan adikodrati, yang melatarbelakangi sedemikian
rupa sehingga tiap kawasan gejala-gejala memiliki dewa-dewa nya sendiri (politeisme).
3. Tahap yang tertinggi, ketika orang mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan
satu tokoh tertinggi, yaitu dalam monoteisme.
b. Zaman yang kedua, yaitu zaman metafisika, sebenarnya hanya mewujudkan suatu perubahan
saja dari zaman teologis. Sebab kekuatan-kekuatan yang adikodrati atau dewa-dewa diganti
dengan kekuatan-kekuatan yang abstrak, dengan pengertian-pengertian, atau dengan pengada-
pengada yang lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang
disebut alam dan yang dipandang sebagai asal segala penampakan atau gejala yang khusus.

c. Zaman positif adalah zaman ketika orang tau bahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai
pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis maupun pengenalan
metafisis. Ia tidak lagi mau melacak asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini atau
melacak hakekat yang sejati dari segala sesuatu yang berada dibelakang segala sesuatu.
Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat
pada fakta-fakta yang telah dikenal atau yang disajikan kepadanya, yaitu dengan pengamatan
dan memakai akalnya. Pada zaman ini akan tercapai “menerangkan” berarti fakta-fakta yang
khusus dihubungkan dengan suatu fakta yang umum. Tujuan tertinggi pada zaman ini akan
tercapai bilamana segala gejala telah dapat disusun dan diatur dibawah satu fakta yang umum
saja.

Seperti yang telah dipaparkan diatas, hukum dalam 3 zaman atau 3 tahap ini bukan hanya
berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi tiap orang
sendiri-sendiri. Misalnya, sebagai kanak-kanak oranng adalah seorang teolog, sebagai pemuda ia
menjadi seorang metafisikus dan sebagai orang dewasa ia adalah seorang fisikus.

Pada akhir hidupnya, setiap individu berupaya untuk membangun agama baru tanpa teologi
atas dasar filsafat positifnya. Agama baru tanpa teologi ini mengagungkan akal dan
mendambakan kemanusiaan dengan semboyan “cinta sebagai prinsip, teratur sebagai basis,
kemajuan sebagai tujuan”.

Sebagai istilah ciptaannya yang terkenal altruism yaitu menganggap bahwa soal utama bagi
manusia ialah usaha untuk hidup bagi kepentingan orang lain.

D. Pengaruh Positivisme
Positivisme yang diperkenalkan Comte berpengaruh pada kehidupan intelektual abad
sembilan belas. Di Inggris, sahabat Comte, Jhon Stuart Mill, dengan antusias memerkenalkan
pemikiran Comte sehingga banyak tokoh di Inggris yang mengapresiasi karya besar Comte,
diantaranya G.H. Lewes, penulis The Biographical History of Philosophy dan Comte’s
Philosophy of Sciences; Henry Sidgwick, filosof Cambridge yang kemudian mengkritisi
pandangan-pandangan Comte; John Austin, salah satu ahli paling berpengaruh pada abad
sembilan belas; dan John Morley, seorang politisi sukses. Namun dari orang-orang itu hanya
Mill dan Lewes yang secara intelektual terpengaruh oleh Comte.

Di Prancis, pengaruh Comte tampak dalam pengakuan sejarawan ilmu, Paul Tannery, yang
meyakini bahwa pengaruh Comte terhadapnya lebih dari siapapun. Ilmuwan lain yang
dipengaruhi Comte adalah Emile Meyerson, seorang filosof ilmu, yang mengkritisi dengan
hormat ide-ide Comte tentang sebab, hukum-hukum saintifik, psikologi dan fisika. Dua orang ini
adalah salah satu dari pembaca pemikiran Comte yang serius selama setengah abad pasca
kematiannya. Karya besar Comte bagi banya filososf, ilmuwan dan sejarawan masa itu adalah
bacaan wajib.

Namun Comte baru benar-benar berpengaruh melalui Emile Durkheim yang pada 1887
merupakan orang pertama yang ditunjuk untuk mengajar sosiologi, ilmu yang diwariskan Comte,
di universitas Prancis. Dia merekomendasikan karya Comte untuk dibaca oleh mahasiswa
sosiologi dan mendeskripsikannya sebagai ”the best possible intiation into the study of
sociology”. Dari sinilah kemudian Comte dikenal sebagai bapak sosiologi dan pemikirannya
berpengaruh pada perkembangan filsafat secara umum.

E. Kritik atas Positivisme


Dalam sejarahnya, positivisme dikritik karena generalisasi yang dilakukannya terhadap
segala sesuatu dengan menyatakan bahwa semua ”proses dapat direduksi menjadi peristiwa-
peristiwa fisiologis, fisika, atau kimia” dan bahwa ”proses-proses sosial dapat direduksi ke dalam
hubungan antar tindakan-tindakan individu” dan bahwa ”organisme biologis dapat direduksi
kedalam sistem fisika”.

Kritik juga dilancarkan oleh Max Horkheimer dan teoritisi kritis lain. Kritik ini
didasarkan atas dua hal, ketidaktepatan positivisme memahami aksi sosial dan realitas sosial
yang digambarkan positivisme terlalu konservatif dan mendukung status quo. Kritik pertama
berargumen bahwa positivisme secara sistematis gagal memahami bahwa apa yang mereka sebut
sebagai ”fakta-fakta sosial” tidak benar-benar ada dalam realitas objektif, tapi lebih merupakan
produk dari kesadaran manusia yang dimediasi secara sosial. Positivisme mengabaikan pengaruh
peneliti dalam memahami realitas sosial dan secara salah menggambarkan objek studinya dengan
menjadikan realitas sosial sebagai objek yang eksis secara objektif dan tidak dipengaruhi oleh
orang-orang yang tindakannya berpengaruh pada kondisi yang diteliti. Kritik kedua menunjuk
positivisme tidak memiliki elemen refleksif yang mendorongnya berkarakter konservatif.
Karakter konservatif ini membuatnya populer di lingkaran politik tertentu.

II. MARXISME

A. Munculnya Marxisme
Ideology Marxisme muncul dari kreativitas pemikir Karl Marx dan Frederick Engels,
yang sangat setia menjembatani teori materialis Marxis dengan saintis. Dari perspektif falsafi,
pijakan pemikiran marxisme berdiri di atas materialis ateistik, ketidak percayaan akan adanya
tuhan, kontradiksi dengan yang diyakini oleh agamawan, teori aliran idealisme obyektif maupun
idealisme subyektif dan bahkan bertentangan juga dengan mazdhab mastaniyyah.
Dalam pandangan Marxis, materi adalah tuhan itu sendiri, tiada yang mempunyai
kekuatan dalam penciptaan kecuali materi. Marxisme adalah Materialisme. Maksudnya,
Marxisme dimulai dengan ide bahwa materi adalah esensi dari semua realitas, dan materilah
yang membentuk akal, bukan sebaliknya. Kesemuanya itu sangat terpengaruh oleh ideologi
Hegel[18]dan juga Feurbach.

Dari adopsi keduanya mengasilkan produk marxisme komunis yang berdiri di atas teori
pokok materialis dialektik yang menyatakan bahwa, materi lebih dulu ada dari akal supranatural.
Hanya materilah yang merupakan esensi awal pencipta dari segenap wujud, kemudian berevolusi
menggunakan teori hukum dialektika internal menuju kehidupan nabati, berevolusi lagi menuju
kehidupan hewani, kemudian insani dan, pada akhirnya menciptakan karya terbesar yang mampu
membedakan manusia dengan wujud lain, terciptalah logika. Bermula dari materi dan berhenti
pada titik ahir logika untuk saat ini.

Kembali ke akar permasalahan bahwa Karl Marx bukan mendatangkan teori filsafat
murni baru, akan tetapi merupakan estaveta mata rantai dari teori Hegel dan Feurbach. Bahkan
kalau kita membuka lembaran sejarah, akan kita temukan bahwasannya teori yang menyatakan
materi adalah pencipta, telah ada pada jaman filsafat yunani kuno yang menyatakan bahwa unsur
dasar materi penciptaan adalah air, tanah, api dan udara.

Bukan hanya dari falsafat pendahulu teori Marxis muncul, lebih dari itu bahkan dalam
sudut pandang materialis, penafsiran akan sejarah peradaban manusia merupakan danpak dari
ekonomi material dan menghasilkan sengketa konflik dua realita sosial, masarakat borjuis dan
proletarian. Pada umumnya Marxisme muncul mengambil bentuk dari tiga akar pokok, Salah
satu dari akar itu ialah analisis Marx tentang politik Perancis, khususnya revolusi borjuis di
Perancis tahun 1790-an, dan perjuangan-perjuangan kelas berikutnya diawal abad ke-19. Akar
lain dari Marxisme adalah apa yang disebut ‘ekonomi Inggris’, yaitu analisis Marx tentang
sistem kapitalis seperti yang berkembang di Inggris. Akar ketiga dari Marxisme, yang menurut
catatan sejarahnya merupakan titik permulaan Marxisme, adalah ‘filsafat Jerman’. Dari analisa
Marx menyatakan bahwa “Bukan kesadaran sosial yang menentukan kenyataan sosial,
melainkan kenyataan sosial yang menentukan kesadaran.” Senada dengan yang dikatakan Angels
“Pikiran tidak menciptakan materi, namun materilah yang menciptakan pikiran.” Makanya untuk
mengerti dan mendefinisikan sebuah filfasat, teori ataupun ideologi, menurut Marxis perlu
menganalisis “kenyataan sosial” yang merupakan dasar filsafat tersebut. Marxisme mewakili
pertentangan yang sistematis dan fundamental dengan idealism. dalam segala bentuknya, dan
perkembangan Marxisme mencerminkan suatu pemahaman materialis tentang apa yang tengah
terjadi dalam realitas (kenyataan). Jelasnya Marxis terlahir sebagai wujud pembelaan pada kaum
buruh yang tertindas kapitaslis.

Pendek kata, Marxisme adalah teori untuk seluruh kelas buruh secara utuh, independen
dari kepentingan jangka pendek dari berbagai golongan sektoral, nasional, dan lain-lain. Atau
dengan kata lain Marxisme terlahir dari perlawanan dan perjuangan kelas buruh melawan sistem
kapitalis, dan juga mewujudkan opsesi kemenangan gerakan sosialis. Maka Marxisme
bertentangan dengan oportunisme politik, yang justru mengorbankan kepentingan umum seluruh
kelas buruh demi tuntutan sektoral dan/atau jangka pendek. Hal itu adalah dasar pijakan muncul
gerakan ini, namun benarkah teori awal tujuan gerakan Marxisme sesuai dengan realita dan cita
Marx sesungguahnya? Bagaimana sejarah mencatan adakah kesesuaian antara cita ideologi
dengan usaha realita? Sialahkan anda yang menjawab itu semua.

B. Materi Dalam Tinjauan Marxisme


Membahas Marxisme tidak luput dari pembahasan materi, karena ideologi Marxisme itu
sendiri berdiri di atas teori Materialisme dialektika dan Materialisme historis. Kesemuanya itu
dapat terangkum dari beberapa poin penting:

1. materi lebih dulu ada dari pada ruh spiritual atau logika. Materi yang menciptakan pikiran dan segala
sesuatu yang dikatakan berasal dari pikiran (misalnya ide-ide tentang seni, hukum, politik, moralitas,
dan sebagainya bahkan agama), hal-hal ini pada kenyataannya berasal dari dunia material.
‘Akal’, yaitu pikiran dan proses berpikir, adalah sebuah produk dari otak; dan otak itu
sendiri, yang berarti juga ide-ide, muncul pada suatu tahap tertentu dari perkembangan
materi hidup. Jadi, akal adalah produk dari dunia material, hal ini jelas kontaradiksi dengan
aliran idealism.
2. Tatasurya bukan merupakan kreasi cipta tuhan. Maka tiada kata tuhan pencipta alam dalam
kamus materialis.
3. Alam semesta tidak memerlukan kekuatan keluar dari kebiasaan alam dan kekuatan yang
mengaturnya di luar alam itu sendiri, dengan begitu, alam materi mengatur dirinya sendiri
melalui proses revolusi tanpa henti, proses ini tertuang dengan hukum-hukum alam saintis
empiris. Dan proses evolusi ini juga terjadi pada tatanan sosial masyarakat.

Lantas adakah perbedaan antara Materialisme Marxisme dengan teori Materialis klasik
“hylozois” (dari bahasa Yunani, yang berarti “mereka yang percaya bahwa materi itu hidup) ?
Pernyataan penting yang diajukan oleh para Marxisme bahwa, Materialisme Marxis barbeda jauh
dengan bentuk Materialisme klasik. Marx dan Engels sendiri memberikan catatan kesalahan pada
ideologi material klasik.

1. Teori Materialisme klasik tidak berlandaskan kebenaran ilmu kimia dan biologi.
2. Teori revolusi klasik tidak manembus dimensi hidup secara total, namun hanya mencakup
dalam proses revolusi materi belaka.
3. Paham Materialisme klasik tidak memahami manusia sebagai kumpulan dari hasil
hubungan sosial, akan tetapi memahaminya sebatas pemahaman yang abstrak, dan tidak
obyektif.

C. Dialektika Materialis
Para Materialisme Marxis berupaya keras untuk menemukan dalil logika, guna
memperkuat pemahaman yang menjelaskan kenyataan bahwa benda-benda, kehidupan, dan
masyarakat, berada dalam keadaan bergerak dan perubahan yang konstan. Dan bentuk logika itu,
tentu saja adalah dialektika 16. Dalam istilah Marx, dialektika diartikan sebagai ilmu hukum
pergerakan, baik di alam realitas empiris, ataupun dalam ide pikiran manusiawi. Bisa diartikan
dialektika secara sederhana adalah logika gerak, atau logika pemahaman umum dari para aktivis
dalam gerakan. Kandungan dari hukum dialektika itu sendiri tersusun dari tiga hal, secara
singkat adalah:

1. Hukum perubahan (transformasi) kuantitas menjadi kualitas dan vice versa.


2. Hukum penafsiran mengenai yang berlawanan (interpenetration of opposites)
3. Hukum negasi dari negasi

Ketiga-tiganya dikembangkan oleh Hegel dengan gaya idealisnya sebagai sekedar


hukum-hukum pikiran: yang pertama

1. (dalam bagian pertama karyanya Logic) dalam Doktrin mengenai Keberadaan (Being),
2. (mengisi seluruh bagian kedua dan bagian yang paling penting dari Logic) Doktrin
mengenai Hakekat (Essence), dan akhirnya,
3. Merupakan hukum fundamental bagi rancang-bangun seluruh sistem itu.
Kesalahannya teori Hegel menurut Marxis terletak pada kenyataan bahwa hukum-hukum
itu disisipkan pada alam dan sejarah sebagai hukum-hukum pikiran, mengembalikan
kesemuanya pada pikiran, simpelnya, Hegel berpandangan mengembalikan realitas pada pikiran,
dan pikiranlah yang menciptakan realitas. Itu terjadi karena Hegel adalah seorang idealis. Beda
halnya dalam pandangan Marxis bahwasannya gerak logika merupakan duplikat alam riil, bukan
sebaliknya sebagai mana pendapat Hegel. Oleh karenanya seorang materialis selalu berusaha
mencari penjelasan bukan hanya tentang ide-ide, melainkan juga tentang gejala-gejala material
itu sendiri, dalam hal sebab-sebab material. Dan ini adalah aspek yang sangat penting dari
Marxisme, yang secara tegas menolak metode-metode pemikiran dan logika yang telah mapan
dalam masyarakat idealis (feer dengan kapitalis). Kemudian Angels meletakkan teori-teori Marx
dalam bingkai ilmu pengetahian sains.

a. Hukum transformasi dari kuantitas menuju kualitas dan vice versa.


Sebelum memasuki penjelasan hukum di atas, sebaiknya kita memahami terlebih dahulu
bahwa perubahan dalam marxis terbagi dalam dua bentuk,

1. Perubahan irtiqoi, yaitu perubahan yang terjadi dikarenakan adanya penambahan atau
pengurangan kapasitas-kuantitas secara gradual pada sesuatu.
2. Perubahan stauri, yaitu peralihan dari perubahan kuantitas secara gradual menuju perubahan
kualitas dari sesuatu, atau dengan kata lain revolusi bentuk ke bentuk lain yang baru, yang lebih
sempurna.
3.
Dari penjelasan pembagian tersebut bisa memberikan gambaran pada kita bahwa yang
dimaksudkan perubahan bentuk oleh Marxis adalah transformasi dari kuantitas menuju kualitas
dan kebalikannya. Dua model perubahan tersebut merupakan proses penting berkaitan dengan
teori evolusi materi, sosial, bahkan pemikiran ide.

Hukum ini menyatakan bahwa proses-proses perubahan gerak di alam semesta tidaklah
perlahan (gradual), dan juga tidak setara. Periode-periode perubahan yang relatif gradual atau
perubahan kecil selalu diselingi dengan periode-periode perubahan yang sangat cepat perubahan
semacam ini tidak bisa diukur dengan kuantitas, melainkan hanya bisa diukur dengan kualitas.
Penjelasan rinci yang dimaksudkan dalam teori revolusi kuantitas menjadi kualitas adalah bahwa
dalam materi dengan suatu cara yang secara tepat ditetapkan untuk setiap kasus individual,
perubahan-perubahan kualitatif hanya dapat terjadi oleh penambahan kuantitatif atau
pengurangan kuantitatif dari materi atau gerak (yang dinamakan energi).
Masing-masing materi yang kapasitas kualitatifnya berbeda, berlandaskan pada
perbedaan-perbedaan komposisi (susunan) kimiawi atau pada kuantitas- kuantitas atau bentuk-
bentuk gerak (energi) yang berbeda-beda atau hampir pada kedua-duanya (kualitatif dan
kualitatif). Oleh karena itu tidak memunginkan mengadakan perubahan kualitas suatu materi
kecuali menambah/ mengurangi materi atau gerak, yaitu tanpa perubahan sesuatu yang
bersangkutan itu secara kuantitatif. Agak rumit memang memahami teori ini tanpa diiring contoh
yang jelas. Sebagai contoh temperatur suhu air, pertama-tama sesuatu yang tidak ada artinya
dalam hubungan likuiditasnya, betapapun dengan peningkatan atau pengurangan suhu air cair
(hanya perubahan kuantitatif), akan tetapi ada suatu titik di mana keadaan kohesi ini berubah dan
air itu diubah menjadi uap atau es (perubahan ke kualititatif).
Bukan hanya saintis dialektika digunakan, namun Marxisme menggunakan teori logika
ini lebih luas lagi, perkembangan species pun menggunakan teori ini di mata mereka, sampai-
sampai teori ini menjadi motor dalam benak yang merubah kondisi masyarakat dari sistem yang
terbelakang (kacau balau) menuju sistem sosialis, revolusionis. seperti peralihan dari sistem
feodal menuju kapital, dan dari kapitalis menuju sosialis.

b. Hukum interpenetration of opposites


Teori hukum dialektika yang satu ini secara cukup sederhana bisa diartikan bahwasannya
proses-proses perubahan revolusi terjadi karena adanya kontradiksi-kontradiksi karena konflik-
konflik yang terjadi di antara elemen-elemen yang berbeda, yang melekat dalam semua proses
alam materi maupun sosial. Mungkin perlunya dipaparkan tentang yang maksud kontradiktisi
dalam pendangan Marxis terbagi menjadi tiga hal.

1. Kontradiktif dalam satu hukum. Mustahil dua hal yang berlawanan sama-sama benar dan
sama bohong dalam satu tempat dan waktu. Oleh karena itu hanya satu dari kontradiktisi
itu yang dibenarkan, dan yang lain disalahkan (bohong). Saya ateis dan saya juga bukan
ateis.
2. Kontradiksi internal, kontradiksi terjadi antara satu komponen dengan komponen yang lain
dalam satu perangkat kesatuan. Lenin mancontohkan dengan kutub selatan dan utara pada
gaya hukum magnetic. Atau min-plus pada arus listrik.
3. Kontradiksi eksternal. Maksudnya perbedaan antara sesuatu dengan yang lain memiliki
perbedaan hakekat. Seperti matahari dan tumbuhan. Dua bentuk kontradiksi di atas
(internal dan ekternal) memainkan peran yang sangat penting dalam perjalanan teori
revolusi. Tipe kedua dikatakan primer dan yang ketiga dikatakan sekunder.

Sebagai contoh dari hukum interpenetration of opposites adalah energi elektromagnetik,


menjadi bergerak akibat dorongan positif dan negatif atas satu sama lain, eksistensi kutub utara
dan kutub selatan. Hal-hal ini tidak bisa eksis secara terpisah (sendiri-sendiri). Mereka eksis dan
beroperasi justru akibat kekuatan-kekuatan yang bertentangan satu sama lain (- dan +) yang ada
dalam sistem. Hal yang serupa bahwa setiap masyarakat saat ini terdiri atas elemen-elemen
berbeda yang bertentangan, yang bergabung bersama dalam satu sistem, yang membuat mustahil
bagi masyarakat apapun, di negeri manapun untuk tetap stabil dan tak berubah. Metode dialektis
hukum ke dua ini mengidentifikasi (mengenali) kontradiksi-kontradiksi ini dan dengan demikian
berarti mempelajari serta menyingkap secara mendalam perubahan internal yang sedang terjadi.
Beda halnya dengan hukum pertama yang menyingkap tentang rahasia peralihan kualitatif pada
sesuatu.

c. Hukum negasi dari negasi.


‘Negasi’ dalam hal ini secara sederhana berarti gugurnya sesuatu, kematian suatu benda
karena ia bertransformasi (berubah) menjadi benda yang lain. Sebagai contoh, perkembangan
masyarakat kelas dalam sejarah kemanusiaan menunjukkan negasi (gugurnya) masyarakat
sebelumnya yang tanpa-kelas. Jadi, hukum negasi dari negasi secara sederhana menyatakan
bahwa seiring munculnya suatu sistem (menjadi ada/ eksis) baru, maka ia akan memaksa sistem
lainnya yang lama untuk sirna (mati) digantikan oleh sistem yang baru tersebut. Tetapi, ini bukan
berarti bahwa sistem yang kedua (yang baru) ini bersifat permanen atau tak bisa berubah. Sistem
yang kedua itu sendiri, menjadi ter-negasi-kan akibat perkembangan-perkembangan lebih lanjut
dan proses-proses perubahan dalam masyarakat. Karena masyarakat kelas telah menjadi negasi
dari masyarakat tanpa-kelas, negasi dari negasi. Bisa di katakan bahwa hukum negasi dari negasi
dihasilhan sebagai solusi dari baberapa hal yang berlawanan dan bertentangan, urgensi
pentingnya hukum ini adalah mampu menciptakan dan menafsirkan perubahan bentuk ke yang
lebih baik, dan bentuk inipun tidak menutup kemungkina akan berubah.

Contoh studi kasus sosial ekonomi, adanya bentuk sistem kapitalis mengharuskan
lenyapnya sistem buruh iduvidual dalam penguasaan pengaturan produksi. Berkuasanya kapitalis
manghilangkan kepemilikan kaum buruh kecil.

Kemudian datang sosialis memberangus pengusaan kapitalis dalam perindustrian dan


mengembalikan pengaturan produksi pada kaum buruh dalam bentuk bersama, bukan
kepemilikan secara perindividu. Hal itu tertera di dalam Manifesto Komunis, Marx menjelaskan
bagaimana buruh harus membebaskan dirinya sendiri. Ia menulis, “langkah pertama dalam
revolusi yang dilaksanakan oleh kelas buruh adalah dengan menaikkan posisi proletariat itu ke
dalam posisi kelas yang memerintah, untuk memenangkan perjuangan demokrasi.” Bagi Marx,
isu kuncinya adalah kekuasaan politik buruh. Para buruh harus menempatkan industri di tangan
negara. Tapi negara ini adalah negara mereka (kelas buruh).

Negara itu tidak lebih atau kurang daripada “proletariat yang mengorganisasi diri sebagai
kelas yang memerintah”. Maka dari sinilah kapitalisme tergeser.

Tiga hukum dialektika ini telah memberikan pengaruh besar pada gerakan Marxisme dan
kemudian menjelma dalam cakupan besar, skala negara, untuk dijadikan landasan dalam
keputusan publik. Namun teori ini banyak mendapatkan kritikan sana-sini, bahkan diantara para
ilmuan Marxis itu sendiri. Seperti teori dalektika Marxis yang menyatakan bahwa setiap sesuatu
yang kontradiktif kompetitif senantiasa akan menghasilkan hal yang baru sebagai soslusi dari
dua hal berlawanan tersebut, kita dapat dengan mudah menemukan hal yang kontradiktif
tersebut, namun timbul pertanyaan yang membuat para Marxime menggelengkan kepala dan
mengerutkan dahi untuk mencari jawaban dari pertanyaan, apa yang menyebabkan terjadinya
konflik dari dua hal yang berlawanan tersebut? Apa yang mengharuskan Marxisme untuk
menyatakan secara pasti bahwa produk dari dua hal yang kontradiksi tersebut adalah lebih baik?
Kekuatan apa yang memberikan materi mati untuk berenergi? Kenyataannya para Marxis masih
belum menemukan jawaban memuaskan untuk dirinya sendiri dan lawan teorinya.Dari Isaac
Newton misalnya, yang telah meneliti hukum-hukum mekanik, gerakan planet, dan benda-benda
planet, memutuskan bahwa tenaga penggerak awal diberikan kepada semua materi, dan bahwa
dorongan awal ini ditentukan oleh semacam kekuatan supranatural, yaitu oleh Tuhan. Masih
banyak lagi kritik akan teori dialektika Marxis ini, baik dari tinjauan ilmu pengetahuan maupun
teologi agama dan kenyataan sosial itu sendiri.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa August Comte merupakan seorang
yang menggunakan positivisme pertama kali sebagai sebuah filsafat pada abad ke Sembilan
belas. Menurutnya, positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya
pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktual-fisikal, yang faktual
dan positif, sehingga metafisika ditolaknya.

Menurut August Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung tiga tahap, yaitu
tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap ilmiah atau positif. Dalam hukum 3 zaman atau 3
tahap ini bukan hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga
berlaku bagi tiap orang sendiri-sendiri.

Dalam bidang ilmu sosiologi, antropologi, dan bidang ilmu sosial lainnya, istilah
positivisme sangat berkaitan erat dengan istilah naturalisme dan dapat dirunut asalnya ke
pemikiran Auguste Comte pada abad ke-19. Comte berpendapat, positivisme adalah cara
pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains. Penganut paham positivisme
meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika ada) antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena
masyarakat dan kehidupan sosial berjalan berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, A. 2010. Filsafat Umum. Rajagrafindo Persada: Jakarta


Brewer, A. 1999. ” Kajian Kritis DAS KAPITAL KARL MARX. CV. ADIPURA. Jakarta.
Dr. ‘Abdul Mun’im al Hafni,. Mausu’ah al Filsafat wa al Falasifa. hal: 1206
Dr. Saiyid Abdul Tawwab Abdul Hadi., Marxisiyyah wa Mauqif Al Islam minha, hal: 5
Dr. Jamaluddin Husain ‘Afifi, . Adhwa’ ‘ala Filsafat al Islamiyyah fi al ‘Ashri al Washith, hal: 4
Dr. Harun Hadiwijono.1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Kanisius:Yogyakarta
Hashem, “agama marxist dan asal usul atheisme dan fenomena kapitalis “, Surabaya,Yayasan Nuansa
cendekia, 2001.
Suar Suroso: MARXISME SEBUAH KAJIAN, Dinyatakan Punah, Ternyata Kiprah, Jakarta : Hasta
Mitra.2009, hal. vii – xvi.
Thoriq Haji., Afkar Marxisiyyah fil al Mizan, hal: 22
Wahid situmorang, Abdul, “Gerakan Sosial” . Yogyakarta : pustaka pelajar. 2007.

SUMBER INTERNET
Dikutip dari http://muttaqiena.blogspot.com/2009/01/marxisme-klasik-bunga-rampai-pemikiran.html
Dikutip dari , http://www.polarhome.com/pipermail/gmni/2002-July/000015.html
Dikutip dari: http://robbani.wordpress.com/2009/02/07/auguste-comte-dan-positivisme/

Anda mungkin juga menyukai