Anda di halaman 1dari 13

Tugas Epidemiologi Gizi

MAKALAH EPIDEMIOLOGI ANEMIA GIZI

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi Gizi yang dibina oleh
Bapak Dr. Sunarto Kadir Drs, M.Kes

Oleh

Kelompok 4

1. Ovira Manoppo (811417148)


2. Nilam Cahya Tanaiyo (811417042)
3. Pratiwi DJ. Ibrahim (811417024)
4. Wulandari Ishak (811417137)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI .................................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 3
A. LATAR BELAKANG ..................................................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................ 5
C. TUJUAN...................................................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................... 3
A. KONSEP ANEMIA GIZI ............................................................................................................... 3
B. AKIBAT DARI GIZI ANEMIA BESI ................................................................................................ 3
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................................... 3
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................. 3
B. SARAN ........................................................................................................................................ 3
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................................... 3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anemia defisiensi besi merupakan masalah umum dan luas dalam bidang
gangguan gizi di dunia. Kekurangan zat besi bukan satu-satunya penyebab anemia.
Secara umum penyebab anemia yang terjadi di masyarakat adalah kekurangan zat besi.
Prevalensi anemia defisiensi besi masih tergolong tinggi sekitar dua miliar atau 30%
lebih dari populasi manusia di dunia. Prevalensi ini terdiri dari anak-anak, wanita
menyusui, wanita usia subur, dan wanita hamil di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia (WHO, 2011).
Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang rentan masalah gizi terutama
anemia defisiensi besi. Wanita hamil berisiko tinggi mengalami anemia defisiensi besi
karena kebutuhan zat besi meningkat secara signifikan selama kehamilan. Pada masa
kehamilan zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh lebih banyak dibandingkan saat tidak
hamil menginjak triwulan kedua sampai dengan triwulan ketiga. Pada triwulan
pertama kehamilan, kebutuhan zat besi lebih rendah disebabkan jumlah zat besi yang
ditransfer ke janin masih rendah (Waryana, 2010).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), prevalensi anemia
defisiensi besi pada ibu hamil sebesar 63,5% tahun 1995, turun menjadi 40,1% pada
tahun 2001, dan pada tahun 2007 turun menjadi 24,5% (Riskesdas, 2007). Angka
anemia defisiensi besi ibu hamil di Indonesia masih tergolong tinggi walaupun terjadi
penurunan pada tahun 2007. Keadaan ini mengindikasikan bahwa anemia defisiensi
besi menjadi masalah kesehatan masyarakat (Depkes, 2010).
Kekurangan zat besi akan berisiko pada janin dan ibu hamil sendiri. Janin akan
mengalami gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel
otak. Selain itu, mengakibatkan kematian pada janin dalam kandungan, abortus, cacat
bawaan, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Waryana, 2010). Pada ibu hamil,
anemia defisiensi besi yang berat dapat menyebabkan kematian (Basari, 2007).
Anemia defisiensi besi menyebabkan turunnya daya tahan tubuh dan membuat
penderita rentan terhadap penyakit. Kekurangan zat besi pada kehamilan memiliki
konsekuensi negatif bagi bayi yaitu terjadi gangguan perkembangan kognitif bayi serta
meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu (Diaro, 2006).
Upaya pemerintah dalam mengatasi anemia defisiensi besi ibu hamil yaitu
terfokus pada pemberian tablet tambahan darah (Fe) pada ibu hamil. Departemen
Kesehatan masih terus melaksanakan progam penanggulangan anemia defisiensi besi
pada ibu hamil dengan membagikan tablet besi atau tablet tambah darah kepada ibu
hamil sebanyak satu tablet setiap satu hari berturut-turut selama 90 hari selama masa
kehamilan (Depkes RI, 2010).
Tablet besi selama kehamilan telah direkomendasikan untuk wanita di negara
berkembang karena biasanya tidak ada perubahan mendasar yang terjadi dalam
komposisi diet (Habib dkk, 2009). Program penanggulangan anemia melalui
pemberian tablet besi pada ibu hamil telah dilaksanakan sejak tahun 1975 tetapi
kenyataannya prevalensi anemia defisiensi ibu hamil di Indonesia masih tinggi (Hadi,
2001).
Salah satu faktor yang menyebabkan masih tingginya anemia defisiensi besi pada
ibu hamil adalah rendahnya kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi.
Sebanyak 74,16% ibu hamil dinyatakan tidak patuh dalam mengkonsumsi tablet besi
dengan responden sebanyak 89 ibu hamil (Indreswari, 2008). Faktor-faktor yang
mempengaruhi ketidakpatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi antara lain
pengetahuan, sikap, dan efek samping dari tablet besi yang diminumnya. Faktor yang
sering dikemukakan oleh ibu hamil ialah pernyataan “lupa” untuk meminum tablet
besi (Purwaningsih dkk, 2006).
Tingkat pengetahuan ibu hamil yang rendah akan mempengaruhi bagaimana ibu
hamil menjaga kehamilannya. Hasil penelitian Mulyati dkk (2007) melaporkan bahwa
54,17% ibu hamil memiliki pengetahuan baik tentang anemia dan 44,83% memiliki
pengetahuan yang kurang tentang anemia. Ibu hamil yang memiliki pengetahuan
kurang terdapat 75% yang menderita anemia. Pengetahuan kurang memiliki risiko
1,45 kali lebih besar untuk menderita anemia dalam kehamilan dibandingkan dengan
ibu hamil yang berpengetahuan baik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas Karangdowo, terdapat
19 desa yang berada di wilayah kerja Puskesmas Karangdowo, Klaten. Mayoritas ibu
hamil yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas memeriksakan kandungannya di
Puskesmas Karangdowo. Pada bulan Juni 2011, lebih dari 170 ibu hamil yang usia
kehamilannya masuk trimester kedua daan trimester ketiga yang memeriksakan
kandungannya di puskesmas. Semua Ibu hamil akan mendapatkan tablet besi sebanyak
90 tablet pada masa kehamilan di usia kehamilan lebih dari 18 minggu pada saat
memeriksakan kehamilannya.
Masalah yang sering muncul dalam upaya pencegahan anemia pada ibu hamil
dengan pemberian tablet besi antara lain ketidakpatuhan mengkonsumsi tablet besi.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai hubungan
pengetahuan ibu hamil tentang defisiensi besi dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet
besi di Puskesmas Karangdowo Klaten.
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Konsep Anemia Gizi Besi
2. Mengetahui Akibat dari Anemia Gizi Besi
C. Tujuan
1. Mengetahui Konsep Anemia Gizi Besi
2. Mengetahui Akibat dari Anemia Gizi Besi
BAB II

PEMBAHASAN

I. Konsep Anemia Gizi Besi


Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal,
berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan kehamilan. Batas normal dari kadar Hb dalam
darah dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Batas normal kadar Hb menurut umur dan jenis kelamin Sumber : WHO, 200

kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)


6 -59 bulan 11,0
Anak-anak 5- 11 bulan 11,5
12 -14 bulan 12,0

Waanita > 15 tahun 12,0


Dewasa Wanita hamil 11,0
Laki-laki > 15 tahun 13,0

Sebagian besar anemia disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial (zat
besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa
juga disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.

Klasifikasi Anemia
Secara morfologis, anemia dapat diklasifikasikan menurut ukuran sel dan hemoglobin
yang dikandungnya.
1. Makrositik Pada anemia makrositik ukuran sel darah merah bertambah besar dan jumlah
hemoglobin tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia makrositik yaitu :
2. Mikrositik Mengecilnya ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh defisiensi besi,
gangguan sintesis globin, porfirin dan heme serta gangguan metabolisme besi lainnya
1) Anemia Megaloblastik adalah kekurangan vitamin B12, asam folat dan gangguan
sintesis DNA.
2) Anemia Non Megaloblastik adalah eritropolesis yang dipercepat dan peningkatan
luas permukaan membran.
2. Normositik Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak berubah, ini
disebabkan kehilangan darah yang parah, meningkatnya volume plasma secara
berlebihan, penyakit-penyakit hemolitik, gangguan endokrin, ginjal, dan hati

Pengertian Anemia Defisiensi Besi

Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam
darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya
pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan
zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia
walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah
lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk selsel darah merah di dalam sumsum tulang
sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang
disebut anemia gizi besi. Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang
disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya
saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara
morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai
penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama
anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu
menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil.
Patofisiologi
Anemia Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh
berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan
untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase).
Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada
balita sukar untuk dideteksi. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya
simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan
meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya
simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin
yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum.
Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie,
186:303) Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan
konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan
simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan
menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya
Etiomologi Anemia Defisiensi Besi
Penyebab Anemia Defisiensi Besi adalah :
1. Asupan zat besi Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang
mengkonsumsi bahan makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang
terdiri dari nasi, kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan
sumber zat besi. Gangguan defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang
salah baik jumlah maupun kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan
pangan, distribusi makanan yang kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan
dan ketidaktahuan.
2. Penyerapan zat besi Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi
dalam tubuh karena banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat besi
dan bahan makanan yang dapat menghambat dan meningkatkan penyerapan besi.
3. Kebutuhan meningkat Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan
seperti pada bayi, anakanak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga
meningkat pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit. 4.
Kehilangan zat besi Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin
disebut kehilangan zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga
kehilangan zat besi melalui menstruasi. Di samping itu kehilangan zat besi disebabkan
pendarahan oleh infeksi cacing di dalam usus.
II. Akibat Anemia Gizi
Akibat Anemia Defisiensi Besi
Akibat-kibat yang merugikan kesehatan pada individu yang menderita anemi gizi besi
adalah
1. Bagi bayi dan anak (0-9 tahun)
a. Gangguan perkembangan motorik dan koordinasi.
b. Gangguan perkembangan dan kemampuan belajar.
c. Gangguan pada psikologis dan perilaku
2. Remaja (10-19 tahun)
a. Gangguan kemampuan belajar
b. Penurunan kemampuan bekerja dan aktivitas fisik
c. Dampak negatif terhadap sistem pertahanan tubuh dalam melawan penyakit infeksi

3. Orang dewasa pria dan wanita

a. Penurunan kerja fisik dan pendapatan.

b. Penurunan daya tahan terhadap keletihan

4. Wanita hamil]
a. Peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu
b. Peningkatan angka kesakitan dan kematian janin
c. Peningkatan resiko janin dengan berat badan lahir rendah

Penentuan kadar hemoglobin

1. Metoda menentukan kadar HB


Menurut WHO, nilai batas hemoglobin (Hb) yang dikatakan anemia gizi besi
untuk wanita remaja adalah < 12 gr/dl dengan nilai besi serum < 50 mg/ml dan
nilai feritin < 12 mg/ml. Nilai feritin merupakan refleksi dari cadangan besi tubuh
sehingga dapat memberikan gambaran status besi seseorang. Untuk menentukan
kadar Hb darah, salah satu cara yang digunakan adalah metoda
Cyanmethemoglobin. Cara ini cukup teliti dan dianjurkan oleh International
Committee for Standardization in Hemathology (ICSH). Menurut cara ini darah
dicampurkan dengan larutan drapkin untuk memecah hemoglobin menjadi
cyanmethemoglobin, daya serapnya kemudian diukur pada 540 nm dalam
kalorimeter fotoelekrit atau spektrofotometer. Cara penentuan Hb yang banyak
dipakai di Indonesia ialah Sahli. Cara ini untuk di lapangan cukup sederhana tapi
ketelitiannya perlu dibandingkan dengan cara standar yang dianjurkan WHO. Ada
tiga uji laboratorium yang dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb agar hasil
lebih tepat untuk menentukan anemia gizi besi. Untuk menentukan anemia gizi
besi yaitu :
a. Serum Ferritin (SF) Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di
dalam hati. Bila kadar SF < 12 mg/dl maka orang tersebut menderita
anemia gizi besi.
b. Transferin Saturation (ST) Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity
(TIBC) dalam serum merupakan salah satu menentukan status besi.
Pada saat kekurangan zat besi, kadar besi menurun dan TIBC
meningkat, rasionya yang disebut dengan TS. TS < dari 16 % maka
orang tersebut defisiensi zat besi.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai