Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN AKHIR

KIMIA BAHAN ALAM

“ISOLASI SENYAWA SINAMALDEHIDA DARI KAYU MANIS”

(Cinnamomum burmanii)

DISUSUN ILEH :

KELOMPOK 4

1. BQ. ILMA HUSNA (E1M016009)


2. DEWANDI SAPUTRA (E1M016010)
3. LENA MARLINA (E1M016036)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara penghasil kayu manis terbesar. Selama
ini kulit kayu manis Indonesia mempunyai pengaruh yang besar pada pasar
dunia. Menurut Sundari (2002), pada tahun 1991 sebanyak 94,1% cassiavera
dalam perdagangan dunia berasal dari Cinnamomum burmannii yang berasal
dari Indonesia, sedangkan 4,2% berasal dari Sri Langka. Sebanyak 80% kayu
manis di Indonesia dihasilkan di daerah Sumatra Barat, yang dikenal sebagai
pusat kulit kayu manis (cassiavera). Cinnamomum cassiavera merupakan
tumbuhan yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan dimanfaatkan sebagai
campuran bumbu masakan maupun diolah dengan destilasi uap untuk diambil
minyaknya. Minyak kulit batang C.Zeylanicum memiliki aroma pedas yang
enak serta berasa tajam dan manis.
Pemanfaatan minyak kayu manis sebagian besar dipergunakan dalam
industri flavor, diantaranya sebagai bumbu dalam daging, dan makanan siap
saji, saus, dll. Sedangkan penggunaannya sebagai parfum kurang
dikembangkan karena sifatnya yang sensitif terhadap kulit. Senayake et al.
(1978) melaporkan bahwa kandungan utama dari minyak kulit batang dan
minyak kulit akar jenis C.Zeylanicum adalah sinamaldehida(75%) dan
camphor (56%). Sinamaldehid merupakan senyawa yang memiliki gugus
fungsi aldehid dan alkena terkonjugasi cincin benzene, berlandaskan hal
tersebut senyawa ini bisa di transformasi membentuk senyawa baru yang
dapat bermanfaat. Karna itu, untuk membuat agar senyawa sinamaldehid
dapat memberikan manfaat yang lebih maka dilakukan isolasi untuk membuat
senyawa tersebut.
Untuk mempertajam masalah penelitian ini, maka pertanyaan utama
dalam penelitian ini adalah “bagaimana teknik atau metode isolasi yang tepat
untuk dapat memperoleh senyawa sinamaldehid murni dari batang kayu
manis”. Dengan demikian, penelitian ini dapat memberikan sumbangsih
pengetahuan tentang bagaimana cara mengisolasi senyawa bahan alam
khususnya sinamaldehid dari batang kayu manis (Cinnamomum burmanii)
sehingga bisa mendapatkan senyawa sinamaldehid murni.

Isolasi merupakan proses pemisahan suatu komponen kimia yang


diinginkan dari komponen-komponen lainnya yang bersifat sebagai
kontaminan di dalam suatu bahan. Isolasi senyawa bahan alam bertujuan
untuk memurnikan senyawa-senyawa yang bermanfaat, baik untuk
kepentingan industri farmasi, kosmetik, dan pangan (Wasia dkk, 2017)

Kankeaw dan Masong[4] dalam penelitiannya berhasil mengisolasi


senyawa sinamaldehid dari Cinnamomum verum j. Minyak yang volatil
dikarakteristik dengan menggunakan IR spectroscopy. Ditemukan bahwa
terdapat senyawa sinamaldehid dengan peak-peak sebagai berikut: peak pada
1676 cm1 (C=O stretching), 742, 2846 cm-1 (C-H stretching of aldehyde),
1625 cm-1C=C stretching pada alkene) and 1450, 1502 cm1(C=C stretching
pada aromatic).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara mengisolasi senyawa sinaamaldehid dari batang kayu
manis?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi senyawa sinamaldehid dalam batang
kayu manis?

C. TUJUAN
1. Untuk mengisolasi senyawa sinamaldehid dari batang kayu manis.

2. Untuk mengidentifikasi senyawa sinamaldehid dari batang kayu manis .


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

a. Kayu Manis

Kayu manis adalah salah satu tanaman yang diekspor oleh


Indonesia. Tanaman ini memiliki kulit pohon berwarna abu-abu tua berbau
khas, kayunya berwarna merah coklat muda. Kayu manis mengandung
minyak atsiri, eugenol, safrole, sinamaldehid, tannin, dan kalsium oksalat
(Wasia dkk, 2017).

Tumbuhan kayu manis merupakan spesies dari genus


Cinnamomum dengan famili Lauraceae, berupa tumbuhan berkayu yang
umumnya dikenal sebagai rempah-rempah (Syarif, 2006 dalam Yulianis
dkk, 2011). Tumbuhan ini tersebar di Asia Tenggara, Cina dan Australia
(Emilda, 2018) . Tumbuhan ini tersebar di Asia Tenggara, Cina dan
Australia. Terdapat sekitar 250 spesies yang termasuk genus
Cinnamomum. Empat spesies yang utama adalah Cinnamomum
zeylanicum (C. verum: ‘True cinnamon’, Sri Lanka atau Ceylon
cinnamon), C. loureirii (Saigon atau Vietnamese cinnamon), C. burmanni
(Korintje atau Indonesian cinnamon) dan Cinnamomum aromaticum
(Cassia or Chinese cinnamon) (Bandara, 2011). Cinnamomum burmanii
merupakan jenis kayu manis yang berasal dari Indonesia (Inna dkk, 2010).

Kulit kayu manis memiliki bau yang khas, banyak digunakan untuk
berbagai keperluan, seperti penyedap rasa makanan atau kue
(Abdurachman dan Hadjib, 2011). Kayumanis berbau wangi dan berasa
manis sehingga dapat dijadikan bahan pembuat sirup dan rasa pedas
sebagai penghangat tubuh

1. Bagian-bagian tanaman kayu manis


a) Daun
Tanaman kayu manis memiliki daun tunggal yang memiliki
sifat kaku seperti kulitnya, terletak secara berseling dengan
panjang tangkainya sekitar 0,5 – 1,5 cm dan memiliki 3 buah
tulang daun yang tumbuhnya melengkung.Daun kayu manis
berbentuk elips memanjang yang panjangnya sekitar 4 – 4 cm dan
lebar sekitar 1,5 – 6 cm.Ujung daun tersebut runcing dengan tepi
daun yang rata, permukaan daun bagian atas licin berwarna hijau,
sedangkan bagian bawahnya berwarna ke abu – abuan. Untuk
warna daun yang masih muda adalah merah pucat.
b) Bungan
Bunga yang dimiliki tanaman kayu manis berukuran kecil
memiliki warna kuning yang tumbuh pada malai.Bunga ini
memiliki dua buah kelamin yang biasa di sebut dengan bunga
sempurna.Kelopak bunga pada tanaman kayu manis berjumlah 6
helai yang berada dalam dua rangkaian. Bunga yang di miliki tidak
bertajuk bunga.Memiliki benang sari berjumlah 12 helai yang sudah
terangkai pada empat kelompok dan memiliki ruang berjumlah
empat kotak sarinya. Proses persarian pada tanaman kayu manis
menggunakan bantuan pihak ketiga, serangga
c) Buah
Buah yang dimiliki tanaman kayu manis memiliki biji
berjumlah satu dan memiliki daging.Buah tersebut berbentuk bulat
memanjang dan berwarna hijau tua untuk buah yang masih muda,
sedangkan untuk buah yang sudah tua akan berwarna ungu
tua.Panjang si buah adalah sekitar 1,3 – 1,6 cm dengan diameter
sekitar 0,35 – 0,75 cm. Biji si buah kayu manis memiliki panjang
sekitar 0,84 – 1,32 cm berdiameter sekitar 0,59 – 0,68 cm.
d) Batang

Tanaman kayu manis tumbuh menjulang ke atas cukup


tinggi sekitar 5 – 15 meter yang kulit pohonnya berwarna abu – abu
tua dengan bau khas, sedangkan Ana kayunya adalah merah cokelat
muda. Cabang dan ranting tanaman kayu manis mengandung
minyak atsiri yang menjadi komoditas ekspor.

b. Manfaat dan Kandungan Kayu Manis

Al-Dhubiab (2012) menyebutkan komponen kimia terbesar pada


kayumanis adalah alkohol sinamat, kumarin, asam sinamat, sinamaldehid,
antosinin dan minyak atsiri dengan kandungan gula, protein, lemak
sederhana, pektin dan lainnya. Ervina dkk (2016) menyatakan bahwa hasil
ekstraksi kulit batang Cinnamomum burmanii mengandung senyawa
antioksidan utama berupa polifenol (tanin, flavonoid) dan minyak atsiri
golongan fenol. Kandungan utama minyak atsiri kayu manis adalah
senyawa sinamaldehida dan eugenol. Wang et al (2009) dalam Hasan
(2011) menyebutkan bahwa komponen mayor minyak atsiri yang
terkandung pada daun Cinnamomum burmanii adalah transsinamaldehid
(60,17%), eugenol (17,62%) dan kumarin (13,39%) (Emilda, 2018).

Bandara et.al (2011) menyebutkan bahwa cinnamon memiliki


kemampuan antimikroba, antifungi, antivirus, antioksidan, antitumor,
penurun tekanan darah, kolesterol dan memiliki senyawa rendah lemak.
Senyawa eugenol dan sinamaldehid memiliki potensi sebagai antibakteri
dan antibiofilm (Niu C dan Gilbert ES, 2004). Penelitian Shan B et al
(2007) membuktikan kemampuan ekstrak kulit batang cinnamon melawan
5 jenis bakteri patogen yaitu Bacillus cereus, Listeria monocytogenes,
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella anatum. Nisa dan
Triastuti (2014) melaporkan sifat antibakteri ekstrak kayu manis terhadap
E. coli dan S. aureus. Sedangkan penelitian Daker dkk (2013)
menunjukkan ekstrak metanol kulit batang Cinnamomum burmannii
Blume dengan senyawa utamanya trans-cinnamaldehyde (TCA) yang
memiliki kemampuan menghambat proliferasi human NPC cell.

c. Sinamaldehid dan Manfaatnya

Konstituen yang lebih aktif dalam kayu manis adalah sinamaldehid,


senyawa mayor yang dikandung oleh kayu manis. Kandungan
sinamaldehid dalam minyak kayu manis bisa mencapai 51-76%.
Sinamaldehid merupakan sebuah senyawa yang memiliki gugus fungsi
aldehid dan alkena terkonjugasi cincin benzene, berlandasakan hal tersebut
senyawa ini bisa di transformasi membentuk senyawa baru yang dapat
bermanfaat. Untuk membuat agar senyawa sinamaldehid dapat
memberikan manfaat yang lebih maka dilakukan proses dengan isolasi
untuk mendapatkan senyawa tersebut (Wasia dkk, 2017).

Sinamaldehid adalah salah satu jenis komponen fenilpropanoid


yang banyak terdapat dalam Cinnamomum sp. Pada Cinnamomum
zeylanicum terdapat kandungan 75% sinamaldehid (Fazilah et al (2006)
dalam Yusof (2012). Penelitian Wardatun dkk (2017) menemukan dari
100 gr kulit kayu manis C.burmannii kering yang diekstraksi dengan
teknik maserasi etanol 96% diperoleh sinamaldehid sebanyak 124.14 ±
1.17 mg/g. Joshi et al., 2009 dalam Yusof (2012) menyebutkan
sinamaldehid memiliki aktifitas biologi sebagai antioksidan, antivirus,
antifungi and antibakteri. Ngadiwiyana dkk (2011) telah membuktikan
bahwa senyawa sinamaldehid hasil isolasi dari minyak kayu manis
mempunyai nilai IC50 sebesar 27,96 ppm terhadap enzim α-glukosidase
sehingga sangat potensial sebagai senyawa penghambat aktivitas enzim α-
glukosidase. Sinamaldehid secara signifikan menurunkan tingkat gula
puasa, meningkatkan sensitifitas insulin dan memperbaiki morfologi islet
serta fungsi pada tikus db/db (Guo et al, 2017).

Zhu Ret al (2017) menyatakan bahwa dari berbagai hasil penelitian


terbukti sinamaldehid memperlihatkan efek penurunan gula pada hewan
uji melalui peningkatan pengeluaran gula dan perbaikan sensitifitas insulin
pada jaringan adiposa dan jaringan otot, meningkatkan sintesis glikogen di
hati, memperbaiki disfungsi islet pankreas, memperlambat waktu
pengosongan lambung, memperbaiki gangguan ginjal karena diabetes dan
kerusakan otak.

d. Maserasi
Maserasi merupakan suatu metode pemisahan dengan cara
penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari. Maserasi digunakan untuk penyarian
simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan
penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan
penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain – lain. Cairan penyari
yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain
(Anonim, 1986).
Adapun prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan
dalam pengerjaan maserasi adalah sebagai berikut:
1. Merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama
waktu tertentu, pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya
2. Proses difusi terjadi sampai tercipta keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel
3. Selama proses dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari
4. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
Penyarian dengan metode maserasi memiliki keuntungan dan
kerugian. Keuntungannya yaitu cara pengerjaannya mudah dan peralatan
yang digunakan sederhana. Sedangkan kerugiannya yaitu pengerjaannya
membutuhkan waktu yang relatif lama (Anonim, 1986).

e. Kromatografi Kolom
Pada proses pemisahan ini campuran yang akan dipisah
diletakkan pada bagian atas kolom adsorben yang berada dalam suatu
tabung seperti gelas logam ataupun plastik. Pelarut sebagai fase gerak
karena gaya berat atau didorong dengan tekanan tertentu dibiarkan
mengalir melalui kolom membawa serta pita linarut yang bergerak dengan
kecepatan berbeda. Linarut yang telah memisah dikumpulkan berupa
fraksi yang keluar dari bagian bawah kolom, sehingga metode ini juga
disebut kromatografi elusi (Kusmardiyani, 1992).
Beberapa hal yang perlu diketahui dalam pengerjaan metode ini
antara lain pemilihan jenis pelarut, adsorben, rancangan alat dan sifat
bahan yang akan dianalisis. Ada dua cara pengemasan kolom, yaitu cara
basah dan cara kering. Cara basah sering digunakan untuk pembuatan
kolom silika gel dan cara kering sering digunakan untuk pembuatan kolom
alumina (Al2O3). Dalam pemilihan pelarut elusi didasarkan atas faktor-
faktor seperti polaritas dan kelarutan. Pelarut yang umum digunakan
meliputi deretan pelarut seperti petroleum eter (PE), karbon tetraklorida,
sikloheksana, karbon disulfida, eter, aseton, benzena, ester organik,
alkohol, air, piridin, asam asetat, campuran asam atau basa dengan air,
alkohol dan piridin (Kusmardiyani, 1992).

f. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran
menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja
berdasarkan prinsip ini. Kromatografi lapis tipis adalah teknik pemisahan
campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam
medium berupa lempengan kromatografi. Pada kromatografi lapis tipis,
komponen-komponen suatu campuran senyawa akan dipisahkan antara
dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan
komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen
campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan
tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan
bergerak lebih cepat (Haqiqi, 2008).
Pada kromatografi lapis tipis memiliki fase diam contohnya silika
gel dan fase gerak atau eluen berupa pelarut. Fase gerak mengalir melalui
fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam
campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang
berbeda sehingga spot yang terlihat dengan UV akan berbeda-beda pula
jaraknya (Haqiqi, 2008).
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. ALAT DAN BAHAN

1. Alat
a. Lampu UV λ254 dan λ366
b. Corong pisah
c. Erlenmeyer
d. Gelas kimia
e. Gelas ukur
f. Pipa kapiler
g. Pipet tetes
h. Spatula
i. Bejana pengembang (chamber)
j. Neraca analitik
k. Botol vial 30 ml
l. Nampan
m. Toples
n. Peralatan rotary evaporator.
2. Bahan
a. Aquadest
b. 400 gr sampel kayu manis
c. Larutan Klorofom
d. Larutan Etyil acetat
e. Larutan n-hexane
f. Larutan etanol 96 %
g. Plat klt silika gel 60 f254 berlapis alumunium
h. Silika gel 60 g
i. Aluminium foil
j. Kertas saring
k. Plastik bening
l. Tissue
m. Lateks/ sarung tangan
n. Kertas label

B. CARA KERJA
1. Ekstraksi Serbuk Batang Kayu Manis
a. Disiapkan 400 gr sampel batang kayu manis kering, kemudian
dihaluskan.
b. Dimasukan batang kayu manis yang sudah di haluskan kedalam
toples kaca yang sudah dibersihkan terlebih dahulu.
c. Ditambahkan etyil asetat kedalam toples kaca yang berisi kayu
manis yang sudah di haluskan sampai terendam dan di lebihkan
sedikit 2- 3 cm agar semua kayu manis terendam.
d. Ditutup dan diamkan selama 7 hari sambil berulang diaduk dengan
cara di goyang goyangkan ( setiap satu hari sekali).
e. Disaring hasil rendaman kayu manis setelah di rendam selama 7
hari dan ampasnya di peras..
f. Dievaporasi filtrat yang diperoleh dalam Rotary Evaporator Buchii
untuk menguapkan pelarut methanol yang digunakan dalam
ekstraksi sampai tersisa ekstrak kayu manis kental.
2. Penentuan eluan untuk pemisahan sinamaldehid dengan KLT
(Screening)
a. Eluen dibuat sebanyak 10 ml dengan 3 variasi berbeda yaitu 9:1
(n-heksana : Kloroform), 7:3 (n-heksana : Kloroform) dan 1:1 (n-
hexana : klorofom). Dimasukkan ke dalam chamber untuk
dijenuhkan.
b. Ekstrak yang telah didapat ditotolkan pada plat KLT dengan pipet
kapiler.
c. Plat KLT dimasukkan kedalam chamber lalu di elusi sampai jarak
pengembangan 1 cm dari tepi atas.
d. Palt diangin-anginkan sampai kering.
e. Diamati dibawah sinar UV lamp dan sinar rmatahari spot yang
terbentuk, jika terbentuk spot dengan jarak yang baik selanjutnya
digunakan dalam proses kromatografi kolom.
3. Pemisahan sinamaldehid dengan kolom kromatografi
a. Kolom yang akan digunakan ditegakkan atau diletakkan pada
statif
b. Dimasukkan glass wool dan sedikit tissue sebagai dasar kolom.
c. Silika gel ditimbang sebanyak 25 gram, kemudian dituang
kedalam gelas beker.
d. Dioven Silika gel dalam oven selama 45 menit.
e. Ditambah dengan eluen yang sudah di tentukan pada saat KLT
sebanyak 50 ml, kemudian diaduk sampai terbentuk campuran
seperti bubur.
f. Bubur silica gel dimasukkan sedikit demi sedikit dengan corong
ke dalam kolom kromatografi dan diusahakan tidak terbentuk
gelembung.
g. Ditambahka eluen sedikit demi sedikit dengan tutup keran terbuka
agar silika gel dapat memadat dengan sempurna.
h. Digetarkan dinding kolom agar silika gel dapat memadat selama
15 menit sehingga siap untuk digunakan.
4. Pengisisan cuplikan atau sampel kedalam kolom
a. Ekstrak kental yang diperoleh ditambahkan 3 ml etyil acetat.
b. Eluen dibuat sebanyak 200 ml yang berisi campuran (n-heksana :
kloroform dengan perbandingan 7 : 3. Dimana 140 ml untuk n-
hexana dan 60 ml untuk kloroform.
c. Ekstrak yang telah dilarutkan dimasukkan kedalam kolom
kromatografi sedikit demi sedikit melalui dinding.
d. Wadah ekstrak dibilas dengan sedikit eluen yang kemudian
dituangkan kembali kedalam kolom.
5. Pemisahan
a. Kolom dielusi dengan eluen sampai keluar eluatnya (kecepatan
elusi diatur kurang lebih 1 mL per 3 menit)
b. Eluen ditampung dalam 99 botol vial sebanyak 5 mL
c. Eluen di uapkan selama ±24 jam dalam suhu ruangan untuk
selanjutnya di analisis menggunakan KLT.
6. Identifikasi sinamaldehid dengan KLT (Penentuan senyawa murni)
f. Eluen dibuat sebanyak 10 ml yang berisi campuran (n-heksana :
kloroform dengan perbandingan 7 : 3., kemudian chamber
dijenuhkan.
g. Semua fraksi yang telah didapat ditotolkan pada plat KLT dengan
pipet kapiler.
h. Plat KLT dimasukkan kedalam chamber lalu di elusi sampai jarak
pengembangan 1 cm dari tepi atas.
i. Palt diangin-anginkan selama 10 menit.
j. Diamati dibawah sinar UV lamp dan sinar matahari, kemudian
ditentukan spot yang diduga sinamaldehid.

C. BAGAN PROSEDUR KERJA


1. Berdasarkan percobaan

400 gram kering sinamaldehid halus

 Maserasi dengan etyil


asetat selama 7 hari

Dasaring ampas

 Evaporasi ekstrak
sinamaldehid yang di

 peroleh
Ekstrak kental

 kromotografi kolom
 Eluen (n- hexana :
klorofom) 7:3

Eluet dalam 99 botol vial

 Identifikasi KLT
 Amati di bawah sinar UV
366 am
 Dihitung spot

Kromotografi pipet pipet (fraksi 39, 40 dan 41)

Eluet dalam 45 botol vial

 identifikasi KLT
 Amati di bawah sinar UV
366 am dan di hitung spot

sinmaldehid
2. Berdasarkan Wasia (2017)

500 gram kering sinamaldehid

 Pelarut DCM 1000 ml 2X24


jam
 Tutup dan diamkan selama 3
hari
Disaring ampas

 Evaporasi ekstrak
sinamaldehid yaang di
dapatkan

Ekstrak kental

 Kromotografi kolom
 Eluen (DCM : n- Hexana) 1:1

Eluet dalam 20 botol vial

 Identifikasi KLT
 Amati di bawah sinar UV 254
am
 Dihitung spot

Sinamaldehid
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN
Tabel Hasil Pengamatan
No Analisis Gambar
1 Batang kayu manis
yang sudah kering

2 Kayu manis kering


yang sudah diblender
dimasukkan kedalam
toples kaca dan di
rendam dengan etyil
acetat

3 Dimaserasi kayu
manis dengan
menggunakan
larutan etyil acetat
hingga kayu manis
terendam semua.
Dimaserasi hingga 7
hari sampai
terbentuk ekstrak
kayu manis berwarna
cokelat.

4 Proses penyaringan
ekstrak kayu manis
untuk memisahkan
ampas dengan
ekstraknya sehingga
diperoleh ekstrak
kayu manis (minyak
atsiri) berwarna
cokelat pekatt.

5 Hasil ekstrak kayu


manis (minyak atsiri)
setelah dievaporasi
dan didiamkan pada
udara bebas hingga 1
minggu, sehingga
menghasilkan
ekstrak temulawak
kental berwarna
coklat tua
6 KLT pertama
menentukan eluen
yang cocok untuk
proses pemisahan
sinamaldehid dari
kayu manis
(Screening)
1) Menggunakan n-
heksana :
kloroform
dengan
perbandingan
(1:1)
2) Menggunakan n-
heksana :
kloroform
dengan
perbandingan
(7:3),
3) Menggunakan n-
heksana :
kloroform
dengan
perbandingan
(9:1),
Sehingga di
gunakan
perbandinggan
yang ketiga.
7 Proses pembuatan
kolom menggunakan
silika gel yang terus
dialiri kloroform
sehingga terbentuk
padatan silika gel
berwarna putih.
(sebelum
dimasukkan ekstrak
kayu manis ).
8 Bentuk kolom
kromatografi setelah
di tambahkan ekstrak
kayu manis yang
sudah dilarutkan
dengan
menggunakan eluen
n-heksana :
kloroform dengan
perbandingan (9:1),.
hingga proses
penampungan
ekstrak yang keluar
secara perlahan (tetes
demi tetes)
9 Proses penampungan
ekstrak pada
kromatografi kolom
dihentikan setelah
memperoleh 99 botol
vial sampel atau
seluruh ekstrak
keluar.

10 Hasil KLT kedua


untuk menguji hasil
tampungan mana
yang mengandung
ssinamaldehid murni
dengan menguji pada
7 tampungan yaitu
tampungan pada
botol ke 30,40,50,60,
70, 80 dan 90.
Berdasaarkan spot
yang di hasilkan
terlihat belum murni
karena teerdapat
beberapa spot
11 Berdasarkan hasil Diambil botol yang ke 39,40 dan
KLT terlihat spot 41kemudian di campurkan menjadi satu
bahwa pada botol 40 untuk di lakukan kolom pipet
mendekati
kemurnian sehingga
di lakukan kolom
pipet untuk untuk
lebih dapet
kemurnianya
sinamaldehid.
12 Dilakukan KLT
untuk menentukan
eluen :
1) n-heksana :
kloroform
dengan
perbandingan
(7:3)
2) n-heksana :
kloroform
dengan
perbandingan
(9:1), sehingga
di gunakan
perbandingan
yang ketiga.

13 Proses kolom pipet


di hentikan sampai
mmperoleh 45 botol
vial
14 Hasil KLT untuk
mengetahui
tampungaan yang
mana terdapat
sinamaldehid dan di
ambil botol yang ke
10,20,30,40 dan 45.
Telihat spot bahwa
pada botol yang ke
20 terdapat satu spot.
15 Hasil KLT Berdasarkan haasil KLT terlihat bahwa
selanjutnya menguji pada botol 15, 20, dan 21 di peroleh satu
kemurnian dari hasil spot yang merupakan senyawa
tampungan pada sinamalddehid. Sedangakan botol 25
botol 15, 20, 21 dan terlihat terdapat beberapa spot .
25
B. PEMBAHASAN

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana cara


mengisolasi senyawa sinaamaldehid dari batang kayu manis dann
Bagaimana cara mengidentifikasi senyawa sinamaldehid dalam batang
kayu manis. Komponen utama minyak kayu manis adalah sinamaldehid
(4275%), sedangkan komponen lain adalah eugenol, α-pinen, linalool dan
benzaldehid (Ngadiwiyana, 2011). Sinamaldehid merupakan senyawa
yang memiliki gugus fungsi aldehid dan alkena terkonjugasi cincin
benzene, berlandasakan hal tersebut senyawa ini bisa di transformasi
membentuk senyawa baru yang dapat bermanfaat (Wasia dkk, 2017).
Selain itu pula (Azima dalam satrafilopa 2016) menjelaskan bahwa Kulit
kayu manis memiliki kandungan senyawa kimia yaitu flavanoid, saponin,
tanin dan alkanoid.

Kayu manis jenis Cinnamomum burmanii berhasil diisolasi


menggunakan kromatografi kolom. Hasil analisis dengan menggunakan
spektrometer GC-MS menujukkan senyawa sinamaldehid yang berhasil
diisolasi menggunakan kromatografi kolom teridentifikasi memiliki
persentase sebesar 71,36% dengan berat molekul 132 g/mol (Wasia dkk,
2017). Adapun tahap percobaan isolasi yang kami lakukan melaalui
beberapa tahap, pertama tahap persiapan, tahap ekstraksi, tahap KLT,
tahap pemisahan sinamaldehid, dan terakhir tahap mengidentifikasi
sinamaldehid dengan KLT.

Tahap pertama dalam percobaan ini adalah persiapan bahan baku,


dimana persiapan ini dilakukan dengan terlebih dahulu mempersiapkan
kulit kayu manis kering yang kemudian di bersihkan kotoran-kotoran
yang ada pada kulit kayu manis tersebut. Selanjutnya kulit kayu manis
yang sudah dibersihkan tersebut dipotong kecil-kecil (tidak terlalu kecil)
untuk mempercepat proses penggilingan.Selanjutnya yaitu proses
penggilingan kulit kayu manis kering menggunakan mesin penghalus kopi
untuk menghasilkan bentuk dan ukuran kayu manis kering yang lebih
kecil. Dalam proses ini seharusnya tidak boleh di giling sampai halus
karena akan di khawatirkan akan mengganggu proses penyaringan
nantinya, sehingga dalam proses penghalusan dengan blender hanya
digunakan untuk memperkecil kayu manis kering saja akan tetapi kami
melakukan penggilingan sangat halus karena kami menggunakan
penggilingan kopi, sehingga pada saat penyaringan ampas kayu manis
sebagian ikut tersaring. Kulit kayu manis kering yang sudah di digiling
kemudian di timbang menggunakan timbangan biasa sebanyak 420 gram.

Tahap kedua adalah proses ekstraksi dari Kulit kayu manis kering
yang sudah di persiapkan sebelumnya tadi. Proses ekstrak sinamaldehid
percobaan ini menggunakan metode maserasi. Penggunaaan metode
maserasi dikarenakan pengerjaannya yang sangat sederhana, tidak
membutuhkan alat-alat khusus dan lebih terjangkau. Maserasi merupakan
suatu metode pemisahan dengan cara penyarian yang sederhana yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif
yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang
mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin,
stirak dan lain – lain. Pada percobaan ini kulit kayu manis kering yang
sudah disiapkan sebelumnya tadi kemudian dimaserasi dengan cara
merendamnya dalam larutan etyil acetat sampai semua kulit kayu manis
kering terendan semuanya yang kemudian ditutup rapat sihingga tidak ada
celah untuk etyil acetatl menguap keluar, selain itu selama proses maserasi
berlangsung harus tetap diingat untuk melakukan pengadukan sekurang-
kurangnya dua hari atau satu hari sekali. Pengadukan disini berfungsi
untuk meningkatkan efektifitas ekstraksi sehingga semua kandungan
senyawa yang bisa ditarik olerh etanol tertarik dengan sempurna.

Penggunaan etyil acetat dalam proses maserasi ini dikarenakan


sifat fisikokimia sinamaldehid dapat larut dalam etyil acetat.
Sinamaldehid larut dalam pelarut-pelarut yang mempunyai kepolaran
yang hampir sama. Karena etyil acetat memiliki kepolaran (semipolar)
yang mirip dengan sinamaldehid sehingga cocok digunakan untuk
mengekstrak sinamaldehid. Proses maserasi dilakukan selama 7 hari
dimana jika semakin lama proses maserasi maka proses ekstraki senyawa
akan semkin sempurna akan tetapi proses ekstraksi yang terlalu lama
akan mengakibatkan rusaknya kandungan zat warna (Shinta dkk, 2008).
Setelah proses maserasi ekstrak yang di peroleh kemudian disaring
menggunakan corong pisah yang diatasnya diletakkan kertas saring hal
ini bertujuan agar ekstrak yang diperoleh benar-benar bersih dan terbebas
dari ampasnya. Ekstrak yang diperoleh kemudian dievaporasi. Evaporasi
berfungsi untuk merubah keseluruhan atau sebagian suatu pelarut dari
sebuah larutan berbentuk cair menjadi uap sehingga hanya menyisakan
larutan yang lebih padat atau kental. Prinsip kerja dari proses evaporasi
ini ialah dengan menambahkan kalor atau panas yang bertujuan untuk
memekatkan suatu larutan yang terdiri dari zat pelarut yang memiliki
titik didih yang rendah dengan pelarut yang memiliki titik didih yang
tinggi sehingga pelarut yang memiliki titik didih yang rendah akan
menguap dan hanya menyisakan larutan yang lebih pekat dan memiliki
konsentrasi yang tinggi. Sehingga dari hasil ekstrak kayu manis yang
kemudian di evaporasi didapatkan hasilnya minyak atsiri yang kental
kecoklatan.
Tahap yang ketiga ialah mengidentifikasi sinamaldehid dengan
KLT. Ekstrak kental (minyak atsiri) yang diproleh dari hasil evaporasi
kemudian dikeringkan, hal ini dikarenakan jika ekstrak tidak dikeringkan
pelarut yang digunakan dalam proses maserasi akan ikut terdeteksi dalam
plat KLT dan akan merusak proses pemisahan nantinya, karena proses
evaporasi tidak 100% memisahkan etyil acetat yang digunakan sehingga
masih ada kemungkinan terdapatnya etanol dalam ekstrak kental tersebut.
Proses KLT yang pertama ini bertujuan untuk mengetahui karakter
senyawa yang diproleh dari hasil ekstraksi dan untuk mengetahui eluen
yang tepat untuk melakukan proses pemisahan senyawa yang diduga n
nantinya. Prinsip kerja dari KLT ini adalah memisahkan sampel
berdasarkan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang yang
digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat
silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin
dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan
eluen atau yang biasa disebut dengan fase gerak. Untuk mengetahui eluen
yang sesuai untuk memisahkan senyawa sinamaldehid dilakukan tiga
kali. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui prcobaan pertama
yang menggunakan n- hexana : klorofom (1:1) terlihat hasil
pemisahannya antara spot yang diduga sinamaldehid memiliki jarak yang
terlalu dekat dengan batas akhir plat KLT dan memiliki beberapa spot hal
ini akan membuat proses pemisahan akan sulit kareana pelarut yang
digunakan terlalu non polar sehingga senyawa sinamaldehid yang
bersifat polar juga akan cendrung sulit untuk terbawa oleh n- hexana :
klorofom (1:1), sehingga proses pemisahan akan sulit nantinya. Di
lakukan KLT yang kedua dengan perbandingan n- hexana : klorofom
(7:3), Pada percobaan KLT yang kedua masih terbilang belum tepat
untuk di jadikan eluen karena dilihat dari spot yang masih belum tepat
atau memiliki spot yang cukup banyak. Sehingga dicoba lagi dengan
merubah perbandingannya menjadi n- hexana : klorofom (9:1) sehingga
dapat di lihat dari hasil KLT ke-3 spot yang di hasilkan cukup bagus
karena memiliki satu spot di bagian tengah, hal ini bisa dijadikan acuan
selanjutnya dalam melakukan pemisahan mengguanan kromatografi
kolom untuk mengisolasi senyawa sinamaldehid dalam kayu manis
tersebut.
Proses selanjutnya iaalah pemisahan sinamaldehid dengan kolom
kromatografi. Pada proses ini dilakukan dengan cara melarutkan Kristal
silica gel yang berupa bubuk berwarna putih dengan larutan kloroform
sebanya 25 gram secara bertahap dengan tujuan agar kristal silica gel
dapat larut secara sempurna. Setelah semua pelarut sudah dicampur dan
membentuk lumpur berwarna putih susu kemudian dimasukkan silica
atau lumpur silica tersebut kedalam kolom pemisah yang sebelumnya
buret tersebut sudah disumbat dengan kapas dan sedikit tisu pada bagian
ujungnya. Bagian ujung kolom pemisah diletakkan kapas burtujuan agar
saat dilakukan elusi larutan Kristal silica gel tidak ikut keluar dari kran
sehingga yang keluar hanya kloroform yang berperan sebagai fasa gerak
yang dapat membuat kristal silica yang bertindak sebagai fasa diam
menjadi semakin padat. Pada saat dilakukan elusi bagian dinding kolom
pemisah harus sedikit diketuk-ketuk menggunakan tangan agar padatan
yang terbentuk tetap rapi dan padat sehingga tidak ada udara yang
melewati kolom tersebut serta krannya dibiarkan tetap dalam keadaan
sedikit terbuka agar eluen yang keluar tetap bisa dikontrol. Saat
dilakukan elusi ini antara kristal silica gel dan kloroform terpisah yang
ditandai dengan terpisahnya larutan yang berwarna bening diatas fasa
diam yang berupa padatan putih. Hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan kepolaran antara pelarut non polar kloroform dengan kristal
silica gel yang bersifat polar. Pelarut kloroform yang bertindak sebagai
fasa gerak terus keluar melalui keran melewati silica gel, kemudian
larutan yang ditampung dibawah keran kemudian dimasukkan kembali
kedalam kolom pemisah yang bertujuan untuk membuat fasa diam (silika
gel) semakin padat dikarenakan semakin banyak pelarut yang
ditambahkan dan mengalir melewati fasa diam maka tekanan yang
didapatkan akan semakin besar sehingga fasa diam akan semakin padat.
Selanjutnya dilakukan pengisisan cuplikan atau sampel kedalam
kolom, sebelum memasukkan sampel kedalam kolom pelarut yang
digunakan sebelumnya diganti menggunakan eluen yang sudah diuji
sebelumnya yaitu larutan n- hexana : klorofom (9:1), hal ini bertujuan
agar sampel yang dimasukkan nantinya dapat dipisahkan dengan baik
senyawa sinamaldehid yang ingin diisolasi. Namun dalam hal ini, eluen
dengan perbandingan 9:1, pada saat melakukan kolom terjadi
perlambataan penurunan senyawa sehingga digganti eluan yang di
gunakan dengan 7:3 sehingga lebih mempercepat terjadinya penurunan
senyawa pada saat kolom. Namun setelah dilakukan pergantian eluan
membuat hasil isolasi kurang murni berdasarkan hasil KLT yang
dilakukan sehingga di lakukan kolom pipet kembali dari hasil
kromotografi kolom dengan perbandingan 7:3. Hal ini terjadi karena
dimana bahwa memang eluen dengan perbandingan 9:1 agak lama dalam
penurunan senyawa pada saat kromotografi kolom namun hasil isolasi
yang di hasilkan besar kemungkinan dapat memurniakan. Eluen yang
bertindak sebagai fase gerak terus ditambahkan dan tetap ditampung hal
ini terus dilakukan hingga tinggi fasa diam terus menurun. Kemudian
fase organik yakni ekstrak sinamaldehid yang sudah dikeringkan
sebelumnya tadi di larutkan menggunakan eluen yang digunakan dan
kemudian dimasukkan kedalam kolom yang berisi fase diam tadi
sehingga tinggi fasa organik yang dialiri kira-kira setinggi 1 cm, setelah
itu dimasukkan lagi fase gerak yang bertujuan untuk membawa fase
organik. Eluen yang turun terus ditampung menggunakan gelas kimia
sampai warna kuning pada tabung kolom pisah mencapai bawah,
kemudian gelas kimia diganti menggunakan botol vial untuk menampung
larutan yang keluar. Penggunaan botol vial agar senyawa yang terisolasi
mudah untuk diidentifikasi. Proses penampungan dilakukan sampai
menghabiskan 99 buah botol vial. Warna pada setiap botol vial hampir
berbeda semua, hal ini menunjukkan dalam botol-botol vial tersebut
terdapat perbedaan senyawa yang tertampung atau kadar senyawa yang
terkandung. Kecepatan dalam proses pemisahan ini harus benar-benar
diperhatikan dimana kecepatan larutan saat keluar dari keran tidak boleh
terlalu cepat untuk menghindari bercampurnya senyawa yang dapat
keluar sehingga proses pemisahan dapat terganggu. Sebaiknya dalam
melakukan pemisahan menggunakan kromatografi kolom dilakukan tetes
demi tetes secara perlahan. Hal ini akan menghasilkan pemisahan yang
lebih akurat walau membutuhkan waktu yang cukup panjang. Selain
kecepatan aliran larutan jumlah eluen juga harus tetap diperhatikan agar
kolom tidak kering dan rusak eluen harus tetap ditambahkan selama
proses kolom berlangsung. Hasil tampungan yang diperoleh kemudian
didiamkan selama ± 24 jam, hal ini dilakukan untuk menguapkan pelarut
(eluen) yang digunakan dalam proses kolom. Eluen yang digunakan
berfungsi untuk membawa senyawa yang ada dalam sampel yang
diisolasi turun melalui keran kolom sehingga eluen yang digunakan juga
akan ikut turun kedalam botol penampungan bersaaman denga senyawa-
senyawa yang terisolasi didalammya. Sehingga dibutuhkan proses
penguapan untuk mengurangi dan kemudian menghilangkannya dari
senyawa yang hendak di isolasi.
Tahap selanjutnya dalam percobaan ini adalah mengientifikasi
sinamldehid dengan Kromatografi lapis tipis (KLT). Untuk mengetahui
apakah di dalam larutan yang ditampung dalam botol vial yang sudah di
uapkan tadi mengandung senyawa murni atau tidak maka dapat dilakukan
dengan cara menggunakan kromatografi lapis titis (KLT). Prinsipnya sama
dengan uji KLT yang dilakukan sebelum melakukan kromatografi kolom
sebelumnya tadi. Diman dalam uji ini proses KLT diambil 7 botol, botol
ke 30, 40, 50, 60, 70, 80 dan 90 yang ditotolkan pada satu lempeng plat
KLT besar secara bersamaan agar terlihat jelas perbedaan atau persamaan
spot yang terbentuk pada keempat botol tersebut. Yang kemudian dielusi
dalam larutan eluen yang digunakan dalam koratografi kolom tadi yaitu n-
hexana : klorofom dengan perbandingan (7:3). Dari hasil pengamatan
berdasarkan spot yang di hasilkan dari semua botol yang di lakukan KLT
tidak ada satupun yang kemumgkinan murni senyawa sinamaldehid.
Namun dalam hal ini, botol 40 di perkirakan akan menghampiri kemurnian
sinamaldehid akan tetatpi masih ada campuran senyawa lain yang dapat di
lihat dari spot yang di hasilkan sehingga di lakukan kembali kromotografi
kolom pipet untuk memurnikan yang di perkirakan masih ada campuran
pada botol ke 39, 40 dan 41. Kromotografi kolom pipet memiliki prinsip
yang sama dengan kromotografi kolom. Dilakukan KLT seperti biasa unuk
menentukan eluen yang akan di gunakan untuk krmotografi kolom pipet.
Dilakukan dua kali KLT dalam uji ini yakni n-hexana: klorofom dengan
perbandingan 7:3, namun terlihat pada hasil KLT spot yang di hasilkan
cukup banyak kemudian dengan n-hexana: klorofom dengan
perbandingan 9:1 sehingga di gunakan 9:1 sebagai eluen karena spot yang
di hasilkan cukup bagus yang memungkinkan akan dapat meenurunkan
senyawa sinamldehid. Kromotografi kolom pipet menghasilkan 45 botol
vial, kemudian di lakukan uji KLT untuk menentukan kemurnian
sinamldehid. Dalam hal ini di lakukan 3 kali uji KLT. KLT petama di
ambil botol ke 10, 20, 30, 40, dan 45 berdasarkan hasil KLT terlihat
bahwa pada botol 20 menghasilkal spot satu yang cukup besar
kemungkinannya senyawa sinamaldehid murni sedangakan botol selain
botol 20 memiliki spot yang cukup banyak sehingga dapat di tentukan
memiliki masih banyak campuran senyawa. KLT kedua, dilakukan
identifikasi lebih lanjut pada botol 15, 20, dan 25 untuk mengidentifikasi
memiliki senyawa murni yang sama. Berdasarkan hasil KLT botol 15 dan
20 menghasilkan satu spot sehingga dapat di tentukan bahwa besar
kemungkinan terdapat senyawa sinamaldehid murni berbeda dengan botol
25 menghasilkan beberapa spot yang artinya masih memiliki beberapa
campuran senyawa. KLT ketiga di lakukan identifikasi kembali pada botol
20 dan berdasarkan hasil KLT menghasilkan spot satu sehingga di
nyatakanb bahwa botol 21 besar kemungkinan juga bahwa mengandung
senyawa sinamaldehid murni. Kromotografi kolom pipet menghasilkan 45
botol berdaasarkan hasil KLT dari 45 botol vial yang mengandung
senyawa sinamaldehid murni adalah botol ke 15, 20, dan 21.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan tujuan penelitian, hasil pengamatan dan pembahasan

maka dapat disimpulkan bahwa senyawa sinamaldehid dalam kayu manis

dapat diisolasi dengan cara maserasi kulit kayu manis kering dalam pelarut

etyil acetat yang kemudian dilanjutkan dengan proses penyaringgan,

pemisahan (evaporasi), pemisahan dengan kolom dengan eluen (:n-

heksana: kloroform) 9:1 dan diidentifikasi dengan menggunakan KLT.

Dari hasil kromotografi kolom pipet 45 botol vial, berdasarkan hasil KLT

bahwa pada botol ke 15,20 dan 21 terdapat senyawa murni sinamaldehid

dengan terlihat bahwa memiliki satu spot yang barati bahwa senyawa

sinamaldehid murni.

B. SARAN

Untuk praktikum selanjutnya lebih baik di lakukan lebih teliti,

persiapan yang baik sehingga dapat memperkecil terjadinya kesaalahan

pada saat praktikum dan alat yang di siapkan juga harus memadai dan

cukup agar kami yang melakukan praktikum tidak saling meenunggu dan

menyebabkan kami keterlambatan dalam melakukan praktikum, terima

kasih atas bimbingannya pak.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim b. 1986. Sediaan Galenik . Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Emilda. 2018. Efek Senyawa Bioaktif Kayu Manis Cinnamomum burmanii Nees
EX. BL) Terhadap Diabetes Melitus: Kajian Pustaka. Jurnal Fitofarmaka
Indonesia. Vol. 5 No.1.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerbit Itb. Bandung.
Haqiqi, Sohibul Himam. 2009. Kromatografi Lapis Tipis . (Cited: 2019 maret,
27). Available from: http://d4him.files.wordpress.com /2009/02/paper-
kromatografi-lapis-tipis.pdf
Kusmiati, dkk. 2015. Isolasi Lutein dari Bunga Kenikir (Tagetes erecta L.) dan
Identifikasi Menggunakan Fourier Transformed Infra Red dan
Kromatografi Cair Spektrometri Massa. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia. Vol. 13, No.2.
Kusmardiyani, Siti dan Nawawi As'ari. 1992. Kimia Bahan Alam.Yogyakarta:
Pusat antar Universitas Bidang Ilmu Hayati

Ngadiwiyana., Ismiyarto., A.P, Nor Basid., R.S, Purbowatiningrum. 2011. Potensi


Sinamaldehid Hasil Isolasi Minyak Kayu Manis Sebagai Senyawa
Antidiabetes. Majalah Farmasi Indonesia. Vol. 22 No. 1 : 9-14.
Prasetya, Nor Basid Adiwibawa., Ngadiwiyana. 2006. Identifikasi Senyawa
Penyusun Minyak Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum cassia)
menggunakan GC-MS. Jurnal Kimia Sains. Vol. 9 No. 3 Desember 2006.
Rismunandar. 2001. Kayu Manis Budidaya dan Pengolahan. Depok : PT. Penebar
Swadaya.
Sinta, Endro & Anjani P. 2008. Pengaruh Konsentrasi Alcohol dan Waktu
Ekstraksi Terhadap Ekstraksi Tannin dan Natrium Bisulfat dari Kulit
Buah Manggis. Makalah Seminar Nasional Soebadjo Brotohardjono.
Surabaya. Hal 31- 44.
Wasia, Nurul Hikmatun., Sudarma, I Made., Savalas, Lalu Rudyat Telly., Hakim,
Aliefman. 2011. Isolasi Senyawa Sinamaldehid dari Batang Kayu Manis
(Cinnamomum burmani) dengan Metode Kromatografi Kolom. Jurnal Pijar
MIPA. Vol.12 No. 2 September 2017 : 91-94. ISSN 2410-1500.

Anda mungkin juga menyukai