Anda di halaman 1dari 17

RESUME FILSAFAT HUKUM

Tugas ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :


“Filsafat Hukum”

Dosen Pengampu:
H. Ilham Thohari M.fil.hum

Di Susun Oleh:
Didik Agustina (931110111)

JURUSAN SYARIAH
PRODI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2012
BAB 1

A. Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu Philoshopia. Philo atau
Philein berarti cinta, Shopia berarti kebijaksanaan. Gabungan kedua kata
tersebut berarti cinta kebijaksanaan. Philoshopos berarti kebijaksanaan.
Dalam bahasa Arab disebut Failasuf, kemudian ditransfer kedalam bahasa
Indonesia menjadi Failasuf atau Filsuf.1
Antara falsafah dengan sejarah tidak dapat dipisahkan, karena
sejarah falsafah merupakan falsafah itu sendiri. Ketika satu demi satu ilmu
pengetahuan memisahkan diri dari induknya yaitu filsafat, akhirnya sisa
dua bidang yang tetap melekat pada filsafat : apa yang dapat aku ketahui
dan apa yang dapat aku kerjakan.

B. Pengertian Hukum
Bagi mahasiswa yang baru belajar tentang hukum tentu sangat
bermanfaat jika disodori definisi atau pengertian hukum sebelum
mengetahui dan mempelajari filsafat hukum.
MacIver menggambarkan masyarakat sebagai sarang laba-laba, karena
di dalamnya terdapat berbagai kaidah yang mengatur hubungan
antarindividu yang bertujuan untuk menciptakan kedamaian, ketertiban,
dan kesejahteraan. Kaidah/norma sengaja diciptakan agar tidak terjadi
benturan-benturan dalam masyarakat, terutama anatara kepentingan-
kepentingan yang saling berlawanan. Dengan adanya kepentingan-
kepentingan yang berbeda dan saling berlawanan, terciptalah 4 (empat)
kaedah/norma, yaitu: kaedah kepercayaan (keagamaan), kaedah
kesusilaan, kaedah sopan santun (adat), dan kaedah hukum. Dari ke-4
kaedah/norma tersebut hanya kaedah hukum-lah yang lebih melindungi
kepentingan-kepentingan manusia yang sudah dan belum mendapat
perlindungan dari ketiga kaedah tersebut, dengan alasan sebagai berikut:

1
Zainudin Ali , Filsafat Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika 2006) hal 1

1
a. Dari segi tujuan, kaedah hukum ditujukan kepada pelaku yang
konkrit, untuk ketertiban masyarakat, agar jangan sampai jatuh
korban.
b. Dari segi isi, kaedah hukum ditujukan kepada sikap lahir.
c. Dari segi asal-usul, berasal dari kekuasaan luar yang memaksa.
d. Dari segi sanksi, berasal dari masyarakat secara resmi.
e. Dari segi daya kerja, membebani kewajiban dan memberikan hak.

C. Pengertian Filsafat Hukum


Pengertian filsafat hukum bermacam macam menurut beberapa ahli
hukum dengan rumusan yang berbeda antara lain :
a. Mr. Soetika
Filsafat hukum adlah mencari hakikat dari hukum, dia ingin
mengetahui apa yang di balik hukum, mencari apa yang
tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah
hukum sebagai pertimbangan nilai, postulat (dasar-dasar) sampai
dengan dasar-dasarnya, ia berusaha mencapai akar-akar dari
hukum.2
b. Mahadi
Filsafat hukum adalah falsafah tentang hukum, falsafat tentang
segala sesuatu di bidang hukum sampai akar-akarnya secara
mendalam.

D. Ruang Lingkup
Para filsuf masa dahulu menjadikan tujuan hukum sebagai objek
kajian dalam filsafat hukum.

2
Soetikno, filsafat hukum, (Jakarta: pradnya paramita, 1997 )hal 2

2
a. Menurut objek
 Ada-umum (fils. ada-umum, ontologia, metaphysica generalis)
Ada a. Ada-mutlak (filsafat ada-mutlak, theodicea)
 Ada-khusus - Alam (filsafat alam, kosmologia

1. F.manusia(anthropologia)
b. Tidak-ada mutlak
- Manusia 2. Fils. tingkah laku (ethica)
3. F. budi (logika mayor & minor)
b. Menurut Subjek:
 Logika Mayor & Minor
Soal Pengetahuan
 Anthropologia
 Ontologia
 Theodicea
Soal Ada
 Kosmologia
 Anthropologia
Soal Penilaian Ethica

E. Manfaat Filsafat Hukum


Setiap bidang ilmu mempunyai bagi kehidupan manusia. Manfaat
Filsafat hukum yaitu dapat menjelaskan secara praktis peran hukum
dalam pembangunan yang berfokus pada ajaran sociological
jurisprudensi dan legal realisme.3
Karena filsafat hokum memiliki empat sifat yang membedakan
dengan ilmu-ilmu lain. Yaitu: Pertama , filsafat memiliki karakteristik
yang bersifat menyeluruh. Dengan cara berfikir holistik, maka setiap

3
H. Lili rasyidi, op.ciit., hal 43

3
orang yang mempelajari Filsafat Hokum diajak untuk berwawasan luas
dan terbuka. mereka diajak untuk menghargai pemikiran, pendapat, dan
pendirian orang lain. Kedua, filsafat hokum juga memiliki sifat yang
mendasar. Yaitu dalam menganalisis suatu masalah, kita diajak untuk
berfikir kritis dan radikal. Ketiga, sifat filsafat yang spekulatif yang
mengajak mempelajari filsafat hokum untuk berfikir inovatif, yaitu selalu
mencari sesuatu yang baru. Keempat, sifat filsafat yang reflektif kritis
yaitu berguna untuk membimbing kita menganalisis masalah-masalah
hokum secara rasional.

BAB 2

A. Sejarah Filsafat Hukum Pada Zaman Yunani (Kuno)


Berbicara sejarah tidak akan terlepas dari dimensi waktu, karena
waktu yang sangat menentukan terjadinya sejarah, yaitu dimensi waktu
yang terdiri waktu pada masa lampau, sekarang, dan masa depan. Hal ini
berlaku juga pada saat membicarakan sejarah perkembangan filsafat
hukum yang diawali dengan zaman Yunani (Kuno).4
Pada zaman Yunani hiduplah kaum bijak yang disebut atau dikenal
dengan sebutan kaum Sofis. Kaum sofis inilah yang berperan dalam
perkembangan sejarah filsaft hukum pada zaman Yunani. Tokoh-tokoh
penting yang hidup pada zaman ini, antara lain: Anaximander, Herakleitos,
Parmenides, Socrates, Plato, dan Aristoteles. Para filsuf alam yang
bernama Anaximander (610-547 SM), Herakleitos (540-475 SM), dan
Parmenides (540-475 SM) tetap meyakini adanya keharusan alam ini.
Untuk itu diperlukan keteraturan dan keadilan yang hanya dapat diperoleh
dengan nomos yang tidak bersumber pada dewa tetapi logos (rasio).
Anaximander berpendapat bahwa keharusan alam dan hidup kurang
dimengerti manusia. Tetapi jelas baginya, bahwa keteraturan hidup

4
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1993.

4
bersama harus disesuaikan dengan keharusan alamiah. Apabila hal ini
terjadi, maka timbullah keadilan (dike).
Kondisi masyarakat pada saat kaum sofis ini hidup sudah
terkonsentrasi ke dalam polis-polis. Kaum sofis tersebut menyatakan
bahwa rakyat yang berhak menentukan isi hukum, dari sini mulai dikenal
pengertian demokrasi, karena dalam negara demokrasi peranan warga
negara sangat besar pengaruhnya dalam membentuk undang-undang.
Dengan kata lain, kaum sofis tersebut berpendapat bahwa kebenaran
objektif tidak ada, yang ada hanyalahkebenaran subjektif, karena
manusialah yang menjadi ukuran untuk segala-galanya.
Tetapi Socrates tidak setuju dengan pendapat yang demikian ini.
Socrates berpendapat bahwa hukum dari penguasa (hukum negara) harus
ditaati, terlepas dari hukum itu memiliki kebenaran objektif atau tidak. Ia
tidak menginginkan terjadinya anarkisme, yakni ketidakpercayaan
terhadap hukum. Ini terbukti dari kesediaannya untuk dihukum mati,
sekalipun ia meyakini bahwa hukum negara itu salah. Dalam
mempertahankan pendapatnya, Socrates menyatakan bahwa untuk dapat
memahami kebenaran objektif orang harus memiliki pengetahuan
(theoria). Pendapat ini dikembangkan oleh Plato murid dari Socrates.
Plato berpendapat bahwa penguasa tidak memiliki theoria sehingga
tidak dapat memahami hukum yang ideal bagi rakyatnya, sehingga hukum
ditafsirkan menurut selera dan kepentingan penguasa. Oleh karena itu,
Plato menyarankan agar dalam setiap undang-undang dicantumkan dasar
(landasan) filosofisnya. Tujuannya tidak lain agar penguasa tidak
menafsirkan hukum sesuai kepentingannya sendiri. Pemikiran Plato inilah
yang menjadi cerminan bayangan dari hukum dan negara yang ideal.
Aristoteles, murid dari Plato tidak sependapat dengan Plato. Aristoteles
berpendapat bahwa hakikat dari sesuatu ada pada benda itu sendiri.
Pemikiran Aristoteles sudah membawa kepada hukum yang realistis.
Menurut Aristoteles, manusia tidak dapat hidup sendiri karena manusia

5
adalah mahkluk yang bermasyarakat (zoon politikon). Oleh karena itu,
perlu ketaatan terhadap hukum yang dibuat penguasa polis.
Hukum yang harus ditaati dabagi menjadi dua, yakni hukum alam
dan hukum positif. Dari gagasan Aristoteles ini, pengertian hukum alam
dan hukum positif muncul, kedua hukum tersebut memiliki pengertian
yang berbeda. Menurut Aristoteles, hukum alam ditanggapi sebagai suatu
hukum yang selaluberlaku dan di mana-mana, karena hubungannya
dengan aturan alam, sehingga hukum tidak pernah berubah, lenyap dan
berlaku dengan sendirinya.5
B. Sejarah Filsafat Hukum Pada Zaman Pertengahan
Perkembangan sejarah filsafat hukum pada zaman pertengahan
dimulai sejak runtuhnya kekuasaan kekaisaran Romawi pada abad ke-5
SM (masa gelap/the dark ages) yang ditandai dengan kejayaan agama
Kristen di Eropa (masa scholastic), dan mulai berkembangnya agama
Islam. Sebelum ada zaman pertengahan terdapat suatu fase yang disebut
dengan Masa Gelap, terjadi pada saat Kekaisaran Romawi runtuh
dihancurkan oleh suku-suku Germania, sehingga tidak ada satupun
peninggalan peradaban bangsa Romawi yang tersisa, sehingga masa ini
dikenal sebagai masa gelap.
Tokoh-tokoh filsafat hukum yang hidup di zaman ini, antara lain
Augustinus (354-430) dan Thomas Aquino/Thomas Aquinas (1225-
1275). Dalam perkembangannya, pemikiran para filsuf di zaman
pertengahan tidak terlepas dari pengaruh filsuf pada zaman Yunani,
misalnya saja Augustinus mendapat pengaruh dari Plato tentang
hubungan antara ide-ide abadi dengan benda-benda duniawi. Tentu saja
pemikiran Augustinus bersumber dari Tuhan atau Budi Allah yang
diketemukan dalam jiwa manusia.

Sedangkan Thomas Aquinas sebagai seorang rohaniwan Katolik telah


meletakkan perbedaan secara tegas antara hukum-hukum yang berasal

5
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1993.

6
dari wahyu Tuhan (Lex Aeterna), hukum yang dijangkau akal budi
manusia (Lex Divina), hukum yang berdasarkan akal budi manusia (Lex
Naturalis), dan hukum positif (Lex Positivis). Pembagian hukum atas
keempat jenis hukum yang dilakukan oleh Thomas Aquinas nantinya
akan dibahas dalam pelbagai aliran filsafat hukum pada bagian lain dari
tulisan ini.
C. Sejarah Filsafat Hukum Pada Zaman Modern
Pada zaman ini para filsuf telah meletakkan dasar bagi hukum yang
mandiri, yang terlepas sama sekali dari hukum abadi yang berasal dari
Tuhan. Tokoh-tokoh yang berperan sangat penting pada abad
pertengahan ini, antara lain: William Occam (1290-1350), Rene
Descartes (1596-1650), Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-
1704), George Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-1776), Francis
Bacon (1561-1626), Samuel Pufendorf (1632-1694), Thomasius (1655-
1728), Wolf (1679-1754), Montesquieu (1689-1755), J.J. Rousseau
(1712-1778), dan Immanuel Kant (1724-1804). Zaman modern ini juga
disebut Renaissance. Terlepasnya alam pikiran manusia dari ikatan-
ikatan keagamaan menandai lahirnya zaman ini. Tentu saja zaman
Renaissance membawa dampak perubahan yang tajam dalam segi
kehidupan manusia, perkembangan teknologi yang sangat pesat,
berdirinya negara-negara baru, ditemukannya dunia-dunia baru, lahirnya
segala macam ilmu baru, dan sebagainya.
Demikian juga terhadap dunia pemikiran hukum, rasio manusia tidak lagi
dapat dilihat sebagai penjelmaan dari rasio Tuhan, sehingga rasio
manusia sama sekali terlepas dari ketertiban ketuhanan. Rasio manusia
ini dipandang sebagai satu-satunya sumber hukum. Pandangan ini jelas
dikumandangkan oleh para penganut hukum alam yang rasionalistis dan
para penganut faham positivisme hukum.

7
D. Sejarah Filsafat Hukum Pada Zaman Sekarang
Yang dimaksud dengan zaman sekarang dimulai pada abad ke-19.
Filsafat hukum yang berkembang di zaman modern berbeda dengan
filsafat hukum yang berkembang pada zaman modern. Jika pada zaman
modern berkembang rsionalisme, maka pada zaman sekarang
rasionalisme yang berkembang dilengkapi dengan empirisme, seperti
Hobbes. Namun, aliran ini berkembang pesat pada abad ke-19, sehingga
faktor sejarah juga mendapat perhatian dari para pemikir hukum pada
waktu itu, seperti Hegel (1770-1831), Karl Marx (1818-1883), juga von
Savigny sebagai pelopor mazhab sejarah.
Hegel merupakan tokoh utama dalam idealisme Jerman, ia
merupakan penerus rasionalisme yang dikembangkan oleh Immanuel
Kant. Menurut Hegel, rasio tidak hanya rasio individual melainkan juga
rasio Keilahian. Teorinya disebut Dialektika, yang popularitasnya
mengalahkah ahli pikir di zamannya, seperti J.F. Fichte (1762-1814) dan
F.W.J. Schelling (1775-1854).
Menurut teori dialektika Hagel, setiap fase dalam perkembangan
dunia merupakan rentetan dari fase berikutnya, artinya setiap pengertian
mengandung lawan dari pengertian itu sendiri. Perkembangan dari yang
ada kepada yang tidak ada atau sebaliknya mengandung katagori yang
ketiga, yaitu akan menjadi. Tritunggal tersebut terdiri dari these-
antithese-synthese, yang pada akhirnya dari setiap synthese merupakan
titik tolak dari tritunggal yang baru.

BAB 3:

A. Aliran Hukum Alam:


Aliran ini berpendapat bahwa hukum berlaku universal (umum). Menurut
Friedman, aliran ini timbul karena kegagalan manusia dalam mencari keadilan
yang absolut, sehingga hukum alam dipandang sebagai hukum yang berlaku
secara universal dan abadi.

8
Gagasan mengenai hukum alam didasarkan pada asumsi bahwa melalui
penalaran, hakikat mahkluk hidup akan dapat diketahui dan pengetahuan
tersebut menjadi dasar bagi tertib sosial serta tertib hukum eksistensi manusia.
Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja dibentuk oleh
manusia.
1) Yang Irrasional.
Aliran ini berpendapat bahwa hukum yang berlaku universal dan abadi
bersumber dari Tuhan secara langsung
2) Yang Rasional.
Sebaliknya, aliran ini mengatakan bahwa sumber dari hukum yang
universal dan abadi adalah rasio manusia.

B. Aliran Hukum Positif


Aliran Positifisme menganggap bahwa keduanya hukum dan moral dua
hal yang harus
dipisahkan.
1) Analitis.
pendasarnya adalah John Austin.
Ada empat unsure penting menurut Austin dinamakan sebagai hukum;
-Ajarannya tidak berkaitan dengan penelitian baik-buruk, sebab penelitian
ini berada
di luar bidang hukum.
-Kaidah moral secara yuridis tidak penting bagi hukum walaupun diakui
ad
pengaruhnya pada masyarakat.
-Pandangannya bertentangan baik dengan ajaran hukum alam maupun
dengan mazhab
sejarah.
-Masalah kedaulatan tak perlu dipersoalkan, sebab dalam ruang lingkup
hubungan
politik sosiologi yang dianggap suatu yang hendak ada dalam kenyataan.

9
2) Murni.
dipelopori oleh Hans Kelsen. Latar belakan ajaran hukummurni
merupakan suatu pemberontakan terhadap ilmu idiologis, yaitu
mengembangkanhukum sebagai alat pemerintah dalam negara totaliter.
Dan dikatakan murni karenahukum harus bersih dari anasir-anasir yang
tidak yuridis yaitu anasir etis, sosiologis, politis, dan sejarah. Maka
menurut Hans Kelsen hukum itu berada dalam dunia sollen´dan bukan
dalam dunia sain´. Sifatnya adalah hipotetis, lahir karena kemauan dan
akal manusia.

C. Aliran Utilitarianisme.
D. Madzhab Sejarah.
E. Sociological Jurisprudence.
F. Pragmatic Legal Realism.

BAB 4

A. hakikat Filsafat Hukum


Pembahasan mengenai tujuan hukum tidak lepas dari sifat hukum dari
masing-masing masyarakat yang memiliki karakteristik atau kekhususan
karena pengaruh falsafah yang menjelma menjadi ideologi masyarakat
atau bangsa yang sekaligus berfungsi sebagai cita hukum.
Dari landasan teori yang dikemukakan di atas terlihat dengan jelas
perbedaan-perbedaan pendapat dari para ahli tentang tujuan hukum,
tergantung dari sudut pandang para ahli tersebut melihatnya, namun
semuanya tidak terlepas dari latar belakang aliran pemikiran yang mereka
anut sehingga dengannya lahirlah berbagai pendapat yang tentu saja
diwarnai oleh aliran serta faham yang dianutnya.
Adapun tujuan hukum pada umumnya atau tujuan hukum secara
universal yaitu menggunakan asas prioritas sebagai tiga nilai dasar hukum
atau sebagai tujuan hukum, masing-masing: keadilan, kemanfaatan dan

10
kepastian hukum sebagai landasan dalam mencapai tujuan hukum yang
diharapkan.
Secara khusus masing-masing jenis hukum mempunyai tujuan spesifik,
sebagai contoh hukum pidana tentunya mempunyai tujuan spesifik
dibandingkan dengan hukum perdata, demikian pula hukum formal
mempunyai tujuan spesifik jika dibandingkan dengan hukum materil, dan
lain sebagainya.
Menurut Prof.Muchsin, pada hakekatnya hukum merupakan alat atau
sarana untuk mengatur dan menjaga ketertiban guna mencapai suatu
masyarakat yang berkeadilan dalam menyelengarakan kesejahtraan sosial
yang berupa peraturan-peraturan yang bersifat memaksa dan memberikan
sangsi bagi yang menyelengarakannya, baik itu untuk mengatur
masyarakat ataupun aparat pemerintah sebagai penguasa.
Ditambahkan pula oleh Prof. Muchsin, bahwa konsep dasar serta tujuan
hukum hanyalah berbicara pada dua konteks persoalan saja :
1. Konteks yang pertama adalah keadilan yang menyakut tentang
kebutuhan masyarakat akan rasa keadilan di tengah sangking banyaknya
dinamika dan konflik di tengah masyarakat.
2. Konteks yang kedua adalah aspek legalitasmenyakut apa yang
disebut dengan hukum positif, yaitu sebuah aturan yang ditetapkan oleh
sebuah kekuasaan negara yang sah dalam pemberlakuannya dapat
dipaksakan atas nama hukum.
Dua konteks persoalan tersebut di atas seringkali terjadi benturan, diman
hukum positif tidak menjamin sepenuhnya rasa keadilan, dan sebaliknya
rasa keadilan seringkali tidak memiliki kepastian hukum. Untuk mencari
jalan tengahnya komprominya adalah bagaimanabagaiman agar semua
hukum positif ada dan hadir selalu merupakan cermin dari rasa keadilan.

11
BAB 5

A. Hak dan Kewajiban Sebagai Warga Negara Indonesia


Berikut ini adalah beberapa contoh hak dan kewajiban kita sebagai rakyat
Indonesia. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu
sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi
untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai
permasalahan di kemudian hari.
Namun biasanya bagi yang memiliki banyak uang atau tajir bisa memiliki
tambahan hak dan pengurangan kewajiban sebagai warga negara kesatuan
republik Indonesia.
a. . Contoh Hak Warga Negara Indonesia
1. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum
2. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak
3. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum
dan di dalam pemerintahan
4. Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan
agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai
5. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
6. Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan
Indonesia atau nkri dari serangan musuh
7. Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan
berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan
sesuai undang-undang yang berlaku
b. Contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia
1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam
membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan
musuh
2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah
ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)

12
3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar
negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan
dengan sebaik-baiknya
4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap
segala hukum yang berlaku di wilayah negara indonesia
5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk
membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke
arah yang lebih baik.

B. HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PASAL 30 UUD 1945


Hak dan kewajiban, kedua kata tersebut sudah sangat sering di dengar oleh
seluruh manusia, di setiap gerak-gerik kehidupan hak dan kewajiban selalu
dituntut untuk dipenuhi, di dalam hukum hak dan kewajiban diatur dalam
pasal 30 UUD 1945. Namun sebelum membahas lebih lanjut mengenai hak
dan kewajiban berdasarkan pasal tersebut saya akan menjabarkan pengertian
hak dan kewajiban secara umum.Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi
milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan
sebagainya.
Kewajiban : Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung
jawab.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang
diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
Ke dua hal tersebut sangat berkaitan erat seseorang yang melakukan
kewajibannya dengan baik pasti menuntut hak yang baik pula, begitu pula
sebaliknya kedua hal tersebut sama hal nya seperti sisi mata uang logam yang
selalu terkait dan tak terpisahkan.
Sedang pengertian hak dan kewajiban di dalam pasal 30 UUD 1945
disebutkan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha untuk mempertahankan
keamanan Negara tersebut dilaksanakan melalui system pertahanan dan

13
keamanan rakyat yang dilakukan oleh TNI (Tenaga Nasional Indonesia) dan
pihak Kepolisian yang berperan sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai
kekuatan pendukung,
jadi di dalam pasal ini untuk mempertahankan keamanan Negara tidaklah
hanya di bebankan kepada para aparat penegak hukum tetapi masyarakatpun
harus ikut terlibat di dalamnya, karena tanpa ada nya timbal balik untuk saling
menjaga Negara Indonesia ini tidaklah akan aman begitu saja.

BAB 6
Mungkin dengan mudah menyatakan bahwa paradigma
pembangunanisme dan stabilisasi politik ekonomi dengan cara-cara
kekerasan selama rezim Soeharto tidaklah mencerminkan penghormatan,
perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia. Penculikan, intimidasi,
penyiksaan, pembunuhan, pembantaian massal, adalah sederetan cara
kekerasan yang dominan terjadi ketika rakyat menolak atau melawan
kebijakan dan paradigma negara Orde Baru. Stigmatisasi “anti
pembangunan” atau “antek PKI” demikian mudah meluncur dari mulut
birokrat maupun politisi untuk menghajar rakyat, sehingga banyak sekali
kekerasan secara sistematik, baik menggunakan peradilan maupun tanpa
peradilan, seperti banyaknya penghilangan dan pembunuhan di luar proses
peradilan (extra-judicial killings). Sakralisasi UUD 1945, peradilan beserta
institusi hukum lainnya menjadi alat kekerasan, hukum diproduksi untuk
pemenuhan kepentingan penguasa dan sekaligus menyingkirkan rakyat,
kebebasan berekspresi ditekan dan sangat dibatasi. Kekerasan negara telah
menjadi bagian dari paradigmanya.
Kini situasinya ‘berbalik’, lebih-lebih pasca amandemen UUD 1945.
Desakralisasi UUD 1945 dengan empat kali amandemen, program
reformasi peradilan didukung banyak pihak, termasuk secara politik dan
didanai sejumlah lembaga donor asing, hukum-hukum represif telah
banyak yang dicabut dan digantikan dengan sejumlah perundang-
undangan yang lebih terbuka proses pembentukannya, kran kebebasan

14
berekspresi kini relatif terbuka cukup lebar, dan (apalagi) ditopang oleh
banyaknya pasal-pasal hak asasi manusia. Jimly Asshidiqqie menegaskan
bahwa secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan
tentang hak-hak asasi manusia telah diadopsikan ke dalam sistem hukum
dan konstitusi Indonesia itu berasal dai berbagai konvensi internasional
dan deklarasi universal hak asasi manusia serta berbagai instrumen hukum
internasional lainnya.
Kekerasan negara seakan telah berkurang, meskipun sesungguhnya masih
saja kerap terjadi, termasuk pelanggengan impunitas. Dalam konteks
demikian, nampak jelas bahwa politik hak asasi manusia pasca
amandemen UUD 1945 yang dibangun pemerintah inkonsisten dalam
implementasinya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Darmodiharjo, Darji & Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan


Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1995.

Huijbers, Theo, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit Kanisius,


Yogyakarta, 1993.

Soetiksno, Filsafat Hukum, Bagian I, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta,


1997.
Ali, Zainudin , Filsafat Hukum, Jakarta: Sinar Grafika 2006

16

Anda mungkin juga menyukai