PUBLICATION MANUSCRIPT
Disusun Oleh:
Disusun Oleh:
Alsa Billah Septiva
14/367415/KU/17274
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
GAMBARAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN KESEHATAN BAGI IBU
TERKAIT OPTIMALISASI TUMBUH KEMBANG BALITA DI KECAMATAN SAPTOSARI
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
YOGYAKARTA
INTISARI
Latar Belakang: Sebuah penelitian menyatakan lebih dari 200 juta anak usia di bawah lima tahun di
negara berkembang berisiko tidak dapat memenuhi potensi tumbuh kembangnya. Ibu berperan sangat
penting dalam praktik pengasuhan balita. Namun, fakta saat ini banyak ibu belum melaksanakan praktik
pengasuhan balita dengan maksimal. Pendidikan kesehatan pada ibu akan meningkatkan pengetahuan
ibu terhadap pengasuhan balita dan mengurangi kesalahan dalam megasuh dan meningkatkan tumbuh
kembang balita. Dalam merencanakan pendidikan kesehatan, hal pertama yang penting untuk dilakukan
yaitu menganalisis kebutuhan individu.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi gambaran kebutuhan pendidikan
kesehatan bagi ibu terkait optimalisasi tumbuh kembang balita usia 2-5 tahun di Saptosari, Gunungkidul.
Metode: Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subyek
penelitian berjumlah 6 orang, menggunakan snowball sampling dan analisis data berdasarkan Collaizi.
Hasil: Penelitian menggasilkan 4 tema pokok, antara lain: permasalahan terkait tumbuh kembang balita,
usaha ibu dalam menghadapi permasalahan balita, strategi berdasarkan pengalaman mendapatkan
pendidikan kesehatan, kebutuhan topik pendidikan kesehatan terkait optimalisasi tumbuh kembang
balita.
Kesimpulan: Permasalahan balita pada masa tumbuh kembang mencakup permasalahan makan, tidur,
psikososial, buang air besar dan kecil, pemahaman terkait faktor penyebab permasalahan psikososial
balita serta pemahaman terkait manfaat bermain untuk balita. Kemampuan ibu dalam mengakses dan
menerima informasi terkait pengasuhan balita masih tergolong minim. Informasi yang disampaikan
kepada ibu belum merata oleh karena keterbatasan teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM) terlatih.
Oleh karena itu, ibu dan kader balita menjadi fokus dalam pengembangan program pendidikan kesehatan
yang efektif.
Kata kunci: Balita 2-5 tahun, tumbuh kembang, ibu, pengasuhan balita, kebutuhan pendidikan
kesehatan.
1
Mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
2
Departemen Keperawatan Anak dan Maternitas Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
3
Departemen Keperawatan Anak dan Maternitas Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
DESCRIPTION OF HEALTH EDUCATION NEEDS FOR MOTHER
RELATED TO THE GROWTH AND DEVELOPMENT OPTIMIZATION OF CHILD IN
SAPTOSARI DISTRICT GUNUNGKIDUL DISTRICT
YOGYAKARTA
ABSTRACT
Background: A study shows that more than 200 million toddler in developing countries have a risk to
fulfill their growth potential. Mother is the most importance to practice toddler care. However, there are
many mothers haven’t do the best toddler care practice yet. Health education for mothers will increase
maternal knowledge and reduce the mistakes in caring and promoting growth and development. The
first step that important for planning health education is analyze the suit of individual needs.
Objective: This research was aimed to explore the description of health education needs for mothers
related to optimizing growth and development of child 2-5 aged in Saptosari, Gunungkidul.
Methods: This research was a qualitative type with a phenomenological approach. There were 6 subject
with snowball sampling and analyzing data using Collaizi method.
Results: The research showed that there were 4 themes such us: problems related to toddler growth,
mother's efforts in dealing with toddler problems, strategies based on the experience of getting health
education, health education topic needs related to the optimization of toddler growth and development.
Conclusion: Toddler problems that occur include eating, sleep, psychosocial, and defecation problems,
understanding the factors of causing psychosocial problems and understanding the benefits of playing
for children. The ability of mothers to access and receive information is still minimal. The information
hasn’t been evenly distributed due to limitations technology and human resources trained. Therefore,
both mothers and cadres being focused in developing effective health education programs.
Keywords: Child 2-5 aged, growth and development, motherhood, toddler care, health education
needs.
1
Undergraduated of Nursing Student, Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, University Gadjah Mada
2
Departemen of Maternity and Child Nursing, Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, University Gadjah
Mada
3
Departemen of Maternity and Child Nursing, Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, University Gadjah
Mada
PENDAHULUAN
Sebuah penelitian menyatakan lebih dari 200 juta anak usia dibawah lima tahun (balita) di negara
berkembang berisiko tidak dapat memenuhi potensi tumbuh kembang mereka. Faktor risiko yang terjadi
termasuk kemiskinan, kekurangan gizi, kesehatan yang buruk dan stimulasi yang tidak memadai
cenderung terjadi bersamaan1. Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh faktor genetik dan juga
lingkungan yang terdiri dari biofisio-psikososial. Ibu merupakan lingkungan yang paling dekat dengan
anak dan berperan penting dalam memenuhi kebutuhan dasar anak2. Tugas perawatan atau pengasuhan
anak yang diperankan ibu diantaranya yaitu menambah asupan makanan dalam masa kehamilan,
menyusui dan memberi makan anak, memberikan stimulasi psikososial dan dukungan untuk
perkembangan anak, melakukan persiapan makanan dan praktik penyimpanan makanan yang benar,
melakukan praktik kebersihan, merawat anak-anak selama masa penyakit dan adopsi praktik pencarian
kesehatan3. Namun, dalam pelaksanaannya masih banyak ibu yang belum melaksanakan tugas
pengasuhan atau perawatan anak dengan maksimal.
Keberhasilan pengasuhan ibu ditentukan oleh kepercayaan diri, efikasi diri, serta pengetahuan ibu
dalam mengasuh anak4. Pendidikan kesehatan pada ibu akan meningkatkan pengetahuan ibu terhadap
perawatan anak dan mengurangi kesalahan ibu atau caregiver dalam merawat serta meningkatkan
tumbuh kembang yang positif5. Dalam merencanakan promosi kesehatan, hal yang pertama kali
dilakukan yaitu dengan menganalisis kebutuhan. Pemberian promosi kesehatan yang sesuai kebutuhan
individu akan meningkatan keefektifan promosi kesehatan tersebut6.
Berdasarkan hasil penghitungan dengan metode Multidimensional Poverty Index (MPI)
menunjukkan bahwa Kabupaten Gunungkidul memiliki tingkat kemiskinan tertinggi di DIY yaitu
sebesar 34,01%7. Kemiskinan dikaitkan dengan pemberian makanan anak yang tidak memadai, sanitasi
dan kebersihan lingkungan yang buruk yang dapat menyebabkan meningkatnya infeksi dan angka
stunting pada anak, pendidikan ibu yang buruk, peningkatan stres dan depresi ibu, serta stimulasi yang
tidak memadai di rumah. Semua faktor tersebut secara merugikan dapat memengaruhi perkembangan
anak1. Berdasarkan studi pendahuluan di desa Kepek, Planjan, dan Krambilsawit, kecamatan Saptosari,
Gunungkidul didapatkan data bahwa permasalahan terkait tumbuh kembang balita yang paling banyak
terjadi adalah balita gizi kurang/buruk. Selain itu, terdapat permasalahan pengasuhan balita diantaranya
dalam mengatasi permasalahan psikososial anak, pemberian makan, praktik hygne, serta proses
pencarian informasi kesehatan. Penelitian terkait gambaran kebutuhan pendidikan kesehatan bagi ibu
masih jarang ditemukan di Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian terkait gambaran
kebutuhan pendidikan kesehatan bagi ibu terkait optimalisasi tumbuh kembang balita usia 2-5 tahun di
Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subyek
penelitian berjumlah 6 orang yang merupakan ibu yang memiliki balita usia 2-5 tahun dengan kriteria
eksklusi yaitu balita berkebutuhan khusus di wilayah kerja puskesmas Saptosari yang berada di
Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan teknik Snowball sampling. Peneliti memilih 2 partisipan awal hingga
mendapatkan 6 partisipan dengan saturasi data yaitu berdasarkan tingkat pendidikan, status pekerjaan
dan pengalaman menerima pendidikan kesehatan.
Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dengan dibantu
instrumen sederhana yaitu pedoman wawancara yang disusun oleh peneliti. Pengambilan data dilakukan
melalui wawancara langsung semi-structure secara mendalam dengan pertanyaan open-ended dan
observasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis Colaizzi.
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dengan nomor REF: KE/FK/1298/EC/2017.
Peneliti telah mendapat persetujuan dari partisipan dalam pengambilan data melalui penandatanganan
informed consent.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Karakteristik Partisipan
Karakteristik partisipan utama dalam penelitian ini berdasarkan saturasi data pendidikan terakhir,
pekerjaan dan pengalaman mendapatkan pendidikan kesehatan ditunjukkan dalam tabel 1. Disamping
itu, terdapat responden triangulasi yang terdiri dari tiga orang yang merupakan kader balita dan dua
orang yaitu ibu dari ibu balita. Kader balita berasal dari tiga dusun yang berada di desa Kepek dan
Planjan, kecamatan Saptosari, Gunungkidul.
Tabel 1. Karakteristik Partisipan Utama
No Inisial Usia Jumlah Pendidikan Pekerjaan Pengalaman
(Tahun) Anak Terakhir Mendapatkan
(Orang) Pendidikan
Kesehatan
1 R1 30 2 S1 Guru Tidak Rutin
Tetap (GTT) mengikuti
penkes
2 R2 23 1 SD IRT Rutin
mengikuti
penkes
3 R3 32 1 SD Petani Jarang
mengikuti
penkes
4 R4 25 1 S1 IRT Rutin
mengikuti
penkes
5 R5 25 1 SMP IRT Rutin
mengikuti
penkes
6 R6 31 2 S1 Guru Swasta Jarang
mengikuti
penkes
Berdasarkan hasil wawancara mendalam, observasi, serta triangulasi data, peneliti melakukan
analisis data hingga ditemukan 4 tema penelitian. Tabel 2 Menjelaskan terkait tema 1 yaitu
permasalahan-permasalahan terkait tumbuh kembang balita beserta kategori dan sub kategorinya.
Permasalahan-permasalahan terkait tumbuh kembang balita terdiri dari permasalahan makan,
permasalahan tidur, permasalahan psikososial, permasalahan buang air besar dan kecil, pemahaman ibu
terkait faktor penyebab permasalahan psikososial balita, dan pemahaman ibu terkait manfaat bermain
pada balita.
Tabel 2. Permasalahan – permasalahan terkait tumbuh kembang balita
Negativisme
Temper tantrum
sibling rivalry Permasalahan
Pemalu psikososial
Penakut
Permasalahan saat bermain
Tabel 4 menjelaskan terkait tema 3 yaitu strategi berdasarkan pengalaman mendapatkan pendidikan
kesehatan beserta kategori dan sub kategorinya. Strategi berdasarkan pengalaman mendapatkan
pendidikan kesehatan meliputi pengalaman ibu dalam mendapatkan pendidikan kesehatan, media dan
metode pendidikan kesehatan yang dibutuhkan ibu, faktor pendukung terlaksananya pendidikan
kesehatan, dan faktor penghambat terlaksananya pendidikan kesehatan.
Tabel 4. Strategi berdasarkan pengalaman mendapatkan pendidikan kesehatan
Tabel 5 menjelaskan terkait tema 4 yaitu kebutuhan topik pendidikan kesehatan terkait optimalisasi
tumbuh kembang balita beserta kategori dan sub kategorinya. Kebutuhan topik pendidikan kesehatan
terkait optimalisasi tumbuh kembang balita terdiri dari topik pendidikan kesehatan yang sudah pernah
didapatkan dan topik pendidikan kesehatan prioritas yang dibutuhkan ibu.
Tabel 5. Kebutuhan topik pendidikan kesehatan terkait optimalisasi tumbuh kembang balita.
Sub Kategori Kategori Tema
Tumbuh kembang anak Topik pendidikan Kebutuhan topik
Perawatan kesehatan kesehatan yang sudah pendidikan kesehatan
Gizi pernah didapatkan terkait optimalisasi
Praktik kebersihan diri anak tumbuh kembang
Pola asuh balita.
Mengatasi kesusahan BAB anak
Pembahasan
1. Permasalahan-permasalahan terkait tumbuh kembang balita
a. Permasalahan makan
Dalam penelitian ini didapatkan data bahwa permasalahan makan balita yang terjadi antara lain:
kesulitan makan seperti makan hanya sedikit, makan diemut, sulit makan sayur. Hal ini sejalan dengan
penelitian Kusuma et al.8 yang menyatakan bahwa masalah kesulitan makan di beberapa negara pada
setiap tahunnya termasuk dalam prevalensi yang cukup tinggi. Berikut pernyataan partisipan:
“Anak itu sulit makan. Kemungkinan sehari itu hanya 2 kali, kadang satu kali bisa” (Partisipan
6, baris 14-15).
“Iya kayak diemut gitu... susah sekali” (Partisipan 5, baris 47).
“…Tapi sayur itu yang susah… jarang pakai sayur” (Partisipan 4, baris 40-41).
Permasalahan makan balita selanjutnya adalah minum susu terlalu banyak dan pemilihan jenis susu
formula yang kurang tepat. Dalam penelitian ini, terdapat subyek yang dapat mengonsumsi susu formula
hingga 5 botol sehari. Normalnya anak usia 1-3 tahun direkomendasikan mengonsumsi 2-3 botol dalam
satu hari9. Selanjutnya dalam penelitian ini 2 orang ibu menyatakan produk susu formula yang diberikan
kepada anak adalah susu kental manis. Menurut IDAI10 susu kental manis sebaiknya tidak dikonsumsi
oleh balita sebagai sumber gizi utama karena memiliki kadar gula yang tinggi, dan kadar protein yang
rendah. Berikut pernyataan partisipan:
“Kalau minum susunya sampai 5 gitu sehari Cuma makan sekali. Soalnya kan banyak minum
susu itu udah kenyang.” (Partisipan 5, baris 33-35).
“Susu kalengan Frisi*n flag itu” (Partisipan 5, baris 30).
Permasalahan makan balita selanjutnya adalah banyak makan ciki-cikian. Ibu menyatakan jika anak
sudah banyak makan jajan, jadi susah makan. Pries et al.11 menyatakan bahwa makanan ringan yang
diproduksi secara komersial tetapi kurang gizi secara komersial dapat merugikan dengan menggusur
konsumsi makanan bergizi lainnya. Berikut pernyataan partisipan:
“Jadi nggak ada pantangan. Yang lebih dominan tu jajanan mbak. Ya banyak ciki.” (Partisipan
1, baris 21-22).
“Siangnya nggak. Cuma ngemil gitu lo mbak, Kalau ngemilnya banyak, makannya susah.”
(Partisipan 4, baris 27-28).
b. Permasalahan tidur
Permasalahan tidur yang dialami balita antara lain: anak tidur larut malam, permasalahan waktu
tidur yaitu waktu tidur siang yang salah, sulit tidur siang. Hal ini sejalan dengan penelitian Turnbull et
al.12 yang menyatakan bahwa permasalahan kebiasaan tidur merupakan permasalahan tidur yang paling
banyak dijumpai pada masa kanak-kanak dalam populasi secara umum. Sekitar 15% - 30% balita usia
2 – 5 tahun mengalami kesulitan tidur dalam hal permasalahan waktu tidur dan tidur larut malam atau
terjaga pada malam hari. Berikut pernyataan dari partisipan:
“…Malah kalau mau sekolah susah mbanguninnya gitu mbak karena tidurnya malem gitu
mbak, paling jam 12.” (Partisipan 1, baris 61-63).
“…Sampai kadang kalau nanggung tidurnya gitu, kadang jam 3 sore tidur, nanti bangunnya
maghrib, nanti tidurnya lagi kadang sampai jam 1, setengah 1…” (Partisipan 1, baris 63-66).
“Kalau siang itu udah beberapa hampir 3 bulan atau 4 bulanan ini udah nggak pernah tidur”
(Partisipan 1, baris 69-72).
c. Permasalahan psikososial
Permasalahan psikososial yang dialami balita antara lain: negativisme, temper tantrum, sibling
rivalry, pemalu, penakut, permasalahan saat bermain. Berikut pernyataan dari partisipan:
“Susahnya ya kalau nangis. Mungkin nanti kalau minta apa, terus dibilang “nanti” gitu dah
nangis…” (Partisipan 3, baris 81-82).
“Jadi seringnya tu marah. Sekarang itu udah…kalau misalnya diapain, udah mau mbales.”
(Partisipan 1, baris 88-90).
“…Karena misal adeknya punya apa, terus cemburu, kakaknya kepengen asal ambil aja
langsung lari kayak gitu."La kowe nduwe kok aku ora. Kowe ditukokne". (Partisipan 1, baris
125-127).
“Kalau temennya bermain, cuma liat (Partisipan 4, baris 76).
“…Gek dia itu kan gimana yaa nangis, ngalah, nggak berani. Kalau di rumah kan menangan,
kalau di sekolah ngalahan.” (Partisipan 5, baris 96-98).
“…Rebutan mainan atau… itu sering” (Partisipan 6, baris 45).
Anak bermain gadget sambil tidur (Observasi).
Namun, terdapat pemahaman lain terkait faktor penyebab permasalahan psikososial pada balita. Ibu
memahami bahwa anak nakal dan sering marah-marah juga disebabkan oleh faktor lingkungan. Berikut
pernyataan dari partisipan:
“Faktor lingkungan. Anu anak itu kalau diajar kasar ya kasar. Lingkungannya itu juga
mempengruhi menurut saya” (Partisipan 4, baris 81-83).
Disamping itu, 2 orang ibu menyatakan bahwa permasalahan psikososial pada anak disebabkan
karena kebiasaan anak hanya rewel dan nakal. Berikut pernyataan dari partisipan:
“Ya kalau nakal ya anak itu bisanya cuma rewel, nakal (Partisipan 5, baris 92).
Namun, salah satu ibu dapat menjelaskan bahwa permasalahan psikososial pada anak anak seperti
suka marah-marah pada usia 4 tahun merupakan hal yang normal. Berikut pernyataan dari partisipan:
“Kalau marah-marah seumurnya 4 tahun ya normal menurut saya. Masih tahap biasa gitu lah
ya kalau anak seumuran seperti itu ya menurut saya masih normal marah-marah dia…”
(Partisipan 6, baris 58-62).
Dalam penelitian ini, pengalaman ibu dalam mendapatkan pendidikan kesehatan berbeda-beda. Ibu
mendapatkan pendidikan kesehatan terkait optimalisasi tumbuh kembang balita yaitu dari penyuluhan
oleh petugas kesehatan dan kader di posyandu, mencari melalui internet, konsultasi kepada petugas
kesehatan. Kemudian didapatkan bahwa metode pendidikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan ibu
adalah melalui pemberian materi menggunakan alat bantu proyektor disertai demonstrasi dan juga
pemberian materi tertulis seperti buku ataupun leaflet agar dapat dipelajari di rumah.
Dalam penelitian ini, terdapat faktor pendukung dan penghambat terlaksananya pendidikan
kesehatan. Faktor pendukung terlaksananya pendidikan kesehatan bagi ibu terkait optimalisasi tumbuh
kembang balita antara lain: petugas kesehatan atau kader balita memberi undangan kepada ibu untuk
menghadiri acara pendidikan kesehatan, mengadakan acara pada pagi hari sekitar pukul 9-10 atau pada
saat acara posyandu, memberikan mainan dan juga makanan tambahan kepada anak dengan adanya
penjagaan pada anak saat ibu mengikuti acara, mengadakan acara kelas ibu balita dalam suatu ruangan.
Selain itu faktor penghambat terlaksananya pendidikan kesehatan bagi ibu terkait optimalisasi
tumbuh kembang balita antara lain: kurangnya kompetensi dari kader balita, Penjelasan yang kurang
jelas dari narasumber, sikap ibu yang cuek dan pasif saat proses pendidikan kesehatan berlangsung,
sarana dan prasarana dalam penyampaian pendidikan kesehatan masih minim. Baik ibu maupun kader
menyatakan bahwa penyampaian pendidikan kesehatan lebih sering menggunakan lisan saja tanpa alat
bantu pengeras, proyektor, maupun media lainnya. Selain itu jarak yang cukup jauh dan kendala
transportasi, suasana kurang kondusif karena anak-anak ramai, literasi ibu yang kurang juga menjadi
faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan.
4. Kebutuhan topik pendidikan kesehatan terkait optimalisasi tumbuh kembang balita.
Kebutuhan topik pendidikan kesehatan terkait optimalisasi tumbuh kembang balita terdiri dari topik
pendidikan kesehatan yang pernah didapatkan dan topik pendidikan kesehatan yang dibutuhkan ibu.
Topik pendidikan kesehatan yang dibutuhkan ibu antara lain: gizi, perawatan kesehatan, pola asuh,
stimulasi tumbuh kembang, dan juga toilet traning.
ACKNOWLEDGEMENT
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada partisipan yang bersedia terlibat dalam penelitian ini dan
asisten peneliti yang sudah membantu dalam proses pengambilan data. Terimakasih kepada pihak
puskesmas Saptosari, kader balita desa Kepek dan Planjan yang bersedia memberikan informasi terkait
data ibu dan balita serta membantu dalam perekrutan partisipan penelitian. Terimakasih kepada pihak
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan yang telah memberikan bantuan dana
untuk kelancaran penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Grantham-McGregor S, Cheung YB, Cueto S, Glewwe P, Richter L, Strupp B & the International
Child Development Steering Group. Developmental potential in the first 5 years for children in
developing countries. Lancet. 369(9555); 2007. p. 60–70.
2. Soetjiningsih & Ranuh G. Konsep dasar tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 2012.
3. Engle PL, Menon P & Haddad L. Care and nutrition: concepts and measurement. World
Development; 1999. p. 1309-1337.
4. Mercer TR & Walker LO. A review of nursing intervention to foster becoming a mother. JOGNN.
35(5). Association of Women’s Health, Obstetric and National Nurse; 2006. p. 568-582.
5. Saleh A. Pendekatan modelling keperawatan anak terhadap pengetahuan, kemampuan praktik dan
percaya diri ibu dalam menstimulasi tumbuh kembang bayi 0-6 bulan. Jurnal Ners. 6(2); 2011. p.
175-186.
6. Hodges BC & Videto DM. Assessments and planning in health programs. United States: Jones &
Bartlett Learning, LLC; 2011.
7. Badan Pusat Statistik. Provinsi DI Yogyakarta dalam angka 2017. [Internet]. Diakses pada tanggal
6 September 2018. Available at
https://yogyakarta.bps.go.id/publication/2017/08/11/7da495dfa8657275f9da077b/provinsi-di-
yogyakarta-dalam-angka-2017.html.
8. Kusuma HS, Bintanah S, Handarsari E. Tingkat kecukupan energi dan protein pada status balita
pemilih makan di wilayah kerja puskesmas kedungmundu Semarang. [Publikasi Ilmiah The 3rd
Universty Research Colloquium 2016]: FIKKES Universitas Muhammadiyah Semarang; 2016.
9. Rizona F. Perilaku pemberian makanan pada toddler overweight di kota Yogyakarta. [Tesis]. S2
Keperawatan Universitas Gadjah Mada; 2015.
10. IDAI. Bolehkah Susu Kental Manis (SKM) Diberikan Pada Anak?. [Internet] Diakses pada tanggal
8 Desember 2018. Available at http://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/bolehkah-
susu-kental-manis-skm-diberikan-pada-anak/.
11. Pries AM, Huffman SL, Mengkheang K, Kreun H, Champeny M, Roberts M, Zehner E. High use
of commercial food products among infants and young children and promotions for these products
in Cambodia. Maternal & Child Nutrition 12 (Sppl. 2). USA: John Wiley and Sons; 2016.p. 52-63.
12. Turnbull K, Reid GJ, Morton B. Behavioral sleep problems and their potential impact on developing
executive function in children. SLEEP 36(7); 2013. p. 1077-1084.