Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan air minum menghasilkan sekitar 80% air limbah. Air limbah ini
mengandung limbah domestik, kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang, dan
sebagainya. Kualitas air limbah tidak memadai untuk langsung dibuang ke lingkungan
apabila konsentrasi polutan berada di atas baku mutu regulasi. Air limbah pada kondisi
tersebut harus dikumpulkan dan dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Selain itu, air yang berasal dari air hujan sebagian masuk ke dalam tanah dan sisanya
mengalir di permukaan tanah (surface run off). Air limpasan dapat langsung masuk ke
sungai atau danau, tetapi dapat juga terperangkap di tempat tertentu sehingga nyamuk atau
serangga lain berkembang biak dan menganggu kesehatan masyarakat. Oleh karena itu,
sistem pengumpul air hujan juga diperlukan untuk mengalirkan ke tempat yang sesuai
(Dewi, 2014).
Konsentrasi air limbah di atas baku mutu regulasi dan tanpa penanganan akan
mencemari lingkungan sehingga harus dikumpulkan dan dialirkan menuju Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). Di Indonesia, sistem pengolahan air limbah melayani
sebagian kecil penduduk karena biaya konstruksi dan pengolahan mahal. Sistem
pengolahan hampir sebagian besar bersifat individu, berupa tangki septik untuk black
water. Unit tersebut tidak layak dibangun pada wilayah dengan tingkat kepadatan
penduduk tinggi karena air limpasan tangki septik dapat mencemari ketersediaan air tanah
(Kurniawan, 2014).
Sistem pengolahan hanya ditemukan di kota besar, sedangkan kota kecil atau
perdesaan menggunakan sistem individu berupa tanki septik yang mencemari lingkungan
apabila tingkat kepadatan penduduk tinggi. Air limbah menyebabkan penurunan tingkat
kesehatan manusia karena dapat membawa bibit penyakit. Dampak terhadap kesehatan
akibat air limbah tidak hanya dirasakan oleh manusia, tetapi juga tumbuhan dan hewan.
Selain itu, pengelolaan air limbah yang buruk akan mengganggu estetika dan stabilitas
lingkungan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, perencanaan sistem penyaluran air

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 1


limbah ke tempat pengolahan limbah sangat diperlukan sehingga stabilitas lingkungan
tetap terjaga (Dewi, 2014).
Kota Surabaya adalah sebuah kota besar yang masih memerlukankan sebuah
perencanaan sistem penyaluran air buangan. Perencanaan pada penelitian ini
direncanakan untuk kecamatan simokerto dimana kecamatan tersebut belum memiliki
jaringan penyaluran air buangan. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan
perencanaan penyaluran air buangan.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari laporan ini adalah untuk merancang sistem penyaluran air buangan sebagai
suatu fasilitas yang membantu menyalurkan air buangan menuju unit IPAL.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup penyusunan Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan di Kecamatan
Simokerto mencakup pada :
A. Daerah perencanaan adalah Kecamatan Simokerto dengan jumlah 5 kelurahan di
Kota Surabaya.
B. Perencanaan sistem penyaluran air buangan di Kecamatan Simokerto.

1.4 Sistematika Penulisan


Penulisan Laporan Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan dibagi menjadi 5 bab
dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB 1 Pendahuluan yang berisi latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup dan
sistematika penulisan
BAB 2 Tinjauan Pustaka yang berisi pengertian air buangan, sumber air buangan,
komposisi air buangan, kuantitas air buangan, metode proyeksi penduduk, system
pengelolaan limbah domestic, sistem penyaluran air buangan dan hidrolika,
serta penanaman pipa dan menhole.

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 2


BAB 3 Gambaran Umum Wilayah yang berisi data-data yang diperoleh dari lapangan
kemudian dinarasikan hingga memperoleh suatu identitas gambaran umum
wilayah perencanaan.
BAB 4 Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan yang berisi proyeksi penduduk,
analisis wilayah perencanaan, metode proyeksi dan pembagian blok,
perencanaan sistem penyaluran air buangan – timbulan air limbah, diameter
pipa SPAB, perencanaan sambungan rumah, perletakan pipa air buangan,
perhitungan slef cleansing velocity, perhitungan tinggi galian, RAB, dan SOP.
BAB 5 Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran.

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 3


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Air Buangan


Air buangan adalah air bekas pemakaian, baik pemakaian rumah tangga
maupun pemakaian dalam proses dan operasi industri. Air pemakaian rumah tangga,
tidak hanya dalam rumah tinggal, tetapi juga dalam kantor-kantor, industri, hotel,
tempat hiburan, daerah komersial,bahkan dalam lingkungan industri pun ada
pemakaian air untuk rumah tangga, yaitu dari fasilitas saniter : bak cuci (dapur),
kamar mandi (bak air, bak rendam, pancuran), kamar kecil (WC, peturasan), dan lain
sebagainya. Air bekas pemakaian rumah tangga dapat disebut dengan air buangan
domestik. Sedangkan air bekas pemakaian proses dan operasi industri dapat disebut
dengan air buangan industri (Masduki H, 2000).
Air buangan adalah air yang mengandung kotoran atau buangan atau bahan
pencemar yang berasal dari aktivitas manusia sehari-hari, baik dari kegiatan rumah
tangga, pertanian dan juga berasal dari air tanah sebagai air buangan lainnya
(Sugiharto, 1998).
Air buangan adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat terdiri dari
air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda
padat yang terdiri dari zat organik dan bahan organik (Suparman & Suparmin, 2001).
Menurut Tjokrokusumo (1998) air buangan dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Air buangan domestik, yaitu air buangan yang berasal dari rumah tangga, sekolah,
perkantoran, hotel, rumah sakit, pasar dan pertokoan, restoran dan lain-lain
b. Air buangan pabrik, yaitu air buangan yang berasal dari sisa air proses pabrik, air
pembantu, tercampur atau tidak tercampur dengan air keperluan dapur rumah
tangga pabrik.
Air buangan merupakan kotoran yang sudah tidak dipergunakan lagi oleh
masyarakat dan mempunyai efek yang dapat membahayakan kesehatan manusia,
merusak atau membunuh kehidupan dalam air dan dapat juga mengganggu keindahan

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 4


(Sugiharto, 1998). Pengolahan terhadap air buangan sangat penting dilakukan sebagai
usaha untuk mengurangi konsentrasi polutan air buangan ke badan air.
2.2 Komposisi Air Buangan Domestik
Komposisi umum air buangan adalah gabungan antara air kotor dan air bekas.
Air kotor adalah air buangan yang mengandung kotoran manusia yang berasal dari
kloset. Sedangkan yang dimaksud dengan air bekas adalah air buangan dari aktivitas
dapur, mandi, cuci-mencuci, dan sejenisnya (Dep. PU, 2006).
Secara lebih khusus, maka air buangan yang berasal dari kamar mandi atau
WC yang berupa faeces dan urine mempunyai komposisi seperti yang tertera dalam
tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Komposisi Air Buangan yang Berasal dari Kamar Mandi dan WC
Uraian Faeces urine
Jumlah per orang per hari 135-270 gr 1-1,31 gr
(dalam keadaan basah)
Jumlah per orang per hari 20-35 gr 0,5-0,7 gr
(dalam keadaan kering)
Uap Air (kelembapan) 66-80 % 93-96 %
Bahan organik 88-97 % 93-96 %
Nitrogen 5-7 % 15-19 %
Fosfor (sebagai P2O3) 3-5,4 % 2,5-5 %
Potassium (sebagai K2O) 1-2,5 % 3-4,5 %
Karbon 44-55 % 11-17 %
Kalsium (sebagai CaO) 4,5-5 % 4,5-6 %

Sumber : Ducan Mars, 1976 dalam Sugiharto, 2005

2.3 Karakteristik Air Buangan


Limbah cair dari kegiatan domestik mempunyai karakteristik yang
berfluktuasi. Dimana air limbah yang dihasilkan dipengaruhi oleh kegiatan pelatihan
yang diadakan di tempat tersebut. Setiap harinya kegiatan tersebut beroperasi selama

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 5


24 jam sehingga mayoritas limbah yang mengalir selama 24 jam setiap harinya.
Secara umum air limbah mempunyai tiga karakteristik yaitu :
1. Karakteristik Fisika
a. Temperatur Suhu dari air buangan biasanya sedikit lebih tinggi dari air
minum. Temperatur ini dapat mempengaruhi aktifitas mikrobial, sulubilitas
dari gas dan viskositas.
b. Warna Air buangan segar biasanya berwarna agak abu-abu. Dalam kondisi
septik air buangan akan berwarna hitam.
c. Bau Air buangan segar biasanya mempunyai bau seperti sabun atau bau
lemak. Dalam kondisi septik akan berbau sulfur dan kurang sedap.
d. Kekeruhan Kekeruhan pada air buangan sangat tergantung sekali pada
kandungan zat padat tersuspensi.Pada umumnya air kandungan yang kuat
mempunyai kekeruhan yang tinggi. (Djajadiningrat, 1992)
e. Padatan tersuspensi Padatan tersuspensi atau SS (suspended solids)
merupakan kombinasi padatan yang dapat diendapkan dan yang tidak dapat
diendapkan. Dalam praktek yang melibatkan proses lumpur aktif, pentingnya
penghitungan akumulasi lumpur tidak hanya untuk mengetahui produksi
biomassa tetapi juga akumulasi padatan tersuspensi yang non-biodegradable
yang dikandung oleh limbah. Umumnya diasumsikan bahwa padatan
tersuspensi non-biodegradable mencakup baik VSS (volatile suspended
solids) maupun FSS (fixed suspended solids).
2. Karakteristik Kimia
a. pH
PH dan Alkalinitas pH sangat penting dalam pengolahan air limbah karena
sebagian besar mikroorganisme tumbuh dengan sangat baik pada pH
mendekati netral. Pendekatan fisiologis menunjukkan banyak aspek struktur
dan fungsi sel bakteri sangat dipengaruhi oleh pH, khususnya aktivitas katalis
enzim.
b. Kebutuhan Oksigen Biologis ( BOD5 atau Biological Oxygen Demand)

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 6


BOD5 mencerminkan secara tidak langsung kandungan senyawa karbon
melalui pengukuran langsung jumlah oksigen yang diperlukan oleh
mikroorganisme pada temperatur 20ºC selama 5 hari. Dengan mengetahui
perbedaan tingkat BOD5 dari pemasukkan (inlet) dan pengeluaran (outlet)
akan mempermudah perhitungan efisiensi pembersihan. Umumnya nilai
BOD5 adaalah sekitar 400-1000 mg/l pada inlet dan dibawah 50 mg/l pada
outlet tangki aerasi.
c. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD atau Chemical Oxygen Demand)
Nilai COD menunjukkan konsentrasi oksigen yang diperlukan untuk
mengoksidasi semua senyawa karbon dalam sampel. Pengukuran COD
didasarkan pada reaksi panas pada sampel dengan senyawa-senyawa kimiawi
selama periode pemanasan 2 jam pada suhu 148oC. Nilai COD yang sering
dijumpai dari inlet adalah 500-1000 mg/l dan dibawah 75 mg/l pada outlet.
3. Karakteristik Biologi
Karakteristik biologi meliputi jumlah coliforms, Fecal coliforms, pathogen
spesifik dan virus. Total coliforms danFecal coliforms digunakan sebagai
indikator kehadiran bakteri pathogen. Pathogen yang spesifik, seperti organisme
Salmonella, mungkin akan lebih diperlukan untuk studi dampak tertentu.
(Djajadiningrat, 1992).
2.3.1 Air Buangan
Penentuan kuantitas air buangan secara tepat sulit ditentukan . hal ini
disebabkan karena faktor yang mempengaruhinya (Masduki H, 2000). Faktor
yang mempengaruhi air buangan adalah sebagai berikut :
a. Jumlah air bersih yang dibutuhkan per kapita akan mempengaruhi jumlah air
yang dihasilkan
b. Keadaan masyarakat di daerah tersebut, yang dibedakan berdasarkan :
1. Tingkat perkembangan suatu daerah. Jumlah air limbah di kota lebih
banyak daripada di daerah pedesaan.

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 7


2. Daerah yang mengalami kekeringan akan berbeda cara membuang
limbahnya jika dibandingkan dengan daerah yang tidak mengalami
kekeringan.
3. Pola hidup masyarakat, terutama cara membuang limbahnya.

Dalam perencanaan sistem penyaluran air buangan, besaran air buangan


yang sering dipergunakan di beberapa negara adalah sebagai berikut :

a. Amerika : 100-200 liter/orang/hari


b. Eropa : 40-225 liter/orang/hari
c. Indonesia : 100-150 liter/orang/hari
Untuk air limbah dari WC, besaran air buangan yang sering dipergunakan
dalam merencanakan tanki septik peresapan adalah 25 liter/orang/hari. Kuantitas
air buangan domestik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut
(Babbit, 1969) :
a. Jumlah penduduk
Semakin tinggi jumlah penduduk, maka jumlah air buangan yang dihasilkan
semakin tinggi karena 60% - 80% dari air bersih akan menjadi air buangan.
b. Jenis aktivitas
Semakin tinggi penggunaan air bersih dalam suatu kegiatanmaka air buangan
yang dihasilkan juga semakin banyak.
c. Iklim
Pada daerah tropis dan kuantitas air hujannya tinggi, cenderung menghasilkan
air buangan yang lebih tinggi.
d. Ekonomi
Pada tingkat ekonomi yang lebih tinggi, kecenderungan pemakaian air bersih
akan lebih tinggi. Hal ini tentu saja akan menghasilkan air buangan yang lebih
tinggi pula.
e. Infiltasi
Adanya infiltrasi baik dari air hujan ataupun air permukaan lainnya akan
memepengaruhi jumlah air buangan yang ada pada suatu perkotaan.

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 8


2.3.2 Kualitas Air Buangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air buangan adalah sebagai
berikut (Babbit, 1969) :
1. Musim atau cuaca
Untuk negara yang mengalami 4 musim, biasanya debit maksimum
terjadi pada musim dingin, karena terjadi penggelontoran yang cukup
besar untuk mencegah terjadinya pembekuan dalam pipa.
2. Waktu harian
Pengkonsumsian air bersih tiap jamnya dalam sehari sangat bervariasi.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap debit air buangan yang diterima oleh
bangunan pengolah. Konsumsi puncak air ini rata-rata pada jam 06.00-
08.00 dan jam 16.00-18.30.

3. Waktu perjalanan
Waktu konsumsi puncak air belum tentu sama dengan waktu puncak
timbulanya air yang diterima oleh badan pengolahan karena adanya waktu
perjalanan dari sumber ke unit pengolahan. Semakin dekat dengan
perjalanan, maka semakin dekat perbedaan puncak konsumsi air dengan
waktu puncak timbulnya air buangan.
4. Jumlah penduduk
Semakin banyak populasi yang akan dilayani, maka semakin besar pula
debit air buangan yang timbul.
5. Jenis aktivitas atau sumber penggunaan air bersih yang dihasilkan dari
suatu tempat memiliki kualitas yang bermacam-macam. Misalnya air
buangan dari pasar memiliki kandungan organik yang telah tinggi
daripada air buangan dari perkantoran.
6. Jenis saluran pengumpulan air buangan yang digunakan
Jika menggunakan sistem tercampur, maka air buangan akan lebih buruk
karena partikulat.

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 9


2.4 Sumber Limbah Cair
Secara umum, limbah cair dihasilkan berdasarkan kegiatan-kegiatan berikut:
1. Kegiatan rumah tangga seperti air cucian, deterjen, air bekas mandi, Sisa
minuman dan cairan makanan, Air bekas cucian peralatan memasak dan makan
yang mengandung bahan kimia dari bahan pencuci.
2. Kegiatan industri
limbah industri merupakan buangan hasil proses industri. Jenis limbah yang
dihasilkan tergantung pada jenis industri. Misalnya, limbah organik cair atau
padat akan banyak dihasilkan oleh industri pengolahan makanan, sedangkan
limbah anorganik seperti logam berat akan banyak dihasilkan oleh industi tekstil,
pengolahan logam, kertas, dan lainnya. Industri – industri yang melakukan proses
pembakaran akan banyak menghasilkan limbah gas. Sumber limbah industri :
a. Sisa proses industri
b. Proses pencucian peralatan
c. Proses pendingin
d. Tumpahan bahan baku cair
3. Kegiatan rumah sakit
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah
sakit dalam bentuk padat, cair dan gas. Limbah cair rumah sakit adalah semua air
buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang
berbahaya bagi keseshatan. Contoh limbah cair dari kegiatan rumah sakit yaitu
seperti Sisa kumur, limbah cair pembersih alat medis dll.
4. Kegiatan pertanian
Limbah pertanian berasal dari daerah pertanian atau perkebunan. Limbah dari
daerah ini terutama berupa senyawa – senyawa anorganik dari bahan kimia yang
digunakan untuk kegiatan pertanian, seperti pupuk dan pestisida (pembasmi
hama). Selain itu, limbah organik bisa dihasilkan dari sisa tumbuhan.
5. Kegiatan pertambangan

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 10


Limbah pertambangan berasal dari kegiatan pertambangan. Kandungan limbah
ini terutama berupa material tambang, seperti logam atau batuan.
6. Infiltrasi
Infiltrasi adalah masuknya air tanah ke dalam saluran air buangan melalui
sambungan pipa, pipa bocor, atau dinding manhole, sedangkan inflow adalah
masuknya aliran air permukanaan melalui tutup manhole, atap, area drainase,
cross connection saluran air hujan maupun air buangan (Eddy, 2008).

2.5 Sistem Jaringan Penyaluran Air Buangan


Secara garis besar sistem penyaluran air buangan ada dua yaitu sistem terpisah
dan sistem tercampur. Sistem terpisah cocok diterapkan bila fluktuasi debit total pada
musim kemarau dan musim hujan besar sekali. Sebaliknya, sistem tercampur cocok
diterapkan bila fluktuasi debit total pada musim kemarau dan musim hujan relative
kecil.
Terdapat lima sistem penyaluran air buangan yaitu sistem terpisah (separate
system), sistem tercampur (combined system), sistem riol ukuran kecil (small bore
sewers), sistem riol interseptor (intercepting sewer system), serta sistem riol dangkal
(shallow sewer system) (Masduki H, 2000).
Sistem penyaluran buangan dipengaruhi oleh letak dan topografi daerah yang
dilayani. Menurut Hindarko (2003), berdasarkan sistem pengalirannya penyaluran air
buangan dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Sistem gravitasi
Sistem ini digunakan bila badan air berada di bawah elevasi daerah penyerapan
dan memberikan energi potensial yang tinggi terhadap daerah pelayanan terjauh.
b. Sistem Pemompaan
Sistem pemompaan digunakan apabila elevasi badan air di atas elevasi daerah
pelayanan.
c. Sistem kombinasi
Sistem kombinasi digunakan apabila air limbah dari daerah pelayanan dialirkan
kebangunan pengolahan dengan bantuan pompa atau reservoir.

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 11


2.6 Parameter Penentu Sistem Air Limbah Skala Permukiman
Penentuan sarana sanitasi dilakukan berdasarkan rencana tata ruang,
kepadatan penduduk, dan topografi (Iskandar, 2016).
1. Rencana Jangka panjang dan jangka menengah kabupatrn atau kota yang akan
mengintegrasikan arah perkembangan kota dengan rencana sarana – prasarana
pendukungnya, termasuk pelayanan air limbah rumah tangga.Kepadatan
penduduk: daerah yang kepadatan penduduknya tinggi akan mejadi prioritas
untuk sistem air limbah perpipaan. Di daerah ini efesiensi biaya konstruksi/rumah
akan lebih baik, permasalahan sanitasi umumnya lebih banyak, potensi
pencemaran air tanah akibat sanitasi individu akan lebih besar.
2. Topografi: topografi akan menentukan sistem pengaliran air limbah, apakah
gravitasi, pemompaan, atau kombinasi. Pilihan ini akan berpengaruh pada biaya
konstruksi serta operasi dan pemeliharaan. Prioritas utama adalah yang paling
murah untuk biaya operasi dan pemeliharaannya yaitu daerah yang
memungkinkan dilayani dengan sistem gravitasi
3. Ketersediaan pelayanan air minum: syarat mutlak untuk daerah pelayanan air
limbah perpipaan adalah tersedianya penyediaan air minum yang kontinu.
2.7 Metode Proyeksi Penduduk
Agar dapat menentukan kebutuhan air bersih pada masa mendatang perlu terlebih
dahulu diperhatikan keadaan yang ada pada saat ini dan proyeksi jumlah penduduk
di masa mendatang Metode yang digunakan untuk memproyeksikan jumlah
penduduk di masa mendatang yaitu (Donya, 2011):
1. Metode Aritmatik
Metode ini sering disebut juga dengan metode tingkat pertumbuhan penduduk
(Growth Rates). Metode ini merupakan estimasi dari total penduduk dengan
menggunakan tingkat pertumbuhan penduduk secara matematik, atau untuk
tingkat lanjutnya melalui fitting kurva yang menyajikan gambaran matematis dari
perubahan jumlah penduduk, seperti kurva logistik. Proyeksi berdasarkan tingkat
pertumbuhan penduduk mengasumsikan pertumbuhan yang konstan, baik untuk

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 12


model aritmatika, geometrik, atau eksponensial untuk mengestimasi jumlah
penduduk.
Pn = Po + m
Dimana :
Pn = jumlah pendududk pada tahun ke-n
Po = jumlah penduduk awal
n = periode perhitungan
r = angka pertambahan penduduk / tahun
Rumus diatas pindah dalam bentuk regresi menjadi:
Pn = Po + rn
y = a x bx
Dimana :
Pn = y = jumlah penduduk pada tahun n
Po = b = koefisien
n = x = tahun penduduk yang akan dihitung
r = a = koefisien x

2. Metode Geometrik
Proyeksi penduduk dengan metode geometrik menggunakan asumsi bahwa
jumlah penduduk akan bertambah secara geometrik menggunakan dasar
perhitungan bunga majemuk (Adioetomo dan Samosir, 2010). Laju pertumbuhan
penduduk (rate of growth) dianggap sama untuk setiap tahun.
Pn = Po (1 + 𝑟)𝑛
Dimana :
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke- n
Po = jumlah penduduk awal
n = periode perhitungan
r = angka pertambahan penduduk / tahun
Rumus diatas pindah dalam bentuk regresi menjadi :

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 13


log Pn = log Po + r log n
log y = a log x + log b

Dimana :
log Pn = y = jumlah penduduk pada tahun n
log Po = b = koefisien
log n = x = tahun penduduk yang akan dihitung
r = a = koefisien x
3. Metode Least Square
Metode ini merupakan metode regresi untuk mendapatkan hubungan antara
sumbu Y dan sumbu X dimana Y adalah jumlah penduduk dan X adalah tahunnya
dengan cara menarik garis linier antara data-data tersebut dan meminimumkan
jumlah pangkat dua dari masing-masing penyimpangan jarak data-data dengan
garis yang dibuat.
Perhitungan proyeksi penduduk dengan metode least square dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Pn = a + (bt)
Dimana :
t = tambahan tahunan perhitungan
a ={(Ʃp)(Ʃt2) – (Ʃt)( Ʃp.t)}/{n(Ʃt2) – (Ʃt2)}
b ={n(Ʃp.t)(Ʃt)(Ʃp)}/{n(Ʃt2) – (Ʃt2)}
Keterangan :
t = nomor data tiap tahun
p = jumlah penduduk
t2 = nomor data tiap tahun dikuadratkan
p2 = jumlah penduduk di kuadratkan

2.8 Penentuan Lokasi Ipal


Lokasi IPAL dipilih berdasarkan pertimbangan yang matang mengacu pada
beberapa hal penting seperti (Iskandar, 2016):

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 14


1. Perencanaan jangka panjang dan jangka menengah kota (RTWW/Renstra/
masterplan) Ketersediaan dan kondisi lahan yang sesuai (ukuran, topografi dan
administrasi).
2. Ketinggian muka air banjir.
3. Bisa dikembangkan untuk perencanaam jangka panjang (penambahan kapasitas,
pengembangan jadi sewerage system).
4. Akses jalan yang mendukung untuk operasi dan pemeliharaan.
5. Memiliki jarak yang cukup dari permukiman untuk menghindari gangguan baud
an estetika lingkungan.
6. Tidak ada penolakan dari warga masyarakat sekitar.

2.9 Penentuan Jalur Pipa


Air limbah dialirkan secara gravitasi dengan aliran terbuka. Artinya pipa tidak
akan pernah penuh dengan air limbah, sehingga harus dipastikan bawa tidak ada
kenaikan dasar pipa pada semua jalurnya. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal:
1. Pada prinsipnya pipa dipasang pada jalur yang dapat melayani sebanyak mungkin
rumah tangga.
2. Diusahakan agar aliran bisa berjalan secara gravitasi, sehingga jalur pipa dari hulu
ke hilir harus melalui jalan yang menurun.
3. Jalur pipa mengikuti jalan umum milik pemerintah dengan memperhatikan hirarki
jalan.

2.10 Dasar-dasar perencanaan SPAB


2.10.1 Kriteria Perencanaan
a. Kecepatan Aliran
Menurut Babbit (1982), kecepatan harus diperhatikan dalam pengaliran
air buangan adalah :
1. Kecepatan maksimum
a. Jika air buangan mengandung pasir : 2-21 m/dt
b. Jika air buangan tidak mengandung pasir : 3 m/dt

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 15


c. Pertimbangannya :
- Saluran dapat menghantarkan air buangan secepatnya
menuju instalasi.
- Pada kecepatan tersebut penggerusan pada pipa belum
terjadi, sehingga ketahanan pipa dapat dijaga.
2. Kecepatan minimum
a. Untuk daerah datar : 0,6 m/dt
b. Untuk daerah tropis : 0,9 m/dt
c. Pertimbangannya :
- Saluran mampu membersihkan sendiri (self cleansing atau
purification).
- Mencegah air buangan lama di dalam pipa agar sulfur tidak
mengoksidasi pipa.
b. Kedalaman aliran
Kedalaman aliran minimum (dmin) sama dengan kedalaman berenang.
Untuk pipa pvc dmin adalah 5 cm sedangkan pipa beton adalah 7,5-10
cm. Kedalaman berenang adalah kedalaman yang dianggap mampu
membawa partikel-partikel mengikuti aliran pada saat kecepatan
minimum.
2.10.2 Perhitungan Debit Air Buangan
Perhitungan debit air limbah didasarkan pada jumlah pemakaian air
minum. Volume air limbah adalah 80% volume air minum. Perhitungan
untuk pemakaian air minum penduduk sebaiknya menggunakan data
primer. Apabila data primer tidak ada, data sekunder yang biasa digunakan
adalah data pemakaian air PDAM untuk rumah yang hanya penggunakan
PDAM sebagai satu satunya sumber air minum. Untuk pendekatan secara
umum, berdasarkan SK-SNIS-1.1.7 dari kementrian PU kriteria
perencanaan air bersih dan standar kebutuhan air domestik adalah sebagai
berikut :

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 16


Tabel 2.2 Angka Pemakaian Air Per Kapita Per Hari
Kebutuhan Air Domestik Rata-rata
No Jenis Kota Jumlah Penduduk (jiwa)
(l/org/hari)
1. Metropolitan P > 1.000.000 190
2. Kota Besar 500.000 < P < 100.000 170
3. Kota Sedang 100.000 < P < 500.000 150
4. Kota Kecil 20.000 < P < 100.000 130
5. Kota
P < 20.000 100
Kecamatan
Sumber : SK-SNIS-1.1.7

Tabel 2.3 Rincian Pemakaian Air Rumah Tangga atau Domestik


Tipe Pemakaian Air Persentase
Mandi dan Mencuci 37 %
Kakus 41 %
Minum, masak 2-6 %
Cuci Piring 3-5 %
Pembuangan sampah 0-6 %
Pemiliharaan rumah 3%
Pemeliharaan taman 3%
Sumber : Qasim, 1985 dalam Dwijayanto, 2010

2.11 Bangunan Pelengkap Penyaluran Air Buangan


Bangunan pelengkap pokok yang dipasang pada saluran air buangan antara lain
adalah sebagai berikut (Anonim, 2003) :
A. Manhole
Manhole berfungsi sebagai lubang masuk ke dalam pipa untuk pemeriksaan,
pembersihan endapan atau penyumbatan aliran, perawatan, perbaikan, dan

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 17


operasi lainnya seperti penutupan aliran untuk penggelontoran, dsb (Moduto,
2000). Ada beberapa penempatan dan jarak manhole yaitu :
1. pada lajur saluran lurus

Tabel 2.4 Jarak Menhole Berdasarkan Diameter Saluran


Diameter Saluran (mm) Jarak (m)
<200 50-100
200-500 100-125
500-1000 125-150
1000-2000 150-200
>2000 200
Sumber: Moduto, 2000
2. Di setiap perubahan kemiringan pipa, diameter pipa dan perubahan arah
aliran baik vertikal maupun horizontal
3. Di setiap pertemuan atau percabangan saluran
4. Di setiap titik masuk dan titik keluar bangunan lain.
Tabel 2.5 KedalamanManhole Berdasarkan Diameter saluran
Kedalaman (m) Diameter Minimum (m)
<0,8 0,8
0,8-2,1 1,00
>2,1 1,50
Sumber: Moduto, 2000

Manhole harus ditutup dengan tutup yang dilengkapi kunci agar tidak dibuka
atau dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab, faktor pemilihan manhole
adalah sebagai berikut :

1.Mudah diberbaiki atau diganti jika rusak akibat lalu lintas


2.Kuat menahan beban lalu lintas
3.Tersedia di pasaran
4.Dapat berfungsi sebagai ventilasi.

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 18


A. Drop Manhole
Jika elevasi permukaan air pada pipa penerima lebih rendah dan
mempunyai perbedaan tinggi ≥ 0,45 m terhadap dasar pipa pemasukannya
dalam suatu manhole pertemuan, sebelum sampai di manhole pertemuan, pipa
pemasukannya harus dibelokkan miring atau vertikal ke bawah di luar
manhole dengan sambungan Y atau T. Level pemasukannya harus dibuat
sedemikian rupa sehingga elevasi punggung atas pipa masuk dan punggung
atas pipa penerima adalah sama. Sedangkan pipa sambungan lanjutannya
yangorizontal bagian atas, juga dilanjutkan sampai menembus dinding
manhole, tetapi dibuat agak miring yang berlawanan dengan kemiringan
asalnya dan pada ujungnya diberi drempel agar air limbah tidak masuk yang
dapat mengguyur pekerja di dalamnya. Fungsi pipa penerus ini hanya sebagai
ventilasi udara atau gas. Tujuan kontruksi drop manhole ini agar tidak terjadi
terjunan bebas dengan ceburan air yang dapat merusak dasar manhole serta
tidak menganggu operator dan juga mengurangi gas H2S yang lepas.
B. Terminal clean out
Clean out adalah bangunan pelengkap yang mempunyai fungsi
sebagai berikut (Anonim, 20003) :
1. Lubang tempat penyisipan alat pembersih ke dalam saluran
2. Pipa tempat penggelontoran saluran, yaitu dengan memasukkan air dari
ujung bagian atas terminal clean out. Bangunan ini terdiri dari pipa dengan
diameter saluran, dan disambungkan vertikal dengan menggunakan Y
connection dan bend. Menurut Qasim (1985), perletakkan terminal clean
out adalah pada tempat-tempat berikut ini :
a. Pada ujung awal saluran
b. Dekat dengan fire hydrant guna memudahkan operasi penggelontoran
c. Pada jarak 150-200 ft dari bangunan manhole guna menunjang kerja
manhole.
C. Pompa

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 19


Pompa menurut Anonim (2003), umumnya dalam penyaluran air buangan
dipakai dua jenis pompa yaitu sentrifugal dan pneumatic ejector. Pompa
sentrifugal dapat dogolongkan dalam :
1. Axial flow pump (propeller)
2. Mixed flow pump (angel)
3. Radial flow pump (sentrifugal)
Pompa sentrifugal biasanya mempunyai kecepatan spesifik yang rendah
dan mempunyai efisiensi yang tinggi. Axial flow pump pada umumnya
mempunyai kapasitas lebih besar dari 0,6 m3/dtk dengan head berkisar antara
3-7 m dan pemakaian yang umum adalah untuk penanggulangan banjir serta
untuk keperluan irigasi. Sedangkan mixed flow pump mempunyai kapasitas
yang lebih kecil dari axial flow pump dengan head berkisar antara 7,6-10 m.
Untuk radial flow pump kapasitas hampir sama dengan axial flow pump
(Anonim, 2003).
Syarat-syarat dalam pompa adalah sebagai berikut (Qasim, 1985) :
a. Head
TDH = Hsat + hf + hm + hv
Dengan :
𝑓𝐿𝑉²
hf = 2𝑔𝐷 (Darcy-weisbach)
𝑉 𝐿
hf = 6,82 x (𝐶 ) 1,85 x 𝐷¹,¹⁶⁷ (Hanze-Williams)
𝑉²
hm = K 2𝑔
𝑉²
hv = 2𝑔

hL = hf + hm + hv
Keterangan :
TDH : total head (m)
Hsat : total statik head (m)
Hf : total headloss dalam pipa(m
hL : total headloss (m)

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 20


hm : minor loss (m)
hv : velocity head (m)
V : kecepatan dalam pipa
b. Daya Pompa
Dalam menentukan daya pompa dapat dilakukan sebagai berikut
(Noerbambang dan Morimura, 2000) :
Nh = (0,163)(Q)(H)(ɤ)
Dimana :
Nh : daya hidraulik pompa (kW)
H : tinggi angkat total (m)
Q : kapasitas pompa(m3/menit)
ɤ : berat spesifik (kg/liter)

2.12 Perhitungan Debit Air Limbah


Langkah-langkah untuk memperkirakan debit air limbah adalah sebagai berikut
(Hardjosuprapto, 2000):
1. Debit satuan air limbah untuk pipa dapat dirumuskan sebagai berikut:
Qab = Fab x qam
Keterangan :
Qab = debit satuan air limbah (liter / detik)
Fab = faktor air limbah (60 – 80 %)
qam = debit satuan air bersih (liter / detik)
2. Debit rata-rata Air Limbah (Qr)
Debit rata-rata air limbah dirumuskan sebagai berikut :
Qr = P x Qab
Keterangan :
Qr = debit rata-rata air limbah (liter / detik)
P = jumlah penduduk total (orang)
Qab = debit satuan air limbah (liter / detik)
3. Debit Harian Maksimum (Qmd)

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 21


Debit maksimum dirumuskan sebagai :
Qmd = fmx Qr
Keterangan :
Qmd= debit harian maksimum (liter/detik)
fm = faktor maksimum (1,1-1,3)
Qr = debit air limbah rata-rata (liter/detik)
4. Debit Minimum (Qmin)
Persamaan untuk menghitung debit minimum adalah :
𝑝
Q Min = 0,2𝑥 (1000)0,2 ×0,8×Qr

Keterangan :
QMin = Debit air buangan minimum (liter/detik)
Qr = Debit air limbah rata-rata (liter/detik)
P = Jumlah penduduk (orang)
5. Debit Infiltrasi (Qinf)
𝐿
Qinf = (0,2 x Qr) + (1000) x qinf

Keterangan :
Qinf = Debit infiltrasi saluran (liter/detik/km)
Qr = Debit air limbah rata-rata (liter/detik) Besarnya
qinf = 2 liter/detik/km
6. Debit Puncak (Qpeak)
Besarnya faktor puncak dihitung berdasarkan persamaan berikut (Abdul Wahid
Amiri dkk, 2016):
𝑝
18 + √1000
𝐹𝑝 =
𝑝
4 + √1000

Besarnya debit puncak dihitung berdasarkan persamaan berikut:


Qp = (Fp x Qmd) + Qinf
Keterangan :
Qp = Debit puncak (liter/detik)

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 22


Qinf = Debit infiltrasi saluran (liter/detik/km)
Qmd= Besarnya debit air limbah maksimum (liter/detik)
Fp = Faktor Peak
P = Jumlah penduduk (orang)

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 23


BAB III

GAMBARAN UMUM DAERAH PERENCANA

3.1 Aspek fisik


3.1.1 Letak Geografis dan Administratif
Kecamatan Simokerto termasuk wilayah geografis kota Surabaya
yang merupakan bagian dari wilayah Surabaya pusat, dengan ketinggian ±2,5
meter diatas permukaan air laut. Kecamatan Simokerto mempunyai luas
wilayah atau sekitar 2,67 km2. Kecamatan Simokerto dibatasi oleh beberapa
Kecamatan, Kecamatan Simokerto terbagi atas 5 kelurahan, yaitu Kelurahan
Kapasan, Kelurahan Tambak Rejo, Kelurahan Simokerto, kelurahan,
Kelurahan Sidodadi, Kelurahan Simolawang. Kecamatan Simokerto
mempunyai 301 RW dan 48 RT yang tersebar di lima kelurahan tersebut.
Sebagian besar wilayah di Kecamatan Simokerto merupakan wilayah yang
padat penduduk.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Kecamatan Simokerto

(Sumber: Google Maps,2018)

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 24


Batas administratif :

1. Sebelah utara : berbatasan dengan Kecamatan Semampir dan


Kecamatan Kenjeran
2. Sebelah timur : berbatasan dengan Kecamatan Tambaksari
3. Sebelah selatan : berbatasan dengan Kecamatan Genteng
4. Sebelah barat : berbatasan dengan Kecamatan Pabean Cantikan
3.1.2 Topografi dan Tata Guna Lahan
Wilayah di Kecamatan Simokerto merupakan yang padat penduduk.
Permukiman-permukiman ini umumnya berada di dalam gang sempit dan
hanya bisa dilalui oleh satu mobil. Luas wilayah untuk permukiman penduduk
mencapai 2,67 km2 atau sekitar 0,79% wilayah total Kecamatan Simokerto.
Wilayah Kecamatan Simokerto merupakan wilayah yang cukup ramai, karena
berada di pusat kota.
3.2 Aspek Sosial
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan Sistem Penyaluran Air
Buangan salah satunya adalah aspek sosial, yang meliputi jumlah penduduk, kepadatan
penduduk, dan jumlah fasilitas umum.
A. Demografi
Indikator untuk melihat dan mengkaji sejauh mana pertumbuhan dan
perkembangan di wilayah perencanaan adalah jumlah penduduk. Jumlah dan
kepadatan penduduk Kecamtan Simokerto selama 10 tahun terakhir, yaitu mulai
tahun 2007-2016 disajikan dalam Tabel :

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 25


Tabel 3.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk tahun 2007-2016

Luas Wilayah
Jumlah penduduk Kepadatan penduduk
Tahun (Km²)
(Jiwa) (Jiwa/Km²)
2007 2,59 104.169 39.015
2008 2,59 104.169 217.890
2009 2,59 102.182 213.221
2010 2,59 103.703 38.840
2011 2,59 96.658 36.201
2012 2,59 100.821 100.821
2013 2,59 103.161 103.161
2014 2,59 104.829 39.261
2015 2,59 104.872 39.278
2016 2,59 101.811 38.131
Jumlah 1.026.375 865.819
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, 2007-2016

Jumlah Penduduk per kelurahan di Kecamatan Simokerto dalam 10 tahun


terakhir,yaitu mulai tahun 2007-2016 disajikan dalam tabel :

Tabel 3.2 Jumlah penduduk per kelurahan tahun 2007-2016


Kelurahan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kapasan 17,145 17,145 17,145 16,817 16,980 17,009 17,073 17,362 17,345 16,623
Tambak Rejo 20,736 20,736 20,736 20,688 17,668 21,480 21,653 22,256 22,256 20,708
Simokerto 23,383 23,383 23,383 23,376 23,822 24,124 24,124 24,170 24,181 22,993
Sidodadi 16,287 16,287 16,287 16,271 16,080 15,745 17,682 17,801 17,844 17,937
Simolawang 26,618 26,618 26,618 26,551 22,108 22,463 22,629 23,240 23,246 23,550
TOTAL
104,169 104,169 104,169 103,703 96,658 100,821 103,161 104,829 104,872 101,811
PENDUDUK
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, 2007-2016

Jumlah Keluarga di Kecamatan Simokerto dalam 10 tahun terakhir, yaitu mulai tahun
2012-2016 disajikan dalam Tabel :

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 26


Tabel 3.3 Jumlah Kepala Keluarga tahun 2007-2016

Jumlah Kepala Keluarga


Tahun
2007 20833,8
2008 20833,8
2009 20436,4
2010 20740,6
2011 19331,6
2012 20164,2
2013 20632,2
2014 20965,8
2015 20974,4
2016 20362,2
Jumlah 205275
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, 2007-2016

B. Jumlah Fasilitas Umum


Kecamatan Simokerto dalam tata guna lahannya didominasi oleh daerah
terbangun, yaitu pemukiman dan fasilitas-fasilitas umum seperti gedung sekolah,
fasilitas kesehatan, tempat ibadah, dan pertokoan.

Tabel 3.4 Jumlah Fasilitas Umum yang ada di Kecamatan Bubutan Pada Tahun 2007-
2016

FASILITAS TAHUN
UMUM 2012 2013 2014 2015 2016
Tempat Ibadah 117 117 117 117 117
Pendidikan 90 90 90 97 86
Kesehatan 47 47 28 28 29
Pertokoan 12 12 12 12 12
Hotel 4 4 4 4 4
Pasar 3 4 4 4 4
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, 2012-2016

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 27


BAB IV
PERENCANAAN SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN

4.1. Proyeksi Penduduk


Dalam merencanakan sistem penyaluran air limbah domestik, maka perlu
dilakukan analisis jumlah penduduk untuk tahun yang akan datang. Hal ini dilakukan
dengan cara melakukan proyeksi penduduk. Analisis proyeksi penduduk dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan menggunakan metode aritmatik,
geometrik dan least square. Untuk menentukan metode yang tepat dalam
memproyeksikan jumlah penduduk maka dilakukan dengan cara membandingkan
nilai korelasi dari tiap-tiap metode dalam perhitungan pertumbuhan penduduk 10
tahun terakhir yaitu dari 2007 hingga 2016. Nilai korelasi yang digunakan yaitu nilai
dari salah satu metode yang paling mendekati angka 1 itulah merupakan metode yang
akan digunakan. Berikut adalah data-data jumlah penduduk Kecamatan Simokerto,
Kota Surabaya selama 10 tahun terakhir, yang di sajikan dalam tabel 4.1

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Simokerto Tahun 2007-2016

Kelurahan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kapasan 17,145 17,145 17,145 16,817 16,980 17,009 17,073 17,362 17,345 16,623
Tambak Rejo 20,736 20,736 20,736 20,688 17,668 21,480 21,653 22,256 22,256 20,708
Simokerto 23,383 23,383 23,383 23,376 23,822 24,124 24,124 24,170 24,181 22,993
Sidodadi 16,287 16,287 16,287 16,271 16,080 15,745 17,682 17,801 17,844 17,937
Simolawang 26,618 26,618 26,618 26,551 22,108 22,463 22,629 23,240 23,246 23,550
TOTAL
104,169 104,169 104,169 103,703 96,658 100,821 103,161 104,829 104,872 101,811
PENDUDUK
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Surabaya, 2007-2016

Analisa perhitungan proyeksi pertumbuhan penduduk dilakukan dengan


menggunakan tiga metode berikut
a. Metode Aritmatika
Metode aritmatika yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan penduduk
dihitung dengan menghitung selisih dari jumlah penduduk pada tahun ke-n

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 28


dengan jumlah penduduk tahun ke n-1. Hasil perhitungan penduduk dapat dilihat
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Simokerto dengan metode
Aritmatika
Jumlah
Tahun
Penduduk X y x^2 y^2 x.y
2007 104,169 0 0 0 0 0
2008 104,169 1 0 1 0 0
2009 102,182 2 -1987 4 3948169 -3974
2010 103,703 3 1521 9 2313441 4563
2011 96,658 4 -7045 16 49632025 -28180
2012 100,821 5 4163 25 17330569 20815
2013 103,161 6 2340 36 5475600 14040
2014 104,829 7 1668 49 2782224 11676
2015 104,872 8 43 64 1849 344
2016 101,811 9 -3061 81 9369721 -27549
Jumlah 45 -2358 285 90853598 -8265
R 0.027180846
Sumber :Hasil Analisis
b. Metode Geometrik
Metode Geometrik yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan
penduduk dihitung dengan menghitung LN dari jumlah penduduk pada tahun
ke-n perhitungan penduduk dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Simokerto dengan metode
Geometrik
Jumlah
Tahun
Penduduk X y x^2 y^2 x.y
2007 104,169 1 11.55376986 1 133.489598 11.55376986
2008 104,169 2 11.55376986 4 133.489598 23.10753972
2009 102,182 3 11.53451082 9 133.0449398 34.60353245
2010 103,703 4 11.54928632 16 133.3860146 46.19714529
2011 96,658 5 11.47893425 25 131.7659316 57.39467127
2012 100,821 6 11.52110195 36 132.7357901 69.12661168
2013 103,161 7 11.54404615 49 133.2650016 80.80832308
2014 104,829 8 11.56008573 64 133.6355821 92.48068584
2015 104,872 9 11.56049584 81 133.645064 104.0444625
2016 101,811 10 11.53087343 100 132.9610421 115.3087343

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 29


Jumlah
Tahun
Penduduk X y x^2 y^2 x.y
Jumlah 55 115.3868742 385 1331.418562 634.625476
R -0.003466001
Sumber :Hasil Analisis

c. Metode Least Square


Metode Least Square yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan
penduduk dihitung dengan Y = jumlah penduduk. Hasil perhitungan penduduk
dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Simokerto dengan metode Least


Square
Jumlah
Tahun
Penduduk X y x^2 y^2 x.y
2007 104,169 1 104,169 1 10851180561 104169
2008 104,169 2 104,169 4 10851180561 208338
2009 102,182 3 102,182 9 10441161124 306546
2010 103,703 4 103,703 16 10754312209 414812
2011 96,658 5 96,658 25 9342768964 483290
2012 100,821 6 100,821 36 10164874041 604926
2013 103,161 7 103,161 49 10642191921 722127
2014 104,829 8 104,829 64 10989119241 838632
2015 104,872 9 104,872 81 10998136384 943848
2016 101,811 10 101,811 100 10365479721 1018110
Jumlah 55 1026375 385 105400404727 5644798
R -0.003896937
Sumber :Hasil Analisis

Dari hasil analisis ketiga metode tersebut proyeksi pertumbuhan penduduk


yang mendekati nyata yaitu metode geometrik. Sehingga dalam proyeksi
pertumbuhan penduduk 10 tahun yang akan mendatang dapat dihitung berdasarkan
metode geometrik. Selanjutnya proyeksi penduduk Kecamatan Simokerto untuk 10
tahun mendatang yaitu dari tahun 2017-2026. Hasil perhitungan proyeksi penduduk
Kecamatan Simokerto ditampilkan pada tabel 4.5- 4.9.

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 30


Tabel 4.5 Proyeksi Penduduk Kelurahan Kapasan, Kecamatan Simokerto

Metode Geometri
Proyeksi
Tahun P0 Pn r n
Penduduk
2017 17,145 16,623 -0.0034 1 16566
2018 17,145 16,623 -0.0034 2 16509
2019 17,145 16,623 -0.0034 3 16453
2020 17,145 16,623 -0.0034 4 16396
2021 17,145 16,623 -0.0034 5 16340
2022 17,145 16,623 -0.0034 6 16284
2023 17,145 16,623 -0.0034 7 16228
2024 17,145 16,623 -0.0034 8 16173
2025 17,145 16,623 -0.0034 9 16117
2026 17,145 16,623 -0.0034 10 16062
Sumber : Hasil Analisis

Tabel 4.6 Proyeksi Penduduk Kelurahan Tambak Rejo, Kecamatan Simokerto


Metode Geometri
proyeksi
tahun Po Pn r n
penduduk
2017 20,736 20,708 -0.0001 1 20705
2018 20,736 20,708 -0.0001 2 20702
2019 20,736 20,708 -0.0001 3 20699
2020 20,736 20,708 -0.0001 4 20696
2021 20,736 20,708 -0.0001 5 20692
2022 20,736 20,708 -0.0001 6 20689
2023 20,736 20,708 -0.0001 7 20686
2024 20,736 20,708 -0.0001 8 20683
2025 20,736 20,708 -0.0001 9 20680
2026 20,736 20,708 -0.0001 10 20677
Sumber : Hasil Analisis

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 31


Tabel 4.7 Proyeksi Penduduk Kelurahan Simokerto, Kecamatan Simokerto
Metode Geometri
tahun Po Pn r n proyeksi penduduk
2017 23,383 22,993 -0.0019 1 22950
2018 23,383 22,993 -0.0019 2 22907
2019 23,383 22,993 -0.0019 3 22865
2020 23,383 22,993 -0.0019 4 22822
2021 23,383 22,993 -0.0019 5 22779
2022 23,383 22,993 -0.0019 6 22737
2023 23,383 22,993 -0.0019 7 22694
2024 23,383 22,993 -0.0019 8 22652
2025 23,383 22,993 -0.0019 9 22610
2026 23,383 22,993 -0.0019 10 22568
Sumber : Hasil Analisis

Tabel 4.8 Proyeksi Penduduk Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Simokerto


Metode Geometri
tahun Po Pn r n proyeksi penduduk
2017 16,287 17,937 0.0108 1 18130
2018 16,287 17,937 0.0108 2 18325
2019 16,287 17,937 0.0108 3 18523
2020 16,287 17,937 0.0108 4 18722
2021 16,287 17,937 0.0108 5 18924
2022 16,287 17,937 0.0108 6 19128
2023 16,287 17,937 0.0108 7 19334
2024 16,287 17,937 0.0108 8 19542
2025 16,287 17,937 0.0108 9 19752
2026 16,287 17,937 0.0108 10 19965

Tabel 4.9 Proyeksi Penduduk Kelurahan Simolawang, Kecamatan Simokerto


Metode Geometri
tahun Po Pn r n proyeksi penduduk
2017 26,618 23,550 -0.0135 1 23232
2018 26,618 23550 -0.0135 2 22918
2019 26,618 23550 -0.0135 3 22609
2020 26,618 23550 -0.0135 4 22304
2021 26,618 23550 -0.0135 5 22003

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 32


Metode Geometri
tahun Po Pn r n proyeksi penduduk
2022 26,618 23550 -0.0135 6 21706
2023 26,618 23550 -0.0135 7 21412
2024 26,618 23550 -0.0135 8 21123
2025 26,618 23550 -0.0135 9 20838
2026 26,618 23550 -0.0135 10 20557
Sumber : Hasil Analisis

4.2. Proyeksi Debit Pembuangan Rata-Rata Air Limbah Domestik


Untuk mengetahui debit pembuangan rata-rata air limbah pada suatu daerah,
diperlukan adanya data jumlah penduduk setiap tahun proyeksi. Di bawah ini
terlampir perhitungan debit air limbah didasarkan pada jumlah pemakaian air
minum. Volume air limbah adalah 80% volume air minum. Proyeksi debit
pembuangan rata-rata air limbah domestik dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10 Proyeksi Debit Pembuangan Rata-Rata Air Limbah
Q air limbah rata-
Tahun Jumlah Penduduk Tipikal Q Air Limbah (L/orng/hari) rata
2017 101553 150 15232950
2018 101295 150 15194250
2019 101038 150 15155700
2020 100781 150 15117150
2021 100525 150 15078750
2022 100270 150 15040500
2023 100016 150 15002400
2024 99762 150 14964300
2025 99509 150 14926350
2026 99256 150 14888400
Sumber : Hasil Analisis

4.3. Timbulan Air Limbah


Penentuan dimensi sistem perencanaan air buangan dilihat berdasarkan debit
total yang masuk ke dalam saluran air buangan. Besarnya debit total bergantung pada
besarnya debit air buangan dan debit infiltrasi pada waktu puncak. Berikut ini
perhitungan manual timbulan air limbah dan tabel akan di lampirkan.

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 33


a. Kebutuhan air bersih
Q domestik = (% terlayani ( kebutuhan air perkelurahan + ( % terlayani x
kebutuhan air perkelurahan )
= ( 25% ( 2,9 + ( 25% x 2,9)) = 0,7156 L/detik
Q total = Q domestik
b. Debit air bersih total pada saat jam puncak
Besarnya faktor puncak sebesar 1,5 – 2 untuk faktor jam puncak. Pada
perencanaan ini menggunakan faktor jam puncak sebesar 1,7 karena merupakan
suatu instalasi baru. Berdasarkan perhitungan sebelumnya yang diperoleh Q total
= Q domestik, maka pada saat jam puncak perhitungannya :
Q jam puncak = Q total x 1,7
= 0,7156 x 1,7
= 1,2166 L/detik
c. Debit air buangan rata-rata
Dalam perencanaan sistem PAB ini, debit air buangan rata-rata dihitung
berdasarkan debit air bersih total pada waktu jam puncak. Maka perhitungannya
sebagai berikut :
Qabr = Q jam puncak x 80%
= 1,2166 x 80%
= 0,9733 L/detik
d. Perhitungan debit minimum air buangan
Debit minimum merupakan debit air buangan pada saat pemakaian air minum.
Berdasarkan perhitungan sebelumnya maka perhitungannya sebagai berikut :
Qabr min = Qabrr x 60%
= 0,9733 x 60%
= 0,5840 L/detik
Qabr
Qabr =
1000
0,9733
=
1000

= 0,0010 m3/detik

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 34


e. Perhitungan debit minimum air buangan
Dalam penentuan debit puncak air buangan, debit puncak ini berdasarkan
pada debit air buangan rata-ratanya dikalikan faktor puncak. Maka perhitungannya
sebagai berikut :
Qab peak = Qabr x fpeak (4,00)
= 0,9733 x 4,00
= 3,8930 L/detik
f. Debit puncak infiltrasi
Dalam menentukan debit puncak inlfitrasi, debit infiltrasi ini bergantung pada
luar area sistem PAB yang dilayani. Luas area sistem PAB yang dilayani ini akan
menentukan besarnya faktor puncak infiltrasi.
Q inflit = peak inflit (25,00) x luas area
= 25,00 x 25
= 625 m3/hari
Qinflit x 1000
Q inflit =
86400
625x 1000
=
86400
= 7,2338 L/detik
Q total = Q inflit + Qab peak
= 7,2338 + 3,8930
= 11,1268 L/detik

4.4. Penentuan Lokasi IPAL


Dalam perencanaan ini penentuan lokasi IPAL dilakukan berdasarkan elevasi
keinggian tanah yang terendah diantara daerah tersebut, dan pertimbangan lokasi
yang paling strategis untuk peletakan IPAL, dimana IPAL tersebut mampu melayani
daerah pelayanan. Terdapat 16 manhole yang terbagi menjadi 2 sektor. Untuk sektor
1 terdapat manhole 1-7 dan berakhir pada IPAL 1 yang melayani darah sebagian
Kelurahan Simokerto dan sebagian Kelurahan Tambakrejo, sedangkan untuk sektor
2 terdapat manhole 8-16 dan berakhir pada IPAL 2 yang melayani daerah Kelurahan

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 35


Simolawang, Kelurahan Sidodadi, Kelurahan Kapasan, sebagian Kelurahan
Simokerto, dan sebagian Kelurahan Tambakrejo. Untuk mengetahi lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini.

Gambar 4.1 Denah Penempatan IPAL dan Manhole


Sumber : Hasil Analisis

4.5. Self Cleaning Velocity


Perhitungan self cleaning velocity berfungsi sebagai pengecekan kondisi
aliran perpipaan agar tidak terjadi pengendapan. Kecepatan aliran disyaratkan 0.6 –
3 m/detik (Rrakhmananda, Rezagama, dan Handayani, 2016).
Sistem Hidrolika
Perhitungan dari menhole 1 ke manhole 2

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 36


a. Perhitungan debit air limbah di pipa
Q total
Q full = Q peak/Qfull
0,0111
= 0,0166
= 0,0166 m3/detik
b. Penentuan diameter pipa
𝑄 𝑓𝑢𝑙𝑙 𝑥 𝑛
D pipa = ((0,3117𝑥( 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒)0,5 )0,375 )
0,0166 𝑥 0,015
= ((0,3117𝑥( 0,006)0,5 )0,375)
= 0,1797 m
Perhitungan selanjutnya dapat dilihat dari tabel 4.11 berikut ini :

Tabel 4.11 Penentuan Diameter Pipa


Manhole Asumsi
Lajur Q full Slope D Pipa
Dari Ke d/D Qp/Qf n (pvc)
(m³/det) (m/m) (m)
Sektor 1
1 1 2 0.60 0.6718 0.0166 0.015 0.006 0.1797
2 2 3 0.60 0.6718 0.0054 0.015 0.006 0.1178
3 3 4 0.60 0.6718 0.0016 0.015 0.006 0.0748
4 7 6 0.60 0.6718 0.0174 0.015 0.006 0.1830
5 6 4 0.60 0.6718 0.0010 0.015 0.006 0.0633
6 4 5 0.60 0.6718 0.0013 0.015 0.006 0.0688
7 5 IPAL 0.60 0.6718 0.0274 0.015 0.006 0.2171
Sektor 2
8 8 9 0.60 0.6718 0.0094 0.015 0.006 0.1454
9 9 10 0.60 0.6718 0.0130 0.015 0.006 0.1642
10 10 11 0.60 0.6718 0.0119 0.015 0.006 0.1590
11 11 12 0.60 0.6718 0.0072 0.015 0.006 0.1313
12 16 13 0.60 0.6718 0.0107 0.015 0.006 0.1523
13 14 13 0.60 0.6718 0.0090 0.015 0.006 0.1430
14 15 13 0.60 0.6718 0.0064 0.015 0.006 0.1256
15 13 12 0.60 0.6718 0.0154 0.015 0.006 0.1750
16 12 IPAL 0.60 0.6718 0.0566 0.015 0.006 0.2850
Sumber : Hasil Analisis

219,1−2,77
c. D pipa dipilih (m) = ( )
1000

= 0,21633 m
d. Kontrol aliran pada pipa diameter (mm) = D pipa dipilih x 1000
= 0,21633 x 1000

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 37


= 216,33 mm
0,3117 x ((( D pipa dipilih )2,667 )
e. Q full diameter = ( )
0,015 𝑥 (0,006)0,5

0,3117 x ((( 0,21633 )2,667 )


= 0,015 𝑥 (0,006)0,5

= 0,0271 m3/detik
f. Luas penampang = (1/4) x (22/7) x ( D pipa dipilih 2)

= (1/4) x (22/7) x (0,21633 2)

= 0,0368 m3

Q full diameter
g. V ful = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔
0,0271
= 0,0368

= 0,7379 m/detik
Q total
h. Qp / Qf = 𝑄 𝑓𝑢𝑙𝑙 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
0,0111
= 0,0271

= 0,4101
i. VP = vp / vf x v full
= 1,0393 x 0,7379
= 0,7669

Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut ini

Tabel 4.12 Penentuan Diameter Pipa (lanjutan)


Manhole Perencanaan
Kontrol Q full Luas
Lajur V full Vp
Aliran Pada diameter Penampang
Dari Ke Qp/Qf d/D Vp/Vf
Diameter
(m³/det) (m²) (m/det) (m/det)
(mm)
Sektor 1
1 1 2 216.33 0.0271 0.0368 0.7379 0.4101 0.45 1.0393 0.7669
2 2 3 138.53 0.0083 0.0151 0.5481 0.4361 0.46 1.0393 0.5696
3 3 4 86.79 0.0024 0.0059 0.4013 0.4521 0.48 1.0393 0.4170
4 7 6 216.33 0.0271 0.0368 0.7379 0.4300 0.46 1.0393 0.7669
5 6 4 70.89 0.0014 0.0039 0.3506 0.4964 0.51 1.0393 0.3644
6 4 5 70.89 0.0014 0.0039 0.3506 0.6209 0.57 1.0393 0.3644

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 38


Manhole Perencanaan
Kontrol Q full Luas
Lajur V full Vp
Aliran Pada diameter Penampang
Dari Ke Qp/Qf d/D Vp/Vf
Diameter
(m³/det) (m²) (m/det) (m/det)
(mm)
7 5 IPAL 216.33 0.0271 0.0368 0.7379 0.6786 0.60 1.0393 0.7669
Sektor 2
8 8 9 165.53 0.0133 0.0215 0.6172 0.4756 0.49 1.0165 0.6274
9 9 10 165.53 0.0133 0.0215 0.6172 0.6575 0.59 1.0165 0.6274
10 10 11 165.53 0.0133 0.0215 0.6172 0.6033 0.56 1.0165 0.6274
11 11 12 138.53 0.0083 0.0151 0.5481 0.5826 0.55 1.0165 0.5572
12 16 13 165.53 0.0133 0.0215 0.6172 0.5384 0.52 1.0165 0.6274
13 14 13 165.53 0.0133 0.0215 0.6172 0.4547 0.48 1.0165 0.6274
14 15 13 138.53 0.0083 0.0151 0.5481 0.5182 0.51 1.0165 0.5572
15 13 12 216.33 0.0271 0.0368 0.7379 0.3818 0.43 1.0165 0.7500
16 12 IPAL 319.93 0.0770 0.0804 0.9579 0.4939 0.51 1.0165 0.9737
Sumber : Hasil Analisis

4.6. Tinggi Galian Pipa


Dalam pelaksanaan pekerjaan, besarnya volume galian pipa dipengaruhi oleh
faktor kemiringan saluran (slope), sehingga semakin besar slope semakin besar
volume galian tanah dan hal ini menyebabkan biaya investasi semakin besar. Selain
itu, dalam penentuan tinggi galian pipa harus diketahui beda tinggi atau elevasi tanah
dari tiap-tiap node pipa (Rrakhmananda, Rezagama, dan Handayani, 2016).
Perhitungan dari manhole 1 ke manhole 2
a. Elevasi pipa awal = elevasi awal – 0,7
= 12 – 0,7
= 11,30 m
b. ∆𝐻 = slope x panjang pipa
= 0,006 x 310
= 1,8600 m
c. Elevasi pipa akhir = elevasi pipa awal - ∆𝐻
= 11,30 – 1,8600
= 9,44 m

d. Tinggi galian = elevasi tanah akhir – elevasi pipa akhir


= 12,00 -9,44
= 2,56 m
Untuk hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat dalam table 4.13 berikut
ini :

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 39


Table 4.13 Tabel Tinggi Galian Pemasangan Pipa
Elevasi Panjang Elevasi Elevasi
Manhole Slope Tinggi
Tanah Pipa (L) Pipa Pipa ΔH
Lajur Galian
Awal Akhir Individu Awal Akhir (S)
Dari Ke
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
Sektor 1
1 1 2 12,00 12,00 310 11,30 9,44 0,01 1,86 2,56
2 2 3 12,00 12,00 386 9,44 7,12 0,01 2,316 4,876
3 3 4 12,00 8,00 188 7,12 3,12 0,02 4 4,876
4 7 6 8,00 8,00 50 7,30 7,00 0,01 0,3 1
5 6 4 12,00 8,00 185 7,00 3,00 0,02 4 5
5 4 5 8,00 8,00 525,4 3,00 -0,15 0,01 3,152 8,1524
7 5 IPAL 8,00 8,00 82 5,72 5,23 0,01 0,492 2,7682
Sektor 2
8 8 9 12,00 12,00 104 11,30 10,676 0,01 0,624 1,32
9 9 10 12,00 12,00 141 10,68 9,83 0,01 0,846 2,17
10 10 11 12,00 8,00 95 9,83 5,83 0,04 4 2,17
11 11 12 8,00 8,00 84 5,83 5,326 0,01 0,504 2,67
12 16 13 12,00 8,00 30 11,30 7,3 0,13 4 0,70
13 14 13 12,00 8,00 378 11,30 7,3 0,01 4 0,70
14 15 13 12,00 8,00 513 11,30 7,3 0,01 4 0,70
15 13 12 8,00 8,00 427 7,30 4,738 0,01 2,562 3,26
16 12 IPAL 8,00 8,00 348 4,74 2,65 0,01 2,088 5,35
Sumber : Hasil Analisis
Pada lajur 5 dari manhole 4 menuju Manhol 5 tinggi galian mencapai 8,1524
m. sedangkan tinggi galian manhole tidak boleh melebihi 6 m. sehingga diperlukan
pemompaan terhadap pengaliran air limbah untuk menuju ke aliran 7 yaitu dari
manhole 5 menuju ke IPAL. Dengan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada table
4.14 berikut ini :

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 40


Tabel 4.14 Perhitungan Pompa
Elevasi Panjang Elevasi Elevasi
Manhole Slope Tinggi
Tanah Pipa (L) Pipa Pipa ΔH
Lajur Galian
Awal Akhir Individu Awal Akhir (S)
Dari Ke
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
Sektor 1
1 1 2 12,00 12,00 310 11,30 9,44 0,01 1,86 2,56
2 2 3 12,00 12,00 386 9,44 7,12 0,01 2,316 4,876
3 3 4 12,00 8,00 188 7,12 3,12 0,02 4 4,876
4 7 6 8,00 8,00 50 7,30 7,00 0,01 0,3 1
5 6 4 12,00 8,00 185 7,00 3,00 0,02 4 5
5 4 5 8,00 8,00 525,4 3,00 -0,15 0,01 3,152 8,1524
5 Pompa 8,00 8,00 262,7 3,00 1,42 0,06 1,5762 6,5762
Pompa 5 8,00 8,00 262,7 7,30 5,72 0,06 1,5762 2,2762
7 5 IPAL 8,00 8,00 82 5,72 5,23 0,01 0,492 2,7682
Sumber : Hasil Analisis

4.7. Tipikal Manhole


Setelah menghitung nilai tinggi galian, kita dapat menentuka tipikal-tipikal
manhole yang digunakan. Ada 5 macam tipikal manhole yaitu Drop Manhole,
Manhole Lurus, Manhole Belokan, Manhole Pertigaan, dan Manhole Perempatan.
Untuk mengetahui lebih jelas manhole apa saja yang tedapat dalam perencanaan kali
ini dapat dilihat selengkapnya pada table 4.14 berikut ini :

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 41


Tabel 4.15 Tabel Tipikal Manhole
Manhole Elevasi Tanah Diameter Elevasi Pipa Tinggi Panjang
Tipikal
Lajur Awal Akhir Pipa Awal Akhir Galian Pipa (L)
Dari Ke
(m) (m) (mm) (m) (m) (m) (m) Manhole
Sektor 1
1 1 2 12,00 12,00 216,33 11,30 9,44 2,56 310 Drop
2 2 3 12,00 12,00 138,53 9,44 7,12 4,876 386 Belokan
3 3 4 12,00 8,00 86,79 7,12 3,12 4,876 188 Belokan
4 7 6 8,00 8,00 216,33 7,30 7,00 1 50 Drop
5 6 4 12,00 8,00 70,89 7,00 3,00 5 185 Belokan
5 4 5 8,00 8,00 70,89 3,00 -0,15 8,1524 525,4 Pertigan
7 5 IPAL 8,00 8,00 216,33 5,72 5,23 2,7682 82 Belokan
Sektor 2
8 8 9 12,00 12,00 165,53 11,30 10,676 1,32 104 Drop
9 9 10 12,00 12,00 165,53 10,68 9,83 2,17 141 Lurus
10 10 11 12,00 8,00 165,53 9,83 5,83 2,17 95 Belokan
11 11 12 8,00 8,00 138,53 5,83 5,326 2,67 84 Belokan
12 16 13 12,00 8,00 165,53 11,30 7,3 0,70 30 Drop
13 14 13 12,00 8,00 165,53 11,30 7,3 0,70 378 Drop
14 15 13 12,00 8,00 138,53 11,30 7,3 0,70 513 Drop
15 13 12 8,00 8,00 216,33 7,30 4,738 3,26 427 Perempatan
16 12 IPAL 8,00 8,00 319,93 4,74 2,65 5,35 348 Pertigan

Sumber : Hasil Analisis

4.8.Penanaman Pipa
Perhitungan dimensi dan penanaman pipa saluran air limbah dilakukan
dengan menghitung perbedaan elevasi tanah, slope, kemudian merencanakan nila
d/D untuk memperoleh nilai Qpeak, Qmin, dan nilai Qfull. Untuk dimensi unit
ABR, setelah diperoleh hasil perhitungan mass balance kemudian dilakukan
perhitungan dimensi unit ABR dan kedalaman penanamanya di dalam tanah.
Berikut merupakan perhitungan manual perencanaan penanaman pada
wilayah Kecamatan Simokerto :
Penanaman pipa = elevasi tanah – elevasi pipa
= 12,00 – 11,30
= 0,70 m

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 42


10 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛
Galian Total = penanaman pipa + 100 + 100

10 20
= 0,70 + 100 + 100

=1m

Berikut perhitungan selengkapnya disajikan pada tabel 4.15 – 4.19 berikut ini.

Tabel 4.16 Tipikal Drop Manhole


Manhole Diameter Elevasi Kedalaman Panjang Ketebalan
Penanaman Galian Tipikal
Lajur Pipa Manhole Tanah Pipa Pipa Beton
Dari Ke Pipa Total
(mm) (cm) (m) (m) (m) (m) (m) (cm) Manhole
Sektor 1
1 1 2 216,33 Ø 75 12,00 11,30 0,70 1 310 20 Drop
4 7 6 216,33 Ø 75 8,00 7,30 0,70 1 50 20 Drop
Sektor 2
8 8 9 165,53 Ø 75 12,00 11,30 0,70 1 104 20 Drop
12 16 13 165,53 Ø 75 12,00 11,30 0,70 1 30 20 Drop
13 14 13 165,53 Ø 75 12,00 11,30 0,70 1 378 20 Drop
14 15 13 138,53 Ø 75 12,00 11,30 0,70 1 513 20 Drop
Sumber : Hasil Analisis

Tabel 4.17 Tipikal Manhole Belokan


Manhole Diameter Elevasi Kedalaman Panjang Ketebalan
Penanaman Galian Tipikal
Lajur Pipa Manhole Tanah Pipa Pipa (L) Beton
Dari Ke Pipa Total
(mm) (cm) (m) (m) (m) (m) (m) (cm) Manhole
Sektor 1
2 2 3 138,53 Ø 75 12,00 9,44 2,56 2,86 386 20 Belokan
3 3 4 86,79 Ø 75 12,00 7,12 4,88 5,18 188 20 Belokan
5 6 4 70,89 Ø 75 12,00 5,72 6,28 6,58 185 20 Belokan
Sektor 2
10 10 11 165,53 Ø 75 12,00 9,83 2,17 2,47 95 20 Belokan
11 11 12 138,53 Ø 75 8,00 5,83 2,17 2,47 84 20 Belokan
Sumber : Hasil Analisis

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 43


Tabel 4.18 Tipikal Manhole Lurus
Manhole Diameter Elevasi Kedalaman Panjang Ketebalan
Penanaman Galian Tipikal
Lajur Pipa Manhole Tanah Pipa Pipa (L) Beton
Dari Ke Pipa Total
(mm) (cm) (m) (m) (m) (m) (m) (cm) Manhole
Sektor 2
9 9 10 165,53 Ø 75 12,00 10,68 1,32 1,62 141 20 Lurus
Sumber : Hasil Analisis

Tabel 4.19 Tipikal Manhole Pertigaan


Manhole Diameter Elevasi Kedalaman Panjang Ketebalan
Penanaman Galian Tipikal
Lajur Pipa Manhole Tanah Pipa Pipa (L) Beton
Dari Ke Pipa Total
(mm) (cm) (m) (m) (m) (m) (m) (cm) Manhole
Sektor 1
5 4 5 70,89 Ø 75 8,00 3,00 5,00 5,30 525,4 20 Pertigan
Sektor 2
16 12 IPAL 319,93 Ø 75 8,00 4,74 3,26 3,56 348 20 Pertigan
Sumber : Hasil Analisis

Tabel 4.20 Tipikal Manhole Perempatan


Manhole Diameter Elevasi Kedalaman Panjang Ketebalan
Penanaman Galian Tipikal
Lajur Pipa Manhole Tanah Pipa Pipa (L) Beton
Dari Ke Pipa Total
(mm) (cm) (m) (m) (m) (m) (m) (cm) Manhole
Sektor 2
15 13 12 216,33 Ø 75 8,00 7,30 0,70 1 427 20 Perempatan
Sumber : Hasil Analisis

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 44


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari tugas besar Sistem Penyaluran Air Buangan
Kecamatan Simolawang Surabaya ini yaitu sebagai berikut:
1. Debit air buangan yang akan dialirkan melalui sistem penyaluran air buangan
pada perencanaan ini yaitu sebesar 0,1412 m3/det. Dengan pembagian aliran
menjadi 2 sektor yaitu sektor pertama pada IPAL 1 yang memiliki debit air
buangan sebesar 0,0474 m3/det dan sektor kedua pada IPAL 2 yang memiliki
debit air buangan sebesar 0,0938 m3/det.
2. Pada perencanaan ini ada 2 IPAL dengan 16 manhole. Manhole 1-7 berakhir pada
IPAL 1 yang melayani darah sebagian Kelurahan Simokerto dan sebagian
Kelurahan Tambakrejo dan manhole 8-16 berakhir pada IPAL 2 yang melayani
daerah Kelurahan Simolawang, Kelurahan Sidodadi, Kelurahan Kapasan,
sebagian Kelurahan Simokerto, dan sebagian Kelurahan Tambakrejo.
3. Pemasangan pipa pada sektor 1 yaitu dari M1 (manhole 1) ke M2 memiliki tinggi
galian atau kedalaman tanah sebesar 2,56 m, M2 ke M3 dan M3 ke M 4 sebesar
4,876 m, M7 ke M6 sebesar 1m, M6 ke M4 sebesar 5 m, M4 ke M5 sebesar 2,2762
m, dan M5 ke IPAL 1 sebesar 2,7682 m. sedangkan untuk sektor 2 yaitu dari M8
ke M9 sebesar 1,32 m, M9 ke M10 dan M10 ke M11 sebesar 2,17 m, M11 ke
M12 sebesar 2,67 m, M16 ke M13; M14 ke M13; dan M15 ke M13 sebesar 0,07
m, M13 ke M12 sebesar 3,26 m, dan yang terakhir yaitu dari M12 ke IPAL 2
sebesar 5,35 m.
4. Menggunakan 5 jenis manhole yaitu drop manhole, manhole belokan, manhole
lurus, manhole pertigaan, dan manhole perempatan.

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 45


5.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan untuk mempermudah pembuatan Sistem Penyaluran
Air Buangan kedepannya yaitu sebagai berikut:
1. Dalam menghitung debit air buangan pada kecamatan simokerto, harus teliti
untuk mempertimbangkan kapasitas pelayanan dan diameter pipa. Sehingga, jika
terjadi peningkatan debit air buangan yang mengakibatkan sistem tidak mampu
melayani, diameter pipa dapat diganti dengan yang lebih besar.
2. Sebaiknya dipasang bangunan pelengkap lainnya dengan perhitungan
perencanaannya yang tepat untuk meminimalisir terjadinya penyumbatan.

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 46


DAFTAR PUSTAKA

Agung Pangestu Nugroho, Budi Utomo, dan Solichin. (2018). Analisis Sistem Jaringan
Perpipaan Penyalur Air Limbah Di Kawasan Universitas Sebelas Maret Surakarta. e-
Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL, 386-395.
Ayuningtyas, R. D. (2009). Proses Pengolahan Limbah Cair Di Rsud Dr. Moewardi
Surakarta. Laporan Khusus PROGRAM D-III Hiperkes Dan Keselamatan Kerja
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, 1-59.
Eris, F. R. (2009). Penanganan Masalah Persampahan Dan Limbah Cair Di Provinsi Banten.
Jur. Agroekotek. 1 (1), 36-45.
Haristia Damayanti dan Ipung Fitri Purwanti. (2016). Perencanaan Instalasi Pengolahan Air
Limbah Domestik di Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya. JURNAL TEKNIK ITS
Vol. 5, No. 2, 31-35.
Marthini S. Fanggi; Sudiyo Utomo; dan I Made Udiana. (2015). Perencanaan Instalasi
Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Komunal Pada Daerah Pesisir Di Kelurahan
Metina Kecamatan Lobalain Kabupaten Rote-Ndao. Jurnal Teknik Sipil Vol. IV, No.
2, 159-166.
Ragil Tri Setiawati dan Ipung Fitri Purwanti. (2016). Perencanaan Instalasi Pengolahan Air
Limbah Domestik di Kecamatan Simokerto Kota Surabaya. JURNAL TEKNIK ITS
Vol. 5, No. 2, 42-46.
Supriyatno, B. (2000). Pengelolaan Air Limbah Yang Berwawasan Lingkungan Suatu
Strategi Dan Langkah Penanganannya. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.1, No. 1,
17-26.
Yahya, M. (2012). Identifikasi Pencemaran Lingkungan Akibat Pembuangan Limbah
Domestik Di Permukiman Kumuh Di Sekitar Kanal Kota Makassar. Jurusan
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar, 1-6.

SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN KECAMATAN SIMOKERTO | 47

Anda mungkin juga menyukai