PENDAHULUAN
Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit hati.
Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari
bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk
menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi.1
Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti
kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respons fibrosis terhadap kerusakan hati
bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya tidak
reversibel.1,2
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian per
tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang kesembilan di
AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh kematian di AS. Banyak pasien yang
meninggal pada dekade keempat atau kelima. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian
yang disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant hepatic failure).3,4,5 FHF dapat
disebabkan hepatitis virus (virus hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur
Amanita phalloides atau jamur yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan
berbagai macam penyebab lain yang jarang ditemukan.5
Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun dari beberapa
laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan diagnosis klinis saja dapat
dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit dalam umumnya
berkisar antara 3,6 - 8,4% di Jawa dan Sumatra, sedang di Sulawesi dan Kalimantan di bawah
1%. Secara keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang
dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47, 4% dari seluruh pasien penyakit hati
yang dirawat.6
Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan penyakit
kronik progresif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas jika tidak
ditindaklanjuti secara profesional. Tindakan yang tepat dapat dilakukan jika para praktisi
medis mengenal dengan baik faktor-faktor risiko, etiologi, patogenesis, serta tanda dan gejala
klinis dari sirosis hati. Oleh karena itu, penulis mengangkat sirosis sebagai tema presentasi
kasus ini dengan harapan agar kita mampu mengenal lebih dalam mengenai penyakit ini,
sehingga kita mampu menerapkan penatalaksanaan dan terapi yang rasional terhadap pasien.