BAB III
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
Pada lingkup pekerjaan terdapat hal-hal yang kami tanggapi sebagai berikut:
1. Persiapan
Koordinasi dengan pihak instansi terkait dan tokoh masyarakat setempat yang
terkait dengan pelaksanaan kegiatan pekerjaan.
Pengumpulan data jaringan irigasi, updating peta daerah irigasi yang dilengkapi
dengan jaringan irigasi skala 1:5000 dan skala 1:10000.
2. Survey Lapangan
Melakukan survey teknis / pengukuran lapangan kelokasi untuk mengumpulkan
data - data yang diperlukan sehubungan pekerjaan perencanaan yang terdiri
antara lain :
a. Inventarisasi kerusakan dan penyebab kerusakan, serta dan pengukuran
penampang sungai atau saluran.
b. Data - data primer maupun data sekunder yang diperlukan lainnya.
3. Penyusunan Laporan
Penyusunan Laporan Pendahuluan sebagai langkah awal, dan Laporan Akhir
serta soft copy CD setelah perhitungan dan hasil perhitungan desain selesai.
1. Laporan Pendahuluan
III - 1
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Laporan Pendahuluan mencakup temuan - temuan dari hasil survey awal dan
permasalahan yang dihadapi, jadwal penugasan dan rencana mobilisasi
personil, jadwal pengadaan peralatan, pekerjaan persiapan dan rencana
pelaksanaan kerja, metode pelaksanaan dalam mengatasi permasalahan yang
ada. Laporan ini harus diselesaikan paling lambat 1 (satu) minggu setalah
SPMK. Hasil pelaksanaan / data - data kegiatan yang sudah terkumpul sampai
saat penulisan laporan pendahuluan harus dimasukkan.
2. Laporan Akhir
Terdiri dari prosudur kerja dan gambaran hasil survey investigasi
pengembangan daerah irigasi secara keseluruhan. Laporan Akhir disusun
sebagai kelengkapan laporan setelah pekerjaan diselesaikan. Laporan tersebut
harus berisikan tentang pelaksanaan pekerjaan dan segala permasalahan dan
pemecahannya serta kesimpulan penting yang ditemui selama pelaksanaan
pekerjaan. Salah satu bab laporan harus mengulas pekerjaan survey.
3. Dokumen Perencanaan
Laporan ini berisikan secara rinci dan detail mengenai perhitungan volume
setiap jenis item pekerjaan struktur yang tergambar beserta rencana anggaran
biayanya. Standar Harga yang dipakai merupakan standar harga terbaru yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah / yang dapat dipertanggung jawabkan.
4. Gambar Desain
Terdiri dari gambar hasil perencanaan masing - masing lokasi.
3. Kebutuhan Personil
III - 2
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Kualifikasi dan keahlian tenaga ahli yang disyaratkan dalam KAK, menurut
Konsultan sudah sangat memadai untuk melaksanakan sebuah pekerjaan
REHABILITASI DAERAH IRIGASI LEBAK SUMENGKO di Dinas Pekerjaan
Umum dan Tata Ruang Kabupaten Mojokerto.
Selain itu untuk mendukung pekerjaan tenaga ahli, Konsultan akan menugaskan
beberapa orang tenaga pendukung, baik yang ada di lapangan maupun di
kantor untuk kelancaran kegiatan teknis dan tenaga penunjang untuk
kelancaran kegiatan administrasi proyek.
4. Sistem Pelaporan
Mengenai sistem pelaporan, yang terdiri dari beberapa buku yang telah
disebutkan dalam KAK menurut pihak Konsultan sudah jelas dan lengkap.
5. Tahapan Pelaksanaan
Ruang lingkup pekerjaan atau jasa konsultasi yang tercantum dalam KAK sudah
cukup jelas dan terperinci.
Berdasarkan uraian tugas yang terangkum dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK),
Konsultan berkewajiban untuk dapat menganalisa semua data yang ada selanjutnya
merencanakan secara detail Pekerjaan REHABILITASI DAERAH IRIGASI LEBAK
SUMENGKO.
Untuk itu diperlukan beberapa data / laporan dan sarana penunjang komputerisasi,
agar dapat mendukung terhadap tujuan akhir studi yang akan dicapai.
III - 3
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Sebagaimana yang telah ditentukan dalam KAK, maka untuk mencapai apa yang
telah ditargetkan dari kegiatan ini diperlukan adanya pentahapan kegiatan yang
berkesinambungan dan saling terkait. Oleh karena itu Konsultan telah membuat
suatu pedoman/prinsip yang akan menjadi dasar pelaksanaan studi. Adapun
pedoman prinsip dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah sebagai berikut :
Pendekatan Umum
Seperti telah disampaikan pada paragrap terdahulu, agar dapat mendukung
proses studi sehingga didapatkan suatu hasil studi yang optimal, diusulkan
perlu dibuat tata laksana prosedur yang baik.
1. Organisasi
III - 4
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Para pelaksana pekerjaan ini terdiri dari para tenaga ahli dan tenaga
pendukung dari PT. TATA CIPTA UTAMA yang telah berpengalaman pada
bidangnya masing - masing.
Team Leader akan selalu melakukan fungsi koordinasi tersebut baik intern
maupun ekstern, sehingga sistem koordinasi akan dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.
3. Pusat Kegiatan
Dalam upaya dicapainya tata laksana pelaksanaan pekerjaan yang efisien,
maka kegiatan pelaksanaan pekerjaan studi akan dipusatkan di Kantor PT.
TATA CIPTA UTAMA.
III - 5
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
a. Survei Lapangan
b. Pencatatan kondisi eksisting bangunan dan jaringan Irigasi yang ada.
III - 6
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Untuk itu, pada tahap ini akan dilakukan pekerjaan - pekerjaan sebagai berikut:
III - 7
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
b. Survai Lapangan :
Setelah dilakukan pemilihan lokasi jaringan maupun bangunan yang perlu
diperbaiki, kemudian Tim Konsultan akan melakukan peninjauan lapangan agar
diperoleh data yang lebih akurat
c. Perencanaan Awal :
Berdasarkan kondisi eksisting pada pengumpulan data eksisting di atas, maka
langkah-langkah perencanaan rehabilitasi irigasi selanjutnya dapat diteruskan.
d. Laporan Pendahuluan :
Tujuan kegiatan ini adalah Konsultan memberikan gambaran secara umum
rencana kerja dari pekerjaan ini serta garis besar metoda yang akan
dipergunakan dalam studi ini.
Semua kegiatan Studi Pendahuluan tersebut diatas diasistensikan kepada
Pemberi Tugas untuk mendapat persetujuan dan dituangkan dalam Laporan
Pendahuluan sebagai dasar untuk pelaksanaan pekerjaan selanjutnya.
Dalam perhitungan ini untuk mengetahui kondisi klimatologi maka diperlukan data
yang tercatat pada stasiun Klimatologi yang diperkirakan cukup mewakili untuk
daerah proyek.
- Kecepatan angin
- Suhu
- Kelembaban udara
- Lama penyinaran matahari
III - 8
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar tahunan dengan suatu
kemungkinan disamai atau dilampaui, atau hujan yang terjadi akan disamai atau
dilampaui pada periode ulang tertentu. Metode analisis hujan rancangan tersebut
pemilihannya sangat tergantung dari kesesuaian parameter statistik dari data yang
bersangkutan, atau dipilih berdasarkan pertimbangan teknis-teknis lainnya. Curah
hujan rancangan dihitung berdasarkan analisis Probabilitas Frekuensi dengan
mengacu pada SK SNI M-18-1989 tentang Metode Perhitungan debit banjir. Metode
perhitungan curah hujan rancangan yang digunakan dijelaskan pada masing-
masing sub bab di bawah ini.
Dalam studi ini konsultan menggunakan berbagai metode untuk perhitungan curah
hujan rancangan sebagai berikut :
𝑆0∗ = 0
𝑆𝑘∗ = ∑𝑘𝑖=1(𝑌𝑖 − 𝑌̅)
𝑆∗
𝑆𝑘∗∗ = 𝐷𝑘
𝑦
∑𝑛 ̅ 2
𝑖=1(𝑌𝑖 −𝑌)
𝐷𝑦2 = 𝑛
III - 9
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/n dan R/n. Hasil
yang di dapat dibandingkan dengan nilai Q/n syarat dan R/n syarat, jika lebih kecil
maka data masih dalam batasan konsisten.
Q/n0.5 R/n0.5
n
90% 95% 99% 90% 95% 99%
1. Nilai Rata-Rata
n
X
i =1
i
X=
n
dengan :
X = nilai rata-rata
Xi = nilai varian ke i
n = banyaknya data
2. Standar Deviasi
III - 10
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
X
n
2
i -X
i=l
Sd =
n -1
dengan:
Sd = standar deviasi
X = nilai rata-rata
Xi = nilai varian ke i
n = banyaknya data
3. Koefisien Skewness
n
n
(Xi - X) 3
(n -1) (n - 2) i = l
Cs =
Sd 3
dengan :
Cs = Koefisien Skewness
Sd = Standar Deviasi
X = Nilai Rata-Rata
Xi = Nilai Varian ke i
n = Banyaknya Data
4. Koefisien Kurtosis
n
n2 Xi - X4
i=l
Ck =
(n - 1) (n - 2) (n - 3) Sd 4
dengan :
Ck = Koeffisien Kortusis
Sd = Standar Deviasi
X = Nilai Rata-Rata
Xi = Nilai Varian ke i
n = Banyaknya Data
Untuk menentukan metode yang sesuai, maka terlebih dahulu harus dihitung
besarnya parameter statistik yaitu koefisien kemencengan (skewness) atau Cs,
dan koefisien kepuncakan (kurtosis) atau Ck.
III - 11
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Distribusi Normal
Memiliki sifat khas yaitu nilai asimetrisnya (skewness) hampir sama dengan nol
(Cs 0 atau -0.05 < Cs < 0.05) dengan nilai kurtosis (Ck) = 2.7 < Cs < 3.0.
Distribusi Gumbel
Memiliki sifat khas yaitu nilai asimetisnya (skewness) Cs 1,1396 dan nilai
kurtosisnya Ck 5,4002.
- 0.05 < Cs < 0.05 0.998 < 1.1395 tidak ada batasan
tidak memenuhi tidak memenuhi memenuhi
2.7 < Ck < 3.3 3.701 < 5.4 tidak ada batasan
tidak memenuhi tidak memenuhi memenuhi
Sumber : Harto, 1993:245
𝑋𝑇 = 𝑋 + 𝐾𝑇 . 𝑆
Dimana :
XT = nilai hujan rencana dengan periode ulang T tahun
X = Nilai rata-rata dari data hujan (X) mm
III - 12
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
X = Xr + K.Sx
1
Xr = n ∑n1 Xi
∑n 2 n
1 X −Xr ∑1 Xii
Sx =
n−1
YT−Yn
K = Sn
dengan :
(YT−Yn)
XT = X + Sn
. Sx
Jika :
(1/a) = (Sx/Sn)
b = X - (Sx/Sn)Yn
XT = b + (1/a). YT
Dengan :
III - 13
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Nilai rerata :
∑𝑛
1 log 𝑥
Log Xr =
𝑛
∑𝑛
1 (log 𝑥−log 𝑥𝑟)
2
S1 = √ 𝑛−1
𝑛.∑𝑛
1 (log 𝑥−log 𝑥𝑟)
3
Cs = (𝑛−1)(𝑛−2)𝑆1 3
Distribusi frekuensi kumulatip akan tergambar sebagai garis lurus pada kertas
log-normal jika koefisien asimetri Cs = 0.
Distribusi Log Pearson Type III merupakan salah satu dari kumpulan distribusi
yang diusulkan oleh Pearson. Tidak terdapat alasan-alasan secara teoritis
mengenai pemakaian distribusi ini pada analisis data hidrologi.
III - 14
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
a) Data curah hujan maksimum harian rerata tiap tahun disusun dari besar
ke kecil,
b) Probabilitas dihitung dengan persamaan Weibull sebagai berikut :
100. 𝑚
𝑃= (%)
𝑛+1
dengan :
P = Probabilitas (%)
m = nomor urut data dari seri yang telah disusun
n = banyaknya data
Plot data hujan Xi dan probabilitas
Plot persamaan analisis frekuensi yang sesuai
2) Metode Chi-Square
Berdasarkan metode ini dari distribusi (sebaran) Chi-Square, dengan
penjabaran seperlunya dapat diturunkan :
(𝐸𝑓 − 𝑂𝑓)2
𝑋=∑
𝐸𝑓
dengan
X = Harga Chi-Square
Ef = Frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai
dengan pembagian kelasnya
Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama
𝐷𝐾 = 𝐾 − (𝑃 + 1)
III - 15
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
dengan :
DK = Derajat kebebasan
K = Banyaknya kelas
P = Banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya parameter,
yang untuk sebaran Chi-Square adalah sama dengan 2 (dua)
Dalam hal ini, disarankan pula agar banyaknya kelas tidak kurang dari lima
dan frekuensi absolut tidak kurang dari lima pula. Apabila ada kelas yang
frekuensinya kurang dari lima, maka dapat dilakukan penggabungan dengan
kelas yang lainnya.
Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan
terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk berbagai kebutuhan
(irigasi, air baku dan lain-lain).
Kegunaan Probabilitas
Penyediaan air minum 99 %
Penyediaan air indutri 95 – 98 %
Penyediaan air irigasi untuk
- Daerah iklim setengah lembab 75 – 85 %
- Daerah iklim kering 80 – 95 %
4. Pembangkit listrik tenaga air 85 – 90 %
Sumber : (CD.Soemarto,1986:214)
Dalam studi ini konsultan akan menggunakan 2 (dua) metode dalam menghitung
debit andalan meliputi :
III - 16
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
curah hujan
evapotranspirasi
keseimbangan air di permukaan tanah
kandungan air tanah.
Evapotranspirasi Terbatas
Curah hujan bulanan (P) dalam mm dan jumlah hari hujan (n) yang terjadi
pada bulan yang bersangkutan.
Evapotranspirasi terbatas adalah evapotranspirasi aktual dengan
mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekuensi
curah hujan.
𝐸 = 𝐸𝑝 ∗ (𝑑/30) ∗ 𝑚
Dengan :
E = Perbedaan antara evapotranspirasi potensial dengan evapo-
transpirasi terbatas.
Ep = Evapotranspirasi potensial
d = Jumlah hari kering atau tanpa hujan dalam 1 bulan
m = Prosentase lahan yang tak tertutup vegetasi, ditaksir dari peta tata
guna tanah
m = 0 % untuk lahan dengan hutan lebat
m = 0 % pada akhir musim hujan, dan bertambah 10 % setiap bulan
kering untuk lahan denga hutan sekunder
m = 10 - 40 % untuk lahan yang tererosi
m = 30 - 50 % untuk lahan pertanian yang diolah (misal sawah, ladang)
E/Ep = (m/20)(18-n)
Et = Ep – E
Et = Evapotranspirasi terbatas
III - 17
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Soil surplus = (P - Et) - soil storage, dan = 0 jika defisit (P - Et) > dari soil
storage.
Initial storage adalah volume air pada saat permulaan mulainya. Diperkirakan
sesuai dengan keadaan musim, seandainya musim hujan bisa sama dengan soil
moisture capacity dan lebih kecil dari pada musim kemarau.
𝑑𝑠 = 𝑃 − 𝐸𝑡
Harga positif bila P>Et, air masuk kedalam tanah, harga negatif bila P<Et,
sebagian air tanah akan keluar, terjadi defisit.
Perubahan kandungan air tanah, soil storage (ds) = selisih antara Soil Moisture
Capacity bulan sekarang dengan bulan sebelumnya. Soil moisture capacity ini
ditaksir berdasarkan kondisi porositas lapisan tanah atas dari catchment area.
Biasanya ditaksir 60 s/d 250 mm, yaitu kapasitas kandungan air dalam tanah
per m2. Jika porositas tanah lapisan atas tersebut makin besar, maka soil
moisture capacity akan makin besar pula.
2. Metode NRECA
Perhitungan debit andalan (dependable flow dischage) didekati dengan cara
Metode NRECA, metode ini dianjurkan dalam menghitung debit andalan untuk
daerah dengan curah hujan yang relatif kecil, dan juga sesuai untuk daerah
cekungan yang setelah hujan berhenti masih ada aliran air di sungai selama
beberapa hari. Kondisi ini bisa terjadi bila tangkapan hujan cukup luas, sehingga
sangat cocok untuk bendungan dengan kriteria :
III - 18
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
𝐴𝐸𝑇
𝐴𝐸𝑇 = ( ) × 𝑃𝐸𝑇 × 𝑘𝑜𝑒𝑓 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
𝑃𝐸𝑇
III - 19
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
dimana :
P1 = parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan
kedalaman 0- 2m), nilainya 0,1 - 0,5 tergantung pada sifat lulus
air lahan.
P1 = 0,1 bila bersifat kedap air
P1 = 0,5 bila bersifat lulus air
13) Tampungan air tanah awal yang harus dicoba-coba dgn nilai awal = 2.
14) Tampungan air tanah akhir
= tampungan air tanah + tampungan air tanah awal
= kolom (13) + kolom (14)
15) Aliran air tanah = P2 x tampungan air tanah akhir = P2 x kolom (15)
P2 = parameter seperti P1 tetapi untuk lapisan tanah dengan
kedalaman 2-10 m
P2 = 0,9 bila bersifat kedap air
P2 = 0,5 bila bersifat lulus air
16) Larian langsung (direct run off)
= kelebihan kelengasan - tampungan air tanah
= kolom (11) - kolom (13)
17) Aliran total
= larian langsung + aliran air tanah
= kolom (17) + kolom (16), dalam mm/bulan
Untuk bulan berikutnya dan tampungan air tanah (kolom 14) bulan
berikutnya yang dapat dihitung. Untuk perhitungan bulan berikutnya
diperlukan nilai tampungan kelengasan (kolom 4) untuk dengan
menggunakan rumus berikut :
III - 20
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Dalam analisa hidrolika jenis data yang ke dua yaitu pengamatan dan pencatatan
yang diperlukan antara lain data topografi, data luas genangan dan volume
tampungan waduk, dan bila diperlukan peta sistem sungai yang terkait dengan
lokasi rencana embung. Sedangkan data hasil analisa hidrologi yang diperlukan
antara lain adalah data debit banjir rencana, data volume waduk efektif (hasil
simulasi) dan juga data kapsitas air yang akan dialirkan melalui pintu pengambilan.
Adapun analisa hidrolika yang akan dilakukan dalam perencanaan bendung antara
lain :
III - 21
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Namun demikian tidak semua analisa hidrolika tersebut dilakukan, hal ini tergantung
juga dari tingkat kepentingan dan juga memperhatikan standar perencanaan yang
ada dan telah ditetapkan dan umum digunakan dalam perencanaan bangunan air.
Pada umumnya penetapan elevasi puncak Bendung didasarkan pada elevasi muka
air yang melimpah melalui ambang pelimpah ditambah tinggi jagaan. Jadi elevasi
puncak Bendung dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
𝐻𝑒 = 𝐻𝑤 + 𝐻𝑓
dimana :
He = Elevasi puncak Bendung
Hw = Elevasi air tinggi (HWL)
Hf = Tinggi jagaan (0,7 m)
𝑄 =𝐶×𝐿×𝐻
dengan :
Q = Debit lewat pelimpah
C = Koefisien debit pelimpah
L = Lebar efektif pelimpah
H = Tinggi air di atas pelimpah
III - 22
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
masing jumlah angka pembagi garis trayektori dan garis equi-potensial. Rumus
umum untuk menghitung rembesan melalui tubuh bendung adalah sebagai berikut
:
𝑁𝑓
𝑄𝑓 = 𝐾. 𝐻. 𝐿
𝑁𝑃
dengan :
Qf = Debit aliran filtrasi ( m3/dt )
Nf = Angka pembagi garis trayektori aliran filtrasi
Np = Angka pembagi dari garis equi potensial
K = Koefisien infiltrasi ( m/dt )
H = Tinggi tekan air total ( m )
L = Panjang profil melintang tubuh bendung ( m )
𝑑𝑠
𝐼−𝑂 =
𝑑𝑡
III - 23
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
dimana :
I = aliran masuk (inflow), dalam m3/dt
= aliran keluar (outflow), dalam m3/dt
S = penampungan (storage), dalam m3/dt
T = waktu, dalam detik
𝑑𝑠
= perubahan storage (tampungan) terhadap waktu
𝑑𝑡
𝐼1 + 𝐼2 𝑆1 𝑂1 𝑆2 𝑂2
[ ]+[ − ] = [ − ]
2 𝛥𝑡 2 𝛥𝑡 2
jika :
𝑆1 𝑂1
− = 𝛹 𝑑𝑎𝑛
𝛥𝑡 2
𝑆1 𝑂1
− =
𝛥𝑡 2
𝐼1 + 𝐼2
[ ]+𝛹 =
2
III - 24
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
𝑄 = 𝐶. 𝐿. 𝐻 3/2
dimana :
Q = debit ( m3/dt )
C = koefisien debit
L = panjang efektif ( m )
H = total tinggi tekanan air di atas mercu bendung
Sumber : (Design Small Dam, hal 373)
dimana :
n = jumlah pilar
Kp = koefisien konstraksi pilar,
Ka = koefisien konstraksi pangkal bendung
Hd = tinggi energi (m)
III - 25
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
dan tipe pelimpah samping.(Engineering Manual for Irrigation and Drainage, Fill
dam, The Japanese Institute of Irrigation and Drainage)
Metode ini menghasilkan bentuk penampang lintang bentuk yang disebut juga
penampang lintang Harrold.
𝑋1,85 = 2. 𝐻𝑑 0,85 . 𝑌
dimana :
Hd = tinggi tekanan rencana
X = jarak horisontal dari titik tertinggi mercu bendung ke titik di permukaan
mercu di sebelah hilirnya.
Y = jarak vertikal dari titik tertinggi mercu bendung ke titik di permukaan
mercu di sebelah hilirnya.
g. Kedalaman Air pada Hilir Bangunan Peredam Energi (Tail Water Depth)
Dalam perencanaan bangunan peredam energi, elevasi lantai bangunan
peredam energi didasarkan dari tinggi energi pada saluran setelah bangunan
peredam energi. Tinggi muka air pada saluran hilir bangunan peredam energi
diperoleh berdasarkan tabel dan grafik rating curve.
h. Loncatan Air
Kecepatan awal loncatan (V1) diperoleh menggunakan persamaan :
dimana :
III - 26
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
a. Lebar pelimpah
Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya
(B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan/atau pilar, dihitung
dengan persamaan berikut :
𝐵𝑒 = 𝐵 − 2(𝑛 − 𝐾𝑝 + 𝐾𝑎)𝐻1
Dimana :
n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi, m
b. Mercu
Persamaan tinggi energi-debit untuk bendung ambang pendek dengan
pengontrol segi empat adalah :
2 2
𝑄 = 𝐶𝑑 . . √ . 𝑔. 𝐵𝑒 . 𝐻11,5
3 3
Dimana :
Q = debit rencana, m3/dt
Cd = koefisien debit (Cd = Co C1 C2)
g = percepatan gravitasi, 9,8 m/dt2
Be = lebar efektif mercu, m
H1 = tinggi energi di atas mercu, m
III - 27
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Kapasitas aliran yang melalui pelimpah merupakan debit keluaran dari tampungan
Bendung yang telah mencapai kapasitas maksimum. Bangunan pelimpah
dimaksudkan untuk membuang kelebihan debit ( debit banjir ) yang terjadi pada
musim hujan. Debit yang melalui mercu pelimpah Tipe Ogee dapat dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut :
𝑄 = 𝐶. 𝐿. 𝐻 2/3
Dimana :
Q = debit yang lewat di atas pelimpah (m3/dt)
C = koefisien pengaliran
L = lebar mercu bendung (m)
Hd = tinggi air di atas mercu (m)
III - 28
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Koefisien pengaliran (C) dari Tipe standard suatu bendung dapat diperoleh dengan
rumus Iwasaki.
𝐶𝑑 = 2,20 − 0,0416(𝐻𝑑/𝑊)0,99
ℎ
1 + 2𝑎 𝐻
𝑑
𝐶 = 1,60
ℎ
1+𝑎𝐻
𝑑
dimana :
III - 29
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
C = koefisien pengaliran
Cd = koefisien pengaliran pada saat h = Hd
h = tinggi air di atas mercu pelimpah (m)
Hd = tinggi tekanan rencana di atas mercu bendung (m)
W = tinggi bendung (m)
a = konstanta (diperoleh pada saat h = Hd dan C = Cd )
Pada saat terjadinya bendungan air melintasi mercu terjadi konstraksi aliran pada
kedua dinding samping bendung maupun disekitar pilar-pilar yang dibangun di atas
mercu bendung tersebut.
Debit yang melintasi mercu bendung`didasarkan pada lebar efektifnya, yaitu hasil
pengurangan sesungguhnya dengan jumlah seluruh konstraksi yang timbul pada
aliran air yang melintasi mercu bendung. Rumus-rumus yang digunakan untuk
menghitung lebar efektif bendung diambil dari Civil Engineering Departement U.S.
Army :
dimana :
L’ = lebar bendung sesungguhnya (m)
Kp = koefisien konstraksi pada pilar
Ka = koefisien konstraksi pada dinding samping
Hd = tinggi tekanan di atas mercu pelimpah (m)
𝑋𝑛 = 𝐾. 𝐻𝑑𝑛−1 . 𝑌
dimana :
X = koordinat profil mercu Bendung ke arah sumbu x
Y = koordinat profil mercu Bendung ke arah sumbu y
III - 30
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
R1 = 0.50 Hd
R2 = 0.20 Hd
X1 = 0.28 Hd
X1 = 0.18 Hd
Peredam energi berfungsi untuk meredam energi aliran dari saluran peluncur.
III - 31
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Prinsip kerja dari peredam energi ini adalah dengan memperlambat aliran air yang
sebelumnya aliran tersebut telah dipecah oleh gigi pemencar, sehingga diharapkan
aliran air yang keluar dari bangunan peredam energi tersebut kembali menjadi aliran
normal sehingga tidak merusak alur sungai yang ada. Peredam energi sendiri ada
beberapa bentuk antara lain :
1
𝑣1 = √2𝑔 ( 𝐻1 + 𝑧)
2
dimana :
v1 = kecepatan awal loncatan ( m/dt )
g = percepatan gravitasi, ( 9,81 m/dt2 )
H1 = tinggi energi di atas mercu ( m )
z = tinggi jatuh ( m )
𝑦2 1 𝑣1
= (√1 + 8𝐹𝑟 2 − 1) 𝐹𝑟 =
𝑦1 2 √𝑔𝑦𝑢
dimana :
y2 = kedalaman air di atas ambang ujung (m)
yu = kedalaman air di awal loncat air (m)
III - 32
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Fr = bilangan froude
v1 = kecepatan awal loncatan ( m/dt )
g = percepatan gravitasi, ( 9,81 m/dt2 )
Untuk aliran tenggelam, yakni jika muka air hilir lebih tinggi dari 2/3 H 1 di atas
mercu, tidak diperlukan peredam energi.
Panjang kolam loncatan air biasanya kurang dari panjang bebas loncatan
tersebut karena adanya ambang ujung (end sill). Ambang yang berfungsi untuk
memantapkan aliran ini umumnya ditempatkan pada jarak :
𝐿𝑗 = 5(𝑛 + 𝑦2 )
dimana :
Lj = panjang kolam olak (m)
n = tinggi ambang ujung (m)
y2 = kedalaman air diatas ambang (m)
Tinggi yang diperlukan ambang ujung ini sebagai fungsi bilangan froude (Fru),
kedalaman air yang masuk yu, dan tinggi muka air hilir.
Kolam olak yang paling umum dipergunakan adalah kolam olakan datar.
Selanjutnya kolam olakan datar dibedakan menjadi 4 macam, yang dibedakan
oleh rezim hidrolika alirannya dan kondisi konstruksinya.
III - 33
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
III - 34
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
berlawanan dengan arah jarum jam di atas bak. Sedangkan satu pusaran lagi
bergerak searah jarum jam yang terletak di hilir ambang ujung.
Kolam olak tipe bak tenggelam ini sangat berhasil pada bendung-bendung
rendah dan untuk bilangan froude rendah.
3 𝑞2
ℎ𝑐 = √
𝑔
dimana :
hc = kedalaman air kritis (m)
q = debit per satuan lebar (m3/dt.m)
g = percepatan gravitasi, ( 9,81 m/dt2 )
𝑎2 𝑦̅2 − 𝑎1 𝑦̅1
𝑣1 = 𝑔 𝑎
𝑎1 (1 − 𝑎1 )
2
dimana :
v1 = kecepatan sebelum loncatan.
a1 dan a2 = luas penampang sebelum dan sesudah loncatan.
III - 35
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
𝑄 = 𝜇. 𝑏. 𝑎. (2𝑔𝑧). 0,50
Dimana :
Q = debit pengaliran (m3/dt)
μ = koefisien pengaliran
a = tinggi bukaan (m)
b = lebar bukaan (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan (m)
𝐻𝑓 = 𝑐. 𝑣2/2𝑔
𝑠
𝑐 = 𝛽. ( ) 4/3 sin 𝜃
𝑏
Dimana :
hf = kehilangan tinggi energi
v = kecepatan melalui kisi-kisi ( m/dt )
g = percepatan gravitasi ( m/dt2)
c = koefisien
β = faktor bentuk
s = tebal jeruji ( m )
III - 36
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Lebar pembilas ditambah lebar pilarpembagi sebaiknya sama dengan 1/6 –1/10
dari lebar bersih bendung.
Lebar pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan termasuk
pilarnya.
Letak dinding pemisah dapat diambil 60°-70° dari dinding masuk bangunan
pengambilan.
Bangunan pembilas dilengkapi dengan pintu sorong, untuk mengatur waktu
pembilasan.
Debit rencana K
(m3/dt)
Q > 10 46.00
1<Q<5 40.00
III - 37
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
2. Kemiringan Saluran
Talud saluran direncanakan securam mungkin dimana harga-harga
kemiringan minimum untuk saluran tanah yang dibuat dengan bahan-
bahan kohesif yang dipadatkan dengan baik dapat dilihat pada tabel
berikut :
3. Lengkung Saluran
Lengkung yang diijinkan untuk tanah tergantung pada :
III - 38
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
4. Tinggi Jagaan
Meningginya muka air sampai di atas tinggi yang direncanakan yang bisa
disebabkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba di bagian hilir, variasi
ini akan menambah besar debit sehingga menambah tinggi muka air di
saluran. Meningginya muka air dapat juga disebabkan oleh pengaliran air
buangan ke dalam saluran. Tinggi jagaan berguna untuk :
5,0-10,0 0,75
10,0-15,0 0,85
III - 39
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
muka air tanah trase saluran yang dipilih. Kemiringan memanjang saluran
mempunyai harga maksimum dan minimum. Dalam usaha mencegah
terjadinya sedimentasi memerlukan kemiringan memanjang yang
minimum, dan untuk mencegah terjadinya erosi maka kecepatan
maksimum harus dibatasi.
1. Jenis-jenis Pasangan
Bahan yang dianjurkan dipakai sebagai saluran pasangan :
- Pasangan batu
- Beton
- Tanah
- Komponen Pendukung
2. Perencanaan Hidrolis
Kecepatan-kecepatan maksimum untuk aliran sub kritis pada saluran
pasangan yang dianjurkan adalah :
III - 40
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
𝑚+𝑛
𝐹𝑟 = 𝑣. (𝑔. ℎ. )
2𝑚 + 𝑛
3. Lengkung Saluran
Jari-jari minimum untuk saluran pasangan diambil tiga kali lebar
permukaan. Jika dibutuhkan tikungan yang lebih tajam, kehilangan tinggi
energi tambahan harus diperhitungkan.
4. Tinggi Jagaan
Harga harga minimum untuk tinggi jagaan adalah seperti yang disajikan
pada tabel berikut ini. Harga harga tersebut diambil dari USBR yang
menunjukan tinggi jagaan tanggul tanah yang sama dengan tanggul
saluran tanah pasangan.
III - 41
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
1. Bangunan Bagi
Bila air irigasi dibagi dari saluran primer ke saluran sekunder, maka akan dibuat
bangunan bagi yang terdiri dari pintu-pintu sebagai pengukur dan pengatur
muka air. Salah satu dari pintu-pintu bagi berfungsi sebagai pengatur muka air
dan pintu sadap lainnya sebagai pengukur debit.
2. Bangunan Sadap
Bangunan sadap sekunder akan memberi air ke saluran tersier dan melayani
lebih dari satu petak tersier, dimana kapasitas bangunan sadap lebih dari atau
sama dengan 0,25 m3/detik. Dengan menggunakan muka air rencana yang
lebih rendah untuk bangunan sadap, periode peninggian muka air berkurang.
Muka air rencana yang lebih rendah memberikan fleksibilitas dalam pembagian
air irigasi.
Selama musim penghujan, maka ketersediaan air tidak menjadi masalah, air
irigasi lebih baik dieksplotasikan pada persediaan minimum (Q70%) dari debit
rencana. Untuk pengaturan muka air digunakan bangunan pengatur berupa
pintu sorong. Perhitungan perencanaan hidrolis pintu sorong adalah sebagai
berikut :
𝑄 = 𝐾. 𝑢. 𝑎. 𝑏. (2𝑔ℎ)2
dimana :
Q = debit (m3/det)
U = koefisien debit
a = bukaan pintu ( m )
b = lebar pintu ( m )
g = percepatan gravitasi ( m/dt2 )
h = kedalaman air di depan pintu, m
3. Gorong-Gorong
III - 42
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Luas Penampang
1. Gorong-gorong segi empat
𝐴 = 𝑏×ℎ
Dimana :
A = luas penampang (m2)
b = lebar dimensi (m)
h = tinggi (m)
2. Gorong-Gorong Lingkaran
𝐴 = 𝜋𝑟 2
Dimana :
r = jari-jari lingkaran (m)
Kecepatan :
1 2/3 1/2
𝑉= .𝑅 .𝐼
𝑛
Dimana :
V = kecepatan aliran (m/det)
n = angka Manning
R = jari-jari hidrolis ( m )
I = kemiringan
Kapasitas debit :
𝑄 = 𝑉×𝐴
Dimana :
Q = debit aliran (m3/det)
A = luas penampang (m2)
V = kecepatan aliran (m/det)
III - 43
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Kecepatan aliran :
V1 = Kecepatan aliran pada hulu
V2 = Kecepatan aliran pada hilir
Dimana :
hfi = Kehilangan tinggi, m
ξ1 = faktor perubahan bentuk pada in let segiempat = 0,50
ξ2 = faktor perubahan bentuk pada in out let = 1
V1 = Kecepatan aliran pada hulu inlet
V2 = Kecepatan aliran pada hilir outlet
Pintu skot balok mengalirkan debit air dengan kondisi melimpas di atas balok.
Persamaan tinggi debit aliaran pada skot balok sebagai berikut :
2
𝑄 = 𝐶𝑑. 𝐶𝑣. . 𝑏. ℎ𝑙1,5
2
3√3𝑔
Dengan :
Q = debit,m3/det
Cd = koefisien debit, lihat gambar pada (KP-04, hal :32)
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (=9,81)
b = lebar normal, m
h1 = kedalaman air di atas skot balok, m
III - 44
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Tinggi muka air dapat diatur dengan cara menempatkan/mengambil satu atau
lebih skot balok. Ketinggian yang cocok untuk skot balok dalam bangunan
saluran irigasi adalah 0,20 m.
2. Pintu Sorong
Pintu sorong merupakan pintu pengatur/pengontrol muka air dengan kondisi
aliran debit berada di bawah pintu. Rumus debit yang dapat dipakai untuk pintu
sorong adalah :
𝑄 = 𝐾. 𝜋. 𝑎. 𝑏. √2. 𝑔. ℎ𝑙
Dengan :
Q = debit, m3/det
k = faktor aliran tenggelam, lihat gambar pada (KP-04 , hal :36)
μ = koefisien debit, lihat gambar pad (KP-04, hal : 37)
a = bukaan pintu, m
b = lebar pintu, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( = 9,81 )
h1 = kedalamaan air di depan pintu di atas ambang, m
III - 45
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Kelemahan-kelemahannya :
- Kebanyakan benda-benda hanyut bisa tersangkut dipintu
- Kecepatan aliran dan muka air hulu dapat dikontrol dengan baik jika aliran
moduler.
Gorong-Gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air
(saluran irigasi atau pembuangan) melewati bawah jalan air lainnya (biasanya
saluran), bawah jalan, atau jalan kereta api.
a. Kecepatan Aliran
Besarnya kecepatan dipengaruhi oleh besarnya kehilangan energi yang
ada dan geometri lubang masuk dan keluar.
Untuk gorong-gorong di saluran irigasi, kecepatan diambil sebesar 1,5
m/det.
Untuk gorong-gorong di saluran pembuangan kecepatan diambil
sebesar 3 m/det.
Kecepatan di bangunan pembawa harus lebih besar dari kecepatan di
saluran di bagian hulu maupun di bagian hilir (Vb>Vs).
b. Kapasitas Pengaliran
Kapasitas pengaliran pada gorong-gorong di pengaruhi oleh kehilangan
tinggi energi dan kedudukan dasar bangunan terhadap dasar saluran dan
dihitung dengan rumus :
𝑄 = 𝜇. 𝐴. √2𝑔𝑧
Dengan :
Q = debit, m3/det
μ = koefisien debit (lihat tabel berikut)
A = luas penampang gorong-gorong, m2
g = percepatan gravitasi, (9,81 m/det2 )
z = kehilangan tinggi energi pada gorong-gorong, m
III - 46
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
𝑉𝑏 2 . 𝐿 2. 𝑔. 𝐿 𝑉𝑏2
∆𝐻𝑓 = = 2 ×
𝐶2. 𝑅 𝐶 . 𝑅 2. 𝑔
(𝑉𝑠 − 𝑉𝑏)
∆𝐻𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 = 𝜉𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟
2𝑔
Dengan :
ξ masuk , ξ keluar
= factor kehilangan energi, ditunjukkan pada
gambar (KP-04, hal : 61 & 62)
Vb = Kecepatan aliran pada gorong, m/det
Vs = Kecepatan aliran di saluran, m/det
g = percepatan gravitasi (9,81 m/det)
L = panjang gorong-gorong (m)
C = koefisien Chezy
III - 47
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
= K. R1/6
k = koefisien kekasaran Strickler, lihat tabel berikut
Bahan K (m1/3/det)
Baja beton 76
Beton 70
Baja 80
Pasangan batu 60
Sumber : Kriteria Perencaaan 04,
Departemen Pekerjaan Umum
3.6.20. Talang
Talang dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat di atas saluran lainnya, saluran
pembuang alamiah atau cekungan dan lembah-lembah. Aliran di dalam talang
adalah aliran bebas.
b. Potongan Melintang
Untuk menghindari potongan melintang yang ekonomis, maka ditentukan
perbandingan antara lebar dasar dengan ke dalam air berkisar antara 1 sampai
3.
III - 48
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
d. Bagian Peralihan
- Bagian peralihan mengikuti kriteria pada peralihan gorong-gorong.
Bangunan terjun tegak tidak dipakai apabila perubahan tinggi energi di atas
bangunan melebihi 1,50 m.
𝐴𝐻 = (𝐴𝐻 + 𝐻𝑑) − 𝐻𝑖
𝐻𝑑 = 1,67𝐻𝑖
𝑉𝑛 = √2. 𝑔. ∆𝑍
dan selanjutnya :
𝑌𝑢 = 𝑞/𝑉𝑢
𝑉𝑢
𝐹𝑟𝑢 =
√𝑔. 𝑌𝑢
III - 49
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Bangunan terjun miring dibutuhkan jika tinggi energi jatuh melebihi 1,5 m. Pada
bangunan terjun, kemiringan permukaan belakang dibuat securam mungkin dan
relatif pendek. Jika peralihan ujung runcing dipakai di antara permukaan pengontrol
dan permukaan belakang (hilir), disarankan untuk memakai kemiringan yang tidak
lebih curam dari 1: 2.
Alasannya adalah untuk mencegah pemisahan aliran pada sudut miring. Jika
diperlukan kemiringan yang lebih curam, sudut runcing harus diganti dengan kurve
peralihan dengan jari-jari r ≈ 0,5 Hl maks. Harga-harga yu dan Hd, yang dapat
digunakan untuk perencanaan kolam di belakang potongan U.
III - 50
Rehabilitasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko
Agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif, maka debit harus diukur (dan diatur)
pada hulu saluran primer, pada cabang saluran dan pada bangunan sadap tersier.
Berbagai macam bangunan dan peralatan telah dikembangkan untuk maksud ini.
Namun demikian, untuk menyederhanakan pengelolaan jaringan irigasi hanya
beberapa jenis bangunan saja yang boleh digunakan di daerah irigasi.
III - 51