Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Bani Umayyah
Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Bani Umayyah
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan Pada Mata Kuliah
Sejarah Perkembangan dan Peradaban Islam
Dosen Pembimbing
DR. H. M. JAMIL, MA
Oleh
ARMAYA AZMI
Semester I
PROGRAM STUDI
HUKUM ISLAM
PENDAHULUAN
Islam sebagai agama dan peradaban yang dirintis oleh Nabi Muhammad
memberikan kontribusi besar pada peradaban dunia, rangkaian penerus
sesudahnya yang dikenal sebagai khalifah, meneruskan otoritas politik untuk
mengayomi seluruh komunitas Muslim. Sejak masa kekhalifahan, Islam tumbuh
menjadi kekuatan budaya dan peradaban serta tradisi agama yang mengakar, dan
berperan penting dalam pembentukan budaya di seluruh dunia.1
1
Fred M Donner,. “Muhammad and the Chaliphate”, dalam John L. Esposito (ed.), The
Oxford History of Islam, (New York : Oxford University Pers. 1999), h. 1
1
2
PEMBAHASAN
Kelahiran Dinasti Bani Umayyah tidak terlepas dari situasi politik yang
bergejolak sejak masa Khalifah Utsman bin Affan yang kemudian berakhir
dengan terbunuhnya Utsman pada tahun 35 H.
Ketika kepemimpinan dilanjutkan oleh Ali bin Abi Tholib (36 H) suasana
politik semakin memanas, dengan banyaknya tuntutan dan desakan kepada Ali
untuk segera memproses secara hukum orang-orang yang membunuh Utsman.
Tuntutan ini disuarakan oleh Muawiyah yang memiliki hubungan nasab dengan
Utsman dari jalur Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kemudian didukung oleh
sahabat-sahabat lain seperti Ubadah bin Ash-Shamit, Abu Ad-Darda’, Abu
Umamah, Amr bin Abasah, dan sahabat lainnya.2
Sebenarnya Ali bukan tidak ingin segera mencari dan menghukum para
pembunuh Utsman, tapi dalam periode awal kepemimpinannya Ali lebih
memprioritaskan stabilitas politik, ekonomi dan keamanan dalam negeri. Ali
banyak mengubah kebijakan yang dilakukan Utsman pada periode sebelumnya,
antara lain dengan mencopot gubernur-gubernur yang diangkat oleh Utsman,
karena Ali Yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan yang terjadi karena
keteledoran mereka. Selain itu, Ali juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan
oleh Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada
negara dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-
orang Islam, sebagaimana pernah diterapkan oleh pemerintahan Umar bin
Khattab.
2
Ibnu Katsir, Al Bidayah wa An-Nihayah, terj. Amir Hamzah dan Misbah (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2012, Jilid XI), h. 225.
3
4
Besarnya gelombang fitnah pada masa Ali tidak urung memicu timbulnya
perang saudara, yang melibatkan sahabat-sahabat Nabi bahkan ibu negara Aisyah
dalam peristiwa perang Jamal pada pertengahan tahun 36 H. Disusul dengan
perang Shiffin yang terjadi pada tahun 37 H dengan Muawiyah bin Abu Sufyan
yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Syria. Muawiyah menolak untuk
membaiat Ali sebagai Khalifah dengan alasan Ali tidak mengambil satu pun
langkah nyata untuk membalaskan darah Utsman, namun, beberapa riwayat
menyebutkan bahwa penyebab sebenarnya hanyalah karena Muawiyah, yang telah
lama menjabat sebagai Gubernur, tidak rela kehilangan jabatannya yang saat itu
ingin diganti oleh Ali dengan Sabi bi Junaif.3
3
Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (Jogjakarta: Saufa,
2014), h. 113.
4
Katsir, Al Bidayah, h. 401.
5
Hasil Arbitrase tersebut sangat merugikan pihak Ali yang secara de jure
memiliki legitimasi sebagai khalifah yang sebenarnya, sementara Muawiyah
hanya menjabat sebagai gubernur provinsi, kerugian lain yang timbul adalah
turunnya simpati sejumlah besar pendukungnya, dan umat Islam terpecah menjadi
tiga kekuatan politik, Khawarij, Murjiah dan Syiah. Konflik dan pemberontakan
semakin gencar hingga Ali harus syahid pada tahun 40 H dibunuh oleh kaum
Khawarij.
Setelah mendapatkan limpahan kekuasaan penuh dari Hasan bin Ali dan
kemudian dilantik sebagai khalifah di Illiya pada 40 H / 660 M, ia mengalihkan
pusat pemerintahan dari Madinah ke Syria dan menjadikan Damaskus sebagai ibu
kota kerajaan Islam yang sebelumnya adalah ibu kota provinsi Syria. Perpindahan
pusat pemerintahan ke Syria menjadi sangat strategis bagi Muawiyah untuk
melebarkan kekuasaanya ke Mesir, Armenia, Mesopotamia utara, Georgia dan
Azerbaizan sampai ke Asia kecil dan Spanyol.
Umar, kandidat khalifah setelah Abu Bakar, ditunjuk oleh Abu Bakar
sebagai penerusnya pernah menggunakan gelar Khalifah Khalifah Rasul Allah.
Tapi karena terdengar terlalu panjang akhirnya diperpendek dengan gelar Amirul
Mukminin (Panglima orang-orang beriman).
5
Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi
(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013), h. 189
7
Sistem kekhalifahan ini berlangsung selama tiga puluh tahun. Setelah itu
sistem pemerintahan berubah menjadi sistem dinasti atau kerajaan. Masa
pemerintahan Muawiyah merupakan awal sistem kerajaan, dimana Muawiyah
merupakan raja Islam pertama dan terbaik.6
6
Katsir, Al Bidayah, h. 714
7
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008) h. 42.
8
Hitti, History, h. 229
8
Pendiri dinasti Bani Umayyah ini adalah seorang yang cerdas dan cerdik,
politisi ulung, dan negarawan yang mampu membangun peradaban besar melalui
politik kekuasaannya. Walaupun ia dan keluarganya termasuk orang yang terakhir
memeluk Islam, yaitu pada peristiwa penaklukan Mekkah, tapi secara politis Nabi
sangat menghargai dan menghormati mereka, dengan menjamin keselamatan bagi
mereka yang berada di bawah perlindungan Abu Sufyan pada peristiwa fathu
Makkah. Bahkan Muawiyah dipercaya sebagai sekretaris Nabi untuk penulisan
wahyu Al-Qur’an.
9
Azizi, Kitab Sejarah, h. 142
10
Marwan.10 dikenal dengan sosok yang zuhud, faqih dan dianggap sebagai ulama
di Madinah, memulai karir politiknya sebagai pemimpin pada usia 16 tahun
sebagai gubernur di Madinah, dan dinobatkan sebagai khalifah pada usia 39 tahun
pada 65 H / 685 M.11
Sejak awal diangkat sebagai khalifah, dan selama sepuluh tahun pertama
kekhalifahannya, Abdul Malik banyak menghadapi hambatan karena bangsa Arab
terpecah menjadi beberapa kelompok dengan fanatisme masing-masing sehingga
banyak terjadi pemberontakan. Abdul Malik bekerja keras untuk memadamkan
api pemberontakan yang mengganggu stabilitas politik kekuasaannya. Abdul
Malik dibantu oleh panglima perang yang hebat, di sebelah Timur di bawah
komando al-Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi, dan Musa bin Nushayr memegang
kendali di sebelah Barat.
10
Ira M Lapidus,. a History of Islamic Societies, Berkeley: (University of California, 2014,
Edisi ketiga), h. 71.
11
Ibid.
12
Hitti, History, h. 256-258
11
Umar bin Abdul Aziz yang dikenal sebagai Umar II, adalah seorang
pribadi yang zuhud dan terkenal kesalehannya, berbeda jauh dengan corak
pemerintahan Umayyah yang dikenal sekuler, Umar sering juga disebut sebagai
Khulafaur Rasyidin yang kelima, ada yang menyebutnya dengan Khalifah
12
Assoleh.13 Dalam darahnya mengalir darah Umar bin Khattab, dari kisah yang
begitu masyhur, bahwa Ashim putra Umar bin Khattab, dinikahkan dengan
seorang gadis miskin anak penjual susu karena kejujurannya. Dari penikahan
mereka lahirlah seorang anak yang bernama Laila atau Ummu Ashim ibunya
Umar yang menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan.
Di bidang fiskal, Umar memangkas pajak dari orang Nasrani, tak cuma itu,
ia juga menghentikan pungutan pajak dari para muallaf. Kebijakannya ini
mendongkrak simpati dari kalangan non Muslim untuk berbondong-bondong
memeluk agama Islam.
13
Akbar Shah Najeebabadi, The History of Islam, (Riyadh: Darussalam, 2001, Vol. II), h.
195.
13
Dalam masa pemerintahannya yang sangat singkat, yaitu hanya sekitar dua
tahun lima bulan, ia wafat dalam keadaan tragis, menurut beberapa riwayat ia
diracun oleh pembantunya, namun, Umar telah berhasil mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan sosial bagi umat dan bangsanya.
sebagai negarawan ketiga dalam Dinasti Umayyah setelah Muawiyah dan Abdul
Malik.14
14
Hitti, History, h. 278
15
15
Azizi, Kitab Sejarah, h. 158
16
Ibid.
17
Hitti, History, h. 280
18
Ibid, h. 281
16
yang pada masa sekarang dikenal dengan kantor pos. Dan mata uang dicetak
pertama kali pada masa pemerintahan Abdul Malik
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Bangsa Arab sebelumnya tidak memiliki budaya intelektualitas yang tinggi,
namun sejarah membuktikan, mereka haus akan ilmu dan cepat belajar dari
daerah-daerah yang mereka taklukkan. Ilmu pengetahuan segera mengalami
kemajuan yang begitu pesat, Khilafah Bani Umayyah telah menabur benih-
benih pengetahuan yang kelak pohonnya berbuah begitu lebat pada masa
dinasti Abbasiyah.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya meliputi ilmu
pengetahuan agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum seperti ilmu
kedokteran, ilmu pasti, filsafat, astoronomi, geografi, sejarah, bahasa dan
sebagainya. Dua kota Hijaz, Mekah dan Madinah, menjadi tempat
berkembangnya musik, lagu dan puisi. Sementara Kufah dan Bashrah
berkembang menjadi pusat aktivitas intelektual di dunia Islam.
4. Kemiliteran, Pertahanan dan keamanan
Berbeda pada masa-masa sebelumnya dimana prajurit-prajurit perang direkrut
atas dasar teologis dan loyalitas yang tinggi, pada masa Umayyah kemiliteran
dibuat secara profesional, para tentaranya diberikan gaji dan penghidupan
yang layak.
Selain berhasil membentuk kekuatan angkatan perang, salah satu
perkembangan pada Dinasti Bani Umayyah adalah dibuatnya pabrik kapal
laut. Untuk pertahanan dan keamanan dalam negeri dibentuk departemen
kepolisian.
5. Peradilan
Sebagaimana saat kekhalifahan sebelumnya, para hakim yang diangkat pada
masa Bani Umayyah adalah orang-orang pilihan yang sangat taat kepada
Allah SWT dan adil dalam menetapkan keputusan. Keputusan-keputusan
hakim sudah mulai dicatat. Peradilan dibagi menjadi tiga tingkatan, Al-
Qadha, peradilan yang menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan
agama, Al-Hisbah, yang mengurus masalah-masalah pidana, dan Al-
17
Mazhalim, lembaga tertinggi yang mengadili para pejabat tinggi dan hakim-
hakim, pada masa sekarang fungsinya seperti Mahkamah Agung.
6. Perkembangan Arsitektur
Sebagai ikon dan simbol teologis keislaman, seni arsitektur dan
bangunan yang paling utama dan representatif dalam sebuah peradaban Islam
adalah rumah ibadah (masjid). Masjid yang secara harfiahnya adalah tempat
sujud atau pusat ritual ibadah mengalami perkembangan makna dan fungsi,
masjid berperan seperti sebuah ruang pertemuan besar, sebagai forum politik,
dan ruang pendidikan.
Masjid Umayyah yang berdiri megah merupakan salah satu bangungan
yang paling impresif di dunia Islam, bahkan dianggap sebagai salah satu
keajaiban dunia. Selain masjid Umayyah yang menjadi ikon di Damaskus, di
Aleppo juga dibangun masjid Jami’ Bani Umayyah al-Kabir dan masjid Ar-
Rahman, dengan arsitektur dan desain yang sangat megah.
Selain rumah ibadah, arsitektur dan bangunan yang megah pada Dinasti
Bani Umayyah adalah dibangunnya istana-istana oleh para putra mahkkota
keluarga khalifah, istana raja Qashra al-Khadra yang terletak di ibu kota, al-
Qubbah al-Khadra, tempat kediamannya al-Hajjaj, istana al-Muwaqqar yang
dibangun oleh Yazid, dan al-Walid juga mendirikan istana bernama al-
Musyatta.
C. Kemunduran dan Akhir Dinasti Bani Umayah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan
membawanya kepada kehancuran, antara lain adalah :
19
Badri Yatim, Sejarah, h. 48
18
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah yang tidak terlepas dari
konflik-konflik pada masa Ali. Menimbulkan oposisi dari golongan Syiah
dan Khawarij yang terus menerus merongrong kekuasaan Bani Umayyah.20
3. Adanya pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia
Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, semakin
meruncing, sebagian besar golongan mawali (non Arab) terutama di Irak
tidak setuju dengan status mawali yang menggambarkan suatu inferioritas.
perselisihan ini mendahului kejatuhan dinasti ini dan dampaknya mulai
dirasakan pada tahun-tahun berikutnya di berbagai tempat yang berbeda.21
4. Lemahnya pemerintahan Bani Umayyah disebabkan oleh sikap hidup mewah
di lingkungan istana. Setelah kekhalifahan Hisyam yang mencapai puncak
kesuksesan khilafah Bani Umayyah, khalifah penerusnya adalah penguasa-
penguasa yang bermoral buruk, suka berfoya-foya, mabuk-mabukan,
perempuan dan nyanyian, yang menyebabkan keruntuhan dinasti Bani
Umayyah.
5. Munculnya gerakan oposisi baru yang dipelopori oleh Abbas bin Abdul
Muthalib yang mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim, Syiah, dan
mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah, yang
kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya peradaban baru, Dinasti
Abbasiyah.
Akhirnya pada tahun 750 M, Dinasti Bani Umayyah digulingkan oleh
Bani Abbas yang telah menyusun kekuatan baru. Marwan bin Muhammad
Khalifah terakhir Bani Umayyah melarikan diri ke Mesir, kemudian
ditangkap dan dibunuh di sana. Maka berakhirlah kekuasaan Bani Umayyah
yang berlangsung selama kurang lebih 90 tahun.
20
Hitti, History, h. 353
21
Ibid, h. 351.; Azizi, Kitab Sejarah, h. 169.
BAB III
PENUTUP
Dari paparan makalah tentang sejarah peradaban Islam pada masa Bani
Ummayyah di Timur ini, dapat diambil beberapa natijah sebagai berikut :
1. Peradaban Islam dibangun di atas pondasi tauhid, yang telah dirintis oleh
Nabi Muhammad sebagai pelopor yang mendobrak peradaban manusia
menjadi sebuah ummah (masyarakat, bangsa) yang baru.
2. Politik dan kekuasaan dalam membangun peradaban harus sesuai dengan
tujuan Tuhan dalam menempatkan manusia di bumi sebagai khalifah
(pemimpin, penguasa, pengelola) bumi untuk mewujudkan peradaban yang
berorientasi dan bervisi surga.
3. Terlepas dari konflik yang terjadi pada masanya, Bani Umayyah telah
berhasil meletakkan sebuah periodisasi Islam yang baru dalam peradaban
dunia, memberikan pengaruh sangat besar pada wilayah-wilayah yang
dikuasaianya, baik pengaruh peradaban secara fisik maupun secara budaya,
sosial dan agama.
4. Runtuhnya kedaulatan Bani Umayyah dapat dijadikan cerminan bahwa
suatu peradaban yang menjauh dari hukum dan norma Tuhan akan
mengalami kehancuran dengan sendirinya.
19
DAFTAR PUSTAKA
al-Azizi, Abdul Syukur. Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Jogjakarta:
Saufa, 2014.
Black, Anthony. The History of Islamic Political Thought – from the Prophet to
the Present, Terj. Abdullah Ali dan Mariana Ariestyawati, Pemikiran
Politik Islam dari Masa Nabi Hingga Kini, Jakarta: Serambi, 2006.
Donner, Fred M. “Muhammad and the Chaliphate”, dalam John L. Esposito (ed.),
The Oxford History of Islam, New York : Oxford University Pers. 1999
Hitti, Philip K. History of the Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013.
Hawting, G.R. The First Dinasty of Islam, London : Routledge, 2000. Edisi
kedua.
Katsir, Ibnu. Al Bidayah wa An-Nihayah. terj. Amir Hamzah dan Misbah Jakarta:
Pustaka Azzam, 2012.
Kennedy, Hugh. The Great Arab Conquests: How to Spread Islam Changed the
World We Live In, Terj. Ratih Ramelan, The Great Arab Conquests:
Penaklukan Terbesar dalam Sejara Islam di Dunia, Tangerang: Pustaka
Alvabet, 2008.
Khalil, Shawqi Abu. Athlas Al-Hadits Al-Nabawi, Terj. Muhammad Sani dan
Dedi Januarsyah, Atlas Hadits, Jakarta, Al Mahira, 2008, Cet. kedua.
Lapidus, Ira M. a History of Islamic Societies, Berkeley: University of California,
2014, Edisi ketiga.
Najeebabadi, Akbar Shah. The History of Islam, Riyadh: Darussalam, 2001, Vol.
II.
Syahrur, Muhammad. Dirasat Islamiyah Mu’ashirah fi ad-Daulah wa al-
Mujtama’, Terj. Saifuddin Zuhri Qudsi dan Badrus Syamsul Fata, Tirani
Islam Genealogi Masyarakat dan Negara, Yogyakarta : LkiS Yogyakarta,
1994.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008.