Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEGAWAT DARURATAN

ASFIKSIA NEONATORUM

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kegawatdaruratan

Dosen Pengampu : Siti Hadijah Batjo, S.SiT, MPH

Disusun Oleh :

Aspian PO7124319107
Ita Sulistiani PO7124319137
Nirmala Sari PO7124319093
Rosita Abd Halid PO7124319113

Alih Jenjang Diploma IV

PRODI DIPLOMA IV KEBIDANAN PALU

JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES PALU

TAHUN AJARAN 2019/ 2020


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat karuniaNyalah,
makalah yang berjudul “Asfiksia Pada Bayi Bari Lahir (Neonatorum)” ini bisa diselesaikan.
Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk menambah pengetahuan tentang asfiksia pada
bayi baru lahir dan penanganannya agar dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas
pada neonatus,. Sehingga dengan mengetahui penanganannya yang benar, seorang tenaga
kesehatan dapat segera mengambil tindakan sehingga dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan neonatus yang optimal.
Kami juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah memberikan
tugas untuk menulis makalah ini, serta kepada teman alih jenjang Diploma IV yang telah
terlibat dalam proses penulisannya, yang senantiasa memotivasi.

Akhirnya, harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Kami telah
berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, namun kami menyadari makalah
ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan makalah ini.

Palu, Agustus 2019

Mahasiswa Alih Jenjang Diploma IV


BAB 1
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG.
Berdasarkan data dari WHO November 2013, jumlah kelahiran bayi hidup di
Indonesia pada tahun 2010 adalah 4.371.800, dengan kelahiran prematur sebanyak
675.700 (15,5 per 100 kelahiran hidup) dan angka kematian sebesar 32.400 (nomor 8
penyebab kematian di Indonesia). Penyebab utama kematian neonatal pada minggu
pertama (0-6 hari) adalah asfiksia (36 %), BBLR/ Prematuritas (32%) serta sepsis (12%)
sedangkan bayi usia 7-28 hari adalah sepsis (22%), kelainan kongenital (19%) dan
pneumonia (17 %). Upaya menurunkan angka kematian bayi adalah perawatan antenatal
dan pertolongan persalinan sesuai standar yang harus disertai dengan perawatan neonatal
yang adekuat dan upaya untuk menurunkan kematian bayi akibat bayi berat lahir rendah,
infeksi pasca lahir (seperti tetanus neonatorum, sepsis), hipotermia dan asfiksia. Menurut
WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami
asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian
bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6
menit terdapat 1 neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia
adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum,
infeksi lain, dan kealainan congenital.

Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab
utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan
persalinan normal atau dasar, dan pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga professional.
Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan
manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, kemampuan dan keterampilan ini harus
digunakan setiap kali menolong persalinan serta perananan penting standar asuhan yang
dilakukan harus dilaksanakan sesuai di tingkat pelayanan kesehatan yang ada.

Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada


neonatal sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat dalam
penanganan bayi baru lahir.
2. RUMUSAN MASALAH
2.1 Apakah definisi asfiksia neonatorum?
2.2 Apakah penyebab asfiksia?
2.3 Bagaimana tanda gejala serta diagnose pada bayi asfiksia?
2.4 Bagaimanakah cara menilai asfiksia pada bayi baru lahir?
2.5 Bagaimanakah penanganan asfiksia neonatorum?

3. TUJUAN DAN MANFAAT


3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan asfiksia neonatorum.
3.2 Untuk mengetahui apa penyebab dari asfiksia neonatorum.
3.3 Untuk mengetahui bagaimana tanda gejala serta diagosa pada asfiksia pada bayi
baru lahir.
3.4 Untuk mengetahui bagaimana cara menilai asfiksia pada bayi baru lahir.
3.5 Untuk mengetahui bagaimana penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Asfiksia Neonatorum


Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin meningkatkan karbon
dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba,
2007). Asfiksia neonaturum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas
spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer,2005).
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas yang terjadi secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia
janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan
yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Manuaba, 2007).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa asfiksia adalah bayi
baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan sehingga dibutuhkan penanganan
segera setelah bayi lahir agar tidak menimbulkan akibat buruk dalam kelangsungan
hidupnya.
Klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2 macam, yaitu sebagai berikut :
a. Asfiksia Livida yaitu asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit kebiru-biruan,
tonus otot masih baik, reaksi rangsangan masih positif, bunyi jantung reguler,
prognosis lebih baik.
b. Asfiksia Pallida yakni asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat, tonus otot
sudah kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek.
2. Penyebab Asfiksia Neonatorum
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia
bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi
asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab
terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi
berikut ini:
a. Faktor ibu
1. Preeklampsia dan eklampsia
2. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3. Partus lama atau partus macet
4. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
5. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
1. Lilitan tali pusat
2. Tali pusat pendek
3. Simpul tali pusat
4. Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
1. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
3. Kelainan bawaan (kongenital)
4. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus
dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi.
Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong)
tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap
melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

3. Tanda Gejala Serta Diagnosa Pada Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia
a. Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
1. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
2. Warna kulit kebiruan
3. Kejang
4. Penurunan kesadaran
b. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan
tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his,
dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus
diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin
mungkin disertai asfiksia.
4. Penilaian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan
resusitasi.
Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan
yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan
resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu penafasan, denyut jantung,
warna kulit.

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat
keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa
bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan
kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).

4. Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir


a. Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi
dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1. 2 helai kain / handuk.
Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang,
handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur
posisi kepala bayi.
2. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
3. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
4. Kotak alat resusitasi.
5. Jam atau pencatat waktu.
b. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai
ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
a. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
b. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
c. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran
pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
a. Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b. Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon
atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
a. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
b. Kompresi dada.
c. Pengobatan

Langkah-Langkah Resusitasi
Setiap melakukan tindakan atau langkah harus didahului dengan persetujuan tindakan
medis sebagai langkah klinik awal. Langkah klinik awal ini meliputi :

1. Siapa ayah atau wali pasien, sebutkan bahwa ada petugas yang diberi wewenang
untuk menjelaskan tindakan pada bayi.
2. Jelaskan tentang diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi asfiksia neonatal.
3. Jelaskan bahwa tindakan klinik juga mengandung resiko.
4. Pastikan ayah pasien memahami berbagai aspek penjelasan diatas.
5. Buat persetujuan tindakan medic, simpan dalam catatan medic.

TAHAP I LANGKAH AWAL


Langkah awal diselesaikan dalam 30 detik. Bagi kebanyakan bayi baru lahir, 5
langkah awal dibawah ini cukup untuk merangsang bayi bernafas spontan dan teratur.
Langkah tersebut meliputi :

1. Jaga bayi tetap hangat


a. Letakkan bayi diatas kain diatas perut ibu
b. Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut terbuka, potong tali pusat.
c. Pindahkan bayi diatas kain tempat resusitasi.
2. Atur posisi bayi
a. Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.
b. Ganjal bahu agar kepala bayi sedikit ekstensi.
3. Isap lendir
Gunakan alat penghisap DeLee dengan cara :
a. Isap lender mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung.
b. Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, tidak pada waktu
memasukkan.
c. Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam ( jangan lebih dari 5 cm kedalam mulut,
dan jangan lebih dari 3 cm kedalam hidung). Hal itu dapat menyebabkan denyut
jantung bayi menjadi lambat dan bayi tiba-tiba barhenti bernafas.
d. Keringkan dan rangsang bayi. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian
tubuh lainnya.dengan sedikit tekanan.
e. Rangsang ini dapat membantu bayi mulai bernafas. Lakukan rangsang taktil
dengan cara menepuk atau menyentil telapak kaki atau menggosok punggung,
perut,dada,tungkaibayi dan telapak tangan.
4. Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi.
a. Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya.
b. Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka,dan dada agar
bisa memantau pernafasan bayi.
c. Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
5. Lakukan penilaian bayi
a. Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-megap.
Bila bayi bernafas normal lakukan asuhan pasca resusitasi. Bila bayi megap-megap
atau tidak bernafas lakukan ventilasi bayi.

TAHAP II VENTILASI
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume
udara kedalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa
bernafas spontan dan teratur. Langkah-langkahnya :
1. Pasang sungkup
Pasang dan pegang sunkup agar menutupi mulut, hidung dan dagu bayi.
2. Ventilasi 2 kali
Lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air. Tiupan awal tabung dan
sunkup atau pemompaan awal balon sunkup sangat penting untuk membuka alveoli paru
agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
a. Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan pemompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang. Bila tidak
mengembang, periksa posisi sunkup pastikan tidak ada udara yang bocor, periksa
posisi kepala pastikan posisi sudah sedikit ekstensi, periksa cairan atau lender
dimulut bila masih terdapat lender lakukan penghisapan. Lakukan pemompaan 2
kali, jika dada mengembang lakukan tahap berikutnya.
3. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
a. Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan
tekanan 20cm air
b. Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah 30 detik lakukan
penilaian ulang nafas.
c. Jaka bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan
pasca resusitasi
d. Jika bayi megap-megao atau tidak bernafas lakukan ventilasi.
4. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas.
a. Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
b. Hentikan ventilasi setiap 30 detik.
c. Lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megap-megap.
d. Jaka bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan
asuhan pasca resusitasi.
e. Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik
kemudian lakukan penilaian ulang nafas setiap 30 detik.
5. Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas selama 2 menit resusitasi.
a. Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan.
b. Teruskan resusitasi sambil menyiapkan untuk rujukan.
6. Lakukan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi.
a. Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar lanjitkan ventilasi selama 10
menit.
b. Hentikan resusitasi bila denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu
dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan.
c. Bayi yang mengalami asitol 10 menit kemungkinan besar mengalami kerusakan otak
yang permanen.
Prinsip-Prinsip Resusitasi Yang Efektif :
a. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus
rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
b. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus
dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
c. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu
tim yang terkoordinasi.
d. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya
ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
e. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan Dan Saran


A. Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.Penanganannya adalah dengan
tindakan resusitasi. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
a. Memastikan saluran terbuka.
b. Memulai pernafasan
c. Mempertahankan sirkulasi
Langkah-langkah resusitasi, meliputi 2 tahap. Tahap pertama adalah langkah awal,
dan tahap kedua adalah ventilasi.

B. Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu
pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis kepada pembaca semua
agar memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Departement Kesehatan RI : Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir Untuk Bidan.(2007).


Jakarta

Sarwono prawirohardjo.2002. Buku Acuan Nasiona Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai