Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial yang dalam kehidupannya tidak
dapat terlepas dari interaksi, sosialisasi, dan komunikasi. Komunikasi
menjadi sangat penting karena dengan melakukan komunikasi seseorang
akan dapat mengungkapkan apa yang mereka inginkan dan harapkan
terhadap orang lain dalam aktivitasnya. Selain itu, setiap manusia baik
laki-laki maupun wanita membutuhkan interaksi dengan sesamanya dalam
memenuhi kebutuhan. Interaksi dengan sesama manusia juga menciptakan
kemaslahatan besar bagi manusia itu sendiri dan juga lingkungannya.
Berorganisasi, bersekolah, dan bekerja merupakan contoh-contoh aktivitas
bermanfaat besar yang melibatkan interaksi antar manusia. Namun, proses
interaksi atau juga disebut dengan pergaulan apabila tidak dibentengi iman
yang kokoh maka akan mudah membuat seorang muslim terjerumus dalam
perilaku penyimpangan apalagi pada era globalisasi ini. Contoh perilaku
penyimpangan tersebut adalah pergaulan bebas, video mesum,
pemerkosaan, perselingkuhan, dan lain-lain.
Menurut Qodri Azizy (2004: 19), istilah “globalisasi” dapat berarti
alat dan dapat pula berarti ideologi. Sebagai alat karena merupakan wujud
keberhasilan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama sekali di bidang
komunikasi. Sebagai alat, globalisasi sangat netral. Hal tersebut berarti dan
sekaligus mengandung hal-hal positif, ketika dimanfaatkan untuk tujuan
yang baik. Sebaliknya, hal tersebut berakibat negatif, ketika hanyut ke
dalam hal-hal yang negatif. Sedangkan sebagai ideologi sudah mempunyai
arti tersendiri dan netralitasnya sangat berkurang. Oleh karena itu, tidak
aneh apabila kemudian tidak sedikit yang menolaknya, sebab adanya
benturan nilai, antara nilai yang dianggap sebagai sebuah ideologi
globalisasi dan nilai-nilai agama, termasuk agama Islam. Baik sebagai alat
maupun sebagai ideologi, globalisasi merupakan ancaman dan sekaligus
tantangan.

1
Dampak dari era globalisasi yang memudahkan setiap orang untuk
mengakses berbagai informasi dari dalam dan luar negeri melalui Hand
Phone, televisi, telepon, VCD, DVD, dan jaringan internet ikut
memperparah keadaan zaman sekarang. Dengan parabola atau internet,
masyarakat dapat menyaksikan hiburan porno dari kamar tidur (Imam
Mustofa, 2008: 235). Gelombang globalisasi juga berdampak negatif yang
dapat mengancam kehidupan keluarga, sehingga timbul masalah dalam
keluarga. Masalah tersebut antara lain pergaulan bebas, kegagalan cinta,
kenakalan remaja, perkelahian, perselingkuhan, perceraian, dan lain-lain.
Gaya hidup remaja kota terutama sangat rentan terhadap pergaulan bebas
menjadi kambing hitam bagi tingginya angka kehamilan remaja. Secara
fisiologis, alat-alat reproduksi remaja sudah berkembang optimal dan
didorong usia remaja mempunyai sifat ingin tahu yang tinggi, salah
satunya pengetahuan tentang seks. Ironisnya, internet, televisi, majalah,
dan bentuk-bentuk media lain menjadi “guru seks” para remaja, yang pada
umumnya jauh dari tuntunan Islam.
Menurut seorang ahli, Dr. Raditya dalam Dwi Okta Pristiwanti
(2013), ada dua dampak yang ditimbulkan dari pergaulan bebas, yaitu
kehamilan dan penyakit menular. Indonesia Police Watch (IPW), Neta S
Pane dalam telususr.co.id menilai, sepanjang Januari 2018 bayi yang
dibuang di Indonesia ada sebanyak 54 bayi. Angka ini mengalami
kenaikan dua kali lipat (100 persen lebih) apabila dibandingkan dalam
periode yang sama pada Januari 2017, yang hanya 26 kasus pembuangan
bayi. Selain itu, dampak yang timbul adalah penyakit HIV/AIDS, sejak
pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan Desember 2017,
HIV/AIDS telah dilaporkan oleh 421 (81,9%) dari 514 kabupaten/kota di
seluruh provinsi Indonesia (Kemenkes RI: 2017).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) perceraian tahun
2012 sampai dengan 2015 menunjukkan rata-rata kasus perceraian di
Indonesia sebesar 340.555 kasus atau tiap jamnya terjadi 39 kasus
perceraian, sementara rata-rata pernikahan pada periode waktu tersebut

2
2.142.216 kasus. Sehingga perbandingannya dari 6 pernikahan, 1
pernikahan berujung perceraian. Faktor penyebab perceraian yang paling
banyak terjadi adalah perselingkuhan. Dengan berita 2.231 kasus
perceraian, sebanyak 32% dari kasus tersebut akibat perselingkuhan yang
dipicu oleh penggunaan media sosial. Kejadian ini terjadi di Depok
terdapat 1.571 kasus, Balikpapapn terdapat 1.536 kasus, Situbondo
terdapat 1.073 kasus, dan Lumajang terdapat 2.681 kasus (Iswahyudi,
2017). Sedangkan, kasus perceraian di Jakarta Pusat menurut Panitera
Muda Hukum Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Gunadi, jumlahnya
mencapai ribuan kasus pada tahun 2018. Hingga bulan Oktober 2018, total
gugatan yang diajukan suami sebanyak 331 kasus, sementara yang dari
pihak istri ada 1.122 kasus, sehingga terdapat 1.453 kasus perceraian.
Gunadi memperkirakan alasan pasangan suami istri melakukan gugatan
cerai yang menempati posisi atas adalah perselingkuhan. Persentas
perceraian karena perselingkuhan sekitar 40%, KDRT 10%, dan sisanya
karena tidak mau dipoligami serta alasan lainnya (Rangga Baskoro, 2018).
Semua hal tersebut bersumber dari pergaulan yang salah dan tidak
dilandaskan pada kepatuhan terhadap ajaran Al-Qur’an. Hancurnya
generasi muda sebagai penerus bangsa tidak bisa dilepaskan dari sistem
kehidupan yang berlaku saat ini dengan ide kebebasannya, di antaranya
kebebasan bertingkah laku sehingga melanggar aturan yang ditetapkan
oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Islam adalah agama yang syamil
(menyeluruh) dan mutakamil (sempurna) (Rifa Fitrianti: 2015). Agama
mulia ini diturunkan dari Allah Sang Maha Pencipta, Yang Maha
Mengetahui tentang seluk beluk ciptaan-Nya. Dia turunkan ketetapan
syariat agar manusia hidup tenteram dan teratur. Diantara aturan yang
ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala bagi manusia adalah aturan
mengenai adab pergaulan antara laki-laki dan wanita dalam Islam. Dengan
adanya aturan tersebut bukan untuk membatasi namun untuk menjaga
harkat dan martabat manusia itu sendiri agar tidak sama dengan tata cara
dan tatanan para hewan dalam bergaul. Oleh karena itu, berdasarkan

3
uraian di atas penulis mencoba menyusun bahs ini dengan judul “Adab
Bergaul dengan Ajnabi dalam Islam”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pergaulan?
2. Apa pengertian dari ajnabi?
3. Apa dampak tidak diterapkannya adab pergaulan dalam Islam?
4. Bagaimana adab pergaulan dengan ajnabi dalam Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari pergaulan.
2. Mengetahui pengertian dari ajnabi.
3. Mengetahui dampak tidak diterapkannya adab pergaulan dalam Islam.
4. Mengetahui adab bergaul dengan ajnabi dalam Islam.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan pengethauan tentang cara bergaul yang baik dalam
syari’at Islam.
2. Bagi Penulis
Dapat dijadikan sebagai ajang dalam belajar menulis, menyusun
laporan, dan melaporkan serta mempertanggungjawabkan hasilnya
pada khalayak umum dalam presentasi diskusi.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pergaulan
1. Pengertian Pergaulan
Menurut Suharso dan Retnoningsih (2011: 152) menyatakan
bahwa pergaulan adalah percampuran kata majemuk yang mempunyai
kata dasar “gaul” yang berarti “campur gaul”, maksudnya adalah
percampuran dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat lain Menurut
Kahar Masyhur (1944: 137) mengartikan bahwa bergaul adalah hidup
bersama-sama. Pergaulan berasal dari kata dasat “gaul” yang berarti
“hidup berteman (bersahabat)”. Dalam KBBI pergaulan diartikan:
a. Perihal bergaul
b. Kehidupan masyarakat
Dalam buku Othman dan Ghani (2007: 49) yang berjudul “Islam
yang Mudah” menjelaskan bahwa gaul atau campur dalam bahasa
Arab disebut khalato (‫) خلط‬. Bercampur atau bergaul disebut ikhtilath
(‫)اخطالط‬, yaitu apabila sesuatu bercampur dengan yang lain. Pergaulan
antara lelaki dan perempuan berarti lelaki dan perempuan, mahram
atau ajnabi bercampur atau bergaul di satu tempat. Contoh pergaulan
tersebut antara lain bertemu, berhadapan, berinteraksi, bercakap, dan
bertegur sapa antara satu sama lain.
2. Macam-macam Pergaulan
Kahar Masyhur (1994: 137) membagi macam-macam pergaulan
menjadi dua, yaitu :
a. Bergaul dengan manusia ramai.
b. Bergaul dengan karib, tetangga, teman-teman, pemimpin, dan
penolong.
B. Ajnabi
Lafal ajnabi menurut bahasa mempunyai beberapa pengertian.
Salah satu pengertian adalah, artinya orang yang jauh hubungan
kekerabatannya (Ibrahim Unais et al., : 138). Sedangkan, menurut istilah

5
yang biasa digunakan oleh ulama, ajnabi, artinya selain istri atau wanita
mahram (Ash Shabuni, : 151). Sedangkan. Lafal mahram menurut bahasa
adalah ُ‫ اَ ْل َح َرام‬yang artinya sesuatu yang haram (Luwis Ma’luf, Al-Munjid
fi Al Lughah, : 130). Adapun menurut istilah yang biasa digunakan oleh
ulama, mahram adalah:

ُ‫علَ ْي ُِه ِنكَا ُح َها ا َ ْل ُم َح َّر ُم‬ َ ‫س َببُ التَّأ ْ ِب ْي ُِد‬


َ ‫علَى ِلذَا ِت َها‬ ُْ ‫سبُ ِم‬
َ ‫ن ُم َباحُ ِب‬ َ َ‫أ َ ُْو ن‬
ُ‫ضاع‬َ ‫صا َه َرةُ أ َ ُْو َر‬َ ‫ ُم‬.
Artinya:
“(Wanita) yang selamanya diharamkan atasnya (seorang lelaki)
untuk menikahinya karena dzatnya, disebabkan sesuatu yang dibolehkan,
berupa nasab atau susuan atau persemendaan.” (Al-Asy’ari, Dalil Al-
Falihin, jz. 3, hlm. 346.Lihat pula: Ibnu Hajar, Fath Al-Bari, jz. 4, hlm. 77
dan jz. 9, hlm. 332, dan An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh An-
Nawawi, jz. 9, hlm. 105, serta Asy-Syaukani, Nail Al-Authar, jz. 5, hlm.
17.).
Dengan kata lain, mahram adalah orang yang selama-lamanya
haram dinikahi. Keharaman dinikahinya orang-orang tersebut, berdasarkan
dalil-dalil syar’i berupa ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ayat-ayat Al-Qur’an yang penulis maksud
adalah surah An-Nisa’ (4): 22-23, sebagai salah satu dari beberapa ayat
Al-Qur’an tentang peraturan pernikahan dalam Islam. Adapun hadits yang
menjadi dalil keharaman menikahi para mahram adalah sabda Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. ketika beliau ditawari oleh ‘Ali
bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu. untuk menikahi putri paman beliau,
Hamzah bin ‘Abdul Muththalib Rodhiyallahu Anhu. Adapun siapa saja
yang termasuk mahram terdapat pada surah An Nisa’ ayat 23 :

‫األخ‬
ِّ ُ‫ع َّمات ُ ُك ْم َو َخاالت ُ ُك ْم َوبَنَات‬ َ ‫علَ ْي ُك ْم أ ُ َّم َهات ُ ُك ْم َوبَنَات ُ ُك ْم َوأ َ َخ َوات ُ ُك ْم َو‬
َ ْ‫ُح ِّر َمت‬
ُ‫ع ِّة َوأ ُ َّمهَات‬ َ ‫ضا‬ َ ‫الر‬ َّ ‫ض ْعنَ ُك ْم َوأ َ َخ َوات ُ ُك ْم ِّم َن‬
َ ‫ت َوأ ُ َّم َهات ُ ُك ُم الال ِّتي أ َ ْر‬ ْ
ِّ ‫األخ‬ ُ‫َو َب َنات‬
‫سا ِّئ ُك ُم الال ِّتي َد َخ ْلت ُ ْم ِّب ِّه َّن َف ِّإ ْن لَ ْم‬
َ ‫ور ُك ْم ِّم ْن ِّن‬ ِّ ‫سا ِّئ ُك ْم َو َر َبا ِّئبُ ُك ُم الال ِّتي ِّفي ُح ُج‬ َ ‫ِّن‬

6
‫ِّين ِّم ْن أَصْالبِّ ُك ْم َوأَ ْن‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم َو َحالئِّ ُل أ َ ْبنَائِّ ُك ُم الَّذ‬
َ ‫تَكُونُوا َد َخ ْلت ُ ْم بِّ ِّه َّن فَال ُجنَا َح‬
)23( ‫ورا َر ِّحي ًما‬ َ ‫َان‬
ً ُ‫غف‬ َ ‫َّللا ك‬
َ َّ ‫ف ِّإ َّن‬ َ ‫األخت َ ْي ِّن ِّإال َما قَ ْد‬
َ َ‫سل‬ ْ ‫تَجْ َمعُوا َب ْي َن‬
Artinya :
“Diharamkan atas kalian (mengawini) ibu-ibu kalian; anak-anak kalian
yang wanita; saudara-saudara kalian yang wanita, saudara-saudara bapak
kalian yang wanita; saudara-saudara ibu kalian yang wanita; anak-anak
wanita dari saudara-saudara lelaki kalian: anak-anak wanita dari saudara-
saudara wanita kalian: ibu-ibu kalian yang menyusui kalian, saudara
sepersusuan kalian; ibu-ibu istri kalian (mertua) anak-anak istri kalian
yang dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kamu campuri, tetapi
jika kamu belum campur dengan istri kamu itu (dan sudah kalian
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagi
kalian) istri-istri anak kandung kalian (menantu); dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua wanita yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Pada ayat tersebut telah disebutkan siapa saja wanita mahram yang
mana haram untuk dinikahi bagi laki-laki. Sedangkan, laki-laki mahram
bagi wanita dijelaskan oleh Syaikh Sholeh Al Fauzan : “ Mahram wanita
adalah suaminya dan smeua orang yang haram dinikah selama-lamanya
karena sebab nasab seperti bapak, anak, dan saudaranya, atau dari sebab-
sebab mubah yang lain seperti saudara sepesusuannya, ayah ataupun anak
tirinya.”
Berdasarkan pengertian di atas, maka mahram dibagi menjadi tiga
macam. Macam mahram dapat diketahui dari diagram dan penjelasan
berikut ini.

7
Gambar 2.1 Diagram Mahram
(Sumber: hanajadeh.blogspot.com)
1. Mahram Karena Nasab (Keturunan)
Mahram dari nasab adalah yang disebutkan oleh Allah subhanahu
wata’ala dalam surat An-Nur ayat 31.

َ ‫ض َن ِّم ْن أ َ ْب‬
‫ص ِّار ِّه َّن َويَحْ فَ ْظ َن فُ ُرو َج ُه َّن َو َال‬ ِّ ‫َوقُ ْل ِّل ْل ُم ْؤ ِّمنَا‬
ُ ‫ت يَ ْغ‬
ْ ‫ض‬
‫علَ ٰى‬
َ ‫ض ِّر ْب َن بِّ ُخ ُم ِّر ِّه َّن‬ ْ َ‫ظ َه َر ِّم ْن َها ۖ َو ْلي‬ َ ‫ِّين ِّزينَت َ ُه َّن إِّ َّال َما‬
َ ‫يُ ْبد‬
ِّ ‫ِّين ِّزي َنتَ ُه َّن ِّإ َّال ِّلبُعُو َل ِّت ِّه َّن أَ ْو آ َبا ِّئ ِّه َّن أ َ ْو آ َب‬
‫اء‬ َ ‫ُجيُو ِّب ِّه َّن ۖ َو َال يُ ْبد‬
‫اء بُعُولَ ِّت ِّه َّن أ َ ْو ِّإ ْخ َوا ِّن ِّه َّن أ َ ْو َب ِّني‬
ِّ َ‫بُعُولَ ِّت ِّه َّن أ َ ْو أ َ ْبنَا ِّئ ِّه َّن أ َ ْو أ َ ْبن‬
‫ِّإ ْخ َوانِّ ِّه َّن أ َ ْو بَنِّي أ َ َخ َواتِّ ِّه َّن‬
Artinya :
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak
darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-
putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara

8
mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra
saudara wanita mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak
yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan
kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman, supaya kalian beruntung.”
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa lelaki yang merupakan
mahrom bagi wanita yang disebutkan dalam ayat ini adalah :
a. Bapak
Mahram laki-laki yang termasuk kategori bapak bagi
wanita adalah bapak kandung dan kakek baik kakek dari bapak
maupun dari ibu. Selain itu juga bapak-bapak ke atas. Sedangkan,
bapak angkat tidak termasuk mahram berdasarkan firman Allah
subhanallahu wa ta’ala.

ُ‫َو َما َج َع َُل أ َ ْد ِع َيا َء ُك ْم‬


Artinya :
“.... Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai
anak kandungmu ....” (Al Ahzab: 4)
b. Anak Laki-laki
Yang termasuk dalam kategori anak laki-laki bagi wnaita adalah
anak akndung laki-laki, cucu baik cucu dari anak laki-lai maupun
anak perempuan dan keturunan mereka. Adapun anak angkat tidak
termasuk mahram berdasarkan keterangan yang telah disebutkan
sebelumnya.
c. Saudara laki-laki, baik saudara laki-laki kandung maupun saudara
sebapak ataupun seibu saja
d. Anak laki-laki saudara (keponakan), baik keponakan dari saudara
laki-laki maupun perempuan dan anak keturunan mereka (Tafsir
Qurthubi 12/232-233).

9
e. Paman, baik paman dari bapak ataupun paman dari ibu.
2. Mahram Karena Persusuan
a. Definisi Hubungan Persusuan
Dalam kitab al Mufashol fi Ahkamin Nisa’ (6/235)
menyebutkan bahwa persusuan adalah masuknya air susu seorang
wanita kepada anak kecil dengan syarat-syarat tertentu. Sedangkan
persusuan yang menjadikan seseorang menjadi mahram adalah
lima kali persusuan. Hal tersebut didasarkan pada hadits dari
Aisyah Radhiyallahu anhuma, beliau berkata : “Termasuk yang
diturunkan dalam Al Qur;an bahwa sepuluh kali persusuan dapat
mengharamkan (pernikahan) kemudian dihapus dengan lima kali
persusuan.” (H.R. Muslim 2/1075/1452, Malik 2/608/17, Abu
Dawud 2/551.2062, Turmudzi 3/456/1150 dan lainnya. Ini adalah
pendapat yang rajih di antara seluruh pendapat para ulam’ (Nailul
Authir 6/749, Raudloh Nadiyah 2/175).
b. Dalil tentang Hubungan Mahram dari Hubungan Persusuan
1) Dalil Al Qur’an
Firman Allah subhanahu wa ta’ala tettang wanita-wanita yang
haram dinikahi : “...Juga ibu-ibu yang menyusui kalian serta
saudara-saudara kalian dari persusuan...” (An Nisa’/4:23).
2) Dalil dari Sunnah
Dari Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu anhu ia berkata,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

َ َّ‫ضاعِ َما يَح ُر ُِم منِ الن‬


ِ‫سب‬ َ ‫الر‬
َّ ِ‫يَح ُر ُِم من‬
Artinya :
“Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari
nasab.” (H.R. Bukhori 3/222/2645, Muslim : 2/1068/1447, Abu
Dawud 1/474. Nasa’i 6/82, Darimi 2/156, Ahma 1/27).
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha ia berkata. “Sesungguhnya
Aflah saudara laki-laki Abi Qu’ais meminta izin untuk

10
menemuiku setelah turun ayat hijab, maka saya berkata: “Demi
Allah, saya tidak akan memberi izin kepadamu sebelum saya
minta izin kepada Rasulullah karena yang menyusuiku bukan
saudara Abi Qu’ais, akan tetapi yang menyusuiku adalah istri
Abi Qu’ais. Maka tatkala Rasulullah datang, saya berkata:
Wahai Rasulullah, sesungguhnya lelaki tersebut bukanlah yang
menyusuiku, akan tetapi yang menyusuiku adalah istrinya.
Maka Rasulullah Rasulullah bersabda: “Izinkan baginya,
karena dia adalah pamanmu.” (H.R. Bukhori: 4796, Muslim:
144)
c. Mahram Wanita sebab Persusuan
Berdasarkan ayat dan hadits di atas maka dapat diketahui
bahwa mahram dari sebab persusuan seperti mahram dari nasab.
Maksud dari hal tersebut adalah bahwa laki-laki menjadi mahram
bagi wanita sebagaimana disebabkan karena nasab, begitu juga
disebabkan karena susuan. Mahram wanita sebab persusuan, yaitu :
1) Bapak persusuan (suami ibu susu). Termasuk mahram kakek
persusuan yaitu bapak dari bapak atau ibu persusuan, juga
bapak-bapak seorang wanita ke atas.
2) Anak laki-laki dari ibu susu. Termasuk anak susu adalah cucu
dari anak susu baik laki-laki maupun perempuan dan juga anak
keturunan mereka.
3) Saudara laki-laki sepersusuan. Baik saudara susu kandung,
sebapak maupun hanya seibu.
4) Keponakan persusuan (anak saudara persusuan). Baik anak
saudara persusuan laki-laki maupun perempuan, juga keturunan
wanita tersebut.
5) Paman persusuan (saudara laki-laki bapak atau ibu susu).
(Al Mufashol 3/160 dengan beberapa tambahan)

11
3. Mahram karena Mushaharah (Pernikahan)
a. Definisi Mushaharah
Mushaharah berasal dari kalimat : Ash Shihr. Imam Ibnu
Atsir berkata : “Shihr adalah mahram karena pernikahan.” (An
Nihayah 3/63)
Berkata Syaikh Abdul Karim Zaidan : “Mahram wanita
yang disebabkan mushaharah adalah orang-orang yang haram
menikah dengan wanita tersebut selama-lamanya seperti ibu tiri,
menantu perempuan, mertua perempuan.” (Syarh Muntahal Irodat
3/7)
Berdasarkan dalil di atas mahram yang disebabkan
mushaharah bagi ibu tiri adalah anak suaminya dan istrinya yang
lain (anak tirinya), dan mahram mushaharah bagi menantu
perempuan adlah bapaksuaminya (bapak mertua), sedangkan bagi
ibu istri (ibu mertua) adalah suami putrinya (menantu laki-laki. (Al
Mufashshol 3/162)
b. Dalil Mahram sebab Mushaharah
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ُ‫اءُبعولَتِ ِه َّنُأ َ ْو‬


ِ ‫ُزينَتَه َّنُ ِإ ََّلُ ِلبعولَتِ ِه َّنُأ َ ْوُآ َبائِ ِه َّنُأ َ ْوُآ َب‬
ِ َ‫َو ََلُي ْبدِين‬
ُ‫ن أ َ ْوُبَنِي‬
َُّ ‫َاءُبعولَتِ ِه َّنُأ َ ْوُ ِإ ْخ َوانِ ِه َّنُأ َ ْوُبَنِيُ ِإ ْخ َوانِ ِه‬ِ ‫أ َ ْبنَائِ ِه َّنُأ َ ْوُأ َ ْبن‬
َُّ ‫تُأ َ ْي َمانه‬
‫ن‬ ْ ‫سائِ ِه َّنُأ َ ْوُ َماُ َملَ َك‬َ ِ‫أَخ ََواتِ ِه َّنُأ َ ْوُن‬
Artinya :
“...Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali
kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka,
atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka ...”(An-
Nur/24: 31)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ُ‫اء‬
ِ ‫س‬َ ‫ُالن‬ ِ ‫َو ََلُت َ ْن ِكحواُ َماُنَ َك َحُآ َباؤك ْم‬
ِ َ‫ُمن‬

12
Artinya :
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini
oleh ayahmu (ibu tiri)...”(An-Nisa’/4: 22)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

َ ‫ُوخ‬
ُ‫َاَلتك ْم‬ َ ‫ُوأَخ ََواتك ْم‬
َ ‫ُو َع َّماتك ْم‬ َ ‫تُ َعلَيْك ْمُأ َّم َهاتك ْم‬
َ ‫ُوبَنَاتك ْم‬ ْ ‫ح ِر َم‬
َ ‫ُالَّل ِتيُأ َ ُْر‬
ُ‫ض ْعنَك ْم‬ َّ ‫ُِوأ َّم َهاتكم‬
َ ‫ُاْل ْخت‬ َ ِ‫ُاْلَخ‬
ْ ‫ُو َبنَات‬ ْ ‫َو َبنَات‬
ُ‫ُالَّلتِيُفِي‬َّ ‫ُو َربَائِبكم‬ َ ‫سائِك ْم‬ َ ِ‫ُوأ َّم َهاتُن‬ َ ‫ع ِة‬
َ ‫ضا‬
َ ‫ُالر‬
َّ َ‫ُمن‬ ِ ‫َوأَخ ََواتك ْم‬
ُ‫ُالَّلتِيُدَخ َْلت ْمُ ِب ِه َّنُفَإ ِ ْنُلَ ْمُتَكونواُدَخ َْلت ْم‬
َّ ‫سائِكم‬ َ ِ‫ُم ْنُن‬
ِ ‫ورك ْم‬
ِ ‫حج‬
ْ َ ‫ُو َح ََّلئِلُأ َ ْبنَائِكمُالَّ ِذُينَ ُ ِم ْنُأ‬
ُ‫ص ََّلبِك ْم‬ َ ‫بِ ِه َّنُفَ ََّلُجنَا َحُ َعلَيْك ْم‬
Artinya :
“Diharamkam atas kamu (mengawini) ... ibu-ibu istrimu (mertua),
anak-anak istrimu (anak: tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri
yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berosa kamu
mengawininya, dan istri-istri anak kandungmu (menantu)...” (An-
Nisa’/4: 23)
c. Mahram Wanita sebab Mushaharah
Berdasarkan ayat-ayat di atas maka dapat diketahui bahwa
orang-orang yang haram dinikahi selma-lamanya sebab
mushaharah ada lima, yaitu:
1) Suami
Berkata Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala surat An-Nur/24 : 31 : “Adapun suami,
maka semua ini (bolehnya menampakkan perhiasan, perintah
menundukkan pandangan dari orang lain) memang
diperuntukkan baginya: Maka seorang istri berbuat sesuatu
untuk suaminya yang tidak dilakukannya di hadapan orang
lain.”

13
Berkata Imam Qurthubi dan Syaukani :
“Makna َِّ‫( بُعُو َلتهن‬bu’uulatihinna) adalah suami dan tuan
bagi seorang budak wanita sebagaimana firman Alla
Subhanahu wa Ta’ala :

ُ‫اج ِه ْمُأ َ ْوُ َما‬ ِ ‫َوالَّذِينَ ُه ْمُ ِلفر‬


ِ ‫﴾ ِإ ََّلُ َعلَ ٰىُأ َ ْز َو‬٥﴿ َ‫وج ِه ْمُ َحافِظون‬
ِ ‫تُأ َ ْي َمانه ْمُفَإِنَّه ْمُ َغيْرُ َمل‬
َُ‫ومين‬ ْ ‫َملَ َك‬
Artinya :
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali
kepada istri dan budak mereka, maka mereka itu tidak tercela.”
(Al-Mu’minun/23: 5-6)
2) Ayah Mertua (Ayah Suami)
Yang dimaksud disini adalah ayah suami, selain itu juga
mencakup bapak dari ayah dan ibu suami juga bapak-bapak
mereka ke atas.
3) Anak Tiri (Anak Suami dari Istri Lain)
Yang termasuk anak tiri adalah anak suami dari istri lain
juga cucu tiri baik cucu dari anak tiri laki-laki maupun
perempuan, begitu juga keturunan mereka. Maka, haram bagi
seorang wanita untuk menikah dengan anak tirinya, begitu juga
sebaliknya. Berkata Imam Ibnu Katsir saat menafsirkan firman
Alla Subhanahu wa Ta’ala : “Janganlah kalian menikah dengan
wanita-wanita yang (pernah) dinikahi oleh bapak-bapak
kalian.” (An-Nisa’/4: 22). Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengharamkan menikah dengan istri-istri bapak (ibu tiri) demi
menghormati mereka, dengan sekedar terjadi akad nikah baik
terjadi jima’ ataupun tidak, dan maslah ini telah disepakati para
ulama.
4) Ayah Tiri (Suami Ibu tapi Bukan Bapak Kandungnya)
Hukum seorang wanita untuk dinikahi oleh ayah tirinya
adalah haram, apabila ayah tirinya tersebut sudah brjima’

14
dengan ibunya. Apabila belum, maka hal tersebut dibolehkan.
Hal ini telah dijelaskan dalam hadits, berkata Abdullah Ibnu
Abbas: “Seluruh wanita yang pernah dinikahi oleh bapak
maupun ankamu, maka dia haram bagimu.”
5) Menantu Laki-laki (Suami Putri Kandung)
Kemahraman bagi wanita terhadap menantunya terjadi
ketika putrinya telah diakadkan dengan menantunya tersebut.
Jadi yang dimaksud dengan wanita ajnabi adalah setiap wanita
yang bukan istri, dan bukan pula sebagai salah satu dari wanita-wanita
mahram. Adapun laki-laki ajnabi adalah setiap laki-laki yang bukan suami,
dan bukan pula sebagai salah satu dari laki-laki mahram.
C. Dampak Tidak Diterapkannya Adab Pergaulan Islam
Islam telah mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan
dalam kehidupan. Meskipun adanya aturan tersebut, apabila akidah Islam
yang seharusnya menjadi pondasi kehidupan tidak lagi menjadi landasan
atau asas dalam segala kehidupan, maka timbul berbagai kerusakan dan
penyimpangan kemanusiaan. Kondisi umat manusia ini semakin
memprihatinkan diantaranya semakin liarnya pergaulan bebas (Iin Ummu
Zaid: 2016). Pergaulan bebas memiliki dampak yang sangat besar terhadap
diri dan suatu masyarakat. Berikut ini dampak dari pergaulan bebas
(Astricha: 2017).
1. Munculnya Perzinaan
Perzinaan adalah salah satu perbuatan keji yang dibenci oleh Allah.
Dengan adanya pergaulan bebas, perzinaan bisa dimungkinkan muncul
bahkan perzinaan yang dilakukan secara terang-terangan serta
dilegalisasi oleh pemerintah bisa saja terjadi. Dari perilaku perzinaan
juga akan muncul berbagai macam hal yang bisa merusak keluarga,
hilangnya akar keluarga dari anak, penyakit berbahaya dan lain
sebagainya. Berdasarkan makalah Ogi Sarof berikut bahaya utama
akibat seks bebas (perzinaan).

15
a. Timbul Rasa Ketagihan
Perzinaan akan mengundang rasa ketagihan bagi para
pelakunya. Sekali seseorang mencoba melakukannya, maka dapat
dipastikan orang tersebut akan melakukan terus menerus perzinaan.
Hal ini disebabkan karena orang tersebut mendapatkan kenikmatan
untuk menyalurkan hasrat seksualnya.
b. Menciptakan Kenangan Buruk
Norma-norma yang berlaku di masyarakat menyatakan
bahwa perzinaan merupakan perbuatan yang melanggar kepatutan.
Apabila seseorang terbukti telah melakukan perzinaan maka secara
moral pelaku dihantui rasa bersalah yang berlarut-larut. Keluarga
besar pelaku pun turut menanggung malu sehingga menjadi beban
mental yang berat.
c. Mengakibatkan Kehamilan
Kehamilan yang terjadi akibat perzinaan menjadi beban
mental yang luar biasa. Kehamilan yang dianggap “kecelakaan” ini
mengakibatkan kesudahan dan malapetaka.
d. Menggugurkan Kandungan (Aborsi) dan Pembunuhan Bayi
Aborsi merupakan tindakan medis yang ilegal dan
melanggar hukum. Aborsi mengakibatkan kemandulan bahkan
kanker rahim. Menggugurkan kandungan dengan cara aborsi tidak
aman, karena dapat mengakibatkan kematian.
e. Penyebaran Penyakit
Penyakit kelamin akan menular melalui pasangan dan
bahkan keturunannya. Penyebarannya melalui perzinaan dengan
bergonta-ganti pasangan. Salah satu virus yang bisa ditularkan
adalah virus HIV.
Zina dalam Islam adalah hal yang sangat dibenci Allah. Allah
tidak hanya melarang perbuatan zina, melainkan mendekati perbuatan
tersebut juga dilarang.Untuk itu, ada salah satu amalan penghapus
dosa zina adalah dengan cara bertaubat dari perbuatan zina.

16
2. Rusaknya Moralitas
Moralitas bisa rusak dari adanya pergaulan bebas. Aturan-aturan
kebenaran universal dan Islam tetapkan tidak akan dilakkan oleh
orang-orang yang bergaul secara bebas. Pergaulan bebas akan
mengedepankan kepada hawa nafsu dan kesenangan pribadi.
3. Berpotensi Hilangnya Fitrah Manusia
Dari pergaulan bebas bisa berpotensi muncul hilangnya fitrah
manusia. Hal ini bisa diamati pada zaman sekarang bahwa potensi
LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) atau homoseksual
dan berbagai kelainan manusia lainnya muncul akibat salah dari
pergaulan dan mengenal fitrah manusia. Pergaulan bebas yang tidak
mengenal batas tersebut akan membuat manusia menjadi hilang
kendali dan tidak dilingkupi oleh nilai-nilai Islam yang membawa pada
fitrah.
4. Kerusakan Sistem Masyarakat
Kerusakan sistem masyarakat bisa terjadi karena pergaulan bebas.
Penerapan pergaulan bebas di masyarakat bisa berefek terhadap
rendahnya kesadaran masyarakat, egoisitas diri, sistem pendidikan
yang melemah, dan juga ekonomi yang rusak karena beredarnya
barang-barang untuk melegalkan seks bebas atau barang-barang haram
lainnya.
D. Adab Bergaul dengan Ajnabi
Hukum asal pergaulan antaran perempuan dan lelaki ajnabi adalah
haram. Pengharaman tersebut didasarkan pada hukum yang pada awalnya
ditujukan untuk perempuan karena dalam hukum-hukum tersebut terdapat
pembahasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan (Ghani, 2009).
Sehingga, dalam Islam mengajarkan adab pergaulan antara laki-laki dan
perempuan. Berikut ini adab-adab pergaulan laki-laki dan perempuan.

17
1. Menundukkan Pandangan
Pandangan merupakan awal terjadinya fitnah sehingga Allah
memerintahkan kepada setiap laki-laki maupun perempuan untuk
menjaga pandangannya. Sebagaimana firman Allah,

ُ‫ُويَ ْحفَظواُفرو َجه ْم‬


َ ‫ار ِه ْم‬
ِ ‫ص‬ ِ ‫ق ْلُ ِل ْلمؤْ ِمنِينَ ُيَغض‬
َ ‫ُّواُم ْنُأ َ ْب‬
َُ‫صنَعون‬
ْ ‫يرُ ِب َماُ َي‬ َّ ‫ذَ ِل َكُأ َ ْز َكىُلَه ْمُ ِإ َّن‬
ٌ ‫َُّللاَُ َخ ِب‬
Artinya :
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka
menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian
itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat.ُ”(QS. An Nur : 30)
ْ َ‫ُويَ ْحف‬
ُ َ‫ظن‬ َ ‫ار ِه َّن‬
ِ ‫ص‬ ِ َ‫َوق ْلُ ِل ْلمؤْ ِمنَاتُِيَ ْغضضْن‬
َ ‫ُم ْنُأ َ ْب‬
ُ‫فرو َجه َّن‬
Artinya :
“ُKatakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.ُ”(QS. An Nur :
31)
Manfaat dari menjaga pandangan ini adalah agar ketika bergaul,
seseorang tidak terfitnah dengan lawan jenis dan tidak menjadi sumber
fitnah. Hendaknya seseorang tidak mengumbar pandangannya dan
senantiasa menjaga hatinya. Jika seseorang tidak sengaja melihat
lawan jenis maka hendaknya dia langsung menundukkan
pandangannya, bukan malah menuruti keinginan untuk melihat
berulang kali, baik karena kecantikannya, rasa penasaran terhadap
orang yang baru saja dilihat, maupun karena iseng-iseng saja.
2. Tidak Berkhalwat (Berdua-duaan)
Rasulullah bersabda,

َّ ‫ُفَإ ِ َّنُال‬،ٍ‫ام َرأَة‬


َ ‫ش ْي‬
‫طانَ ُثَا ِلثه َما‬ ْ ‫ََلُيَ ْخل َو َّنُأ َ َحدك ْمُ ِب‬

18
Artinya :
“ُJanganlah salah seorang di antara kalian berkhalwat dengan seorang
wanita karena sesungguhnya syaithan menjadi orang ketiga di antara
mereka berdua.ُ”(HR. Ahmad)
Tidak boleh bagi laki-laki dan perempuan be-khalwat karena yang
ketiga adalah setan yang akan membisikkan keburukan bagi keduanya
sehingga keduanya akan terjerumus pada hal-hal yang dilarang dalam
syariat Islam. Baik mereka melakukannya dengan alasan yang
dipandang baik misal untuk belajar, menunggu dosen di kelas, apalagi
berboncengan, bahkan sampai bergandengan tangan.
3. Tidak Bersentuhan Fisik
Di dalam Islam tidak diajarkan dibolehkannya menyentuh ajnabi,
walaupun memiliki alasan yang baik, seperti berjabat tangan. Di dalam
hadits dijelaskan bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Demi
Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama
sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR.
Bukhari).
Jelas bahwa sentuhan fisik antara ajnabi (lawan jenis) bisa
menstimulus syahwat. Oleh sebab itu, perlu menahan diri ketika ingin
menyentuh ajnabi. Orang yang melakukan larangan tersebut diancam
dengan ancaman yang pedih sebagaimana dalam sabda beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

ِ ٍ‫يُرأْ ِسُأ َ َحدِك ْمُبِ ِم ْخيَط‬


ِ ‫ُم ْنُ َحدِيدٍُ َخي ٌْرُلَه‬
ُ‫ُم ْن‬ ْ ‫َْل َ ْنُي‬
َ ِ‫ط َعنَ ُف‬
‫ُام َرأَة ً ََُلُت َ ِح ُّلُلَ ُه‬
ْ ‫س‬ َّ ‫أ َ ْنُيَ َم‬
“ُTertusuknya kepala salah seorang di antara kalian dengan jarum besi,
lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal
baginya.”(HR. Thabrani)
4. Tidak Mendesah atau Membuat-buat dalam Berbicara
Terutama kaum wanita, janganlah membangkitkan syahwat laki-
laki dengan cara membuat-buat dalam berbicara yang memang

19
disengaja untuk memancing perhatian. Hal tersebut terdapat dalam
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain,
jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang baik” (QS. Al Ahzab: 32).
5. Menutup Aurat
Islam mengharuskan tiap umatnya untuk menutup auratnya, baik
laki-laki maupun perempuan. Aurat laki-laki adalah pusar sampai lutut,
sedangkan untuk wanita adalah seuruh tubuh kecuali wajah dan telapak
tangan. Dengan mengenakan pakaian yang disyari’atkan oleh Islam,
wanita lebih mudah dikenali (bahwa dia seorang Islam) dan terhindar
dari perilaku jahil laki-laki yang tak bermoral, Allah berfirman dalam
surat An-Nur ayat 31 (Nurul Chomaria, 2008: 80-82),
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak
darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-
putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara
mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra
saudara wanita mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak
yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan
kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman, supaya kalian beruntung.”
Ayat tersebut mewajibkan untuk menutup aurat kapan pun dan di
mana pun, kecuali pada mahramnya. Namun demikian, wanita tetap

20
harus mengenakan pakaian yang sopan apabila berada di antara
mahramnya, karena untuk menghindari fitnah dan godaan-godaan yang
akan mengundang laki-laki untuk menyalurkan hasrat seksualnya.
Adapun pakaian yang ditetapkan sebagai busana muslimah harus
memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
a. Busana harus menutup seluruh aurat.
b. Tidak tipis dan transparan sehingga kulit tubuhnya tampak.
c. Tidak sempit dan ketat sehingga terlihat lekuk tubuhnya.
d. Warna tidak mencolok.
e. Tidak menggunakan parfum yang sangat mencolok baunya.
f. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.
g. Tidak menyerupai pakaian orang kafir.
Pembahasan di atas telah menjelaskan bahwa hukum asal
pergaulan antara laki-laki dan perempuan adalah dilarang (haram).
Namun, dalam keadaan tertentu hukum tersebut dapat berubah. Berikut ini
batas-batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang dibolehkan
menurut Prof Madya Dr. Anisah Ab Ghani (2009) yang sebelumnya juga
terdapat di bukunya yang berjudul “Islam yang Mudah”.
1. Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan karena Darurat
Berdasarkan syarah Sahih Muslim, Al Imam Al Nawawi
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan hukum berkhalwat antara
perempuan dan laki-laki ajnabi yaitu haram, kecuali dalam keadaan
darurat. Sebagai contoh, situasi di mana seorang perempuan sendiri
dalam perjalanan yang dapat membuatnya terancam bahaya. Situasi ini
memungkinkan seorang laki-laki ajnabi bersamanya untuk sekedar
membantu dan melindungi dari bahaya (Al-Nawawi, 1998: 109).
Penjelasan Al-Nawawi meyakinkan bahwa pergaulan perempuan
dan laki-laki ajnabi yang dikategorikan sebagai darurat yautu dengan
tujuan memberikan perlindungan atau menyelamatkan dari bahaya.
Hukum ini adalah salah satu pengecualian dari hukum asalnya, yaitu
haram.

21
2. Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan karena Keperluan
Pergaulan antara perempuan dan laki-laki ajnabi karena hajat
(keperluan) syar’i adalah dibolehkan. Berikut ini keadaan karena
keperluan syar’i yang dibolehkan perempuan dan laki-laki bergaul.
a. Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan untuk Mengurus
Muamalah Maliyah
Pergaulan antara laki-laki dan perempuan untuk tujuan
seperti jual beli dan aktivitas transaksi lain diizinkan karena
aktivitas ini memerlukan interaksi antara kedua pihak sebelum
melakukan akad. Hubungan selama mu’amalah maliyah ini
dibolehkan dengan syarat tidak melanggar hukum dan adab-adab
Islam.
b. Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan karena Pekerjaan
Saat melakukan pekerjaan, biasanya terjadi interaksi antara
lai-laki dan perempuan. Interaksi/pergaulan ini dibolehkan dengan
syarat kedua belah pihak untuk menjaga batas-batas syari’at,
seperti berpakaian yang menutup aurat, menundukan pandangan,
percakapan yang tidak mengandung unsur-unsur fitnah dan tidak
khalwat. Khalifah Umar binKhattab pernah menunjuk Al-Shafi'i,
seorang wanita sebagai petugas penegak hukum di pasar untuk
mengawasi agar tidak ada penyimpangan. Penegakan di pasar
menuntut karyawan untuk bergaul dengan pedagang dan pembeli
di pasar, pria dan wanita. Pengangkatan perempuan yang bekerja
sebagai agen penegakan menunjukkan interaksi sosial selama
bekerja diizinkan. Jika hubungan ini tidak diizinkan, Khalifah
Umar tidak menunjuk perempuan untuk bekerja sebagai penegak
hukum.
c. Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan karena
Melaksanakan Tugas Kehakiman
Dalam madzhab Hanafi, wanita boleh menjadi hakim dalam
kasus-kasus yang bukan hudud. Sedangkan, Ibnu Hazmin dari

22
madzhab Al Zahiri berpendapat bahwa wanita boleh menjadi
hakim dalam semua kasus (Othman dan Ghani, 2007: 53). Hal
tersebut terdapat interaksi laki-laki dan perempuan.
d. Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan karena Menjadi
Saksi dalam Persidangan
Perempuan boleh bergaul dengan leaki-laki saat menjadi
saksi dalam kasus-kasus yang ditentukan oleh syari’at. Menurt Dr.
Abdul Karim Zaydan, perempuan dibolehkan menjadi saksi seperti
perempuan harus menjadi saksi dalam kasus-kasus harta dan hak-
haknya. Dibolehkammya perempuan menjadi saksi terdapat dalam
surah Al Baqarah ayat 282:
“Jika tak ada dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhoi,
supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.”
e. Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan dalam Kendaraan
Umum
Interaksi antara laki-laki dan perempuan di kendaraan
umum dibolehkan dengan alasan bahwa itu merupakan kebutuhan
mendesak. Namun, hal tersebut tidak boleh dilakukan untuk tujuan
non syar’i, seperti berfoya-foya. Contoh alasan syar’i, yaitu
bekerja, mengunjungi keluarga, dan sebagainya.
Selain kondisi di atas, batasan syariah dalam pergaulan
laki-laki dan perempuan harus dijaga. Pakaian harus menutupi
aurat, menundukkan pandangan, dan berbicara seperlunya.
3. Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan dalam Acara
Interaksi laki-laki dan perempuan dalam acara seperti acra
pernikahan karena diizinkan dengan tetap menjaga batas-batas syari’at
seperti pakaian menutup aurat, tidak tabarruj, menundukkan
pandangan, berbicara dengan suara biasa . Jika batas-batas Syariah
tidak dipatuhi oleh laki-laki dan perempuan, maka tidak diizinkan.
Namun, pemisahan tempat antara laki-laki dan perempuan selama

23
makan dan yang lainnya maka lebih baik. Ini didasarkan pada kaidah
"Sadd al-Zari'ah" (menutup pintu-pintu fitnah).
4. Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan dalam Belajar (Studi)
Sebenarnya, tidak ada hadits yang membahas secara langsung
tentang masalah pergaulan antara laki-laki dan perempuan selama
studi, apakah itu dilarang atau diizinkan. Namun, beberapa ulama
berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan tidak boleh bergaul saat
belajar, mereka berhujah dengan hadits Sa'id al-Khudri radhiallahu
‘anhu dan Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu. Mereka datang untuk
mengadu kepada beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan memohon
jalan keluarnya.

َ ‫اُم ْنُنَ ْفس‬


ُ‫ُفَ َو َعدَه َّن‬.‫ِك‬ ِ ‫اج َع ْلُلَنَاُيَ ْو ًم‬ ِ ‫َغلَبَنَاُ َعلَي َْك‬
ْ َ‫ُالر َجالُف‬
ُ:‫ُفَكاَنَ ُفِ ْي َماُقَا َلُلَه َّن‬.‫ُوأ َ َم َره َّن‬ َ ‫يَ ْو ًماُلَ ِقيَه َّنُفِ ْي ِهُفَ َو َع‬
َ ‫ظه َّن‬
ُ َ‫ُاُمن‬ ِ ‫ُولَ ِدهَاُإَِلَُّ َكانَ ُلَ َه‬
ِ ً‫اُح َجاب‬ ِ ً‫ُام َرأَةٌُتقَ ِدمُثََّلَثَة‬
َ ‫ُم ْن‬ ْ ‫اُم ْنكم‬
ِ ‫َم‬
ُ‫ُواثْنَي ِْن‬:
َ ‫ُواثْنَي ِْن؟ُفَقَا َل‬:
َ ٌ ‫ُِام َرأَة‬
ْ ‫ُفَقَالَت‬.‫ار‬
ِ َّ‫الن‬
Artinya :
“Kaum lelaki mengalahkan kami untuk mendapatkan ilmu darimu
(karena banyaknya lelaki di majelismu). Oleh karena itu, mohon
tentukanlah untuk kami satu hari yang engkau khususkan untuk kami
belajar darimu.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menyambut baik
keinginan dan harapan mereka dengan menjanjikan satu hari yang
khusus. Beliau akan menemui mereka di hari tersebut guna menasihati
dan memberi perintah kepada mereka (dari urusan agama ini). Di
antara yang beliau sampaikan kepada mereka di majelis khusus
tersebut adalah, “Tidak ada satu wanita pun yang meninggal tiga
anaknya (lalu dia bersabar dan mengharapkan pahala atas musibah
tersebut), melainkan anak itu akan menjadi penghalang baginya dari
api neraka.” Mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

24
ini, berkatalah seorang wanita di antara mereka, “Bagaimana kalau
yang meninggal itu dua anak?” Beliau menjawab, “Ya, dua anak juga.”
Bagi ulama-ulama tersebut hadits ini menunjukkan bahwa
perempuan harus dibedakan tempat belajarnya dengan laki-laki. Jika
pergaulan antara laki-laki dan perempuan diizinkan dalam belajar,
pasti para perempuan pada waktu itu tidak meminta Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk menentukan hari khusus bagi
mereka untuk belajar ilmu. Demikian pula, jika interaksi antara laki-
laki dan perempuan selama belajar diizinkan, tentu Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak menentukan hari bagi perempuan
untuk belajar ilmu dengan beliau.
Namun, setelah hadits ini dipelajari, ditemukan bahwa tidak jelas
bahwa pria tidak dapat bergaul dengan wanita selama studi. Buktinya,
kalimat "ghalabana 'alaika al-rijal" (pria itu menyusul kami atas Anda)
itu berarti laki-laki setiap hari biasanya dengan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam karena atas tabiat dan fungsi mereka sebagai laki-
laki. Oleh karena itu, mereka dapat mendengarkan dan belajar tentang
masalah agama sementara perempuan tidak dapat melakukannya
karena sifat dan fungsi mereka sebagai perempuan. Sehingga, para
wanita meminta Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk menentukan
hari khusus bagi mereka untuk belajar agama. Artinya, penerapan ini
dibuat bukan karena diskriminasi dalam belajar, tetapi atas dasar
perbedaan kebiasaan dan fungsi laki-laki dan perempuan. Hal ini
menunjukkan kesempatan bagi wanita untuk bersama Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam agak terbatas. Oleh karena itu, spesialisasi sehari-
hari anak perempuan tidak menunjukkan pergaulan antara laki-laki dan
perempuan saat belajar dilarang. Jadi, hadits ini bukan argumen untuk
pengharaman pergaulan antara laki-laki dan perempuan selama belajar.
Larangan tersebut mungkin lebih tepat berdasarkan pada kaidah "Sadd
al-Zari'ah" (menutup pintu yang dapat menimbulkan fitnah) karena
laki-laki dan perempuan, terutama pada tahap awal remaja dan remaja,

25
sangat dipengaruhi oleh stimulasi seksual. Dengan demikian,
hubungan antara laki-laki dan perempuan saat belajar pada tahap ini
dapat menyebabkan hal-hal yang lebih buruk daripada kebajikan. Oleh
karena itu, pemisahan tempat belajar antara laki-laki dan perempuan
didasarkan pada "Sadd al-Zari'ah".
Selain penjelasan di atas, mereka yang mengatakan pergaulan laki-
laki dan perempuan selama studi dilarang berpendapat bahwa
pergaulan laki-laki dan perempuan saat ziarah diizinkan dengan
beberapa syarat. Mungkin sulit untuk dipahami mengapa interaksi laki-
laki dan perempuan selama ziarah diizinkan dan interaksi selama
belajar dilarang, sementara suasana belajar lebih jauh dari fitnah
daripada suasana ziarah. Mungkin perbedaannya adalah bahwa ziarah
dilakukan sesekali tetapi belajar mungkin lebih sering, bahkan dalam
konteks pendidikan formal, menengah atau tinggi itu terjadi setiap hari.
Namun, pembatasan itu tidak mengacu pada hukum, tetapi pada
metode "Sadd al-Zari'ah".

26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian Pergaulan
Pergaulan antara lelaki dan perempuan berarti lelaki dan
perempuan, mahram atau ajnabi bercampur atau bergaul di satu
tempat.
2. Pengertian Ajnabi
Wanita ajnabi adalah setiap wanita yang bukan istri, dan bukan
pula sebagai salah satu dari wanita-wanita mahram. Adapun laki-laki
ajnabi adalah setiap laki-laki yang bukan suami, dan bukan pula
sebagai salah satu dari laki-laki mahram.
3. Dampak Tidak Diterapkannya Adab Bergaul dalam Islam
a. Munculnya Perzinaan
1) Timbul Rasa Ketagihan
2) Menciptakan Kenangan Buruk
3) Mengakibatkan Kehamilan
4) Menggugurkan Kandungan (Aborsi) dan Pembunuhan Bayi
5) Penyebaran Penyakit
b. Rusaknya Moralitas
c. Berpotensi Hilangnya Fitrah Manusia
d. Kerusakan Sistem Masyarakat
4. Adab Bergaul dengan Ajnabi
a. Menundukkan Pandangan
b. Tidak Berkhalwat (Berdua-duaan)
c. Tidak Bersentuhan Fisik
d. Tidak Mendesah atau Membuat-buat dalam Berbicara
e. Menutup Aurat
Batas-batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang
dibolehkan :
a. Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan karena Darurat

27
b. Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan karena Keperluan
1) Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan untuk Mengurus
Muamalah Maliyah
2) Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan karena Pekerjaan
3) Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan karena
Melaksanakan Tugas Kehakiman
4) Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan karena Menjadi
Saksi dalam Persidangan
5) Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan dalam Kendaraan
Umum
c. Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan dalam Acara
d. Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan dalam Belajar (Studi)

B. Saran
1. Sudah selayaknya sebagai muslim-muslimah baik remaja atau dewasa
mempunyai niat sungguh-sungguh untu mematuhi adab bergaul
dengan ajnabi.
2. Diharapkan untuk makalah ini bisa menjadi pedoman sekaligus
pelajaran guna pengembangan makalah selanjutnya.
3. Perlunya peran keluarga dalam mendidik dan mengawasi anak-
anaknya agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. Karena,
sebenarnya tanggung jawab terbesar dalam pendidikan anak terletak
pada orang tua.

28
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Azizy, Ahmad Qodri. 2004. Melawan Globalisasi: Reinterpretasi Ajaran Islam.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Chomaria, Nurul. 2008. Aku Sudah Gede (Ngobrolin Pubertas buat Reamaja
Islam). Solo: Samudera

Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2017. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.


Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Masyhur, Kahar. 1994. Membina Moral dan Akhlak. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Othman, Alias dan Ghani, Anisah bt Ab. 2007. Islam yang Mudah. Selangor :
PTS Islamika

Suharso dan Retnoningsih, Ana. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux.
Semarang: 2011

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005.


Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3. Jakarta: Balai Pustaka

Jurnal :

Mustofa, Imam. 2008. Al Mawarid Edisi XVIII. Keluarga Sakinah dan Tantangan
Globalisasi. 227-248

29
Berita Online :

Bakoro, Rangga. (2018, November 8). Ada 1.453 Kasus Perceraian Suami Istri di
Jakarta Pusat Tahun 2018, Terbanyak Soal Perselingkuhan.
Tribunnews.com. Diambil dari http://www.tribunnews.com

Iswahyudi. (2017, Desember 31). Sebuah Refleksi Akhir Tahun : Indonesia dalam
Darurat Perceraian. Epoch Times Indonesia. Diambil dari
https://epochtimes.id

Makalah Online :

Fitrianti, Rifa. 2015. Adab Pergaulan dalam Islam. [pdf].


https://www.academia.edu/14913591/adab_pergaulan_dalam_islam
(diakses 24 November 2018)

Website :

Lathif, Ahmad Sabiq bin Abdul. 2004. Mahrom Bagi Wanita.


https://almanhaj.or.id/83-mahrom-bagi-wanita.html (diakses pada 3
Januari 2019)

Lestari, Ayu. 2018. Adab Pergulan dnegan Lawan Jenis. https://izi.or.id/adab-


pergaulan-dengan-lawan-jenis/ (diakses pada 3 Januari 2019)

Pristiwanti, Dwi Okta. 2013. Pergaulan Bebas pada Remaja di Era Globalisasi.
Jurnal Ilmiah.
http://jurnalilmiahtp2013.blogspot.com/2013/12/pergaulan-bebas-
pada-remaja-di-era.html (diakses 24 November 2018)

30

Anda mungkin juga menyukai