Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Medikal di
Ruang 23 Infeksi RSU Dr. Saiful Anwar Malang
Oleh:
Trirezika Dianingrum
NIM. 150070300011103
Oleh :
Trirezika Dianingrum
NIM. 150070300011103
I. PENGERTIAN
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobakterium Tuberculosis.
TB Paru merupakan penyakt infeksi yang menyerang paru-paru yang disebabkan oleh
Mycobakterium Tuberkulosis, namun tidak menutup kemungkinan penyakit ini bisa
menyerang organ tubuh lain seperti otak, ginjal, tulang, dll (TB Ekstra Paru).
MDR / Resistensi Ganda adalah: M. tucerkulosis yang resisten minimal terhadap
Rifampisin dan INH secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lainnya.
II. ETIOLOGI
Kuman Mycobacterium TB yang resisten terhadap sekurang-kurangnya Isoniasid dan
Rifampisin secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya
resisten HR,HRE,HRES.
Saluran Pernafasan
(Droplet Nuclei, Airbone Infection)
Jaringan paru dan Alveoli Kekebalan Spesifik terhadap MTB Sintesa dan pelepasan zat pyrogen
Ghon Fokus
(kuman dorman) TB primer Peningkatan suhu tubuh/ demam
Proses destruktif paru Eksudasi cairan, deposit fibrin, infiltrasi leukosit PMN Pembesaran kelenjar limfe Basil TB meluas
(hilus, trakea, leher)
Lesi parenkim paru Penebalan alveolar capilari membran
Penekanan sal. Nafas/ bronkus Menembus vena pulmonalis
(infiltrat,fibroinfiltrat/ fibrosis, konsolidasi (restriksi/obstruksi)
eksudatif, tuberculoma, kavitas) Gas tidak dapat berdifusi dgn baik Basil masuk sistem vaskuler
Batuk Sesak
Ekskavasi+ulserasi dinding kavitas Kerusakan Parenkim paru MK: Gangguan pertukaran gas Menginfeksi organ selain paru
Pecahnya aneurisma rasmussen MK: Gangguan pola istirahat tidur, kelelahan
Penurunan complience paru Pleuritis dan penebalan pleura fiseralis/parietalis TB ekstra pulmoner
Batuk darah Penurunan ekspansi paru
Gesekan pleura dgn dinding paru/dinding dada
MK: Potensial Sumbatan Nafas Sesak
Cemas Nyeri pleuritik
Syok hipovolemik MK: Pola nafas tidak efektif
MK: Gangguan rasa nyaman nyeri
Penurunan kapasitas ventilas Sembuh Pengobatan TB Paru Gagal Pengobatan Suspek TB MDR
(9 kriteria suspek)
Penurunan suplai O2 tubuh Pemeriksaan DST
Positif MDR
Peningkatan kebutuhan O2 jaringan
Pengobatan
Ketidakseimbangan antara suplai O2 dgn kebutuhan
MK: Resiko terjadinya efek samping obat
MK: Intoleransi aktivitas Resiko penyebaran infeksi
Gangguan ADL Kecemasan
Anoreksia Gangguan konsep diri
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi :
Gambaran thorax menunjukkan adanya lesi berupa infiltrat, fibroinfiltrat/ fibrosis,
konsolidasi/ kalsivikasi, tuberkuloma, dan kavitas.
2. Bronchografi :
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan
paru karena TB.
3. Laboratorium :
Darah : leukositosis/ leukopenia, LED meningkat
Sputum : BTA S/P/S, kultur sputum gram sensitivity, sputum media LJ, DST, Gene-
Xpert
Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
Saat ini uji kepekaan M.tuberculosis secara tepat ( rapid test ) sudah direkomendasikan
oleh WHO untuk digunakan sebagai penampisan.
Metode yang tersedia adalah:
a. Line probe assey ( LPA )
Pemeriksaan molekuler yang di dasarkan pada PCA
Dikenal dengan Hain test/ Genotiype MDRTB plus
Hasil pemeriksaan dapat di peroleh dalam waktu kurang lebih 24 jam
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari M.tuberculosiss yang
resisten terhadap rifampisi ( R ) ternyata juga resisten terhadap isoniasis ( H )
sehingga tergolong MDR
b. Gene Xpert
Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 1-2 jam
VII. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB MDR mengacu kepada strategi DOTS.
1. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB MDR dipastikan dapat mengakses
pengobatan TB MDR yang baku dan bermutu.
2. Paduan OAT untuk pasien TB MDR adalah paduan standar yang mengandung OAT
lini kedua. Paduan OAT tersebut dapat disesuaikan bila terjadi perubahan hasil uji
kepekaan M. tuberculosis dengan paduan baru yang ditetapkan oleh TAK.
Bila diagnosis TB MDR telah ditegakkan, sebelum pengobatan dimulai, akan dlakukan
persiapan awal, termasuk pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang bertujuan
untuk mengetahui data awal berbagai fungsi organ (ginjal, hati, jantung) dan elekrolit. Jenis
pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah sama dengan jenis pemeriksaan untuk
pemantauan efek samping obat.
Persiapan sebelum pengobatan dimulai adalah:
1. Pemeriksaan fisik:
a. Anamnesa ulang untuk memastikan kemungkinan adanya riwayat dan
kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu seperti sakit kuning
(hepatitis), diabetes mellitus, gangguan ginjal, gangguan kejiwaan, kejang,
kesemutan sebagai gejala kelainan saraf tepi (neuropati perifer). dll..
b. Pemeriksaan fisik diagnostik termasuk berat badan, fungsi penglihatan,
pendengaran, tanda-tanda kehamilan. Bila perlu dibandingkan dengan pemeriksaan
sebelumnya saat pasien berstatus sebagai suspek TB MDR.
2. Pemeriksaan kejiwaan.
Pastikan kondisi kejiwaan pasien sebelum pengobatan TB MDR dimulai, hal ini berguna
untuk menetapkan strategi konseling yang harus dilaksanakan sebelum, selama dan
setelah pengobatan pasien selesai.
3. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis, biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis.
b. Pemeriksaan darah tepi lengkap, termasuk kadar hemoglobin (Hb), jumlah lekosit.
c. Pemeriksaan kimia darah:
Faal ginjal: ureum, kreatinin
Faal hati: SGOT, SGPT.
Serum kalium
Asam Urat
Gula Darah
d. Pemeriksaan hormon bila diperlukan: Tiroid stimulating hormon (TSH)
e. Tes kehamilan.
f. Foto dada/ toraks.
g. Tes pendengaran ( pemeriksanaan audiometri)
h. Pemeriksaan EKG
i. Tes HIV (bila status HIV belum diketahui)
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan
infornmasi kurang / tidak akurat.
Intervensi
Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
Mendemontrasikan batuk efektif.
Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan
sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus,
yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-
kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke
sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi
yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan
hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-
paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat
membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan
menurunkan kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah
makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling
suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori
adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme
dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7. Konsul dengan dokter/ahli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau
makanan per sonde.
DAFTAR PUSTAKA
Penetapan pasien TB MDR yang akan diobati dilaksanakan oleh Tim Ahli Klinis di Fasyankes
Rujukan PMDT.
B. Pengobatan TB MDR
Pilihan paduan OAT TB MDR saat ini adalah paduan terstandar, yang pada permulaan
pengobatan akan diberikan sama kepada semua pasien TB MDR (standardized treatment).
Adapun paduan yang akan diberikan adalah :
g. Jika terbukti resisten terhadap kuinolon, maka paduan standar disesuaikan sebagai berikut:
4. Pemberian obat
a. Pada fase awal : Obat per oral ditelan setiap hari (7 hari dalam 1 minggu), Suntikan
diberikan 5 (lima) hari dalam seminggu (senin – jumat)
b. Pada fase lanjutan : Obat per oral ditelan selama 6 (enam) hari dalam seminggu (hari
minggu pasien tidak minum obat)
c. Obat suntikan harus diberikan oleh petugas kesehatan.
d. Pemberian obat oral selama periode pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
menganut prinsip DOT = Directly Observed Treatment, dengan PMO diutamakan adalah
tenaga kesehatan atau kader kesehatan terlatih.
e. Piridoxin (vit. B6) ditambahkan pada pasien yang mendapat sikloserin, dengan dosis 50
mg untuk setiap 250 mg sikloserin.
f. Berdasar sifat farmakokinetiknya pirazinamid, etambutol dan fluoroquinolon diberikan
sebagai dosis tunggal. Sedang etionamid, sikloserin dan PAS dapat diberikan sebagai
dosis terbagi untuk mengurangi efek samping.
5. Dosis OAT
a. Dosis OAT ditetapkan oleh TAK dan diberikan berdasarkan berat badan pasien.
Penentuan dosis dapat dilihat tabel 5.
b. Obat TB MDR akan disediakan dalam bentuk paket (disiapkan oleh petugas farmasi
fasyankes Pusat Rujukan PMDT untuk 1 bulan mulai dari awal sampai akhir pengobatan
sesuai dosis yang telah dihitung oleh Tim Ahli Klinis. Jika pasien diobati di fasyankes
Pusat Rujukan PMDT maka paket obat yang sudah disiapkan untuk 1 bulan tersebut
akan di simpan di Poli DOTS Plus fasyankes Pusat Rujukan PMDT.
c. Jika pasien meneruskan pengobatan di fasyankes sub rujukan/ satelit PMDT maka
paket obat akan diambil oleh petugas farmasi fasyankes sub rujukan/ satelit PMDT dari
unit farmasi fasyankes Pusat Rujukan PMDT setiap 3 bulan sesuai ketentuan yang
berlaku. Pasien tidak diijinkan untuk menyimpan obat.
d. Perhitungan dosis OAT dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini.
b. Kortikosteroid.
Kortikosteroid diberikan pada pasien TB MDR dengan gangguan respirasi berat,
gangguan susunan saraf pusat atau perikarditis. Kortikosteroid yang digunakan
adalah Prednison 1 mg/kg, apabila digunakan dalam jangka waktu lama (5-6
minggu) maka dosis diturunkan secara bertahap (tappering off). Kortikosteroid juga
digunakan pada pasien dengan penyakit obstruksi kronik eksaserbasi.
C. Tahapan Pengobatan TB MDR
a. Tahap awal
Tahap awal adalah tahap pengobatan dengan menggunakan obat suntikan (kanamisin atau
kapreomisin) yang diberikan sekurang-kurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan setelah
terjadi konversi biakan.
Catatan:
Harus diusahakan desentralisasi pengobatan pasien TB MDR ke fasyankes satelit,
karena bila PMDT telah berjalan sebagai kegiatan rutin, fasyankes Pusat Rujukan PMDT
tidak akan dapat melayani pasien dengan optimal setiap hari dalam jumlah banyak,
karena keterbatasan tempat, waktu dan sumber daya.
Semua OAT yang digunakan untuk pengobatan pasien TB MDR mempunyai kemungkinan
untuk timbul efek samping baik ringan, sedang, maupun berat. Bila muncul efek samping
pengobatan, kemungkinan pasien akan menghentikan pengobatan tanpa memberitahukan
TAK/petugas fasyankes (default), sehingga KIE mengenai gejala efek samping pengobatan
harus dilakukan sebelum pasien memulai pengobatan TB MDR. Selain itu penanganan efek
samping yang baik dan adekuat adalah kunci keberhasilan pengobatan TB MDR.
Pengobatan TB-MDR terdiri atas 2 fase. Fase pertama menggunakan obat injeksi dan
fase kedua tidak menggunakan obat injeksi. Durasi terapi fase awal dan lanjutan diberikan 18-
24 bulan minimal 18 bulan setelah konversi sputum BTA. Fase awal direkomendasikan injeksi
selama 6 bulan sejak sputum BTA dan uji kultur M.Tb positif. Pengobatan seharusnya terdiri
atas sedikitnya 4 obat utama atau efektif. Obat injeksi digunakan minimal 6 bulan dengan 2-3
bulan terakir diberikan obat injeksi 3 kali dalam seminggu dan atau 4 bulan setelah kultur
negatif. Lama pengobatan TB-MDR sesuai sputum Menyusun rejimen OAT untuk TB-MDR
memiliki berbagai tantangan, dipersulit dengan keterbatasan pilihan obat disertai dengan
toksisitas yang lebih besar dan kurangnya efektivitas terapi. Penggunaan obat kombinasi
merupakan suatu keharusan untuk mencegah timbulnya resistens lebih lanjut. Resistens silang
juga perlu dipertimbangkan dalam pemilihan obat saat menyusun rejimen pengobatan TB-MDR.
Saat ini terdapat 3 strategi terapi yang direkomendasikan WHO yaitu terapi standar, terapi
empiris, terapi individual.4,15
Terapi standar adalah pemberian obat sesuai panduan yang berlaku sama untuk semua
pasien dalam suatu daerah. Panduan obat terapi standar mengacu disusun oleh pihak yang
berwenang berdasarkan data surveilans resistens obat pada populasi sehingga setiap pasien
mendapatkan rejimen obat yang sama walaupun data uji kepekaan obat secara individual tidak
tersedia. Terapi jenis ini memudahkan penanganan TB-MDR di daerah tidak memiliki akses
yang cukup terhadap uji kepekaan obat. Namun demikian, setiap kasus suspek TB- MDR
hendaknya diupayakan untuk dapat dipastikan dengan uji kepekaan obat.3
Terapi empiris adalah pemberian rejimen secara individual berdasarkan riwayat OAT
sebelumnya dengan mempertimbangkan data uji kepekaan obat dari populasi yang sama. Jika
data uji kepekaan obat pasien tersebut sudah tersedia maka dianjurkan untuk melakukan
penyesuaian rejimen terapi sesuai uji kepekaan tersebut. Terapi ini juga dapat diterapkan pada
daerah yang memiliki akses uji kepekaan obat yang terbatas. Terapi empiris dapat diberikan
pada kasus suspek TB-MDR sementara menunggu hasil uji kepekaan obat pasien karena
penundaan dimulainya terapi dapat meningkatkan risiko morbiditas, mortalitas serta
menurunkan angka keberhasilan pengobatan.3
Terapi individual pemberian rejimen disusun untuk setiap pasien berdasarkan riwayat
OAT sebelumnya serta hasil uji kepekaan obat masing-masing pasien. Mengingat lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil uji kepekaan obat, terapi individual dapat
sebelumnya diawali oleh terapi standar atau terapi empiris. Hal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan keberhasilan terapi, mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas. Ketiga terapi ini
tetap harus mengikuti prinsip umum penyusunan rejimen terapi TB-MDR. Kasus suspek TB-
MDR sebaiknya dipastikan dengan uji kepekaan obat jika memungkinkan.3
Rejimen terapi terdiri dari sedikitnya 4 obat yang dipastikan atau hampir pasti efektif.
Jika bukti efikasi suatu obat tidak jelas, maka obat tersebut dapat tetap masuk dalam rejimen
terapi namun tidak dianjurkan menjadi andalan keberhasilan terapi. Lebih dari 4 macam obat
dapat digunakan pada permulaan terapi jika data uji kepekaan obat belum tersedia, efektivitas
suatu obat diragukan, atau bila terdapat lesi paru yang luas dan bilateral. Pemilihan obat
sebaiknya mempertimbangkan riwayat OAT sebelumnya, hasil uji kepekaan OAT baik lini
pertama maupun lini kedua serta daftar obat-obatan yang umum digunakan paada suatu
daerah/negara tertentu. Uji kepekaan obat sebaiknya menggunakan uji dengan reprodusibilitas
dan realibilitas tinggi dari laboratorium yang dapat dipercaya. Uji kepekaan obat beberapa OAT
lini pertama serta OAT lini kedua masih belum dapat diandalkan sepenuhnya sehingga
interpretasi terhadap hasil uji kepekaan obat-obat tersebut harus dilakukan dengan hati-hati. Uji
kepekaan obat juga tidak dapat memastikan efikasi suatu obat ataupun sebaliknya.3,4,15
Penanganan efek samping obat dilakukan dengan segera dan adekuat untuk
mengurangi risiko terhentinya pengobatan serta mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
efek samping yang berat. Penentuan dosis mengacu pada berat badan pasien. Pirazinamid
dapat digunakan selama pengobatan jika dinilai efektif. Sebagian besar pasien TB-MDR
mengalami inflamasi paru sehingga diperkirakan menghasilkan suasana asam. Pirazinamid
dapat berkerja dengan baik pada suasana asam. Jika pasien mengalami perbaikan, pirazinamid
dapat dihentikan bersama dengan penghentian obat injeksi sehingga pasien hanya melanjutkan
pengobatan dengan 3 macam obat yang dipastikan atau hampir pasti efektif.3,4,15
Dari 5 kelompok OAT yang ada, rejimen terapi individual sebaiknya mengikutsertakan
OAT kelompok 1 yang masih sensitif atau diduga efektif (lini pertama). Salah satu OAT injeksi
pada kelompok 2, ditambahkan dengan salah satu fluorokuinolon serta OAT kelompok 4 sampai
tercukupi minimal kebutuhan 4 macam obat yang dipastikan atau hampir pasti efektif pada
pasien. Obat pada kelompok 5 tidak digunakan untuk TB-MDR dan hanya untuk kasus TB-XDR
(extensively-drug resistant). Langkah-langkah penyusunan rejimen terapi TB-MDR dapat dilihat
pada tabel 3.3
Ofloksasin
Langkah 4 Pilih salah satu atau lebih obat· Tambahkan obat kelompok 4 sampai
kelompok 4: bakteriostatik oral tercukupi kebutuhan minimal 4 macam obat
lini kedua asam para- yang efektif atau hampir pasti efektif
aminosalisilat (PAS), sikloserin
(atau terizadone) etionamid· Pilihan obat berdasarkan riwayat
(atau protionamid) pengobatan sebelumnya, efek samping, dan
biaya
Imipenem/silastatin
Klaritromisin
Hasil pengobatan terhadap pasien TB-MDR ini kurang menggembirakan. Pada pasien non
HIV, konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan response rate didapat pada
65% kasus dan kesembuhan pada 56% kasus. Pemberian OAT yang benar dan terawasi
dengan baik merupakan salah satu kunci penting mencegah dan mengatasi masalah resisten
ganda. Konsep DOTS merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan
berobat paisen dan menanggulangi masalah TB khususnya TB-MDR.16,17
Obat lini kedua sangat mahal dan mempunyai efek samping yang besar sehingga
meskipun uji tersebut dapat dilakukan belum tentu pasien dengan MDR-TB dapat membeli.
Oleh karena itu salah satu cara terbaik adalah menggiatkan tindakan pencegahan melalui
program DOTS agar pasien TB tidak menjadi resisten terhadap pengobatan lini pertama.43
penelitian restrospektif oleh Yew WW dkk membandingkan keefektifan antara ofloksasin dengan
levofloksasin pada pasien MDR-TB. Hasil yang didapatkan adalah levofloksasin lebih efektif
dibandingkan dengan ofloksasin dengan perbandingan angka kesembuhan sebesar 79%-
90%.18
MONITOR
Pasien MDR-TB seharusnya dimonitor secara ketat yaitu anamnesis dan pemeriksaan
fisis secara teratur. Gejala klasik TB seperti batuk, produksi sputum, demam dan penurunan
berat badan. Gejala TB yang rekurens setelah BTA konversi sebagai contoh mungkin menjadi
gejala pertama dari gagalnya pengobatan. Di samping perbaikan klinis juga bisa diikuti dengan
konversi sputum BTA. Foto toraks tidak berubah atau hanya sedikit menunjukkan perbaikan
khususnya pada pasien-pasien yang mendapatkan pengobatan berulang dengan lesi paru yang
kronis. Foto toraks sebaiknya dilakukan sekurang kurangnya 6 bulan saat diperlukan intervensi
bedah atau secara klinis pasien mengalami perburukan. Yang paling penting secara objektif
adalah perbaikan dari konversi BTA sputum dan kultur negatif.19
Monitor Evaluasi
Evalusi oleh dokter Awal sekurang-kurangnya setiap bulan sampai terjadi
konversi sputum, dilakukan setiap 2-3 bulan sekali
Pemeriksaan sputum BTA dan kultur Sputum BTA dan kultur setiap bulan selama
pengobatan sampai sputum konversi selanjutnya
sputum BTA setiap bulan dan kultur setiap 3 bulan
sekali
Berat badan Awal pengobatan dan setiap bulan
Foto toraks Awal pengobatan selanjutnya setiap 6 bulan sekali
Kreatinin serum Awal pengobatan selanjutnya setiap bulan jika
memungkinkan saat mendapatkan obat injeksi setiap
1-3 minggu sekali pada pasien HIV
Kalium serum Setiap bulan selama mendapat obat injeksi. setiap 1-3
minggu sekali pada pasien HIV
TSH (thyroid stimulating hormone) Setiap 6 bulan sekali jika mendapatkan etionamid atau
proteonamid dan atau PAS dan dimonitor setiap bulan
untuk keluhan dan gejala dari hipotiroid
Enzim hepar serum Monitor setiap 1-3 bulan sekali pada pasien yang
mendapatkan pirazinamid sedangkan pasien HIV
dilakukan setiap bulan.
HIV screening Awal pengobatan dan diulang apabila ada indikais
Hemoglobin dan jumlah leukosit Jika mendapat linezolit dimonitor setiap minggu
pertama pengobatan dilanjutkan setiap bulan atau
didapatkan gejala. Pasien HIV yang mendapat ART
termasuk aziklovir monitor setiap awal bulan
pengobatan dan bila terdapat gejala
Lipase Diindikasikan pada pasien nyeri lambung yang
menunjukkan pankreatitis pada pasien yang
mendapat linezolit
Asidosis laktat Diindikasikan pada pasien yang mendapat linezolit
Glukosa serum Jika pasien mendapat gatifloksasin monitor glukosa
dilakukan setiap minggu sekali dan melatih pasien
terhadap keluhan dan gejala hipoglikemi dan
hiperglikemi
HASIL PENGOBATAN
Hasil pengobatan pasien TB-MDR yang sesuai dengan program berdasarkan hasil
sputum BTA dan kultur di laboratorium sebagai alat monitor dan akan dibuat dalam bentuk
laporan. Hasil pengobatan seharusnya diterapkan untuk pasien yang sudah mengikuti
pengobatan sesuai program DOTs. Didapatkan 6 kategori hasil pengobatan yang terdiri atas:3
1. Sembuh, yaitu pasien dinyatakan sembuh bila pasien telah menyelesaikan pengobatan
secara lengkap dan pemeriksaan dengan sputum paling sedikit 3-5 kali dengan interval
3 bulan berturut-turut hasilnya negatif
2. Pengobatan lengkap, pengobatan yang dilakukan sesuai dengan program tetapi tidak
ditemukan definisi sembuh karena hasil pemeriksaan kultur kurang dari 5 kali
pemeriksaan (hasil kultur kurang dari 5 selama 12 bulan akhir pengobatan)
3. Meninggal, yaitu pasien TB-MDR meninggal dengan alasan apapun selama pengobatan
TB-MDR
4. Gagal pengobatan TB-MDR, yaitu dua atau lebih dari 5 hasil kultur pada akhir
pengobatan 12 bulan masih kultur positif atau jika 1 dari 3 kultur masih positif
5. Putus obat TB-MDR, yaitu pengobatan terhenti 2 bulan atau lebih untuk berbagai alasan
6. Pindah, yaitu pasien TB-MDR yang laporan hasil akhirnya telah dipindahkan kelaporan
lain atau tidak diketahui hasil pengobatan