TINJAUAN PUSTAKA
ditandai dengan fungsi kecerdasan yang berada di bawah rata-rata yang disertai dengan
kurangnya kemampuan menyesuaikan diri (perilaku maladaptif), yang mulai tampak pada
awal kelahiran. Pada mereka yang mengalami mental retardation memiliki keterbelakangan
dalam kecerdasan, mengalami kesulitan belajar dan adaptasi sosial. Diperkirakan ada sekitar
tiga persen dari total penduduk dunia mengalami keterbelakangan mental (Pieter, dkk,
2011).
Mark Durand (2007 dalam Pieter, Janiwarti dan Saragih, 2011) mengatakan bahwa
mental retardation adalah bentuk keterbelakangan fungsi intelektual yang secara signifikan
berada di bawah rata-rata yang disertai oleh defisit fungsi adaptasi, seperti kegagalan dalam
intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata-rata dengan skor IQ-70 ataupun
kurang. Mental retardation ditandai dengan defisit atau hendaya dalam fungsi adaptif,
seperti bidang komunikasi, mengurus dirinya sendiri, home living, keterampilan sosial,
1. Orang yang memiliki fungsi intelektual yang secara signifikan berada di tingkat
berkomunikasi, kesulitan dalam mengurus diri sendiri atau rumah, kesulitan dalam
membina relasi sosial atau personal, rendahnya kemampuan akademis, kesehatan dan
keselamatan.
3. Umur onset, yakni timbulnya mental retardation pada usia 18 tahun. Batasan ini
Retardasi mental kategori ringan disebut juga dengan mental retardation kategori mild
(ringan) dengan tingkat IQ=50-70, memiliki fungsi intelegensi yang secara signifikan
terbatas dan tak membutuhkan bantuan total. Dia masih bisa mandiri dengan tingkat
pengawasan yang minimal dan masih memiliki prestasi yang memadai. Akan tetapi mereka
Anak dengan retardasi mental ringan masih dapat membaca hingga kelas empat
sampai enam sekolah dasar. Meskipun dia memiliki kesulitan membaca, tetapi dia masih
mental tidak memiliki kelainan fisik yang signifikan, tetapi mereka kerap kali menderita
epilepsi.
Retardasi mental kategori sedang disebut juga dengan mental retardation kategori
dengan tingkat pengawasan yang cukup minimal, masih memiliki prestasi yang memadai
Anak yang memiliki retardation mental IQ=36-51 jelas sekali memiliki keterbatasan
dan keterlambatan dalam belajar bicara dan keterlambatan dalam perkembangan lainnya,
seperti duduk. Dengan melalui pelatihan dan dukungan masyarakat (lingkungan), penderita
retardasi mental masih dapat hidup mandiri untuk taraf keterampilan dan kebutuhan
tertentu.
Retardasi mental kategori berat disebut juga dengan mental retardation kategori
severe (berat) dengan tingkat skor IQ=20-25 dan IQ=30-45, memiliki keterampilan
komunikasi formal yang sangat terbatas, sehingga tidak pernah bicara lisan dan jika adapun
bicaranya hanya sebatas satu atau dua kata. Penderitanya membutuhkan bantuan khusus dan
total, seperti mandi, berpakaian, dan makan. Penderitanya total membutuhkan bantuan
Retardasi mental kategori sangat berat disebut juga mental retardation kategori
profound (sangat berat) dengan tingkat skor IQ=20-25, tidak memiliki keterampilan
komunikasi formal, sehingga tidak pernah bicara lisan sama sekali, tak pernah belajar
menggunakan bicara sebagai media komunikasi, dan tidak mampu menggunakan alternatif
bahasa isyarat atau alat komunikasi lainnya. Dia sangat sulit belajar akibat disfungsi
kognitif dan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi sehingga aktivitas sehari-harinya
sangat total membutuhkan bantuan living home, keselamatan, kesehatan dan keterampilan
dapat berjalan, berbicara, ataupun memahami orang lain. Angka harapan hidup anak-anak
yang memiliki keterbelakangan mental relatif pendek dan tergantung pada faktor
penyebabnya. Biasanya semakin berat mental retardation, maka semakin kecil angka
harapan hidupnya.
Adapun 5 faktor penyebab retardasi mental menurut Pieter, Janiwarti, dan Saragih (2011)
yaitu :
Faktor perkembangan dan kelahiran yang dimaksudkan ialah faktor-faktor yang berkaitan
dengan perkembangan selama pranatal, perinatal, dan postnatal. Faktor pranatal, yakni
akibat penyakit, keracunan dari bahan-bahan kimia, obat-obatan yang tidak terkendali dalam
penggunaanya, penggunaan alkohol (fetal alcohol sindrom), drugs, rokok, dan malanutrisi
selama kandungan. Faktor perinata, yakni pengaruh dari kesulitan melahirkan atau kelahiran
yang kurang oksigen (hipoksia). Faktor postnatal, yakni akibat infeksi atau virus, luka atau
Infeksi bawaan sesudah lahir yang menyebabkan mental retardation yaitu: rubela
pada jumlah kromosom (sindrom Down), defek pada kromosom (sindrom X yang rapuh,
10
dan sklerosis tuberosa. Sementara faktor-faktor metabolik yang dapat menyebabkan retardasi
d. Akibat Keracunan
Pemakaian alkohol, kokain, amfetamina, dan obat lainnya pada ibu hamil. Serta keracunan
metil merkuri (timah hitam) juga dianggap memberikan konstribusi besar sebagai penyebab
retardasi mental.
Faktor-faktor penyebab retardasi mental yang berkaitan dengan aspek gizi yaitu kwasiorkor,
pembentukan retardasi mental adalah kemiskinan, deprivasi sosial, lingkungan rumah dengan
sikap tidak memperdulikan anak atau adanya penelantaran anak, budaya (culture familial
retardation), atau lingkungan yang menghasilkan bahan-bahan kimia beracun dan berbahaya.
11
Tabel 2.1 Klasifikasi menurut Pieter, Janiwarti, dan Saragih (2011) sebagai berikut:
12
a. Alcohol syndrom,Yaitu mental retardation yang diakibatkan bahan kimia dan obat-obatan,
mencederai diri sendiri, seperti menggigit-gigit jari atau bibir. Gangguan ini hanya dideritai
oleh anak laki-laki, karena yang bertanggung jawab adalah gen resesif, yakni ketika gen
berada di kromosom X pada laki-laki tidak memiliki gen normal untuk menyeimbangi dan
yang memberikan penampilan fisik yang khas, seperti wajah mongoloid (Scherenberger,
dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih 2011). Ciri-ciri khas down syndrome adalah mata sipit
dan mengarah keatas, hidung rata, mulut kecil dengan langit-langit datar sehingga lidah
menjulur keluar, ada malformasi jantung bawaan, mengarah demensia Alzheimer≥ (40
tahun). Gangguan otak pada Down syndrome menyebabkan hendaya ingatan dan gangguan
kognitif lainnya. Selain akibat penyimpangan kromosom, faktor pendukung lain yang dapat
menyebabkan Down syndrome adalah akibat usia ibu yang terlalu tua atau terlalu muda
untuk mengandung.
13
adalah bentuk mental retardation ini akibat penyimpangan atau cacat pada kromosom X
perseverative speech dan ciri-ciri fisik yang tidak lazim, seperti telinga, buah zakar,
lingkaran kepala yang besar. Estimasi gangguan ini diperkirakan 1 di antara 2.000 laki-laki.
d. Cultural familial retardation, yaitu bentuk mental retardation yang ringan dan disebabkan
oleh pengaruh lingkungan dan kombinasi pengaruh biologis dengan psikososial, seperti
akibat penganiayaan fisik, penelantaran dan deprivasi sosial. Ciri-ciri orang yang cultur
familial retardation adalah memiliki skor IQ= 50-70, memiliki keterampilan adaptif yang
Pieter, Janiwarti, dan Saragih (2011) cara penanganan mental retardation secara
biologis untuk saat ini bukan pilihan utama. Secara umum, penanganan pada mental
dibutuhkan agar mereka dapat produktif dan mandiri. Perlu kita ketahui bahwa para
penderita mental retardation yang sangat mereka butuhkan ialah agar mereka dapat
harapan untuk dapat bekerja dan memperoleh kesempatan menjalin hubungan sosial yang
lebih berarti. Dengan kemajuan teknologi dan pendidikan memberikan peluang yang lebih
baik dan realitis dalam kehidupan bagi para penderita mental retardation.
Mark Durand dan David H. Barlow (2007) mengatakan, bahwa hingga saat ini belum
ada obat medis khusus yang bisa menyembuhkan gangguan mental retardation. Akan tetapi,
14
Penanganan gangguan mental retardation pertama kali diintroduksikan pada tahun 1960
seperti dengan mengajarkan mereka keterampilan untuk mandi, berpakaian dan buang
air. (Wilson, dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011). Keterampilan perilaku seperti
ini dipecahkan menjadi bagian-bagian lebih kecil (task analysis) dan mereka diajarkan
mengajarkan keterampilan dapat diukur dari tingkat kemandirian yang dicapai dengan
b. Latihan Komunikasi
Latihan komunikasi sangat penting bagi penderita mental retardation. Langkah awal
yang perlu diketahui yaitu bagaimana membuat kebutuhan yang dapat memberikan rasa
puas dalam berbagai aktivitasnya. Tujuan latihan ini berbeda bagi setiap penderita,
(Abbeduto, dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011). Sementara penderita mental
retardation dengan disabilitas paling berat, tipe latihan komunikasi dapat memberikan
tantangan baru karena penderitanya memiliki keragaman defisit fisik dan kognitif yang
membuat komunikasi lisan sangat sulit atau bahkan mustahil dilakukan. (warren, dalam
Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011). Menurut Reichle (1992 dalam Pieter, Janiwarti,
dan Saragih, 2011) Namun bagi para terapis yang ahli dan kreatif tentu memiliki
alternatif yang lebih mudah, misal menggunakan bahasa isyarat yang lazim digunakan
15
Bellamy (1988 dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011) mengatakan salah satu
metode yang mengajarkan penderita mental retardation agar dapat berpartisipasi dalam
dunia pekerjaan secara memuaskan dan berkompetisi. (Bellamy, Rhodes, Mank, dan
Albin, 1988). Terlepas dari besarnya biaya yang terkait, maka dengan metode ini bukan
hanya menempatkan penderitanya dalam satu pekerjaan yang bermakna, tetapi yang
terpenting adalah membuat mereka untuk dapat menjadi orang yang produktif, mandiri,
Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui individu tentang
dirinya dan memengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang
secara bertahap saat bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain (Tarwoto
Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain
dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta
keinginannya. Pembentukan konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan
Sedangkan menurut Kozier dan Snyder (2010) konsep diri merupakan citra mental individu.
Konsep diri positif penting untuk kesehatan mental dan fisik individu. Individu yang memiliki
konsep diri positif lebih mampu mengembangkan dan mempertahankan hubungan interpersonal,
dan juga lebih mampu menerima atau beradaptasi dengan perubahan yang mungkin terjadi
sepanjang hidupnya
Menurut Potter (2005) konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi
manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Ketidaksesuaian antara
16
diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama lain. Klien yang mempunyai
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap
ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh
saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap
Menurut Potter & Perry (2009) gambaran atau citra tubuh (body image) meliputi perilaku
yang berkaitan dengan tubuh, termasuk penampilan, struktur, atau fungsi fisik. Rasa terhadap citra
tubuh termasuk semua yang berkaitan dengan seksualitas, feminitas dan maskulinitas,
Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima reaksi dari tubuhnya,
menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar
dirinya terpisah dari lingkungan. Gambaran diri (Body image) berhubungan erat dengan
kepribadian. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek
psikologisnya, pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan menyukai bagian tubuh
akan memberi rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).
b. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku
berdasarkan standart perilaku serta mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi (Tarwoto &
Wartonah, 2010).
17
cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi
berdasarkan norma sosial (keluarga Budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan (Salbiah, 2003).
c. Harga Diri
Harga diri (Self-esteem) adalah perasaan individu secara keseluruhan tentang harga diri atau
pernyataan emosional dari konsep diri. Hal ini merupakan dasar dari evaluasi diri karena mewakili
keseluruhan pendapat tentang penghargaan atau nilai personal. Harga diri bersifat positif saat
seseorang merasa mampu, berguna, dan kompeten (Potter & Perry, 2009).
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan analisis, sejauh mana
perilaku memenuhi ideal diri. Jika individu selalu sukses maka cenderung harga dirinya akan tinggi
dan jika mengalami gagal cenderung harga dirinya menjadi rendah. Harga diri diperoleh dari
Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang
tinggi. Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain
(Keliat, 1992).
Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset
ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Gangguan harga diri
dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri
dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis (negatif self
evaluasi yang telah berlangsung lama). Dan dapat diekspresikan secara langsung atau tidak
d. Peran
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan
posisinya di masyarakat. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan,
18
dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Menurut Stuart & Sundeen, (1998) penyesuaian individu terhadap perannya dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu: (a) kejelasan perilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang
spesifik tentang peran yang diharapkan; (b) Kosistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan
perannya; (c) Kejelasan budaya dan harapannya terhadap perilaku perannya; dan (d) Pemisahan
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok
dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur
sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Keliat,
1992).
e. Identitas
seseorang pada waktu dan situasi yang berbeda. Identitas menunjukkan batasan dan pemisahan diri
yang lainnya. Menjadi “diri sendiri” atau hidup dalam kehidupan nyata merupakan dasar dari
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang
merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Tarwoto
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan yang memandang dirinya
berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek mandiri),
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri menurut Tarwonto & Wartonah,
(2010) yaitu:
19
b) Budaya yakni, pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya,
kelompoknya, dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa anak
lebih dekat pada lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan
fisik dan lingkungan psikososial. Lingkungan fisik adalah segala sarana yang dapat
lingkungan yang dapat menunjang kenyamanan dan perbaikan psikologis yang dapat
c) Sumber eksternal dan internal yaitu, kekuatan dan perkembangan pada individu sangat
berpengaruh terhadap konsep diri. Sumber internal misalnya, orang yang humoris koping
individunya lebih efektif. Sumber eksternal misalnya, dukungan dari masyarakat, dan
d) Pengalaman sukses dan gagal yakni, ada kecendrungan bahwa riwayat sukses akan
e) Stresor dapat mempengaruhi kehidupan misalnya perkawinan, pekerjaan baru, ujian, dan
ketakutan. Jika koping individu tidak adekuat maka akan menimbulkan depresi, menarik
f) Usia tua, keadaan sakit, dan trauma akan mempengaruhi persepsi dirinya.
Kriteria kepribadian yang sehat menurut Tarwoto & Wartonah, (2010) yakni:
a. Citra tubuh yang positif dan akurat yaitu, kesadaran akan diri berdasarkan atas observasi
mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini dan masa
lalu.
20
c. Konsep diri yang positif merupakan konsep diri yang menunjukkan bahwa individu akan
d. Harga diri tinggi yakni, seseorang yang memiliki harga diri tinggi akan memandang dirinya
sebagai seseorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama dengan apa
e. Kepuasan penampilan peran merupakan individu yang mempunyai kepribadian sehat akan
dapat berhubungan dengan orang lain, secara intim dan mendapat kepuasan. Ia dapat
mempercayai dan terbuka pada orang lain dan membina hubungan interdependen.
f. Identitas jelas yakni, individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah kehidupan
Menurut (Carpenito, 1995 dalam Taylor) yang dikutip oleh Tarwoto & Wartonah, (2010) ada
beberapa karakteristik konsep diri yang rendah yaitu: menghindari sentuhan atau melihat bagian
tubuh tertentu; Tidak mau berkaca, menghindari diskusi tentang topik dirinya, menolak usaha
rehabilitas, melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat, mengingkari perubahan pada dirinya, tanda
dari keresahan seperti marah, keputusasaan, dan menangis, menolak berpartisipasi dalam perawatan
dirinya, tingkah laku yang merusak seperti gangguan obat-obatan dan alkohol, menghindari kontak
Menurut Muttaqin (2008), yang menyatakan bahwa keluarga merupakan tempat tumbuh
kembang seorang anak, maka keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh kualitas dari anak
yang terbentuk dari norma yang dianut dalam keluarga sebagai patokan perilaku setiap hari. Harga
diri orang tua dengan anak retardasi mental dipengaruhi cara penerimaan dan penilaian pribadi
21
2005)
Berdasarkan hasil penelitian Kuantitatif yang dilakukan oleh Widiyanto dan Afif, (2013)
terhadap keluarga yang memiliki anak retardasi mental, menunjukkan bahwa subjek keluarga yang
memiliki anak retardasi mental memiliki gambaran konsep diri negatif. Keluarga yang memiliki
anak retardasi mental secara negatif beranggapan bahwa masyarakat sekitar menilai keluarga yang
memiliki anak retardasi mental merupakan orang tua atau keluarga dengan gen yang tidak baik
sehingga menghasilkan keturunan yang tidak baik (retardasi mental). Akibatnya keluarga yang
memiliki anak retardasi mental akan menampilkan kesan yang negatif seperi rasa malu, dan rendah
diri terhadap orang lain. Dapat juga mempengaruhi kurangnya kepercayaan diri orang tua atau
keluarga karena memiliki anak retardasi mental, hal ini disebabkan adanya tuntutan dan harapan
dari orang-orang yang dianggap penting seperti orang tua, saudara dan kerabat terhadap suatu
kesuksesan kehidupan seseorang. Anak retardasi mental seringkali menjadi beban dan dapat
membuat jenuh orang tua atau keluarganya karena tidak dapat memenuhi standar yang sesuai
2.3 Kecemasan
Kecemasan adalah gangguan yang disebabkan oleh konflik yang tidak disadari mengenai
keyakinan, nilai, krisis situasional, maturasi, ancaman pada diri sendiri, penyakit yang
dipersepsikan sebagai ancaman kehidupan atau kebutuhan untuk bertahan yang tidak terpenuhi
Ermawati (2009 dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011) mengatakan bahwa kecemasan
(ansietas) merupakan istilah yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yakni
menggambarkan keadaan kekhawatiran, kegelisahan yang tidak menentu, atau reaksi ketakutan dan
tidak tenteram yang terkadang disertai dengan keluhan fisik. Kecemasan merupakan respon
22
Gangguan kecemasan sering juga dianggap sebagai suatu gangguan yang berkaitan dengan
perasaan khawatir tidak nyata, tidak masuk akal, tidak cocok yang berlangsung terus (intens) atas
prinsip yang terjadi (manifestasi) dan kenyataan yang dirasakan. Orang yang mengalami gangguan
kecemasan selalu diikuti rasa ketakutan yang difuse, tidak jelas, tidak menyenangkan dan
timbulnya rasa kewaspadaan yang tidak jelas (Pieter, Janiwarti, dan saragih, 2011).
Tanda-tanda kecemasan (ansietas) adalah memiliki ketakutan yang tidak realistis, irrasional,
dan tidak dapat secara intensif ditampilkan dalam cara-cara yang jelas (Sutardjo dan Wiramihardja,
2007). Keluhan atau tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh
seseorang sangat bervariasi, tergantung dari beratnya kecemasan yang dirasakan oleh individu
tersebut, salah satunya keluhan-keluhan yang dikemukakan oleh Pieter dan lubis (2010) ada 2
gejala, yaitu gejala fisik dan gejala psikologis. Gejala fisik meliputi; ketegangan motorik seperti
gemetar, gugup, nyeri otot dan mudah lelah, nafas pendek atau perasaan mudah tercekik, tangan
dingin dan berkeringat, mulut kering dan pusing, mual, diare atau tidak nyaman abdomen, sering
berkemih, tiba-tiba panas dan menggigil, tekanan darah meningkat. Gejala psikologis meliputi ;
kegelisahan yang berlebihan, waspada yang berlebihan, sulit berkonsentrasi, respon kaget
Empat tingkat kecemasan untuk mengidentifikasi dan menggambarkan efek pada tiap
individu yang dikemukakan oleh Pieter, Janiwarti, dan Saragih (2011) dan Tarwoto (2010), yaitu:
a. Cemas Ringan
persepsi melebar dan orang akan bersikap hati-hati dan waspada. Orang yang mengalami
23
orang yang mengalami cemas ringan adalah sesekali mengalami napas pendek, naiknya
tekanan darah dan nadi, muka berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala pada lambung.
Respon kognitif orang yang mengalami cemas ringan adalah lapang persepsi melebar,
dapat menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan dapat
menjelaskan masalah secara efektif. Adapun respon perilaku dan emosi dari orang yang
mengalami cemas adalah tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-
kadang meninggi.
b. Cemas Sedang
Pada cemas sedang tingkat lapangan persepsi pada lingkungan menurun dan
memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan menyampingkan hal-hal lain.
Respon fisiologis dari orang yang mengalami cemas sedang adalah sering napas pendek,
nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi, dan gelisah.
Respon kognitif orang yang mengalami cemas sedang adalah lapangan persepsi yang
menyempit, rangsangan luar sulit diterima, berfokus terhadap apa yang menjadi perhatian.
Adapun respon perilaku dan emosi adalah gerakan yang tersentak-sentak, meremas tangan,
c. Cemas Berat
memikirkan hal-hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal lain. Individu sulit berpikir
realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan perhatian pada area lain.
Respon-respon fisiologis cemas berat adalah napas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
banyak berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur, dan mengalami ketegangan.
24
sempit dan tidak mampu untuk menyelesaikan masalah. Adapun respon perilaku dan
emosinya terlihat dari perasaan tidak aman, verbalisasi yang cepat, dan blocking.
Menurut Pieter dan Lubis (2010) ada faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang
merasa cemas dapat berasal dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar dirinya
1. Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan dalam
2. Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat mengancam terhadap
identitas diri, harga diri, kehilangan status / peran diri, dan hubungan interpersonal.
Menurut Pieter, Janiwarti, dan saragih (2011) berdasarkan teori psikoanalisis cemas
merupakan konflik emosional antara dua elemen kepribadian, yakni Id, Ego, dan Superego.
mediatir antara Id dan Superego. Sedangkan Superego mencerminkan hati nurani seseorang
yang dikendali oleh norma-norma lingkungan, agama dan budaya. Kaitannya pada cemas
Adapun pada teori interpersonal mengatakan bahwa cemas terjadi akibat ketakutan
atas penolakan interpersonal dan disertai dengan trauma masa perkembangan seperti
kehilangan atau perpisahan orang tua. Demikian juga dengan kehilangan harga diri, di mana
biasanya orang yang mengalami hilangnya harga diri bisa berakibat timbulnya cemas berat.
frustrasi, yakni segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang mencapai tujuan
yang dia inginkan. Semakin tinggi frustrasi yang dialami, maka akan semakin besar tingkat
25
cemas adalah adanya perasaan takut tidak diterima dalam lingkungan tertentu, adanya
pengalaman traumatis, seperti trauma perpisahan, kehilangan atau bencana alam, adanya
frustrasi akibat kegagalan mencapai tujuan, adanya ancaman pada integritas diri, yakni
meliputi kegagalan memenuhi kebutuhan fisiologis (kebutuhan dasar) dan adanya ancaman
Menurut Pieter, Janiwarti, dan Saragih (2011) ada 4 komponen cara mengatasi
a. Terapi Individual
penyelesaian dan analisis logis. Membantu klien memahami bagaimana pikiran, perasaan
dan situasi yang dapat mencetuskan respons yang terantisipasi. Tingkatkan pengenalan pada
keterbatasan diri dalam serangan cemas sehingga klien dapat memulai membentuk kontrol
pada semua aspek keterbatasannya. Mendorong klien untuk mengatasi kecemasan, seperti
mengatakan kamu dapat melewati segala masalahmu. Ajarkan klien tentang relaksasi untuk
mengurangi segala ketegangan fisik. Mengkaji dan monitor gejala kecemasan, apakah ada
b. Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah dengan mengajari klien strategi koping untuk mengatasi
kejadian hidup yang penuh stres. Beri kesempatan klien untuk membuat dan mencoba cara-
cara baru dalam bersikap dan berpikir. Dorong klien untuk menggunakan teman kelompok
26
c. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah dengan mengajarkan kepada keluarga klien tentang cemas
yang terjadi pada klien. Mengajarkan keluarga klien untuk mengembangkan keterampilan
komunikasi yang efektif, mereduksi konflik keluarga dan mengajarkan tentang makna
d. Terapi Obat-obatan
sorotonin reuptake inhibitor), inhibitor oksidae moenoamin (obat untuk panik berat).
Menurut Purba, Wahyuni, Daulay, dan Nasution (2012) tindakan keperawatan yang
1. Kecemasan
Tujuan:
kecemasan
Tindakan keperawatan:
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa
aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang harus dilakukan dalam membina
27
tangan; (c) menjelaskan tujuan interaksi; dan (d) Membuat kontrak topik, waktu dan
Adapun tahapan perawat untuk membantu pasien mengenal kecemasan yang dihadapi
yakni : (a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya; (b)
Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan kecemasan; (c) Bantu pasien
mengenal penyebab kecemasan; dan (d) Bantu pasien menyadari perilaku akibat
kecemasan (ansietas)
c) Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa percaya diri: (a)
Pengalihan situasi; (b) Tarik nafas dalam dan mengerutkan serta mengendurkan otot-
d) Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali rasa cemas itu muncul
Menurut Norhidayah, Wasilah, dan Husein (2013) kecemasan yang terjadi pada
keluarga penderita retardasi mental disebabkan oleh permasalahan yang ditimbulkan karena
memiliki anak retardasi mental itu lebih kompleks dibandingkan dengan keluarga yang
memiliki anak normal. Berdasarkan teori, kecemasan yang dialami keluarga yang memiliki
anak abnormal merupakan jenis kecemasan realitas. Hal yang juga menyebabkan sebagian
adanya konflik dalam menghadapi anak retardasi mental. Seringkali orang tua tidak
memahami mengenai retardasi mental sehingga orang tua merasa bimbang terhadap kondisi
anaknya yang mengalami konflik dalam diri. Konflik juga berpotensi terjadi karena adanya
28
banyak dialami keluarga penderita retardasi mental mengacu pada tingkah laku dan emosi
anak retardasi mental, masa depan anak, kesempatan anak retardasi mental untuk
keluarga. Hal ini dikarenakan anak retardasi mental membutuhkan pengawasan yang
berbeda-beda dari anak-anak lainnya. Permasalahn yang juga muncul pada keluarga
penderita retardasi mental adalah kecemburuan terhadap orang tua lain yang tidak memilki
2.4 Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul serta tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1998 dalam Santun S & Agus Citra D, 2008).
Menurut Friedman, 1998 dalam Santun S & Agus Citra D, (2008) Keluarga merupakan
kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lainnya, dan di dalamnya terdapat peranan dari masing-masing
Menurut Friedman dalam Satun Setiawati (2008) menyebutkan elemen struktur keluarga
terdiri dari:
29
b. Nilai atau norma keluarga; menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini
dalam keluarga.
c. Pola komunikasi keluarga; menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi diantara
orang tua, orang tua dan anak, diantara anggota keluarga ataupun dalam keluarga besar.
mengendalikan atau mempengaruhi orang lain dalam perubahan prilaku ke arah positif.
a. Teroganisasi
b. Keterbatasan
Dalam mencapai tujuan, setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawabnya
masing-masing sehingga dalam berinteraksi setiap anggota keluarga tidak bisa semena-
semena, tetapi mempunyai keterbatasan yang dilandasi oleh tanggung jawab, masing-
keluarga mempunyai peran dan fungsi yang berbeda dan hak seperti halnya peran ayah
30
yaitu :
a) Patrilineal : Keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis ayah.
b) Matrilineal : Keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis ibu
a) Patrilokal : Keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan keluarga
b) Matrilokal : Keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan.
Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga juga berkembang mengikutinya. Berikut
a. Keluarga inti : yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan anak (kandung
atau angkat).
b. Keluarga besar : yaitu keluarga inti yang ditambah dengan keluarga lain yang
c. Keluarga Dyad : yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan istri tanpa anak.
31
dengan anak (kandung/ angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau
kematian.
e. Single Adult : yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang dewasa (misalnya,
seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja atau kuliah).
a. The unmarriedteenege mather : keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu)
b. The stepparent family : keluarga dengan orang tua tiri. Beberapa keluarga yang tidak ada
hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama,
pengalaman yang sama : sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok atau
c. The non marital heterosexual cohibitang family : keluarga yang hidup bersama dan
d. Gay dan lesbian family : seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama
e. Cohabiting couple : orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena
f. Group marriage family : beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah tangga
bersama yang sudah saling menikah, berbagai sesuatu termasuk sexual dan
membesarkan anaknya.
g. Group network family : keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-nilai, hidup
bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang-barang
32
saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan
i. Homeless family : Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan ekonomi dan atau problem
kesehatan mental.
j. Gang : Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari
ikatan emosional dan yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan
Fungsi keluarga menurut Friedman, 1998 dalam Satun S & Agus Citra D, (2008)
sebagai berikut :
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga.
b. Fungsi sosialisasi
keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu
c. Fungsi reproduksi
33
kesehatan.
yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan
individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga,
pencari nafkah, pendidik, pelindung/ pengayon, pemberi rasa aman bagi setiap
tertentu.
2. Peranan Ibu : Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-
anak, pelindung keluarga dan pencari nafkah tambahan keluarga dan juga
34
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melakukan praktek asuhan kesehatan, yaitu
untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit.
keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dan tugas
kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti
Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut : (a) Mengenal masalah kesehatan; (b)
Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat; (c) Memberi perawatan pada anggota keluarga
yang sakit; (d) Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat; (e) Mempertahankan
35