Pertumbuhan dari kehamilan pada bulan pertama sudah terbentuk otak, tulang
belakang, jantung, dan system saraf.
Bulan kedua jantung sudah mulai memompa dan otot sudah mulai terbentuk di
bawah kulit.
Bulan ketiga jantung sudah terlihat pada USG, sudah terbentuk ginjal, produksi urin.
Bulan keempat saraf sudah mulai mengontrol, tampak tangan janin sudah mulai
mencengkeram, pembuluh darah berkembang cepat, pancreas menghasilkan insulin,
alat kelamin sudah bisa dibedakan. Kurang lebih berat badan 100 gram.
Bulan kelima produksi minyak mulai terbentuk untuk menutupi kulit, rambut, alis
sudah terbentuk, bert badan janin 300 gram.
Bulan keenam, kerangka berkembang cepat, system pernapasan sudah terbentuk
dengan bb bayi 600 gram.
Bulan ketujuh melanjutkan pembentukan system pernapasan, membentuk
surfaktan, bisa bernapas, bisa mengatur suhu dengan berat janin 1000 gram.
Bulan kedelapan lemak mulai ada, janin sudah mampu menyimpak zat besi, kalsium,
phosphor sehingga kulit tampak merah dan berat janin 1700 gram.
Bulan kesembilan kulit penuh lemak, organ sempurna. Dapat membandingkan berat
janin dengan berat saat lahir. Pada bulan ke 9 walaupun belum masuk pap beratnya
sudah 2500 gram.
Bulan kesepuluh, janin sudah masuk pap, berat sekitar 3000 gram.
1. system pernafasan
Fisiologi
2. system pernafasan
Fisiologi
Sebelum lahir, darah dari plasenta (kira-kira 80%) jenuh dengan O2 dialirkan
kembali ke janin melalui vena umbilikalis. Pada saat mendekati hati, sebagian
besar darah ini mengalir melalui duktus venosus langsung masuk ke dalam vena
kava inferior, dengan demikian memintas dari hati. Sebagian kecil daripadanya
masuk ke sinusoid hati dan bercampur dengan darah yang berasal dari sirkulasi
portal.
Setelah melalui VCI yang pendek dan bercampur dengan darah yang tidak
mengandung O2 yang kembali dari anggota tubuh bawah, darah ini memasuki
atrium kanan. Disini darah dialirkan ke foramen ovale oleh katup VCI dan
sebagian besar darah mengalir langsung ke atrium kiri. Tetapi sebagian kecil
darah tidak dapat mengikuti jalan tersebut karena dihambat oleh tepi bawah
septum sekundum, yaitu Krista dividens, dan tetap berada di atrium kanan.
Disini air bercampur darah dari bagian kepala dan lengan melalui VCS.
Dari atrium kiri, darah memasuki ventrikel kiri dan aorta ascenden. Oleh karena
a. koronaria dan a. karotis merupakan cabang pertama aorta ascenden, otot-otot
jantung dan otak memperoleh darah yang kaya O2. Darah yang rendah O2 dari
VCS mengalir melalui ventrikel kanan menuju ke trunkus pulmonalis. Oleh karena
tekanan di dalam pembuluh darah pulmonal tinggi, darah mengalir langsung
melalui duktus arteriosus menuju aorta ascenden, dan bercampur dengan darah
yang berasal dari aorta proksimal. Mulai berjalan melewati aorta ascenden,
darah mengalir menuju ke plasenta melalui kedua aa. Umbilicales dengan angka
kejenuhan 58%.
b. Fisiologi system sirkulasi bayi
Perubahan yang terjaid pada sistem pembuluh darah pada saat lahir disebabkan
oleh berhentinya aliran darah dari plasenta dan dimulai pernapasan. Olh karena
pada saat yang sama duktus arteriosus menutup karena kontraksi otot-otot
dindingnya, jumlah darah yang melalui pembuluh darah paru-paru meningkat
dengan cepat. Sebaliknya hal ini akan meningkatkan tekanan di atrium kiri.
Bersamaan dengan itu, tekanan di dalam atrium kanan menurun karena
terputusnya aliran darah dari plasenta. Septum primium kemudian menutup
septum sekundum, dan dengan demikian foramen ovale menutup secara
fisiologis.
Perubahan berikutnya :
a. Penutupan aa. Umbilikales, terjadi karena kontraksi otot polos di dinding
pembuluh darah tersebut dan mungkin oleh rangsangan termik dan mekanik
serta perubahan kadar O2. Secara fisiologis, kedua pembuluh darah ini
menutup beberapa menit setelah lahir.
Bagian distal aa. Umbilikalis kemudian membentuk ligamentum umbilicales
medial, dan proksimalnya tetap terbuka sebagai aa. Vesicales seperiores.
b. Penutupan vena umbilikalis dan duktus venosus terjadi segera setelah
penutupan aa. Umbilikalis. Oleh karena itu, darah dari plasenta masih dapat
memasuki tubuh bayi sampai beberapa saat setelah lahir.
Setelah terjadi obliterasi, vena umbilikalis membentuk ligamentum teres
hepatis yang berjalan pada tepi bawah ligamentum falsiformis. Duktus
venosus yang berjalan dari ligamentum teres hepatis ke VCI juga menutup
dan membentuk ligamentum venosum.
c. Penutupan duktus arteriosus oleh kontraksi otot-otot dindingnya terjadi
sesaat setelah lahir dan mungkin diperantarai oleh bradikinin ( suatu zat yang
dilepaskan dari paru-paru selam permulaan pengembangan paru).
Pada orang dewasa, duktus arteriosus yang telah menutup menjadi
ligamentum arteriosum.
d. Penutupan foramen ovale disebabkan oleh meningkatnya tekanan di dalam
atrium kiri yang disertai penurunan tekanan di atrium kanan. Bersamaan
dengan tarikan nafas yang pertama, septum primum ditekan melekat ke
septum sekundum.
Embriologi Kedokteran Langman. Ed. 7. Sadler. EGC
Pada janin ada pirau intra kardiak (foramen ovale) dan pirau ekstra kardiak
(duktus arteriosus botali, duktus venosus arantii). Arah pirau adalah dari
kanan ke kiri yaitu dari atrium kanan ke kiri via foramen ovale. Serta dari
arteri pulmonalis menuju aorta via duktus arteriosus.
Setelah lahir dengan berhasilnya adaptasi sistem pernapasan segera diikuti
oleh adaptasi sistem kardiovaskuler dengan tidak adanya pirau tersebut
diatas baik pirau intra kardiak ataupun ekstra kardiak.
Pada sirkulasi fetal, ventrikel kanan dan kiri bekerja serentak, setelah lahir
ventrikel kiri berkontraksi sedikit lebih awal dari ventrikel kanan.
Selama sirkulasi fetal, ventrikel kanan memompa darah ke tempat tahanan
yang lebih tinggi yaitu tahanan sistemik tetapi ventrikel kiri melawan tahanan
yang rendah yakni plasenta.
Setelah lahir, ventrikel kanan akan melawan tahanan paru yang lebih rendah
daripada tekanan sistemik yang dilawan ventrikel kiri.
Pada sirkulasi janin, darah yang dipompa oleh ventrikel kanan sebagian besar
menuju ke aorta via duktus arteriosus, hanya sebagian kecil yang menuju ke
paru-paru. Tetapi setelah lahir darah dari ventrikel kanan seluruhnya ke paru-
paru
Pada kehidupan janin, paru-paru mendapat O2 dari darah yang yang diambil
dari plasenta. Sebaliknya post natal parumemberikan O2 kepada darah.
Selama kehidupan intrauterin, plasenta merupakan tempat yang utama
untuk pertukaran gas, makanan dan ekskresi. Post natal, organ-organ lain
mengambil alih perbagai fungsi tersebut.
Selama masa fetal, plasenta menjamin berlangsungnya tahanan sirkuit yang
rendah, tetapi pada post natal hal tersebut tidak ada.
Buku Ajar Neonatologi. Ed. 1. 2008. IDAI.
3. system GIT
Pada umumnya, kemampuan neonatus untuk mencernakan, mengabsorbsi, dan
memetabolisir makanan tidak berbeda dengan anak yg lebih tua, dengan 3
perkecualian :
a. Sekresi amilase pankreas pada neonatus kurang, sehingga bayi menggunakan zat
tepung kurang adekuat.
b. Absorbsi lemak dari saluran pencernaan dalam beberapa hal kurang dari anak
lebih tua. Akibatnya, susu dengan kandungan lemak yang tinggi (susu sapi) sering
diabsorbsi kurang adekuat.
c. Karena fungsi hati belum sempurna paling sedikit selama minggu pertama
kehidupan, konsentrasi glukosa darah tidak stabil dan biasanya rendah.
Neonatus secara khusus dapat mensintesis dan menyimpan protein. Ternyata
dengan diet yg adekuat, sebanyak 90% dari asam amino yg dicerna akan digunakan
untuk pembentukan protein tubuh. Persentase ini lebih tinggi dari orang dewasa.
Pada bayi prematur, aktifitas lipase masih kurang bila dibandingkan bayi cukup
bulan.
4. system endokrin
i. Selama dalam uterus fetus mendapatkan hormon dari ibu.
ii. Pada waktu bayi baru lahir, kadang-kadang hormone tersebut masih
berfungsi, misalnya dapat dilihat pembesaran kelenjar air susu pada
bayi laki-laki ataupun perempuan. Kadang-kadang dapat dilihat gejala
‘withdrawal’, misalnya pengeluaran darah dari vagina yang
menyerupai haid dari bayi perempuan.
iii. Kelenjar adrenal pada waktu lahir relative lebih besar bila
dibandingkan dengan orang dewasa (0,2% dari berat badan
dibandingkan dengan 0,1% dari berat badan pada orang dewasa)
iv. Kelenjar tiroid sudah sempurna terbentuk sewaktu lahir dan sudah
mulai berfungsi sejak beberapa bulan sebelum lahir.
Sumber : Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Perinatologi, dalam Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. FKUI. Jakarta. 1985
b. Hormone tiroid
Hormone ini mutlak diperlukan pada tumbuh kembang anak, karena
mempunyai fungsi pada metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.
Maturasi tulang juga dibawah pengaruh hormone ini. Demikian pula dengan
pertumbuhan dan fungsi otak sangat tergantung pada tersedianya hormone
tiroid dalam kadar yang cukup. Defisiensi hormone tiroid mengakibatkan
retardasi fisik dan mental yang kalau berlangsung terlalu lama, dapat menjadi
permanent. Sebaliknya pada hipertiroidisme dapat mengakibatkan gangguan
pada kardiovaskular, metabolisme, otak, mata, seksual, dll.Hormon ini
mempunyai interaksi dengan hormone – hormone lain seperti somatotropin.
c. Glukokortikoid
Mempunyai fungsi yang bertentangan dengan somatotropin, tiroksin serta
androgen, karena kortison mempunyai efek anti-anabolik. Kalau kortison
berlebihan akan mengakibatkan pertumbuhan terhambat/terhenti dan
terjadinya osteoporosis.
6. Dikeluarkan melalui
Pengeluaran hasil paru-paru, kulit, ginjal
metabolisme. dan saluran cerna.
8.
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan, Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba
KURVA LUBCHENCO
13.Indikasi resusitasi ?
Langkah-langkah Resusitasi :
1. letakkan bayi dilingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan
selimut tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi
2. sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang
datar.
3. ganjal bahu dengan kain setinggi 1cm
4. hisap lendir dengan penghisap lendir dari mulut, apabila mulut sudah bersih
kemudian lanjutkan ke hidung.
5. lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan
mengusap-usap punggung bayi.
6. nilai pernafasan jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6
detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung >100x/menit, nilai warna kulit jika
merah/sinosis lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung
<100x/mnt, lakukan VTP.
1. jika pernafasan sulit (megap-megap) lakukan VTP
2. VTP dengan memberikan 0₂ 100% melalui ambubag / masker, masker
harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata.
3. setelah 30dtik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil x 10.
100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
60-100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian VTP
>60 lakukan VTP & kompresi jantung. Perbandingan kompresi jantung
dengan VTP adalah 3:1
Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30dtik setelah kompresi dada.
Denyut jantung 80x/mnt kompresi jantung dihentikan, lakukan VTP sampai
denyut jantung >100x/mnt dan bayi dapat bernafas spontan.
Jika denyut jantung 0 atau 10x/mnt, lakukan pemberian obat epinefrin
1:10.000 dosis 0,2-0,3 ml/kg BB secara IV
Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika >100x/mnt hentikan obat
Jika denyut jantung <80x/mnt ulangi pemberian epinefrin sesuai dosis
diatas tiap 3-5 mnt.
Agar tindakan resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama
yang dilakukan adalah :
mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat
terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia
dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan
minimum antara lain :
Alat pemanas siap pakai-oksigen
Alat penghisap
Alat sungkup dan balon resusitasi
Obat-obat
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :
1. Tenaga kesehatan yang siap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus
merupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus
dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efisien.
3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai
suatu tim yang terkoordinasi
4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya
ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia bersih siap
pakai.
(Wiknjosastro)
(Buku Ajar Neonatologi, Cetakan Pertama, 2008, IDAI)
(Buku Ajar Neonatologi, Cetakan Pertama, 2008, IDAI)
Resusitasi
Indikasi
Bayi yg memerlukan tindakan resusitasi adalah :
Definisi menurut WHO (1969), janin yang mengalami pertumbuhan yang terhambat (IUGR)
adalah janin yang mengalami kegagalan dalam mencapai berat standard atau ukuran
standard yang sesuai dengan usia kehamilannya. Pertumbuhan Janin Terhambat atau Intra
Uterine Growth Restriction adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan nutrisi dan
pertumbuhan janin yang mengakibatkan berat badan lahir dibawah batasan tertentu dari
usia kehamilannya.
Definisi yang sering dipakai adalah bayi-bayi yang mempunyai berat badan dibawah 10
persentil dari kurva berat badan bayi yang normal). Dalam 5 tahun terakhir, istilah
Retardation pada Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) telah berubah menjadi
Restriction oleh karena Retardasi lebih ditekankan untuk mental. Menurut Gordon, JO
(2005) pertumbuhan janin terhambat-PJT (Intrauterine growth restriction) diartikan sebagai
suatu kondisi dimana janin berukuran lebih kecil dari standar ukuran biometri normal pada
usia kehamilan.
Kadang pula istilah PJT sering diartikan sebagai kecil untuk masa kehamilan-KMK (small for
gestational age). Umumnya janin dengan PJT memiliki taksiran berat dibawah persentil ke-
10. Artinya janin memiliki berat kurang dari 90 % dari keseluruhan janin dalam usia
kehamilan yang sama. Janin dengan PJT pada umumnya akan lahir prematur (<37 minggu)
atau dapat pula lahir cukup bulan (aterm, >37 minggu). Ada dua bentuk PJT menurut
Renfield (1975) yaitu:
1. Proportionate Fetal Growth Restriction: Janin yang menderita distress yang lama di mana
gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi
lahir sehingga berat, panjang dan lingkar kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi
keseluruhannya masih di bawah gestasi yang sebenarnya.
2. Disproportionate Fetal Growth Restriction: Terjadi akibat distress subakut. Gangguan
terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini
panjang dan lingkar kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi
tampak waste dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering
keriput dan mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.
Pada bayi PJT perubahan tidak hanya terhadap ukuran panjang, berat dan lingkaran kepala
akan tetapi organ-organ di dalam badan pun mengalami perubahan misalnya Drillen (1975)
menemukan berat otak, jantung, paru dan ginjal bertambah sedangkan berat hati, limpa,
kelenjar adrenal dan thimus berkurang dibandingkan bayi prematur dengan berat yang
sama. Perkembangan dari otak, ginjal dan paru sesuai dengan masa gestasinya.
Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT akan mengalami keadaan berikut :
a. Penurunan level oksigenasi
b. Nilai APGAR rendah (suatu penilaian untuk menolong identifikasi adaptasi bayi segera
setelah lahir)
c. Aspirasi mekonium (tertelannya faeces/tinja bayi pertama di dalam kandungan) yang
dapat berakibat sindrom gawat nafas
d. Hipoglikemi (kadar gula rendah)
e. Kesulitan mempertahankan suhu tubuh janin
f. Polisitemia (kebanyakan sel darah merah)
(Cunningham, 2006)
Pada masa kehamilan janin mengalami pertumbuhan tiga tahap di dalam kandungan, yaitu:
a. Hiperplasia, yaitu pada 4-20 minggu kehamilan terjadi mitosis yang sangat cepat dan
peningkatan jumlah DNA.
b. Hiperplasia dan hipertrofi, yaitu pada 20-28 minggu aktifitas mitosis menurun, tetapi
peningkatan ukuran sel bertambah.
c. Hipertrofi, yaitu pada 28-40 minggu pertumbuhan sel menjadi maksimal terutama
pada minggu ke 33, penambahan jumlah lemak, otot dan jaringan ikat tubuh.
(Cunningham, 2006)
Perkembangan PJT Intrauterin
Peningkatan rasio berat plasenta terhadap berat lahir ditimbulkan oleh kondisi diet rendah
nutrisi terutama protein:
1. Kondisi kekurangan nutrisi pada awal kehamilan Pada kondisi awal kehamilan
pertumbuhan embrio dan trofoblas dipengaruhi oleh makanan. Studi pada binatang
menunjukkan bahwa kondisi kekurangan nutrisi sebelum implantasi bisa menghambat
pertumbuhan dan perkembangan. Kekurangan nutrisi pada awal kehamilan dapat
mengakibatkan janin berat lahir rendah yang simetris. Hal sebaiknya terjadi kondisi
percepatan pertumbuhan pada kondisi hiperglikemia pada kehamilan lanjut.
2. Kondisi kekurangan nutrisi pada pertengahan kehamilan Defisiensi makanan
mempengaruhi pertumbuhan janin dan plasenta, tapi bisa juga terjadi peningkatan
pertumbuhan plasenta sebagai kompensasi. Didapati ukuran plasenta yang luas.
3. Kondisi kekurangan nutrisi pada akhir kehamilan Terjadi pertumbuhan janin yang
lambat yang mempengaruhi interaksi antara janin dengan plasenta. Efek kekurangan makan
tergantung pada lamanya kekurangan. Pada kondisi akut terjadi perlambatan pertumbuhan
dan kembali meningkat jika nutrisi yang diberikan membaik. Pada kondisi kronis mungkin
telah terjadi proses perlambatan.(Cunningham, 2006)
Ada 3 jenis PJT, yaitu:
1. PJT tipe I atau dikenal juga sebagai tipe simetris.
Terjadi pada kehamilan 0-20 minggu, terjadi gangguan potensi tubuh janin untuk
memperbanyak sel (hiperplasia), umumnya disebabkan oleh kelainan kromosom atau
infeksi janin. Prognosisnya buruk.
2. PJT tipe II atau dikenal juga sebagai tipe asimetris.
Terjadi pada kehamilan 28-40 minggu, yaitu gangguan potensi tubuh janin untuk
memperbesar sel (hipertrofi), misalnya pada hipertensi dalam kehamilan disertai insufisiensi
plasenta. Prognosisnya baik.
3. PJT tipe III adalah kelainan di antara kedua tipe di atas.
Terjadi pada kehamilan 20-28 minggu, yaitu gangguan potensi tubuh kombinasi antara
gangguan hiperplasia dan hipertrofi sel, misalnya dapat terjadi pada malnutrisi ibu,
kecanduan obat, atau keracunan. (Cunningham, 2006)
B. Patofisiologi
Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT biasanya tampak kurus, pucat, dan berkulit keriput.
Tali pusat umumnya tampak rapuh dam layu dibanding pada bayi normal yang tampak tebal
dan kuat. PJT muncul sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan jaringan atau sel. Hal ini
terjadi saat janin tidak mendapatkan nutrisi dan oksigenasi yang cukup untuk
perkembangan dan pertumbuhan organ dan jaringan, atau karena infeksi. Meski pada
sejumlah janin, ukuran kecil untuk masa kehamilan bisa diakibatkan karena faktor genetik
(kedua orangtua kecil), kebanyakan kasus PJT atau Kecil Masa Kehamilan (KMK) dikarenakan
karena faktor-faktor lain. (Cunningham, 2006)
C. Etiologi
1. Faktor ibu
a. Penyakit hipertensi (kelainan vaskular ibu).
Pada trimester kedua terdapat kelanjutan migrasi interstitial dan endotelium trophoblas
masuk jauh ke dalam arterioli miometrium sehingga aliran menjadi tanpa hambatan menuju
retroplasenter sirkulasi dengan tetap. Aliran darah yang terjamin sangat penting artinya
untuk tumbuh kembang janin dengan baik dalam uterus.
Dikemukakan bahwa jumlah arteri-arterioli yang didestruksi oleh sel trophoblas sekitar 100-
150 pada daerah seluas plasenta sehingga cukup untuk menjamin aliran darah tanpa
gangguan pada lumen dan arteri spiralis terbuka.
Gangguan terhadap jalannya destruksi sel trophoblas ke dalam arteri spiralis dan
arteriolinya dapat menimbulkan keadaan yang bersumber dari gangguan aliran darah dalam
bentuk “iskemia retroplasenter”.
Dengan demikian dapat terjadi bentuk hipertensi dalam kehamilan apabila gangguan
iskemianya besar dan gangguan tumbuh kembang janin terjadi apabila iskemia tidak terlalu
besar, tetapi aliran darah dengan nutrisinya merupakan masalah pokok.
b. Kelainan uterus.
Janin yang tumbuh di luar uterus biasanya mengalami hambatan pertumbuhan
c. Kehamilan kembar.
Kehamilan dengan dua janin atau lebih kemungkinan besar dipersulit oleh pertumbuhan
kurang pada salah satu atau kedua janin dibanding dengan janin tunggal normal. Hambatan
pertumbuhan dilaporkan terjadi pada 10 s/d 50 persen bayi kembar.
d. Ketinggian tempat tinggal
Jika terpajan pada lingkungan yang hipoksik secara kronis, beberapa janin mengalami
penurunan berat badan yang signifikan Janin dari wanita yang tinggal di dataran tinggi
biasanya mempunyai berat badan lebih rendah daripada mereka yang dilahirkan oleh ibu
yang tinggal di dataran rendah.
e. Keadaan gizi
Wanita kurus cenderung melahirkan bayi kecil, sebaliknya wanita gemuk cenderung
melahirkan bayi besar. Agar nasib bayi baru lahir menjadi baik, ibu yang kurus memerlukan
kenaikan berat badan yang lebih banyak dari pada ibu-ibu yang gemuk dalam masa
kehamilan.
Faktor terpenting pemasukan makanan adalah lebih utama pada jumlah kalori yang
dikonsumsi setiap hari dari pada komposisi dari kalori. Dalam masa hamil wanita keadaan
gizinya baik perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih banyak dari pada sebelum hamil setiap
hari. Penambahan berat badan yang kurang di dalam masa hamil menyebabkan kelahiran
bayi dengan berat badan yang rendah.
f. Perokok
Kebiasaan merokok terlebih dalam masa kehamilan akan melahirkan bayi yang lebih kecil
sebesar 200 sampai 300 gram pada waktu lahir. Kekurangan berat badan lahir ini
disebabkan oleh dua faktor yaitu :
· Wanita perokok, cenderung makan sedikit karena itu ibu akan kekurangan substrat di
dalam darahnya yang bisa dipergunakan oleh janin.
· Merokok menyebabkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin yang menyebabkan
vasokonstriksi yang berkepanjangan sehingga terjadi pengurangan jumlah pengaliran darah
kedalam uterus dan yang sampai ke dalam ruang intervillus.
2. Faktor anak
a. Kelainan kongenital.
b. Kelainan genetik
c. Infeksi janin, misalnya penyakit TORCH (toksoplasma, rubela, sitomegalovirus, dan
herpes).
Infeksi intrauterine adalah penyebab lain dari hambatan pertumbuhan
intrauterine.banyaktipe seperti pada infeksi oleh TORCH (toxoplasmosis, rubella,
cytomegalovirus, dan herpes simplex) yang bisa menyebabkan hambatan pertumbuhan
intrauterin sampai 30% dari kejadian. Infeksi AIDS pada ibu hamil menurut laporan bisa
mengurangi berat badan lahir bayi sampai 500 gram dibandingkan dengan bayi-bayi yang
lahir sebelum terkena infeksi itu.
Diperkirakan infeksi intrauterin meninggikan kecepatan metabolisme pada janin tanpa
kompensasi peningkatan transportasi substrat oleh plasenta sehingga pertumbuhan janin
menjadi subnormal atau dismatur.
3. Faktor plasenta
Penyebab faktor plasenta dikenal sebagai insufisiensi plasenta. Faktor plasenta dapat
dikembalikan pada faktor ibu, walaupun begitu ada beberapa kelainan plasenta yang khas
seperti tumor plasenta. Sindroma insufisiensi fungsi plasenta umumnya berkaitan erat
dengan aspek morfologi dari plasenta.
Parameter klinik yang dapat digunakan untuk mendeteksi PJT ketidaksesuaian usia gestasi
dengan besar uterus, laju pertumbuhan terhambat, atau pertambahan berat badan ibu yang
kurang. Kejadian yang terbukti dengan cara ini hanya 10-25%, sehingga perlu digabung
dengan pemeriksaan dan USG Doppler.
· Manajemen pada kasus preterm dengan pertumbuhan janin terhambat lakukan
pematangan paru dan asupan nutrisi tinggi kalori mudah cerna, dan banyak istirahat.
· Pada kehamilan 35 minggu tanpa terlihat pertumbuhan janin dapat dilakukan
pengakhiran kehamilan.
· Jika terdapat oligohidramnion berat disarankan untuk per abdominam.
· Pada kehamilan aterm tergantung kondisi janin jika memungkinkan dapat dicoba
lahir pervaginam (Cunningham, 2006)
A. Definisi
Sindrom Distres Pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai hyaline membrane disease (HMD). (Suryadi dan Yuliani, 2001).
HMD adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan
tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya
infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA.
B. Patofisiologi
· Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya
zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel
saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-
24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%)
dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional
pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
· Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
1. Oksigenasi jaringan menurun menyebabkan metabolisme anerobik dengan
penimbunan asam laktat asam organic sehingga terjadi asidosis metabolic.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris menyebabkan transudasi
kedalam alveoli sehingga terbentuk fibrin.
· Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan
aliran darah keparu, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang
menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang
pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan
adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
C. Komplikasi
· Pneumothorax
· Pneumomediastinum
· Pulmonary intestinal dysplasia
· Bronchopulmonary dysplasia (BPD)
· Patent ductus arteriosus (PDA)
· Hipotensi
· Menurunnya pengeluaran urine
· Asidosis
· Hiponatremi
· Hipernatrium
· Hipokalemi
· Hipoglikemi
· Disseminated intravascular coagulation (DIC)
· Kejang
· Intraventricular hemorrhage
· Retinopathy pada premature
· Infeksi sekunder
D. Etiologi
· Defesiensi atau kekurangan surfaktan.
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia
perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria.
· Gangguan traktus respiratorius :
ü Hyaline membrane disease (HMD). Berhubungan dengan kurangnya masa gestasi
(bayi prematur)
ü Transient tachypnoe of the newborn (TTN). Paru-paru terisi cairan, sering terjadi
pada bayi Caesar karena dadanya tidak mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga
menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.
ü Infeksi (pneumonia)
ü Sindroma aspirasi
ü Hipoplasia paru
ü Hipertensi pulmonal
ü Kelainan congenital (choanal atresia, hernia diagfragma,pieer robin sindroma)
ü Pleural effusion
ü Kelumpuhan saraf frenikus
· Luar traktus respiratoris:
Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP.
E. Manifestasi Klinis
· Pernafasan cepat (tachynea)
· Retraksi (takiran) dada (suprastenal, substernal, intercostals)
· Pernfasan terlahat paradoks
· Cuping hidung
· Apnea
· Murmur
· Sianosis pusat
F. Pemeriksaan Diagnostik
· Foto rontsen: menunjukan adanya atelektasis
· Analisa gas darah: analisis gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg
dan PCO2 diatas 60 mmHg
· Imatur lecithin / sphingomyolin (L / S): esitin/spingomielin rasio 2:1
mengindikasikan bahwa paru sudah matur
G. Penatalaksanaan Terapiutik
· Pemberian oksigen
· Pertahankan nutrisi adekuat
· Pertahankan suhu lingkungan netral
· Diet 60 kcal/kg per hari ( sesuaikan dengan protocol yang ada) dengan asam
amino yang mrncukupi untuk mencegah katabolisme protein dan ketoasidosis
endogenous
· Pertahankan PO2 dalam batas normal
Definisi HMD disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) atau Sindroma
Gawat Nafas (SGP) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi kurang bulan yang terjadi
segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran bernafas,
(pernafasan cuping hidung, grunting, tipe pernapasan dispnea / takipnea, retraksi
dada, dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48 – 96 jam pertama
kehidupan. Penyebabnya adalah kurangnya surfaktan. Gagal nafas dapat didiagnosa
dengan analisis gas darah. Edema sering didapatkan pada hari ke-2, disebabkan oleh
retensi cairan dan kebocoran kapiler. Diagnosa dapat dikonfirmasi dengan foto
rontgen. Pada pemeriksaan radiologist ditemukan pola retikulogranuler yang uniform,
gambaran ground glass appearance dan air bronchogram. Namun gambaran ini bukan
patognomonik RDS.
Etiologi HMD
Kegagalan mengembangkan functional residual capacity (FRC) dan kecenderungan
dari paru yang terkena untuk mengalami atelektasis berhubungan dengan tingginya
tegangan permukaan dan absennya phosphatydilglycerol, phosphatydilinositol,
phosphatydilserin, phosphatydilethanolamine dan sphingomyelin. (4) Pembentukan
surfaktan dipengaruhi pH normal, suhu dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia, dan
iskemia pulmonal; yang terjadi akibat hipovolemia, hipotensi dan stress dingin;
menghambat pembentukan surfaktan. Epitel yang melapisi paru-paru juga dapat rusak
akibat konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek pengaturan respirasi, mengakibatkan
semakin berkurangnya surfaktan. (9)
Patofisiologi HMD
Imaturitas paru secara anatomis dan dinding dada yang belum berkembang dengan
baik mengganggu pertukaran gas yang adekuat. Pembersihan cairan paru yang tidak
efisien karena jaringan interstitial paru imatur bekerja seperti spons. Edema interstitial
terjadi sebagai resultan dari meningkatnya permeabilitas membran kapiler alveoli
sehingga cairan dan protein masuk ke rongga laveoli yang kemudian mengganggu
fungsi paru-paru. Selain itu pada neonatus pusat respirasi belum berkembang
sempurna disertai otot respirasi yang masih lemah. (13) Alveoli yang mengalami
atelektasis, pembentukan membran hialin, dan edema interstitial mengurangi
compliance paru-paru; dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengembangkan
saluran udara dan alveoli kecil. Dinding dada bagian bawah tertarik karena diafragma
turun dan tekanan intratorakal menjadi negatif, membatasi jumlah tekanan intratorakal
yang dapat diproduksi. Semua hal tersebut menyebabkan kecenderungan terjadinya
atelektasis. Dinding dada bayi prematur yang memiliki compliance tinggi
memberikan tahanan rendah dibandingkan bayi matur, berlawanan dengan
kecenderungan alami dari paru-paru untuk kolaps. Pada akhir respirasi volume toraks
dan paru-paru mencapai volume residu, cencerung mengalami atelektasis. (9)
Kurangnya pembentukan atau pelepasan surfaktan, bersama dengan unit respirasi
yang kecil dan berkurangnya compliance dinding dada, menimbulkan atelektasis,
menyebabkan alveoli memperoleh perfusi namun tidak memperoleh ventilasi, yang
menimbulkan hipoksia. Berkurangnya compliance paru, tidal volume yang kecil,
bertambahnya ruang mati fisiologis, bertambahnya usaha bernafas, dan tidak
cukupnya ventilasi alveoli menimbulkan hipercarbia. Kombinasi hiperkarbia,
hipoksia, dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan
meningkatnkan pirau dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, ductus arteriosus, dan
melalui paru sendiri. Aliran darah paru berkurang, dan jejas iskemik pada sel yang
memproduksi surfaktan dan bantalan vaskuler menyebabkan efusi materi protein ke
rongga alveoli. (9) Pada bayi imatur, selain defisiensi surfaktan, dinding dada
compliant, otot nafas lemah dapat menyebabkan kolaps alveolar. Hal ini menurunkan
keseimbangan ventilasi dan perfusi, lalu terjadi pirau di paru dengan hipoksemia arteri
progresif yang dapat menimbulkan asidosis metabolik. Hipoksemia dan asidosis
menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penurunan aliran darah paru.
Kapasitas sel pnuemosit tipe II untuk memproduksi surfaktan turun. Hipertensi paru
yang menyebabkan pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan duktus arteriosus
memperburuk hipoksemia. (4) Aliran darah paru yang awalnya menurun dapat
meningkat karena berkurangnya resistensi vaskuler paru dan PDA. Sebagai tambahan
dari peningkatan permeabilitas vaskuler, aliran darah paru meningkat karena
akumulasi cairan dan protein di interstitial dan rongga alveolar. Protein pada rongga
alveolar dapat menginaktivasi surfaktan. (4) Berkurangnya functional residual
capacity (FRC) dan penurunan compliance paru merupakan karakteristik HMD.
Beberapa alveoli kolaps karena defisiensi surfaktan, sementara beberapa terisi cairan,
menimbulkan penurunan FRC. Sebagai respon, bayi premature mengalami grunting
yang memperpanjang ekspirasi dan mencegah FRC semakin berkurang. Compliance
paru <>(4)
Patologi
Paru nampak merah keunguan dengan konsistensi menyerupai liver. Secara
mikroskopis, terdapat atelektasis luas. Beberapa ductus alveolaris, alveoli dan
bronchiolus respiratorius dilapisi mebran kemerahan homogen atau granuler. Debris
amnion, perdarahan intra-alveolar, dan emfisema interstitial dapat ditemukan bila
penderita telah mendapat ventilasi dengan positive end expiratory pressure (PEEP).
Karakteristik HMD jarang ditemukan pada penderita yang meninggal kurang dari 6-8
hari sesudah lahir. (9) Membran hyalin tidak didapatkan pada bayi dengan RDS yang
meninggal <>(8)
Gambaran mikroskopis paru-paru yang mengalami HMD. (7) Ditandai dengan alveoli
yang kolaps berselang-seling dengan alveoli yang mengalami hiperaerasi, kongesti
vaskuler, dan membran hyalin (fibrin, debris sel, eritrosit, netrofil dan makrofag).
Membran hyalin terlihat sebagai materi yang eosinifil dan amorf, membatasi atau
mengisi rongga alveolar dan menghambat pertukaran gas.
Manifestasi klinik
Tanda dari HMD biasanya muncul beberapa menit sesudah lahir, namun biasanya
baru diketahui beberapa jam kemudian di mana pernafasan menjadi cepat dan dangkal
(60 x / menit).Bila didapatkan onset takipnea yang terlambat harus dipikirkan
penyakit lain. Beberapa pasien membutuhkan resusitasi saat lahir akibat asfiksia
intrapartum atau distres pernafasan awal yang berat (bila berat badan lahir <>(9)
Biasanya ditemukan takipnea, grunting, retraksi intercostal dan subcostal, dan
pernafasan cuping hidung. Sianosis meningkat, yang biasanya tidak responsif
terhadap oksigen. Suara nafas dapat normal atau hilang dengan kualitas tubular yang
kasar, dan pada inspirasi dalam dapat terdengan ronkhi basah halus, terutama pada
basis paru posterior. Terjadi perburukan yang progresif dari sianosis dan dyspnea.
(9),(4) Bila tidak diterapi dengan baik, tekanan darah dan suhu tubuh akan turun,
terjadi peningkatan sianosis, lemah dan pucat, grunting berkurang atau hilang seiring
memburuknya penyakit.apnea dan pernafasan iregular mucul saat bayi lelah, dan
merupakan tanda perlunya intervensi segera. (9) Dapat juga ditemukan gabungan
dengan asidosis metabolik, edema, ileus, dan oliguria. Tanda asfiksia sekunder dari
apnea atau kegagalan respirasi muncul bila ada progresi yang cepat dari penyakit.
Kondisi ini jarang menyebakan kematian pada bayi dengan kasus berat. Tapi pada
kasus ringan, tanda dan gejala mencapai puncak dalam 3 hari. Setelah periode inisial
tersebut, bila tidak timbul komplikasi, keadaan respirasi mulai membaik. Bayi yang
lahir pada 32 – 33 minggu kehamilan, fungsi paru akan kembali normal dalam 1
minggu kehidupan. Pada bayi lebih kecil (usia kehamilan 26 – 28 minggu) biasanya
memerlukan ventilasi mekanik. (4) ,(9) Perbaikan ditandai dengan diuresis spontan,
dan kemampuan oksigenasi pada kadar oksigen lebih rendah. Kematian jarang terjadi
pada 1 hari pertama, biasanya terjadi pada hari kedua sampai ketujuh, sehubungan
dengan adanya kebocoran udara alveoli (emfisema interstitial, pneumothorax)
perdarahan paru atau intraventrikular. (9) Kematian dapat terjadi setelah beberapa
minggu atau bulan bila terjadi bronchopulmonary displasia (BPD) pada penderita
dengan ventilasi mekanik (HMD berat). (9)
Diagnosis
Gejala klinis
Bayi kurang bulan (Dubowitz atau New Ballard Score) disertai adanya takipneu
(>60x/menit), retraksi kostal, sianosis yang menetap atau progresif setelah 48-72 jam
pertama kehidupan, hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru, ronki halus
inspiratoir. (2)
Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan APGAR score
(derajat asfiksia) dan Silverman Score. Bila nilai Silverman score > 7 berarti ada
distress nafas, namun ada juga yang menyatakan bila nilainya > 2 selama > 24 jam.
(2),(12)
Gambaran Rontgen
Berdasarkan gambaran rontgen, paru-paru dapat memberikan gambaran yang
karakteristik, tapi bukan patognomonik, meliputi gambaran retikulogranular halus dari
parenkim dan gambaran air bronchogram tampak lebih jelas di lobus kiri bawah
karena superimposisi dengan bayangan jantung. Awalnya gambaran rontgen normal,
gambaran yang tipikal muncul dalam 6-12 hari. (9) Gambaran rontgen HMD dapat
dibagi jadi 4 tingkat (12):
Stage I : gambaran reticulogranular
Stage II : Stage I disertai air bronchogram di luar bayangan jantung
Stage III : Stage II disertai kesukaran menentukan batas jantung.
Stage IV : Stage III disertai kesukaran menentukan batas diafragma dan thymus.
Gambaran white lung.
Gambar 2.7 RDS klasik. Thoraks berbentuk seperti lonceng karena aerasi tidak
adekuat ke seluruh bagian paru. Volume paru berkurang, parenkim paru menunjukkan
pola retikulogranular difus, serta adanya gambaran air bronchogram sampai ke
perifer.
Gambar 2.8 RDS sedang. (8) Gambaran retikulogranular lebih jelas dan terdistribusi
secara uniform. Paru mengalami hipoaerasi disertai peningkatan air bronchogram.
Gambar 2.9 RDS berat. (8) Gambaran opak retikulogranuler pada kedua paru. Air
bronchogram nyata, gambaran jantung sukar dinilai. Terdapat area kistik di paru
kanan, menunjukan alveoli yang berdilatasi atau awal dari pulmonary interstitial
emphysema (PIE).
19.mengapa selama perawatan bayi tetap mendapatkan Asi melalui
orogastrictube ?
Orogastric tube adalah Indikasi untuk bayi yang membutuhkan
air susu tetapi tidak bisa menghisap, menelan dan bernafas
teratur.