Anda di halaman 1dari 11

HAK WARGA NEGARA ASING TERHADAP PENGUASAAN

TANAH DI INDONESIA
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas salah satu Mata Kuliah
“Hukum Pertanahan”

Dosen Pembimbing :
Endrik Safudin, S.H.I., M.H.

Disusun Oleh :
Kelompok 11/Kelas SA D

Muhammad Adim Mustofa (210117106)

Muhammad Zainal Arifin (210117111)

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUTAGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang


selalu melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HAK WARGA NEGARA ASING
TERHADAP PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA” tepat pada waktu yang
telah ditentukan.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Kiranya dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari campur tangan
berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan terimakasih pada pihak yang telah
membantu, yaitu :
1. Ibu Dr. Siti Maryam Yusuf, M.Ag. selaku Rektor IAIN Ponorogo.
2. Bapak Endrik Safudin, S.H.I, M.H. selaku dosen pengampu mata kuliah
Hukum Pidana
3. Semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
brbagai pihak guna perbaikan makalah ini dan makalah selanjutnya. Kami
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Ponorogo,8 Mei 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………..................... i
KATA PENGANTAR……….…………………………………...................... ii
DAFTAR ISI…………………….………………………………..................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG…….…………………………….................... 1
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. SUBYEK HAK MILIK ATAS TANAH………………........................ 2
B. HAK MILIK ATAS TANAH WARGA NEGARA ASING......................4
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN………….…………………………………............... 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi
manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan
(pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan,
peternakan, perikanan, industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk
bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal.

Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah yaitu terdapat


dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria (selanjutnya di sebut UUPA), yang merupakan pelaksanaan dari
ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan
“bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat“.
Adapun lebih lanjut mengenai hukum tanah banyak tersebar dalam berbagai
peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas
Tanah; Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan
Keputusan Pemberian Hak atas Tanah dan lain-lain.

B. Rumusan masalah

Untuk mendapat hasil yang sesuai dan tidak keluar dari judul pembahasan
maka kami merumuskan permasalahan ke dalam beberapa pertanyaan, yaitu:

1. Siapa saja yang boleh memiliki Hak Atas Tanah?

2. Apakah WNA boleh memiliki Hak Atas Tanah?

C. Tujuan Penulisan

4
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui siapa saja yang boleh memiliki Hak Atas Tanah di
Indonesia.

2. Untuk mengetahui apakah WNA boleh memiliki Hak Atas Tanah atau tidak.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Subjek Hak Milik Atas Tanah

Pada asasnya hak milik hanya dapat dipunyai oleh orang-orang, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Badan hukum tidak dapat
mempunyai tanah dengan hak milik, kecuali badan hukum yang ditetapkan oleh
pemerintah dan telah dipenuhi syarat-syaratnya. Demikian pasal 21 ayat (1) dan
(2) UUPA1.

Menurut hukum agraria yang lama setiap orang boleh mempunyai dengan
hak milik(eigendom), baik ia warga negara maupun warga asing. Bahkan badan
hukum pun berhak mempunyai hak eigendom, baik badan hukum Indonesia
maupun badan hukum asing2.

Sesuai dengan pasal 9 ayat (1) UUPA, menurut pasal 21 ayat (1) UUPA
hanya warga negara Indonesia saja dapat mempunyai hak milik, sebagaimana
telah dijelaskan, bahwa larangan tidak diadakan perbedaan antara orang-orang
Indonesia asli dan keturunan asing. Meskipun, menurut pasal 9 ayat (2) UUPA,
tidak diadakan perbedaan antara sesama warga negara dalam hal pemilikan tanah
diadakan perbedaan antara mereka yang berkewarganegaraan tunggal dan
rangkap.

Berkewarganeragaan rangkap artinya, bahwa disamping kewarganegaraan


Indonesia dipunyai pula kewarganegaraan lain. Pasal 24 ayat (4) UUPA
menentukan, bahwa selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesia
mempunyai kewarganegaraan asing, ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak

1
Muljadi, Kartini. Hak-hak Atas Tanah (Jakarta: Prenada Media, 2005), 56.

2
Harsono, Hukum Agraria Indonesia,(Jakarta:Djambatan,2004), 45.

6
tanah. Ini berarti, bahwa ia selama itu dalam hubungannya dengan soal pemilikan
tanah dipersamakan dengan orang asing.

Di dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan, bahwa sudah selayaknya


orang-orang yang membiarkan diri disamping kewarganegaraan Indonesia
mempunyai kewarganegaraan lain dalam hal pemilikan tanah dibedakan dari
warga negara Indonesia lainnya. Dengan demikian, maka yang boleh mempunyai
tanah dengan hak milik itu hanyalah warga negara Indonesia tunggal saja.
Sekarang kedudukan anak tetap mengikuti kewarganegaraan orang tuanya, juga
setelah ia menjadi dewasa.

B. Hak Milik Atas Tanah Warga Negara Asing

Meskipun pada asasnya hanya orang-orang warga negara Indonesia


tunggal saja yang dapat memiliki tanah, dalam hal-hal tertentu selama dalam
waktu yang terbatas UUPA masih memungkinkan orang-orang asing dan warga
negara Indonesia yang berkewarganegaraan rangkap untuk mempunyai tanah
dengan hak milik. Diberikannya kemungkinan itu adalah atas dasar pertimbangan
peri kemanusiaan.Pasal 21 ayat 3 UUPA menentukan3 :

“ bahwa Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini


memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta
karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak
milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan
kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun
sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika
sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak
tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan
bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung “.

Jangka waktu satu tahun tersebut dihitung sejak hilangnya


kewarganegaraan Indonesia itu. Bagaimanakah ketentuannya jika yang menerima
hak milik secara demikian seorang Indonesia yang berkewarganegaraan rangkap

3
Muljadi, Kartini. Hak-hak Atas Tanah, 46.

7
atau jika seorang pemilik semula berkewarganegaraan Indonesia tunggal, menurut
hemat penulis (Eddy Ruchiyat, S.H.), pasal 21 ayat 3 UUPA berlaku juga
terhadap mereka berdasarkan ketentuan pasal 21 ayat 4 UUPA4.

Cara-cara yang disebutkan dalam ayat 3 diatas adalah cara memperoleh


hak tanpa melakukan sesuatu tindakan positif yang sengaja ditujukan pada
terjadinya peralihan hak yang bersangkutan. Demikian penjelasan pasal 21 ayat 3
UUPA tersebut. Cara-cara lain tidak diperbolehkan karena dilarang oleh pasal 26
ayat 2 UUPA yaitu jual beli, tukar menukar, hibah, dan pemberian dengan wasiat.

Memperoleh hak milik dengan kedua cara tersebut diatas masih


dimungkinkan bagi orang-orang asing dan warga negara Indonesia yang
berkewarganegaraan rangkap, tetapi dalam waktu satu tahun pemilikan itu harus
diakhiri. Bagaimana cara mengakhirinya? Dikatakan dalam ayat tersebut, bahwa
di dalam waktu satu tahun hak miliknya itu harus dilepaskan. Kalau hak miliknya
itu tidak dilepaskan, hak tersebut menjadi hapus dan tanahnya menjadi tanah
negara, yaitu tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Maksudnya, setelah itu
bekas pemilik diberi kesempatan untuk meminta kembali tanah yang
bersangkutan dengan hak dapat dipunyainya, yaitu bagi orang asing hak pakai dan
bagi orang Indonesia yang berkewarganegaraan rangkap, HGU, HGB, atau hak
pakai5.

4
Ibid, 46
5
Koeswahyono, Hukum Agraria Indonesia Dalam Perspektif Sejarah (Bandung: Refika Aditama,
2007), 23

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam Pasal 1 dan sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum


Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 UUPA dikenal dengan istilah Hak Bangsa
Indonesia, dimana berdasarkan Hak ini, maka konsep hukum tanah Indonesia
dinyatakan bahwa pada dasarnya seluruh tanah yang ada di Indonesia merupakan
karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh bangsa Indonesia.

Karena keseluruhan tanah yang ada di Indonesia konsepnya merupakan


karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, maka untuk menghindari kekacauan dalam
peruntukan dan pemilikannya, diperlukan suatu pengaturan terhadap peruntukan
dan pemilikan tanah tersebut. Untuk itu lebih lanjut dalam pasal 2 juncto pasal 8
UUPA dikenal dengan Hak Menguasai Negara.

Hak Menguasai Negara adalah hak yang dimiliki oleh Negara untuk
melakukan pengaturan tanah yang merupakan Karunia dari Tuhan Yang Maha
Esa baik dalam peruntukan maupun kepemilikan terhadap tanah di Indonesia.

Dengan pengaturan yang dilakukan oleh Negara diharapkan cita-cita


Undang-Undang Dasar pasal 33 ayat 3 dapat tercapai, yaitu; “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Dalam Hak Bangsa Indonesia, terdapat hak yang diberi kewenangan


khusus, yaitu Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Hak Ulayat pada dasarnya
hampir sama dengan Hak Bangsa Indonesia, karena Hak Ulayat adalah milik
semua anggota masyarakat hukum adat setempat. Kepala adat berhak dalam
melakukan pengaturan penggunaan maupun pengelolaan tanah atas Hak Ulayat.
Hak Ulayat ini sebagaimana telah dipertegas dalam ketentuan pasal 3 juncto pasal
5 UUPA.

9
Kembali kepada Hak Menguasai Negara, maka konsekuensinya
mengakibatkan seluruh tanah yang belum ada kepemilikannya (kecuali tanah
ulayat sebagaimana dijelaskan sebelumnya), adalah dikuasai oleh Negara.
Sehingga jika ada seorang warga Negara Indonesia hendak memiliki atau
mempergunakan sebuah lahan tanah, maka warga tersebut hanya dapat dinyatakan
sebagai pemilik jika sudah mengajukan permohonan hak atas tanah. Atau, jika
orang ini sudah menempati lahan tanah tersebut selama lebih dari 30 tahun, maka
dapat mengajukan permohonan pengakuan hak.

B. Saran

Kami menyarankan kepada pemerintah untuk lebih menguasai hak-hak


yang seharusnya dikuasai oleh negara. Dan lebih mempertanggung jawabkan atas
konsekuensinya yang telah dicatat dan yg telah dipertanggung jawabkan oleh
pemerintah agar pemerintah lebih menguasai hak atas tanahnya dan dibatasi mana
yg milik negara dan mana yang bukan milik negara karna hak atas milik tanah
negara sudah tercampur dengan hak milik atas tanah orang lain.

10
DAFTAR PUSTAKA

Harsono, Boedi. 2004. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta:Djambatan

Koeswahyono, Imam. 2007. Hukum Agraria Indonesia Dalam Perspektif Sejarah.


Bandung:Refika Aditama.

Muljadi, Kartini. 2005. Hak-hak Atas Tanah. Jakarta: Prenada Media.

11

Anda mungkin juga menyukai