Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Pitiriasis alba berasal dari kata pitiriasis yang berarti bersisik dan alba
dalam bahasa latin yang berarti putih. Pitiriasis alba merupakan suatu penyakit
kulit yang belum diketahui penyebabnya yang ditandai dengan adanya bercak
kemerahan dan skuama halus yang akan menghilang serta meninggalkan area lesi
dengan hipopigmentasi.1,2
Pitiriasis alba merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak-anak
dan remaja. Rentang umur terjadinya pitiriasis alba bervariasi pada umur 3-16
tahun. Insidennya bervariasi sama antara wanita dan pria, namun umumnya terjadi
pada anak-anak sekolah dengan kondisi sosioekonomi yang rendah.3
Penyebab dari pitiriasis alba sampai saat ini masih belum banyak
diketahui. Beberapa peneliti beranggapan bahwa pitiriasis alba diakibatkan oleh
bakteri streptococcus namun belum dapat dibuktikan. Sampai saat ini dipercaya
bahwa pitiriasis alba dihubungkan dengan kebiasaan mandi yang berlebihan,
ekpose dengan sinar matahari, kerusakan melanosit, dan kekurangan gizi.1,3
Gejala klinis dari pitiriasis alba seringkali diabaikan oleh pasien karena
bersifat asimtomatik. Seringkali pasien datang ke dokter dengan keluhan
perubahan warna pada kulit yang tidak menghilang. Gejala yang umum terjadi
pada pitiriasis alba adalah lesi berbentuk bulat, oval atau plakat yang tidak teratur.
Pada saat awal lesi warna merah muda dengan batas yang meninggi kemudian
lama kelaman menghilang dan muncul lesi hipopigmentasi dengan skuama yang
halus. Lesi hipopigmentasi ini natinya akan bertahan berbulan-bulan hingga
tahunan.1,4
Pitiriasis alba merupakan penyakit yang banyak dijumpai pada anak-anak
dan dewasa muda. Penyakit ini bersifat self limiting disease atau dapat sembuh
sendiri. Namun etiopathogenesisnya belum banyak diketahui dan serta
penanganannya yang kurang diketahui oleh para klinisi dan dokter. Maka penulis
ingin mengangkat kasus pitiriasis alba sebagai Laporan Kasus.1
BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas

Nama : An. Z

Umur : 5 tahun 5 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Buluran Kenali RT 15 Jambi

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal Pemeriksaan : 16 Agustus 2016

II. Anamnesis.

Keluhan Utama:

Timbul bercak putih tidak nyeri di pipi kanan dan pipi kiri sejak 5 bulan
yang lalu.

Perjalanan Penyakit:

Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi dengan


keluhan timbul bercak putih tanpa rasa gatal, panas dan nyeri di pipi kanan
dan kiri sejak 5 bulan yang lalu. Awalnya bercak timbul di pipi kanan
sebesar koin 100 rupiah sebanyak dua buah. Menurut ibu pasien, bercak ini
tidak bertambah lebar dan warnanya tidak bertambah putih. Kemudian,
sekitar 2 minggu yang lalu bercak putih serupa timbul di pipi kiri.
Pengakuan ibunya, pasien sering bermain di tempat panas dan sering
berkeringat.

Demam dan keluhan lainnya tidak ada.

Riwayat penyakit sebelumnya:

Pasien baru pertama kali merasakan keluhan seperti ini.


Pasien tidak memiliki riwayat alergi, baik riwayat alergi dengan makanan
maupun dengan obat - obatan.

Riwayat pengobatan:

Pasien belum pernah melakukan pengobatan sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga:

Di keluarga pasien, tidak ada yang menderita penyakit yg sama. Di dalam


keluarga hanya pasien yang memiliki penyakit seperti itu. Riwayat alergi
dalam anggota keluarga disangkal. Riwayat diabetes mellitus disangkal.

Riwayat Kebiaasaan

Pasien sering bermain di tempat panas dan sering berkeringat.

III. Pemeriksaan Fisik:

Status Generalis:
KU : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tensi : Tidak dilakukan

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 22x/menit

Suhu : 36,5 0C
Kepala Dan Leher

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.


Mata : Ca (-/-), SI (-/-)
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Telinga : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal

Thorax
Cor : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (N), Rh (-), Wh (-)
Abdomen

Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU + (N)
Ekstremitas

Dalam batas normal


Akral Hangat (+)
Status Dermatologi

Gambar A Gambar B

Gambar 1 : Regio Facialis


A. Regio maksilaris dextra : Tampak makula hipopigmentasi 2 lesi, bentuk
anular, ukuran 2 x 1 cm dan 1 x 1 cm, batas tidak tegas, distribusi
regional-diskret, diatas lesi ditutupi oleh skuama halus.
B. Regio maksilaris sinistra : Tampak makula hipopigmentasi 2 lesi, bentuk
anular, ukuran 1 x 1,5 cm dan 1 x 1 cm, batas tidak tegas, distribusi
regional-diskret, diatas lesi ditutupi oleh skuama halus.

V. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

VI. Diagnosis banding:


1. Pitiriasis alba
2. Pitiriasis versikolor
3. Vitiligo
VII. Diagnosa Kerja

Pitiriasis alba

VIII. Penatalaksanaan
Steroid topikal potensi rendah (kelas 5, 6) : Hidrokortisone cream 1%
diberikan (oleskan tipis) pada lesi dua kali sehari selama 3 – 7 hari. Hentikan
penggunaan jika kontrol telah tercapai. Jika tidak ada perbaikan selama 2 minggu,
kontrol ulang.

IX. Prognosis

Baik

X. KIE

KIE pasien tentang penyakit yang merupakan self limiting disease dan
bersifat ringan. Serta menghindari atau mengurangi faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyakit seperti pajanan sinar matahari berlebihan,
menjaga kebersihan diri, dan lingkungan.
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan dengan keluarga dan pasien


didapatkan bahwa pasien perempuan, umur 5 tahun 5 bulan, mengeluh bercak-
bercak putih pada pipi kanan dan kiri sejak 5 bulan yang lalu. Awalnya keluhan
muncul bercak keputihan di pipi kanan tanpa rasa gatal, panas ataupun nyeri.
Bercak putih sebesar koin 100 rupiah. Menurut ibunya, bercak putih tidak
bertambah lebar dan tidak bertambah putih. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit sistemik dan keluhan yang sama dikeluarga. Pasien merupakan anak-
anak yang waktunya banyak dihabiskan bermain baik dirumah ataupun disekolah.
Pasien suka bermain di daerah panas dan sering berkeringat.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pitiriasis alba
insidennya sering terjadi pada anak-anak berumur 3-16 tahun. Selain itu, penyakit
ini seing timbul tanpa keluhan atau asimtomatik sehingga pasien datang dengan
keluhan perubahan bercak-bercak pada wajahnya. Selain itu pasien merupakan
anak-anak dengan sebagian waktunya dihabiskan untuk bermain. Hal ini sesuai
dengan hubungan yang berkaitan antara pitiriasis alba dengan paparan sinar
matahari yang berlebih.3
Pada pemeriksaan fisik, status present dan dermatologi dalam batas
normal. Pada status dermatologi dan venerologi didapatkan lesi di regio
maksilaris dextra dengan regio maksilaris dextra tampak makula hipopigmentasi 2
lesi, bentuk anular, ukuran 1 x 2 cm dan 1 x 1 cm, batas tidak tegas, distribusi
regional-diskret, diatas lesi ditutupi oleh skuama halus. Pada regio maksilaris
sinistra tampak makula hipopigmentasi 2 lesi, bentuk anular, ukuran 1 x 1,5 cm
dan 1 x 1 cm, batas tidak tegas, distribusi regional-diskret, diatas lesi ditutupi oleh
skuama halus. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa umumnya
pitiriasis alba mempunyai lesi yang sering muncul pada daerah pipi, dahi, dagu
dan wajah. Serta efflorosensi yang berupa makula hipopigmentasi dengan skuama
halus diatasnya, berjumlah multipel dengan batas yang tidak tegas.1
Dalam mendiagnosis pitiriasis alba sering dibingungkan dengan penyakit-
penyakit lainnya yaitu vitiligo dan pitiriasis versikolor. Pada vitiligo merupakan
penyakit dengan hipomelanosis idiopatik yang ditandai adanya makula
depigmentasi dengan batas yang tegas dan membesar serta meluas. Hal yang
dapat dibedakan dengan pytiriasis alba adalah pada penyakit pytiriasis alba
gambaran klinisya berupa makula hipopigmentasi yang berbatas tidak tegas.
Kemudian kedua penyakit ini dapat dibedakan dengan penggunaan lampu wood,
pada vitiligo akan menimbulkan flourosensi berupa warna kulit yang menyala
lebih terang pada lesi dan terdapat batas yang tegas, sedangkan pada pitiriasis alba
flourosensi yang didapatkan berupa warna kulit yang lebih terang namun sulit
dibedakan batasnya.1,5
Selain itu, pitiriasis versikolor merupakan penyakit yang disebabkan
Malassezia Furfur. Gejala yang muncul biasanya bercak putih dengan skuama
halus dengan batas yang tegas yang sangat mirip dengan pitiriasis alba. Perbedaan
pada pitiriasis alba berupa keluhan pasien pitiriasis versikolor berupa gatal pada
lesi dan efflorosensi berupa makula hipopigmentasi dengan ditutupi skuama halus
yang berbatas tegas. Sedangkan pada pitiriasis, tidak terdapat keluhan atau
asimtomatik, dengan keluhan hanyalah perubahan bercak pada kulit tanpa disertai
adanya rasa gatal dan pada lesi ditemukan makula hipopigmentasi yang dapat
ditutupi atau tanpa ditutupi skuama putih halus dengan batas yang tidak tegas. 1
Pada pemeriksaan KOH, pada pitiriasis versikolor pada pemeriksaan
KOH didapatkan mikroorganisme hifa atau spora dari M. furfur sedangkan pada
pitiriasis alba tidak ditemukan. Sedangkan pada pemeriksaan lampu wood
pitiriasis alba menimbulkan flourosensi kuning keemasan sedangkan pada
pitiriasis alba terlihat flourosensi yang lebih terang namun dengan batas yang
tidak jelas.1,5
Tujuan penatalaksanaan dari pitiriasis alba adalah berupa perawatan kulit
serta konsultasi dan edukasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
pitiriasis alba. Selain itu pitiriasis alba bersifat self limiting disease sehingga yang
terpenting adalah konsultasi kepada orang tua dan pasien tentang penyakit ini
serta menghindari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi.5
Prognosis pada penderita ini adalah baik, karena penyakit ini yang
dasarnya bersifat self limiting disease. Lesi yang muncul akan menghilang dari
bulanan hingga tahunan pada sendirinya. Namun gejalanya dapat dipercepat
dengan pemberian topikal steroid. Selain itu, dengan menghindari faktor-faktor
yang dapat menyebabkan pitiriasis alba seperti paparan sinar matahari berlebih.
Sehingga dapat menyebabkan variasi pada durasi hilangnya lesi pada pasien.5
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definisi
Pitiriasis alba berasal dari dua kata yaitu pitiriasis yang berarti sisik
dan alba yang dalam bahasa latin berarti putih. Sehingga, Pitiriasis alba
merupakan suatu kondisi kulit yang ditandai dengan adanya bercak
kemerahan dan skuama halus. Bercak kemerahan ini akan menghilang dan
meninggalkan area hipogmentasi pada lesi. Penyakit ini umumnya bersifat
ringan dengan insiden sering terjadi pada anak-anak dan remaja dengan
lokasi lesi umumnya pada daerah mulut, dagu, pipi serta dahi.1,2

4.2 Epidemiologi
Pitiriasis alba umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja.
Rentangan umur dari pasien bervariasi dengan insiden terbanyak antara
umur 3-16 tahun. Epidemiologinya dapat terjadi pada semua ras, gender
atau jenis kelamin, dan demografisme. Namun peneliti mengungkapkan
insiden terjadinya pitiriasis alba meningkat pada anak-anak sekolah
dengan kondisi sosioekonomi yang rendah.1,4

4.3 Etiologi
Menurut pendapat para ahli diduga pitiriasis alba disebabkan oleh
adanya infeksi bakteri Streptococcus namun belum dapat dibuktikan dan
penyakit ini tidak bersifat menular. Sehingga sampai sekarang belum ada
penyebab pasti terjadinya pitiriasis alba.1
Beberapa teori mengungkapkan bahwa kemungkinan dihubungkan
dengan paparan sinar matahari, kebersihan diri yang kurang dan
penggunaan sabun. Beberapa studi juga mengungkapkan bahwa terjadinya
pitiriasis alba dihubungkan dengan riwayat atopi pasien, dikarenakan
banyaknya insiden pitiriasis alba dengan kasus riwayat atopi.3,4
4.4 Patogenesis
Sampai saat ini pathogenesis terjadinya belum diketahui. Namun
terjadinya hipopigmentasi diduga akibat penurunan pigmen pada lesi kulit.
Selain itu, hipopigmentasi terjadi akibat penurunan jumlah dari melanosit
aktif dan ukuran dari melanosom pada lesi kulit.5
Sampai saat ini hanya ditemukan hubungan yang berkaitan antara
pitiriasis alba dengan kebersihan diri, pajanan sinar matahari, penggunaan
sabun dan faktor lingkungan.3,5

4.5 Manifestasi Klinis


Gejala klinis dari pitiriasis alba sering terjadi pada anak-anak dan
remaja dengan umur 3-16 tahun. Pada mulanya lesi dari pitiriasis alba
bermula dari bercak kemerahan berbentuk bulat dengan skuama halus.
Setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai adalah hipopigmentasi
dengan skuama putih halus. Lesi ini akan bertahan berminggu-minggu
sampai bulanan. Kemudian pada stadium ini pasien umumnya datang
dengan keluhan perubahan pada daerah kulit. Umumnya lesi berjumlah
multipel dengan batas yang tidak tegas. Ukurannya bervariasi dengan
diameter 0.5-5 cm, batas tidak tegas namun umumnya terdapat 2 atau 3
makula dengan batas yang tegas.1,3
Pitiriasis alba tidak memiliki predileksi namun pada anak-anak dan
remaja umumnya penyakit ini muncul pada daerah wajah, pipi, dagu dan
dahi. Selain itu lesi juga dapat dijumpai pada daerah ekstrimitas dan
badan. Pada pitiriasis alba biasanya tidak muncul keluhan lain selain
perubahan pada warna kulit. Sehingga sering kali pasien datang dengan
keluhan perubahan warna pada kulitnya tanpa disertai keluhan-keluhan
lain misal gatal, rasa nyeri, maupun terbakar.3

4.6 Diagnosis
Diagnosis Pitiriasis alba berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pitiriasis alba adalah dengan
menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai tanda klinis
hipopigmentasi.5
1. Anamnesis
Pitiriasis alba bersifat asimtomatik sehingga pada anamnesis
pasien umumnya datang dengan keluhan bercak-bercak putih pada
kulitnya. Lesi umumnya muncul pada daerah wajah dan pipi
dengan durasi terjadinya bervariasi dari bulanan hingga tahunan.5
Selain itu pada anamnesis perlu ditanyakan riwayat atopi, riwayat
pemakaian obat-obatan, riwayat penyakit terdahulu misalnya
dermatitis yang akan menyembuh menjadi lesi kulit yang
hipopigmentasi. Selain itu perlu ditanyakan juga faktor-faktor
yang mempengaruhi pitiriasis alba seperti kebersihan diri, paparan
sinar matahari, atau pemakaian sabun.5
2. Tanda-tanda klinis
Kelainan kulit berupa makula eritema untuk gejala awal dari
pitiriasis alba. Kemudian lesi akan berubah menjadi makula
hipopigmentasi dengan atau tanpa skuama halus pada gejala
selanjutnya. Lesi umumnya muncul pada daerah wajah dan pipi,
berjumlah multipel, dengan bentuk geografika, dengan ukuran
yang bervariasi antara 0,5-5 cm dengan batas yang tidak tegas.
Namun pada lesi juga terdapat makula hipopigmentasi dengan
batas yang tegas.1,5
3. Pemeriksaan penunjang, yang dapat dilakukan yaitu:
Pemeriksaan lampu wood: Digunakan untuk mengeksklusi dari
penyakit vitiligo.5
Pemeriksaan KOH: pemeriksaan ini bertujuan untuk
menyingkirkan penyakit pitiriasis versikolor. Pada pemeriksaan
KOH pitiriasis versikolor ditemukan hifa ataupun spora dari
mikroorganisme jamur. Sedangkan pada pitiriasis alba tidak
ditemuka hifa ataupun spora.5
4.7 Diagnosis Banding
1. Pitiriasis versikolor
Pitiriasis versikolor merupakan penyakit yang disebabkan Malassezia
Furfur. Gejala yang muncul biasanya bercak putih dengan skuama halus
dengan batas yang tegas. Perbedaan pada pitiriasis alba berupa pada
pemeriksaan KOH, pada pitiriasis versikolor pada pemeriksaan KOH
didapatkan mikroorganisme hifa atau spora dari M. furfur sedangkan pada
pitiriasis alba tidak ditemukan. Sedangkan pada pemeriksaan lampu wood
pitiriasis alba menimbulkan flourosensi kuning keemasan sedangkan pada
pitiriasis alba terlihat flourosensi yang lebih terang namun dengan batas
yang tidak jelas.1,5

2. Vitiligo
Pada vitiligo terlihat memiliki keluhan yang sama yaitu bercak-bercak
putih pada daerah sekitar wajah. Pada vitiligo terdapat perbedaan yaitu
batas tegas antara lesi yang terkena dengan kulit yang tampak sehat
sedangkan pada pitiriasis alba sulit dibedakan antara lesi dengan kulit yang
sehat. Selain itu perbedaan juga tampak dari pemeriksaan lampu wood,
pada vitiligo terlihat flourosensi yang lebih terang dengan batas yang jelas
sedangkan pada pytriasis alba menimbulkan flourosensi yang lebih terang
namun batas yang tidak jelas.5

4.8 Penatalaksanaan
Pitiriasis alba merupakan penyakit yang self limiting disease
sehingga penatalaksanaan berupa perawatan kulit serta konsultasi dan
edukasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pitiriasis
alba.5
Medikamentosa
Topikal steroid (hidrokortisone 1%) dapat mengurangi skuama dan
mempercepat repigmentasi kulit. Namun penggunaan sebaiknya temporer
karena penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya
hipopigmentasi berulang. Selain itu pada lesi yang dapat dioleskan skin
protektor untuk melindungi lesi dari paparan sinar matahari.5
Non medikamentosa
Edukasi pasien merupakan hal yang paling penting dari penatalaksanaan
pitiriasis alba. Pentingnya pasien untuk mengetahui bahwa penyakit ini
bersifat ringan dan self limiting disease serta perlu untuk menghindari
faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya pitiriasis alba seperti menjaga
kebersihan diri, menghindari paparan sinar matahari yang berlebihan, dan
penggunaan steroid jangka panjang.5

4.9 Prognosis
Penyakit ini bersifat self limiting disease artinya dapat sembuh
secara spontan. Prognosisnya bersifat baik dengan hilangnya lesi
hipopigmentasi. Durasi penyembuhan lesi bervariasi antara 1 bulan hingga
10 tahun. Namun, pengobatan dapat mempercepat kesembuhan dari lesi
hingga beberapa minggu.5
BAB V
KESIMPULAN

Pitiriasis alba merupakan suatu penyakit kulit yang belum diketahui


penyebabnya yang ditandai dengan adanya bercak kemerahan dan skuama halus
yang akan menghilang serta meninggalkan area lesi dengan hipopigmentasi.
penyakit ini sering dijumpai pada anak-anak dan remaja. Dengan penyebab dan
pathogenesis sampai saat ini masih belum banyak diketahui. Gejala klinis yang
umumnya timbul seringkali diabaikan oleh pasien karena bersifat asimtomatik.
Dengan lesi berbentuk bulat, oval atau plakat yang tidak teratur. Pada saat awal
lesi warna merah muda dengan batas yang meninggi kemudian lama kelaman
menghilang dan muncul lesi hipopigmentasi dengan skuama yang halus. Lesi
hipopigmentasi ini nantinya akan bertahan berbulan-bulan hingga tahunan.
Pitiriasis alba merupakan penyakit yang self limiting disease sehingga
penatalaksanaan berupa perawatan kulit serta konsultasi dan edukasi terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pitiriasis alba.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin:


Pitiriasis Alba. Jakarta; FKUI Pp 333-334
2. Bukhart, Craig N. 2009. Pitiriasis Alba: A Condition with Possibly
Multiple Etiologies. The Open Dermatology journal vol 3 Pp 7-8:
Universiity of north Carolina.
3. Lin, Richie L dan Camila K Janninger. 2005. Pitiriasis Alba. Pediatric
Dermatology Volume 76, July 2005. Pp 21-23.
4. Androphy E, Lowy D, Warts. In Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine, 7th ed. New York: Mc Graw-Hill; 2008:pp 807-808
5. Rashid M Rashid. 2014. Pitiriasis Alba. Medscape. Diakses tanggal 18
Agustus 2017. Diunduh dari: http: //emedicine.medscape.com/ article/
9910770-overview.

Anda mungkin juga menyukai