2. Definisi Moral
Istilah moral berasal dari kata latin mores yang artinya tata cara
dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan (Gunarsa, 1986)
moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai
macam perilaku yang harus dipatuhi ( Shaffer,1979 ) Adapun
tahap-tahap perkembangan moral yang sangat dikenal ke seluruh
dunia adalah yang dikemukakan oleh Lawrence E. Kohlberg
(1995) sebagai berikut.
a) Tingkat prakonvensional : aturan-aturan dan ungkapan-
ungkapan moral masih ditafsirkan oleh individu atau anak
berdasarkan akibat fisik yang akan diterimanya, baik berupa
sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan. Tingkat ini
memiliki dua tahap yaitu orientasi hukuman dan kepatuhan
orientasi relativisinstrumental.
b) Konvensional atau konvensional awal : aturan-aturan dan
ungkapan-ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti
harapan keluarga, kelompok, atau masyarakat. Tingkat ini
memiliki dua tahap yaitu orientasi kesepakatan antara
pribadi atau disebut “orientasi anak manis” serta orientasi
hukum dan ketertiban.
c) Tingkat pasca konvensional : aturan-aturan dan ungkapan-
ungkapan moral dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai-
nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat
diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang
berpegang pada prinsip tersebut dan terlepas dari identifikasi
diri dengan kelompok tersebut. Tingkat ini memiliki dua
tahap yaitu orientasi kontrak sosial legalitas dan orientasi
prinsip etika universal.
3. Definisi Sikap
Mengenai definisi sikap banyak ahli yang mengemukakannya
sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Fishbein (1975)
mendefinisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari
untuk merespons secara konsisten terhadap suatu objek. Sikap
merupakan variabel laten yang mendasari, mengarahkan, dan
mempengaruhi perilaku. Sikap tidak identik dengan respons dalam
bentuk perilaku tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat
disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat diamati. Secara
operasional sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau
tindakan yang merupakan respons reaksi dari sikapnya terhadap
objek baik berupa orang, peristiwa, atau situasi ( Horocks, 1976)
Stephen R. Covery mengemukakan tiga teori determinisme yang
diterima secara luas baik sendiri sendiri maupun kombinasi untuk
menjelaskan sikap manusia yaitu
a) Determinisme genetis (genetic determinism)
Berpandangan bahwa sikap individu diturunkan oleh sikap
kakek neneknya. Itulah sebabnya, seseorang memiliki sikap dan
tabiat seperti sikap dan tabiat nenek moyangnya.
b) Determinisme psikis (psychic determinism)
Berpandangan bahwa sikap individu merupakan hasil dari
perlakuan, pola asuh atau pendidikan orang tua yang diberikan
kepada anaknya.
c) Determinisme lingkungan (enviromental determinism)
Berpandangan bahwa perkembangan sikap seseorang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan individu itu tinggal dan bagaimana
lingkungan memperlakukan individu tersebut. Bagaimana
atasan atau pimpinan memperlakukan kita, bagaimana pasangan
kita memperlakukan kita, situasi ekonomi, atau kebijakan-
kebijakan pemerintah, semuanya membentuk perkembangan
sikap individu.
B. HUBUNGAN ANTARA NILAI, MORAL, DAN SIKAP
Nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk melakukan
sesuatu, moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau tidak
dilakukan, sedangkan sikap merupakan predisposisi atau kecenderungan
individu untuk merespons terhadap suatu objek atau sekumpulan objek
sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang ada di dalam
dirinya. Sistem nilai mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral
tertentu yang selanjutnya akan menentukan sikap individu sehubungan
dengan nilai dan moral tersebut. Dengan sistem nilai yang dimiliki,
individu akan menentukan perilaku mana yang harus dilakukan dan hal
yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap dan perilaku nyata
sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang mendasarinya.