Anda di halaman 1dari 5

TOKOH TOKOH PEMBAHARUAN ISLAM PADA ABAD KE-18

Guru : Ustad Zainuddin, S.HUM

Mapel : SKI

Kelompok 5

Anggota :
DARA NURANTI RAHMAT
ARIQAH NURHIKMAH
ADINDA ASNAWATI SETYA .N
ALFA CHANDRA PERMANA
DIMAS ISLAMI ZAELANY

XII IIS 1

PERGURUAN ANNIDA AL-ISLAMY


Jl. Duri Kosambi No.33A Rt 004/07 Cengkareng jakarta Barat
11750
TOKOH TOKOH PEMBAHARUAN ISLAM PADA ABAD KE-18
1. Jamaluddin al-afghani

Jamaluddin al-afghani adalah pahlawan besar dan salah seorang putra terbaik islam.
Kebesaran dan kiprahnya membahana hingga keseluruh dunia. Sepak terjangnya dalam
menggerakkan kesadaran umat islam dan gerakan revolusionernya yang membangkitkan
dunia islam, menjadikan dirinya orang yang paling dicari oleh pemerintah kolonial ketika itu,
pemerintah inggris. Tapi, komitmen dan konsistensinya yang sangat tinggi terhadap nasib
umat islam, membuatnya tak pernah kenal lelah apalagi menyerah.
Dia adalah cahaya besar dalam kegelapan islam abad ke-13 hijrah. Dari afghanistan sinarnya
memancar ke seantero didunia. Jamaludin al-afghani dilahirkan 1838, tempat kelahiranya
sulit dipastikan. Dia mengaku dilahirkan di asabadad, konar distrik kabil, Afghanistan. Al-
afghani menghabiskan masa kecil dan remajanya di Afghanistan, namun banyak berjuang di
Mesir, India bahkan sampai ke Prancis. Pada usia 18 tahun di kabul, jamaluddin tidak hanya
menguasai ilmu keagamaan, tetapi juga mendalami ilmu falsafah, hukum, sejarah,
metafisika, kedokteran, sains, atronomi, dan astrologi.
Dia seorang yang sangat cerdas jauh melampaui remaja-remaja seusianya. Tahun 1864,
Jamaluddin yang progresif, menjadi penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian
diangkat menjadi perdana mentri Muhammad A’zham Khan. Namun karna campur tangan
Inggris dan kekalahanya terhadap golongan yang disokong Inggris, Jamaluddin akhirnya
meninggalkan Kabul ke Mekkah. Inggris yang menilai Jamaluddin sebagai tokoh yang
berbahaya karna ide-ide pambaharunya, terus mengawasinya. Dia tidak diperkenankan
melalui jalur darat, juga tidak diperkenankan bertemu dengan pemimpin-pemimpin India.
Melalui jalur laut, Jamaluddin kemudia pergi ke Kairo dan menetap disana.
Pada awalnya, Jamaluddin mencoba menjauhi diri dari politik dengan memusatkan diri
mempelajari ilmu pengetehuan dan sastra Arab. Rumahnya dijadikan tempat pertemuan
para pengikutnya. Di sinilah dia memberikan kuliah dan berdiskusi dengan berbagai
kalangan, termasuk intelektual muda, mahasiswa, dan tokoh-tokoh pergerakan.
Salah seorang muridnya adalah Muhammad Abduh dan Saad Zaglul, pemimpin
kemerdekaan Mesir. Melihat campur tangan Inggris di Mesir, Jamaluddin akhirnya kembali
ke politik. Dia melihat Inggris tidak ingin melihat islam bersatu dan kuat. Jamaluddin
memasuki perkumpulan freemason, satu organisasi yang beranggotakan tokoh-tokoh politik
Mesir. Dari sini, 1879, terbentuk partai politik Hizb Al-Wathani (partai kebangsaan). Partai
ini menanamkan kesadaran berbangsa, memperjuangkan pendidikan Universal, dan
kemerdekaan pers. Aktivitas politik Jamaluddin memberikan pengaruh besar bagi umat
islam. Dia mendorong bangkitnya gerakan berfikir sehingga mesir mencapai kemajuan.
Pada 1882, Jamaluddin ke Paris. Dia mendirikan perkumpulan Al-Urwat Al-Wuthqa.
Organisasi ini kemudian menerbitkan jurnal –dengan nama yang sama- yang mengecam
keras barat. Penguasa barat melarang jurnal ini beredar di negara-negara muslim karna
khawatir akan dapat menimbulkan semangat persatuan Islam. Karna dilarang diedarkan,
usia jurnal ini hanya delapan bulan. Aktivitas Jamaluddin tidak hanya di Paris dia juga
bergerak di berbagai negara Eropa. Dia berdiskusi tentang Islam di London, Pengaruh
Jamaluddin menyebar ke Persia. Shah Nasiruddin Qochar, penguasa Persia, menawarkan
posisi perdana menteri. Awalnya, Jamaluddin ragu-ragu, namun akhirnya dia menerima
posisi itu. Ide-ide pembaharuan Islam, membuat Jamaluddin semakin populer di Persia.
Jamaluddin adalah tokoh pembaharu. Dia melihat kemunduran umat Islam bukan karena
Islam tidak sesuai dengan perubahan zaman, melainkan disebabkan umat islam telah
dipengaruhi oleh sifat statis, fatalis, meninggalkan akhlak yang tinggi, dan melupakan ilmu
pengetahuan. Ini, menurutnya, umat Islam telah meninggalkan ajaran sebenarnya.
Dengan gagasan ini, Jamaluddin mengubah Islam menjadi ideologi anti-kolonialis yang
menyerukan aksi politik menentang barat. Baginya, Islam adalah faktor yang paling esensial
untuk perjuangan kaum muslimin melawan eropa, dan barat pada umumnya. Namun
demikian, pada saat yang sama Al-Afghani juga mendukung ide semacam nasionalisme,
lebih tepatnya “nasionalitas” (jinsiyyah) dan “cinta tanah air” (wathaniyyah). Sepintas, dua
gagasan ini boleh jadi kontradiktif dengan gagasanya tentang Pan-Islamisme. Namun,
tampaknya Jamaluddin tak ambil pusing. Baginya, bial dua ‘entitas’ itu dapat disatukan
menjadi sebuah kekuatan besar yang dapat merubah nasib dunia Islam.
2. Muhammad Abduh ( Sang Modernis yang Tradisional )

Akhir abad ke-18 dunia islam terbantai oleh penjajah. Mesir, Pakistan, Sudan dan
Bangladesh, Malaysia dan Brunei Darussalam diduduki Inggris. Aljazair, Tunisai dan Maroko
dijajah perancis. Italia mendapatkan Libya. Indonesia oleh Belanda. Pada saat itu juga
kekhalifaan yang menjadi kebesaran islam yang ada di Turki yaitu kahlifah Utsmani dalam
keadaan sakit. Dan Muatfa Kamal Attaturk mengganti sistem pemerintahan kesultanan
menjadi republik sekuler untuk menyelamatkan Turki. Sejak inilah dunia islam mengalami
kemunduran.
Sebenarnya kemunduran islam sudah terjadi 6 abad sebelumnya. Yaitu pada pemerintahan
Andalusia dan kekhalifaan Bani Abbasiyah oleh tentara Mongol, selama itulah pemikiran
islam berhenti. Dan pada abad ke 19 kondisi mencair denagn muculnya pelopor yang
mengelaborasikan antara agama yang di sesuaikan pemahaman masyarakat. Nama-nama
seperti Jamaludin Al-afghani, Muhammad Bin Abdul Wahab, Syaikh Muhammad Rasyid
Ridha, dan Syaikh Muhammad Abduh menjadi pelopor cairnya kebekuan pemikiran islam.
Sejarah mencatat, peranan Muhammad Abduh tidak hanya membangkitakan gerakan
revolusioner melalui pemikiranya akan tetapi sebagai pencetus muncul paham “islam kiri”
dan “islam kanan” melalui murid-muridnya. Gerakan revolusionernya membuat takut
pemerintahan kolonial. Munculnya gerakan perlawanan umat islam terhadap Eropa juga
salah satu pemikiran Abduh.
Abduh, nama lengkapnya Muhammad Abduh bin Hassan Khair Ullah, lahir di desa Mahalat
Nashr, provinsi Gharbiyah, Mesir pada 1265 H. Dia menganal agama dari orang tuanya. Dia
sudah dapat menghafal seluryh isi al-Quran dari kecil. Dan dia melanjutkan pendidikan
formalnya di Thanta, dis ebuah lembaga pendidikan Masjid Al-Ahmad, milik Al-Azhar.
Gurunya, Syaikh Darwisi membimbingnya dan mengantarkannya dalam kehidupan sufi.
Tahun 1871 Abduh bertemu dengan Jmaludin Al-Afghani. Pada jamaludi Al-Afghani dia
belajar filsafat, ilmu kalam, ilmu pasti, ilmu pengetahuan lain yang juga didapatkan di al-
Azhar metode diskusi yang diterapakan Jamaludin menarik minat Abduh.
Dalam karirnya ia pernah menjadi dosen di Al-Azhar, Dar Al-Ulum dan perguruan bahasa
Khedevi. Ia pernah menjadi mufti Mesir dan menjabat sebagai Hakim agung. Di jurnalistik ia
adalah penulis produktif dari sebuahkoran dan dia menjadi pimpinan redaksi, yaitu koran
Waqai Al-Misriyah yang membahas persoalan politik, sosial, agama dan negara. Dia
meninggal pada tahun 1905.
Gagasan Pembaharuan
Kontribusi pembaharuan pemikiran abduh paling menonjol dan menjadi fokus gerakanya
meliputi dua bidang yaitu teologi dan hukum, dua aspek ini yang dianggapnya vital yang
telah di lupakan oleh umat islam sehingga benih kemunduran di setiap kehidupan tidak
dapat dihindari.
Pemikiran teologi Abduh didasari oleh tiga hal yaitu; kebebasn manusia dalam memilih
perbuatan, kepercayaan yang kuat terhadapsunnah allah dan fungsi akal yang sangat
dominan dalam menggunakan kebebasan. Pandangan Abduh tentang perbuatan manusia
bertolak dari satu deduksi, bahwa manusia adalah mahluk yang bebas dalam memilih
perbuatanya, akan tetapi kebebasan tersebut bukanlah kebebasan tanpa batas.
Abduh memandang akal berperan penting dalam mencapai pengetahuan yang hakiki
tentang iman, bahkan menurut Abduh akal memilik kekuatan yang sangat tinggi. Berkat
akal, orang dapat mengetahui adanya tuhan dan sifat-sifat nya, adanya hidup di akhirat ,
kewajjiban terhadap tuhan, kebaikan dan kejahatan, serta mengetahui kewajiban membuat
hukum-hukum. Tapi bukan berarti manusia tidak membutuhkan wahyu. Wahyu tetap
dibutuhkan, sebab wahyu sesungguhnya memiliki dua fungsi utama, yakni menolong akal
untuk mengetahui secara rinci kehidupan akhirat dan menguatkan akal dalam mendidik
manusia untuk hidup damai dalam lingkungan sosialdengan itu maka para mukmin baru
dapat mengenali tuhan dengan baik yang tercermin oleh tindakan baik manusia.
Dalam aspek hukum, pemikiran Abduh tercermin dalam 3prinsip, yaitu: al-Quran sebagai
sumber syariat , memerangi taklid dan berpegang kuat pada akal dalam memahami ayat Al-
Quran.dia membagi syariat menjadi 2: yang pasti (qath’i) dan yang tidak pasti (zhani).
Hukum syariat yang pertama wajib mengetahui dan mengamalkan tanpa interpertasi karena
dia jelas dalam al-Quran dan al-Hadits. Yang kedua dengan tunjukan nash dan ijma’ yang
tidak pasti.
Jenis hukum kedua hukum inilah yang mejadi lapangan ijtihad dan mujtahid. Dalam komteks
ini, ijtihad Abduh tampak begitu jelas. Bebeda pendapat, menurutnya wajar dan merupakan
tabiat manusia. Keseragaman berpikir dalam semua hal adalah sesuatu yang tidak mungkin
di wujudkan. Akan membawa perpecahan jika semua perbedaan pendapat di jadikan
sebagai hukum. Maka dari itu kita harus kembali pada sumber aslinya, yaitu al-Quran dan
as-Sunnah. Bagi yang berilmu pengetahuan wajib berijtihad, sedangkan bagi awam wajib
bertanya pada orang yang ahli dalam agama.
Dia menyarankan agar para ahli fiqih membentuk tim yang bekerja untuk mengadakan
penelitian tentang pendapat yang terkuat di antara di antara pendapat-pendapat yang ada.
Kemudian keputusan itu yang di jadika pegangan umat islam. Tim ahli fiqih itu juga bertugas
mengadaka reinterpretasi terhadap hasil ijtihad ulam amupun mazhab masa lalu, jadi,
menurutnya, bermazhab mencontoh metode ber-instinbath hukum.
Peran dan kiprah Abduh mengangkat citra islam dan kualitas umatnya tidak kecil. Dialah
seorang mujahid dan mujadid sekaligus pada masanya. Bukan saja mengalami tentangan
internal dan eksternal. Berkat upayanya, meski begitu maksimal, modernisme pemikiran
sudah kelihatan. Dalam amatan cendikiawan muslim indonesia Dr. Nurcholis Majid (islam
kemoderenan dan keindonesiaan mizan: 1987), “modernisme” Abduh, antara lain,
tercermin dalam sikapnya yang apresiatif terhadap filsafat yang di perolah dari gurunya
yaitu Jamaludin al-Afghani, seorang penganjur gigi Pan-Islamisme dan orator politik yang
memukau.
Di Indonesia, pemikiran Abduh banyak mempengaruhi pelajaran dan patron ormas lainnya.
Di antara warisan nya adalah Risalah Al-Tauhid sedangkan Tafsir Al-Manar merupakan
kumpulan pidato-pidatonya, pikiran-pikiran, dan ceramah-ceramhanya yan di tulis oleh
muridnya, Syaikh Muhammad Rasyid Ridha.

Anda mungkin juga menyukai