Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULIUAN

A. Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Sindrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh

manusia akibat infeksi virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV yaitu

virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena

virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah

terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju

perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan

karena sampai saat ini belum ditemukannya obat yang dapat mematikan virus

HIV-AIDS, obat yang digunakan hanya untuk memutus perkembangbiakan virus

HIV dan meningkatkan sistem kekebalan dari ORANG DENGAN HIV-AIDS

(ODHA). HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit

dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dangan cairan tubuh yang

mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal dan

air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vagina, anal,

ataupu oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan

bayi selama kehamilan, bersalin atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya

dengan cairan- tubuh tersebut (Triwibowo, 2013).

Berdasarkan laporan program Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Sindroma

Pelemah Kekebalan Tubuh UNAIDS, pada tahun 2015 sekitar 38 juta orang di

seluruh dunia mengidap HIV. Selain itu, UNAIDS mencatat ada

1
2

1,1 juta jiwa meninggal dunia karena penyakit terkait AIDS pada tahun 2015 dan

110.000 diantaranya merupakan anak-anak dibawah 15 tahun.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

(Ditjen PP & PL) Kementerian Kesehatan RI menyatakan kasus HIV-AIDS di

Indonesia, melaporkan sejak ditemukan tahun 1987 di Bali pada seorang

wisatawan Belanda telah tersebar di 348 (70%) dari 497 kabupaten/kota

diseluruh provinsi Indonesia. Menurut Ditjen PP % PL Kemenkes RI sampai

dengan september 2014 jumlah penderita baru HIV 7.335 kasus, AIDS 176

kasus. Total dari april 1987 sampai dengan september 2014 150.296 kasus,

AIDS 55.799 kasus dan meninggal 9.796 kasus.

Data dari Kemenkes RI tahun 2015 terdapat kasus HIV sebanyak 184.929

yang didapat dari Layanan Konseling dan tes HIV, sementara kasus AIDS

sebanyak 68.917 kasus. Laporan kasus HIV-AIDS dari Ditjen PP & PL, jumlah

kumulatif infeksi HIV sampai dengan Maret 2016 sebanyak 198.219 kasus,

sedangkan AIDS sebanyak 78.292 kasus. Jumlah kasus HIV-AIDS di Indonesia

meningkat setiap tahunnya, sehingga diperkirakan tahun 2020 jumlah kasus HIV

mencapai 600.000, jika penanggulangan berhasil. Namun jika tidak berhasil

melakukan penanggulangan, maka pada tahun 2020 diperkirakan angkanya

berada antara 600.000 sampai 6.1 juta.

Dari tahun ke tahun, penyebaran HIV-AIDS di Maluku makin meningkat

karena kurangnya sosialisasi dari Dinas Kesehatan maupun Rumah Sakit

provinsi yang mempunyai klinik untuk skrining HIV-AIDS, masyarakat banyak

yang belum mengetahui tempat maupun biyaya untuk skrining HIV-AIDS, di


3

Maluku hanya satu LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang punya

kepedulian terhadap HIV-AIDS. Menurut data dari Komisi Penanggulangan

AIDS (KPA) Maluku sejak tahun 1994 hingga April 2015, tercatat kasus HIV-

AIDS sudah mencapai 3.148. Jumlah ini terdiri dari 1.575 kasus HIV dan 1.573

kasus AIDS untuk 11 Kabupaten dan Kota di Maluku. Kota Ambon sendiri

berada pada urutan pertama, dengan jumlah 1.670 kasus, dimana HIV 739 kasus

serta AIDS 931 kasus. Menyusul Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) 520

kasus, Maluku Tengah (Malteng) 322 kasus, Kepulauan Aru 250 kasus, Maluku

Tenggara Barat (MTB) 104 kasus, Seram Bagian Barat (SBB) 95 kasus, Seram

Bagian Timur (SBT) 47 kasus, Pulau Buru 35 kasus, Maluku Barat Daya (MBD)

23 kasus serta Kabupaten Buru Selatan (Bursel) menduduki urutan paling bawah

karena hanya ada 11 kasus.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Ambon, mencatat temuan HIV-AIDS

sebanyak 202 kasus selama Januari hingga Desember 2016.

Seluruhnya 202 kasus, jumlah ini meningkat dibandingkan dua tahun

sebelumnya, yakni tahun 2014 sebanyak 141 kasus dan tahun 2015 sebanyak

89 kasus.

Data kasus HIV-AIDS yang penulis peroleh dari rekam medik di Ruangan

Interna Laki RSUD dr. M. Haulussy Ambon dalam tiga tahun terakhir (2015-

2017) berfluktuasi. Pada tahun 2015 terdapat 60 kasus (31,08%), tahun 2016

terjadi peningkatan sebanyak 75 kasus (38,86%), dan tahun 2017 terjadi

penurunan menjadi 58 kasus (30,05%).


4

Hasil observasi selama penulis melakukan praktek di Rumah Sakit bahwa

pasien HIV-AIDS mengalami penurunan berat badan akibat kekurangan asupan

nutrisi karena pasien HIV-AIDS pada umumnya mengalami penurunan nafsu

makan sehingga frekuensi makan juga berkurang dan terjadi infeksi jamur

kandida pada mulut.

Kebutuhan nutrisi yang sehat dan seimbang sangat diperlukan bagi pasien

HIV-AIDS untuk mempertahankan kekuatan, meningkatkan sistem imun,

meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga orang

yang hidup dengan HIV-AIDS tetap aktif dan produktif. Defisiensi vitamin dan

mineral biasa dijumpai pada orang dengan HIV, dan defisiensi sudah terjadi

sejak stadium dini walaupun pada Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA)

mengkonsumsi makanan dengan gizi berimbang. Defisiensi terjadi karena HIV

menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan absorpsi zat gizi.

Pada Unit Perawatan Inter mediet Penyakit terdapat 87% ODHA dengan

berat badan di bawah normal. Sebagian besar para ODHA dan keluarga

mengatakan bahwa nafsu makannya menurun sehingga frekuensi makan juga

berkurang. Keadaan ini dimanfaatkan oleh HIV untuk berkembang lebih cepat.

Disamping itu daya tahan tubuh untuk melawan HIV menjadi berkurang. Untuk

mendapatkan nutrisi yang sehat dan berimbang, ODHA sebaiknya mengonsumsi

makanan yang bervariasi, seperti makanan pokok, kacang-kacangan, produk

susu, daging, serta sayur dan buah-buahan setiap hari, lemak dan gula, dan

meminum banyak air bersih dan aman. Bila diperlukan bisa diberikan mikro

dalam bentuk suplemen makan serta jus buah dan sayur.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut : “Bagaimana penerapan asuhan keperawatan dalam pemenuhan

kebutuhan nutrisi pada klien HIV-AIDS di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M.

Haulussy Ambon ?”

C. Tujuan Studi Kasus

Mengetahui gambaran tentang penerapan asuhan keperawatan dalam

pemenuhan kebutuhan nutrisi pada klien dengan HIV-AIDS di Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. M. Haulussy Ambon.

D. Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

a. Masyarakat

Dapat menambah wawasan dan mengembangkan pengetahuan bagi

masyarakat tentang kebutuhan nutrisi pada klien HIV-AIDS.

b. Klien

Dapat mengetahui pentingnya pemenuhan kebutuhan nutrisi sehingga

kualitas hidup klien dengan HIV-AIDS meningkat.

c. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan kepustakaan guna

mengembangkan ilmu pengetahuan keperawatan sehingga pendidikan akan

menghasilkan tenaga keperawatan yang trampil dan perofesional dalam

pemenuhan kebutuhan nutrisi pada klien HIV-AIDS.


6

d. Penulis

Dapat dijadikan pengalaman yang berharga dalam menambah wawasan

pengetahuan dan ketrampilan dalam penerapan asuhan keperawatan pada

klien dengan HIV-AIDS dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.

Anda mungkin juga menyukai