Anda di halaman 1dari 4

Agama Disebut Jadi Alat Perkeruh Konflik Israel-

Palestina
Riva Dessthania Suastha, CNN Indonesia | Sabtu, 04/11/2017 04:59 WIB

Konflik Israel-Palestina yang sebenarnya bersumber dari persaingan kekuasaan antara kedua negara, dinilai makin
keruh dan menahun karena dikaitkan agama. (REUTERS/Mohamad Torokman)

Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti Amnesty International untuk Palestina, Lina Fattom, mengatakan
agama telah dijadikan alat untuk memperkeruh konflik Israel-Palestina yang sebenarnya bersumber
dari persaingan kekuasaan antara kedua negara.

“Konflik ini bukan konflik agama, namun lebih kepada konflik perebutan upaya untuk mengontrol
wilayah dan sumber daya alam di wilayah tersebut. Hanya saja agama dan budaya digunakan
sebagai alat untuk memperbesar konflik ini,” tutur Fattom dalam dialog antaragama bertemakan
Seruan Mengakhiri 50 Tahun Okupasi Israel di Wilayah Palestina, Jakarta, Jumat (3/11).

Fattom menuturkan selama ini dunia hanya mengutamakan solusi politik dalam penyelesaian konflik
yang telah bergulir selama lima puluh tahun tersebut. Padahal, menurutnya, ada hal yang lebih
mendasar dan perlu diutamakan komunitas internasional yakni menghentikan pelanggaran HAM
oleh Israel terhadap rakyat Palestina.

Fattom mengatakan selama lima puluh tahun okupasi Israel berlangsung tak sedikit warga Palestina
yang kehilangan hak-hak hidupnya. Dalam penelitiannya pun, Fattom tak jarang menemukan
beberapa bukti pelanggaran HAM yang dilakukan otoritas Israel terhadap warga Palestina seperti
pembatasan hak, penyiksaan, penahanan, hingga pembunuhan tanpa alasan yang jelas.

“Hal yang penting adalah pertanggungjawaban untuk menghentikan impunitas yang melanggengkan
pelanggaran HAM terus terjadi di Palestina. Karenanya pendekatan HAM, kami harap bisa
membantu warga Palestina mencapai keadilan terlepas solusi politik yang diambil mau itu solusi dua
negara atau satu negara,” kata Fattom.
Sementara itu, sejumlah tokoh pemuka agama di Indonesia juga menyayangkan banyaknya warga
yang salah kaprah karena menjustifikasi isu Palestina-Israel ini sebagai konflik agama.

Salah satu Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Marsudi Syuhud, pun menganggap
justifikasi konflik agama tersebut tak sedikit menimbulkan perpecahan, terutama di Indonesia yang
bermayoritaskan penduduk Muslim. Menurutnya, banyak pihak yang telah salah kaprah dengan
mencampur-adukan agama dalam konflik kedua negara tersebut.

“Padahal warga Palestina itu tidak hanya umat Muslim saja, tapi ada juga umat Kristiani, Katolik,
Orthodox, dan Yahudi juga,” kata Syuhud.

Serupa dengan Marsudi, Perwakilan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Penrad


Siagian, juga mengungkap kekhawatirannya yang menganggap isu ini berisiko menggerus
persatuan dan bahkan memicu perpecahan di kalangan bangsa Indonesia.

“Padahal, sumber masalah sesungguhnya adalah pendudukan Ilegal Israel di wilayah Palestina
sejak 1967. Jadi, banyak yang salah kaprah terkait isu ini dan cukup menggerus perpecahan di
kalangan rakyat kita sendiri,” ujar Penrad.

“Untuk itu, PBNU bersama PGI dan komunitas agama lainnya di Indonesia terus mencoba
meluruskan pemahaman warga terkait isu ini,” imbuhnya.

Fattom menuturkan banyak cara yang bisa dilakukan Palestina dan komunitas internasional untuk
membantu menyelesaikan konflik berkepanjangan ini seperti melalui mekanisme domestik, regional,
atau internasional. Di tingkat internasional yang dibutuhkan adalah peran Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

“Palestina sudah diakui PBB sebagai negara dan saat ini [Palestina] juga sudah ratifikasi Statuta
Roma state. Jadi pelanggaran HAM yang diterima rakyat Palestina bisa dibawa ke ICC. Saat ini pun
jaksa ICC sudah mulai jajaki permasalahan Palestina ini,” kata Fattom.

Namun, menurut pengacara senior Todung Mulya Lubis, isu Palestina tak serta-merta bisa dibawa
ke ICC. Pasalnya keputusan ICC hanya mengikat pada negara yang meratifikasi Statuta Roma dan
menjadi anggota ICC. Sementara itu, Israel, bukan negara anggota dan tidak meratifikasi ICC.

“Jadi meskipun ICC memutus untuk memproses isu Palestina ini dan melibatkan Israel, Israel tidak
akan mengakui putusan [ICC] karena bukan negara anggota sehingga keputusan [ICC} tidak
mengikat Israel,” kata Todung.

Lebih lanjut, Todung mengatakan masyarakat internasional harus bisa satu suara demi mendukung
penyelesaian konflik antara Israel-Palestina. Dan, menurutnya pendekatan utama yang harus
diangkat dunia dalam penyelesaian konflik di Palestina-Israel adalah melalui pendekatan HAM.

Sebab, menurutnya, dengan menggunakan pendekatan HAM, seluruh pihak, negara, dan kelompok
masyarakat bisa mendukung rakyat Palestina mencapai keadilan dan kesejahteraan.

“Ini bukan persoalan Islam atau agama apapun, ini murni persoalan pelanggaran kemanusiaan dan
HAM. Dengan pendekatan HAM, siapapun, negara mana pun bisa dukung Palestina,” ujar
Todung. (kid/kid)
 From geography perspective, please explain how the conflict originated
Konflik yang terjadi antara kedua negara, Israel dan Palestina ini bermula dari
kependudukan Israel secara Ilegal di wilayah Palestina 1967. Konflik ini adalah konflik yang
dasarnya adalah perebutan wilayah, di semenanjung Arab. Sehingga Kota Yerussalem
terbagi menjadi dua bagian timur dan barat. Wilayah Barat di kuasai Israel dan wilayah timur
dikuasai Palestina. Setelah perang enam hari 5-10 Juni 1967, Kemenangan Israel dapat
merebut Yerussalem Timur dan Tepi Barat Yordania, Jalur Gaza dari Mesir, dan Dataran
Tinggi Golan dari Suriah. Namun demi keamaanan dan perdamaian, Israel mendapat
teguran dan perintah dari Dewan Keamanan PBB untuk mundur dari Yerussalem timur dan
Tepi Barat, tetapi Pada tahun 1980, Israel kembali mendeklarasikan bahwa seluruh wilayah
kota Yerussalem adalah milik Israel. Karena tindakan yang dapat dinilai semena-mena ini
menimbulkan konflik diantara Israel-Palestina, karena tidak sesuai dengan pembagian
wilayah yang sudah ditetapkan. Hingga akhirnya perebutan wilayah kekuasaan ini beralih
menjadi konflik yang menyita Hak Asasi Manusia terhadap Palestina, yang jelas menjadi
pelanggaran besar Israel dari pandangan dunia Internasional.
Terkait dengan konflik agama, tidak ada dasar agama yang memperkeruh konflik kedua
negara ini. Namun karena Israel merupakan negara yang bermayoritas Yahudi (Judaism)
dan Palestina bermayoritas muslim, banyak orang yang berpandangan ini adalah sebuah
peperangan agama. Padahal konflik ini adalah konflik yang berasal dari perebutan wilayah
kekuasaan (politik) dan beralih ke konflik HAM.

 What is the future of religion relationship?


Karena ini konflik Israel-Palestina bermula dari konflik politik, terkait hubungan
agama kedua negara ini dapat dicegah agar tidak menimbulkan konflik baru yang
berlandaskan agama. Dengan mengikuti kesepakatan yang bertujuan perdamaian terutama
dalam keadilan Hak Asasi Manusia oleh Israel terhadap palestina. Namun, apabila ini
diteruskan dan Israel tetap mengambil Hak –hak warga palestina secara paksa, sehingga
menghambat kehidupan di Palestina yang dapat menghilangkan pemukiman penduduk,
sekolah, terutama tempat ibadah hal ini akan menimbulkan konflik yang lebih besar.
AGAMA DISEBUT JADI ALAT PERKERUH KONFLIK ISRAEL-
PALESTINA
Geografi Manusia – Assignment 7
(GEL 1301-A)

Disusun oleh:

Nama : Mery Askarina

NIM : 18/423629/GE/08678

Prodi : Geografi Lingkungan


Dosen Pengampu : Dr. Sukamdi, M.Sc

FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018

Anda mungkin juga menyukai