Anda di halaman 1dari 5

Mohamad Hifdy Fauzan

15/381964/EK/20545
BAB 4 Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat
Pendapatan pemerintah pusat sebagaimana tertuang dalam APBN terbagi dalam dua
jenis yaitu penerimaan dalam negri dan hibah. Penerimaan dalam negri terbagi menjadi dua
yaitu Penerimaan Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Menurut UU No. 20
tahun 1999 pasal 1 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan
pemerintahan pusat yang tidak berasal dari penerimaan pajak. Dalam APBN, jumlah
penerimaan perpajakan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan PNBP. Penerimaan pajak
merupakan komponen terbesar dalam APBN, sehingga dalam pengelolaan keuangan sector
public, khususnya pengelolaan pendapatan, yang paling utama adalah pengelolaan penerimaan
perpajakan. Salah satu indicator yang dapat digunakan untuk melihat sejauh mana tingkat
kepatuhan pembayar pajak dan potensi pajak di suatu negara adalah rasio pajak. Rasio pajak
merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dengan produk domestic bruto
(PDB) suatu negara. Semakin tinggi rasio pajaknya, maka semakin patuh pula wajib pajak
membayar pajaknya.
Intensifikasi dan Ekstensifikasi
Penerimaan pajak dalam negri di APBN terdiri dari berbagai kategori sesuai dengan
sumber penerimaannya, seperti pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan
bangunan, bea perolehan hak katas tanah dan bangunan (BPHTB), cukai, dan pajak lainnya.
Untuk meningkatkan penerimaan perpajakan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi berkaitan dengan upaya menambah atau
meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar, sedangkan Intensifikasi dilakukan dengan
mengoptimalkan penerimaan pajak dari Wajib Pajak yang telah terdaftar. Dalam hal
intensifikasi terdapat tiga hal yang penting untuk dilaksanakan, yaitu:
a. Profiling
Masing-masing WP dibuatkan prpofil untuk memantau kepatuhan WP dalam membayar pajak
b. Benchmarking
Pembayaran pajak yang dilakukan oleh WP dibandingkan dengan pembayaran oleh WP lain
yang mempunyai profil sama.
c. Mapping
Pemetaan yang menggambarkan potensi perpajakan yang mengelompokkan WP berdasarkan
wilayah, sector, subjek, jenis, grup WP sesuai dengan keunggulan di wilayah kerja. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan gambaran umum tentang potensi perpajakan dan keunggulan fiscal
di masing-masing wilayah.
Mohamad Hifdy Fauzan
15/381964/EK/20545
BAB 5 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

PNBP merupakan salah satu unsur dari APBN. APBN adalah wujud dari pengelolaan
keuangan negara yang merupakan instrumen bagi pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan
penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan
pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional,
mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara
umum.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) itu sendiri adalah lingkup keuangan negara
yang dikelola dan dipertanggungjawabkan, sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
sebagai lembaga auditor eksternal yang bebas dan mandiri turut melakukan pemeriksaan atas
komponen yang memengaruhi pendapatan negara dan penerimaaan negara sesuai dengan
undang-undang (UU). Dengan kata lain, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah
seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.

Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak

PNBP terdiri dari PNBP Umum dan PNBP Fungsional. PNBP Umum adalah PNBP yang
berlaku umum di semua departemen dan lembaga non departemen, . PNBP Fungsional adalah
PNBP yang berasal dari hasil pungutan kementrian / lembaga negara atas jasa yang diberikan
sehubungan dengan tugas pokok dan fungsinya. Tarif atas jenis PNBP ditetapkan dengan
memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya, biaya
penyelengaraan kegiatan pemerintah shubungan dengan jenis PNBP yang bersangkutan, dan
aspek keadlian dalam pengenaan beban kepada masyarakat.PNBP memiliki dua fungsi, yaitu

1) Fungsi budgeter, PNBP merupakan sumber penerimaan negara yang diperoleh setelah
memberikan pelayanan jasa atau menjual barang milik kementerian/lembaga negara
kepada masyarakat. Sumber penerimaan ini dapat berbentuk iuran, retribusi,
sumbangan, atau pungutan
2) Fungsi regulasi, PNBP berfungsi sebagai sarana untuk mengatur kebijakan pemerintah
dalam berbagai aspek dalam rangka menggerakkan roda pembangunan.
Mohamad Hifdy Fauzan
15/381964/EK/20545
Petunjuk pelaksanaan terkait dengan PNBP terutang terdapat dalam PP Nomor 29 Tahun 2009
dihitung dengan tariff:

a. Spesifik, adalah tariff yang ditetapkan dengan nilai nominal uang


b. Advalorem, adalah tariff yang ditetapkan dengan presentasi dikalikan dengan satuan
nilai yang digunakan sebagai dasar perhitungan
c. Ketentuan perundang-undangan, dalam hal ini penetapan berdasarkan formula,
kontrak, putusan pengadilan, dan hasil lelang.

PNBP dipungut oleh instansi pemerintah (departemen dan lembaga nondepartemen) sesuai
dengan UU atau PP atau penunjukan dari Menteri Keuangan RI, berdasarkan Rencana PNBP
yang dibuat oleh pejabat instansi pemerintah tersebut. Setelah dipungut atau ditagih, PNBP
wajib dilaporkan secara tertulis oleh pejabat isntansi pemerintah kepada Menteri Keuangan RI
dalam bentuk laporan realisasi PNBP triwulan. Akan tetapi, sebagaian dana PNBP yang telat
dipungut dan sifatnya harus segera disetorkan ke kas negara ternyata dapat digunakan untuk
kegiatan tertentu oleh instansi yang bersangkutan.

Instansi pemerintah dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap instansi pemerintah


yang ditunjuk, dengan permintaan dari Menteri Keuangan RI. Instansi yang berwenang untuk
melakukan pemeriksaan PNBP adalah BPKP. Pemeriksaan PNBP sendiri bertujuan untuk (1)
meningkatkan efisien dan efektivitas pengelolaan PNBP, (2) menguji kepatuhan atas
pemenuhan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang di bidang PNBP, (3) melaksanakan
peraturan perundangan yang berkaitan dengan PNBP.

PNBP di Indonesia sebenarnya perlu dimaksimalkan sebagai bagian dari optimalisasi


APBN karena sumber PNBP hanya berkisar 3,4% dari PDB. Optimalisasi PNBP ini dapat
dilakukan dengan reformasi dan pembenahan di sektor pertambangan maupun eksploitasi
minyak dan gas. Sebagaimana pajak, upaya peningkatanpenerimaan negara dari PNBP dapat
dialkukan dengan ekstensifikasi dan intensifikasi PNBP. Ekstensifikasi dilakukan dengan
inventarisasi potensi jenis PNBP, sedangkan intensifikasi dilakukan dengan optimalisasi
pemungutan PNBP dan reviu besaran tarif PNBP.
Mohamad Hifdy Fauzan
15/381964/EK/20545
BAB 6 Manajemen Pinjaman Luar Negeri

Pinjaman atau utang luar negri pada masa pemerintahan Orde Baru merupakan sumber
pembiayaan utama anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dalam menggerakkan
roda pemerintahan. Saat itu, sekitar 65% penerimaan pada APBN berasal dari pinjaman luar
negri, sedangkan sekitar 35% lainnya berasal dari minyak bumi, gas alam, dan pajak. Semenjak
berakhirnya orde baru, pinjaman luar negri tidak menjadi primadona pembiayaan pemerintah
dan besarannya semakin berkurang.

Perspektif Utang Luar Negeri


Utang Luar Negeri menurut Pasal 1 PP Nomor 10 Tahun 2011 memiliki definisi, setiap
pembiayaan melalui utang yang diperoleh pemerintah dari pemberi pinjaman luar negeri yang
diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus
dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Pengelolaan utang luar negeri sendiri memiliki
prinsip-prinsip (menurut Pasal 2 PP Nomor 10 Tahun 2011) adalah (a) transparan, (b)
akuntabel, (c) efisien dan efektif, (d) kehati-hatian, (e) tidak disertai ikatan politik, (f) tidak
memiliki muatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara.
Terdapat tiga dasar hukum utang luar negeri, yaitu (1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, (2) UU No. 01 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, (3) UU tentang
APBN yang ditetapkan setiap tahun. Bentuk dari utang luar negeri ada dua, yaitu pinjaman
tunai atau program dan pinjaman proyek atau kegiatan. Utang luar negeri ini dapat digunakan
untuk antara lain membiayai defisit APBN, membiayai kegiatan prioritas, mengelola
portofolio utang. Sedangkan sumbernya dapat berasal dari kreditur multilateral, kreditur
bilateral, kreditur swasta asing, dan lembaga penjamin kredit ekspor.

Pinjaman Program
Pinjaman program adalah pinjaman yang terkait dengan program yang telah dan akan
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Tujuan nya adalah untuk budget support dan
pencairannya dikaitkan dengan pemenuhan matriks kebijakan bidang kegiatan untuk mencapai
MDGs (Millenium Development Goals), yang meliputi pengentasan kemiskinan, pendidikan,
pemberantasan korupsi, dan lainnya. Kemudian, kebijakan yang diambil terkait pengelolaan
utang luar negeri ini adalah makin memperkecil ketergantungan pada jenis utang ini.
Pinjaman program melibatkan tiga peran dari pemerintah, yaitu
a) Kementerian Keuangan, selaku pemegang otoritas pengelola keuangan negara
Mohamad Hifdy Fauzan
15/381964/EK/20545
b) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, selaku coordinator dari para
pengguna dana pinjaman program dan sebagai partner Kementerian Keuangan

Kementerian-kementerian/lembaga atau pemerintahan daerah, selaku calon pengguna dana


pinjaman program.

Anda mungkin juga menyukai