Sastraarab Khairuddin PDF
Sastraarab Khairuddin PDF
KHAIRUDDIN RANGKUTI
Masa kecilnya sering kali dilewati dengan merenung seraya menatap pemandangan
alami di atas gunung, terkadang duduk tenang sembari melayangkan pandangan ke
telaga yang memancarkan air.
Keluarga Gibran adalah pengikut gereja Katolik Haronite. Mereka berasal dari
golongan masyarakat tingkat menengah yang sederhana.
Ayahnya, Khalil Gibran bin Saad bin Yusuf bin Gibran, pernah meringkuk
dalam tahanan. Ia terlibat pemalsuan pungutan pajak atas para petani di Besharri.
Ia juga dikenal seorang pemabuk berat. Kendati demikian hubungan antara Gibran
dengan Ayahnya terjalin kasih yang mendalam. Tak jarang mereka melancong
menunggang keledai melihat laut dari puncak gunung padi.
Sementara ibunya adalah Kamila binti Khury Asthofani, putri seorang pendeta
Maronite yang terpandang didesa itu. Pada usia 18 tahun, ia berkeinginan keras
menjadi biarawati, namun ditentang oleh seluruh keluarga, yang lantas
menjodohkannya dengan pemuda bernama Abdul Salam. Kamila bertandang ke
Brasil bersama suaminya yang kemudian dikaruniai anak bernama Petrus(Peter),
dalam bahasa Arab tertulis Butrus. Satu tahun kemudian Abdul Salam meninggal
dunia, hingga Kamila terpaksa kembali ke Libanon.
Pada tahun 1877 M Kamila menikah lagi dengan Khalil Gibran bin Saad. Dari
perkawinan yang kedua ini Kamila memperoleh tiga orang anak, yaitu Gibran Khalil
Gibran, Mariana dan Sulthanah.
Kamila menguasai beberapa bahasa (poliglot). Sang Ibulah yang pertama kali
memperkenalkan kepada Gibran cerita-cerita Arab yang termasyhur seperti Harun
Al- Rashid, Kisah Seribu Satu Malam, dan syair-syair Abu Nawas. Ia juga yang
mendorong Gibran untuk mengembangkan seni lukisnya. Pengaruh wanita ini sangat
besar dalam perkembangan jiwa Gibran.
Gibran Khalil Gibran menghabiskan masa kecilnya dalam suasana serba
kekurangan, di tengah-tengah himpitan ekonomi yang melanda Libanon.
Secara umum, faktor lemahnya ekonomi membuat seseorang, atau
kebanyakan orang berpindah dari satu negara ke negara lain untuk mencari
penghidupan yang lebih layak. Demikianlah, Kamila bersama-sama keempat
anaknya Petrus, Khalil Gibran, Mariana dan Sultanah hijrah ke Amerika Serikat,
langsung menuju Boston, di sebuah kawasan Pacinan (China Town). Sedangkan
suaminya tidak turut serta, karena berbagai alasan. Di kawasan ini banyak menetap
orang-orang dari Besheri (Libanon) dan juga orang-orang dari Syiria. Dengan
demikian keluarga Gibran tidak terlalu banyak menghadapi kesulitan berada di
kawasan ini.
Untuk melengkapi hidupnya di kawasan ini, mereka mulai mencari nafkah.
Kamila, Petrus dan kedua anak perempuan mulai bekerja. Sedangkan Gibran tidak
III
Saat-saat liburan inilah Gibran jatuh cinta yang pertama kali kepada seorang
wanita, Hala Dahir namanya. Ia adalah cinta pertama Gibran. Sebuah hubungan
perasaan yang membuat pikiran-pikirannya tergenang oleh renungan- renungan,
yang dapat melahirkan kalimat-kalimat lembut. Terkadang pula menghasilkan
hentakan-hentakan dahsyat, keras bagaikan prahara.
Awal kisahnya seperti percintaan klasik, ia jatuh cinta pada pandangan
pertama. Gibran sering bertandang ke rumah Hala, untuk membantu adik-adik Hala
menyelesaikan pekerjaan rumah. Saat-saat inilah kedua insan sering bertemu dan
saling mengungkapkan isi hati, hingga cinta merasuk ke dalam kalbu, terpatri kokoh
dalam relung hati masing-masing.
Meski cinta sudah membara, namun kenyataan bicara lain. Gibran mengalami
hambatan dalam bercinta dengan Hala Dahir. Sebab hubungan ini tak mendapat
restu dari keluarga Hala.
Iskandar Dahir, kakak Hala, sempat bertutur kepadanya: "Aku tidak akan
menyetujui anak gembala pemungut pajak petani itu menjadi suamimu". Hala tak
kuasa menghadapi situasi seperti ini. Sampai akhirnya Hala dijodohkan dengan
pemuda pilihan orang tua, persis seperti diceritakan dalam Sayap-Sayap Patah, di
mana Hala diganti dengan tokoh Selma Karamy.
Meski Hala sudah dinikahkan, Gibran tetap berkunjung ke rumah kekasihnya
itu. Diajaknya Hala menikmati pemandangan alam pegunungan sambil mengenang
masa manis yang silam, tanpa peduli resiko yang akan terjadi. Hubungan Gibran
dengan Hala hanya berlangsung dua tahun. Hala pergi ke alam baka untuk
selalr!anya.
Cinta kedua Gibran setelah Hala, jatuh kepada Sultanah Thabit. Wanita ini
dijumpai ketika Gibran masih belajar bahasa Arab di sekolah al-Hikmah, di Beirut. Ia
adalah seorang janda berusia 22 tahun. Sedangkan Gibran baru berusia 18 tahun.
Mereka sering bertukar buku dari berkirim surat. Gibran memang mencintai
Sultanah, karena rasa iba, sebab sudah menjadi janda dalam usia muda.
IV
Masa lalu Gibran Khalil Gibran memangg sarat dengan kepedihan clan
kehilangan. Sejak dirinya dipaksa untuk memahami maut sebagai perenggut tawa
dan senyumnya. Maut telah merenggut orang-orang yang dicintainya. Betapa berat
musibah yarlg dipikul oleh Gibran, saat Sultanah, saudara perempuannya meninggal,
pada tahun 1902. Saat Peter (Butrus), saudara laki-lakinya meninggal pada tahun
1903. kehilangan orang-orang yang dicintainya itu terus berlanjut pada puncaknya,
yakni kehilangan wanita yang paling ia cintai, ibunya. Ibu bagi Gibran adalah
segalanya, seperti yang ia katakan : "... kata terindah di bibir umat manusia adalah
kata ibu, dan panggilan terindah adalah ibuku".
DAFTAR PUSTAKA
Gibran, Khalil Gibran. Spirits rebellious. New York : Philosophical library, 1947
Gibran,Jean. Khalil Gibran His lifa and world. New york : Avenel Books, 1981
Haywood,J.A. Modern Arabic literature 1800 = 1920. New York : St. Martin’s Press,
1972
Nai’mah, Michail. Jubran Khalil Jubran : Hayatuh, Mautuh, Adabuh, Fannuh. Dar
Sodir wa Dar Bayrut : Beirut.
Yong, Barbara. This man from Lebanon. New York : A.A. Knoft, 1981
Sherfan, Andrew Dib. A third traesury of Khlil Gibran. New York : Citadel Press, 1984