Anda di halaman 1dari 22

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

MINI PROJECT

Program Penyuluhan Penyakit Osteoarthritis di Wilayah Kerja Puskesmas


Bontomatene

Oleh:

dr. Indah Puspita Putri


dr. Rizka Farahin Assania
dr. Elfira
dr. Hendy Eka Putra
dr. Takdir Yulis Riangga P
dr. Cut Nonda Maracilu
dr. Putri Apriyanti

Pembimbing:

dr. Ika Hastuti

PUSKESMAS BONTOMATENE

DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit
sendi degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang
melibatkan sendi, termasuk tulang rawan artikular dan tulang subchondral. OA
merupakan bentuk yang paling umum dari artritis. Penyakit ini memiliki
prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua. Selain itu,
osteoarthritis ini juga merupakan penyebab kecacatan paling banyak pada orang
tua. Faktor resiko utama penyakit ini adalah obesitas. Oleh sebab itu, semakin
tinggi prevalensi obesitas pada suatu populasi akan meningkatkan angka
kejadian penyakit osteoarthritis.
Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering
terkena meliputi tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral,
pinggul, lutut, dan sendi phalangeal metatarsal. Di tangan, OA juga sering
terjadi pada sendi interphalangeal distal dan proksimal dan pangkal ibu jari.
Biasanya sendi-send yang tidak rentan terkena OA adalah pergelangan tangan,
siku, dan pergelangan kaki. Terjadinya OA pada sendi-sendi yang telah
disebutkan di atas dimungkinkan karena sendi- sendi tersebut mendapat
beban yang cukup berat dari aktivitas sehari-hari seperti
memegang/menggenggam benda yang cukup berat (memungkinkan OA terjadi
di dasar ibu jari), berjalan (memungkinkan OA di lutut dan pinggul), dan lain
sebagainya.1
Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis dan
atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Menurut studi kadaver pada
tahun-tahun terdahulu, perubahan struktural OA hampir universal, antara
lain hilangnya tulang rawan (dilihat sebagai berkurangnya/menyempitnya
ruang sendi pada pemeriksaan radiologis sinar-x) dan osteofit. Banyak
orang yang didiagnosis mengalami OA berdasarkan temuan radiologis tidak
menunjukkan gejala pada sendi.1
2
Osteoarthritis simptomatik (nyeri pada persendian yang didukung gambaran
radiologis OA) pada lutut terjadi sebesar 12% dari orang usia 60 di Amerika
Serikat dan 6% dari seluruh orang dewasa usia 30. OA panggul
simptomatik kira-kira sepertiga dari penyakit OA pada lutut. Sementara
OA asimtomatik (tidak menimbulkan gejala namun sudah dibuktikan dari
gambaran radiologis) pada tangan seringkali terjadi pada pasien usia lanjut.
Meski begitu, OA simptomatik di tangan juga terjadi pada 10% orang tua dan
sering menghasilkan keterbatasan fungsi gerak sendi.2,4
Prevalensi OA meningkat berbanding lurus dengan usia. Terlepas dari hal
tersebut, OA jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun dan
sangat lazim terjadi pada orang di atas usia 60 tahun. Penyekit ini juga jauh
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan
dalam proyek ini adalah bagaimana cara mendeteksi dini adanya kelainan
Osteoarthritis pada lansia.

1.3 Tujuan
Tujuan dari mini proyek ini adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang kelainan penyakit Osteoarthritis.

1.4 Manfaat
Diharapkan mini proyek ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi
tentang kelainan penyakit Osteoarthritis.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoarthritis


Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat

lokal, progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada
struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago
hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari
subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian
sendi, peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan
lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian.1

2.2 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme
protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen,
dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat
terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi
akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan
sebagainya.

2.3 Klasifikasi
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi5 :
a. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada sendi tanpa
adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi penahan
beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan yang normal pada sendi dan
kerusakkan akibatproses penuaan. Paling sering terjadi pada sendi lutut dan sendi
panggul, tapi ini juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari pada kaki
b. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat dari
suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit sistem
4
sistemik. Osteoarthritis sekunder biasanya terjadi pada umur yang lebih awal daripada
osteoarthritis primer.

2.4 Epidemiologi
Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang
tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika
Serikat, prevalensi osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun

mencapai 80% dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020. 1,2 OA
terjadi pada 13,9% orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari
mereka yang berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA
menurut temuan radiologis adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%,
dan panggul 1,5%. Prevalensi OA menurut gejala yang ditemui yaitu pada
tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada orang dewasa berusia lebih dari 60
tahun dan 16% pada orang dewasa berusi 45 – 60 tahun, dan panggul 4,4%.
Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2
hingga 0,3 kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA
sekitar 6% dari semua kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun
disebabkan OA dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.2,4

2.5 Faktor resiko


a. Faktor resiko sistemik
1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses
penuaan meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai
mekanisme. Kartilago pada sendi orang tua sudah kurang
responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang distimulasi oleh
pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua
memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan
mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan
hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi.
Selain itu, otot-otot yang menunjang sendi menjadi semakin lemah
dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap impuls. Ligamen
5
menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa mengabsorbsi
impuls. Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan
kerentanan sendi terhadap OA.
2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa
prevalensi OA pada perempuan usila lebih banyak daripada laki-
laki usila. Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya hormon
pada perempuan pasca menopause.
3. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-
unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam
timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.
b. Faktor intrinsik
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.
c. Faktor beban pada persendian
1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat
kerusakan pada sendi.
Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan berulang pada
sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan
sendi.5,6,7

2.6 Patogenesis
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan
tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh
kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme
lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.7
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi.
Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul
matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen. Hal ini
6
menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya
kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi dari kartilago artikular menghasilkan suatu
substansi atau zat yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag
untuk menhasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks
ekstraseluler.5
Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah :8
1. Dektruksi kartilago yang progresif
2. Terbentuknya kista subartikular
3. Sklerosis yang mengelilingi tulang
4. Terbentuknya osteofit
5. Adanya fibrosis kapsul
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang rawan untuk
menahan kekuatan tekanan dari sendi Penurunan kekuatan dari tulang rawan disertai degradasi
kolagen memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut saraf dan tentu saja
menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan
terjadi perubahan komposisi molekuler dan matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi
matriks rawan sendi. Melalui mikroskop terlihat permukaan mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis.
Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi. Pada tepi sendi akan
timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak dengan pembentukan osteofit. Pembentukan
tulang baru (osteofit) dianggap suatu usaha untuk memperbaiki dan membentuk
kembali persendian. Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban,
osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan awal tulang rawan sendi pada
Osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi sepanjang garis permukaan sendi. Adanya
pengikisan yang progresif menyebabkan tulang yang dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya
tulang-tulang tersebut merupakan usaha untuk melindungi permukaan yang tidak terkena.
Sehingga tulang subkondral merespon dengan meningkatkan selularitas dan invasi
vaskular,akibatnya tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi). Pada akhirnya rawan sendi menjadi
aus, rusak dan menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan
deformitas.6,7,8
Pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibrosis
serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan
7
aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini
menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh
darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti
prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat
subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit.6
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator
kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi,
peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat
kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit
yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses
remodelling pada trabekula dan subkondral.
Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta
proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak
dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak
kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang
subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada
ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat
sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran
seolah persendian yang terkena itu bengkak.5,7

Gambar 2.1 Osteoarthritis


Sumber: www.emedicine.com
8
2.7 Gejala Klinis
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara
radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai
sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat
konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan
saja).7
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi
tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri
yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.7
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari
nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi,
dan edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke
kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan
nyeri.6
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat
sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan
sindrom iliotibial band.7,8
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.7
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau

9
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.7
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu.7
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.7
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah.7
g. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena
adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul pada
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA
lutut.7

h. Perubahan gaya berjalan


Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut
usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat
badan terutama pada OA lutut.7

10
2.8 Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta
klinis dan laboratoris (JH Klippel, 2001) :10
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

11
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau
kaku dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut:10
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1
masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.

2.9 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya

osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral. 10

Gambar 2.2. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.


Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment
of Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286
Keterangan :
a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya
celah sendi (tanda panah)
b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang
ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)
12
c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih)
menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral (tanda panah
terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

Gambar 2.3 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :Degenerative
Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan


menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan
pembentukan osteofit (panah).9

b. Pemeriksaan Laboratorium dan MRI


Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan
imunologi masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang disertai peradangan
sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan
peningkatan nilai protein. 10
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu
untuk mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang
dilakukan sebagai penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian

13
besar gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan
sinar-x.

2.10 Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh
letak sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing
serta kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi
dan pasiennya secara keseluruhan, agar pengelolaannya aman, sederhana,
memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin atau
holistic.11
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:11
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:
I. Nonfarmakologis: 11
a. Modifikasi pola hidup
b. Edukasi
c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
d. Modifikasi aktivitas
e. Menurunkan berat badan
f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
o Latihan statis dan memperkuat otot-otot
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan
otot, dan menambah luas pergerakan sendi
g. Penggunaan alat bantu (Mairunzi, 2010).
II. Farmakologis
1. Sistemik
14
a. Analgetik
- Non narkotik: parasetamol
- Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
- Oral
- injeksi
- suppositoria
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan
yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan
sendi pada pasien OA, sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan
tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau
Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat
ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam
hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide
desmutase dan sebagainya.
a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja
enzime MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat
ini baru dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.
b. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang
berperan dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase,
protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang
sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan
sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1987
c. pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan
dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja
(mangkir), yang secara statistik bermakna.
d. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan
kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks
ekstraseluler sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998),
efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3
15
mekanisme utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik
terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif
melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat oksigen
reaktif.
e. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas
enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA
f. Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan
hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu
merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang
hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara langsung.
Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian superoxide
dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA.
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada
umumnya bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu
diperhatikan campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit.
Salah satu yang dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium
diclofenac

3. Injeksi intraartikular/intra lesi


Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan
pilihan utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian
dan selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek
merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada
2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan
steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi
16
perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya
melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan
tambahan dalam bidang reumatologi.
a. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri
dan inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak
dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra
indikasi terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik,
tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar
literatur tidak menganjurkan dilakukanpenyuntikan lebih dari sekali
dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar
penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi,
sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra
artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa.
Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-
masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat
dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik,
nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap
unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap
telur. Ada 3 sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.

4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan
terlebih dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan
rehabilitatif

17
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement
joint
1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan
merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang
sehat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan
dengan ligamen atau meniscus repair (Thomas, 2000).
2. . Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi
yang baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam
yang berada dalam high-density polyethylene (Thomas, 2000).
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
a. Partial replacement/unicompartemental
b. High tibial osteotmy : orang muda
c. Patella &condyle resurfacing
d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan
sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe
instability
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,
deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis.
Sedangankan kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya
neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion.1

18
BAB 3
KEGIATAN PENYULUHAN

3.1 Rancangan Mini Project


Penyuluhan dilakukan terhadap masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Bontomatene, berupa penjelasan mengenai tanda-tanda penyakit osteoarthritis
dan penanganannya, diberikan juga kesempatan untuk tanya jawab bagi peserta
yang kurang mengerti atau belum paham terhadap materi yang disampaikan.

3.2 Lokasi dan Waktu Kegiatan


Waktu : Kamis, November 2015
Lokasi : Kecamatan Bontomatene.

3.3 Populasi Mini Project


Populasi mini project ini adalah seluruh masyarakat wilayah kerja
Puskesmas Bontomatene

3.4 Subyek Mini Project


Subyek mini project ini adalah seluruh peserta yang hadir pada lokasi
penyuluhan

3.5. Penjelasan Masalah Osteoarthritis


Pada saat penyuluhan dilakukan penjelasan lengkap mengenai masalah
osteoarthirtis, meliputi definisi, penyebab, gejala penyakti serta pengobatan
terhadap penyakit ini.

19
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai dengan
perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang
rawan/kartilago hialin. Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi,
terutama pada orang tua. Selain itu, osteoarthritis ini juga merupakan penyebab
kecacatan paling banyak pada orang tua. Etiologi osteoarthritis belum diketahui
secara pasti, namun faktor biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor
terpenting dalam proses terjadinya osteoarthritis. Ketidakseimbangan antara
pembentukan dan penghancuran matriks-matriks kartilago merupakan kata kunci
dalam perjalanan penyakit ini. Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu
terutama sendi-sendi yang mendapat beban cukup berat dari aktivitas sehari-hari.
Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis
dan atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Gejala yang sering muncul
pada osteoarthritis adalah nyeri sendi yang diperburuk oleh aktivitas dan gejala
akan mereda setelah istirahat.
Diagnosis osteoarthritis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan dilakukan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis berupa foto sinar-x sebagai
penunjang/pemastian diagnosis.Gambaran yang ditemukan pada foto sinar-x
pasien dengan osteoarthritis adalah menyempitnya celah antar sendi,
terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk
mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan
sebagai penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian besar
gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.
Sampai saat ini belum ada terapi definitif untuk mengobati osteoarthritis.
Terapi yang sudah ada bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan meminimalisasi
hilangnya fungsi fisik. Hal ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan cara membantu pasien agar tetap bisa melakukan aktivitas sehari-hari.

20
6.2 Saran
Penyakit Osteoarthritis dapat menyerang kepada siapa saja, terutama pada
usia pre menopause dan lansia jadi, apabila kita tidak ingin terkena penyakit
berbahaya ini maka kita harus mualai dengan berperilaku hidup sehat, dari mulai
pola makan yang sehat dan teratur hingga mulai membiasakan untuk teratur
berolahraga.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s


Principles Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill
Companies.
2. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the
prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the United States.
Part II. Arthritis Rheum. 58(1):26–35.
3. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition,
Tokyo, Churchill Livingstone.
4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the
United States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey 1991–1994. J Rheumatol. 33(11):2271–2279.
5. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of
Medicine.
6. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com.
Diakses tanggal 15 maret 2013.
7. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis.
Aging Clin Exp Res. 15(5):364–372.
8. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
9. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
10. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment
of Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279–286
11. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian
Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto
Mangunkusumo, Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai