ID Representasi Budaya Dalam Novel Hujan Bu PDF
ID Representasi Budaya Dalam Novel Hujan Bu PDF
50-65
ISSN Cetak : 2356 - 2080
ISSN Online : 2356 - 2072
Abstract
This paper is determine representation about culture in the Hujan Bulan Juni novel by
Sapardi Djoko Damono. This paper based in the issue that comes from the novel
related to the chracteristic of Javanese and Manado culture. The aim of this paper is
to describe culture representation that shows by the concept of this novel. This
explanation based on the theory about Javanese people‟s characteristic from Geertz,
Manado people‟s characteristic from Sumampow and concept culuture identity from
Hall and Woodward. The result of the analysis shows that the novel displays the
cultural characteristics of Java wich is different for each character. The „ethok-ethok‟
(pretend), „wedi‟(afraid),‟ isin‟(shame), dan „sungkan‟ attitude displayed by the
character that has the constancy of identity. While being open, straight foward and
aggressive attitude. While Manado characters are represented through characters
steady by showing agrressive attitude, overt, brave, culinary practice, character name
and Christianity. Different cultural characteristics to each person indicate the liquid
identity.
agama. Hadirnya pendatang dari etnis lain maka kita akan membicarakan pula
yang membawa stereotip, keyakinan, dan masalah identitas budaya. Identitas
praktik hidup masing-masing merupakan budaya seseorang dapat terbentuk melalui
pemacu dari timbulnya konflik tersebut. struktur kebudayaan suatu masyarakat, di
Akan tetapi, di tengah permasalahan yang antaranya meliputi pola berpikir, adat
timbul akibat kemajemukan budaya yang istidat, bahasa, agama dan lain
terjadi di Indonesia, Sapardi Djoko sebagainya. Melalui karakteristik yang
Damono memiliki pandangan lain ditampilkan seseorang, maka orang
mengenai kemajemukan budaya tersebut. tersebut dapat dianggap sebagai bagian
Pandangannya tertuang dalam novel dari suatu kelompok budaya masyarakat
Hujan Bulan Juni. Melalui novel tersebut, dan sekaligus juga dapat membedakan
ia menunjukkan sebuah kerukunan yang seseorang dari kelompok yang lain. Oleh
terbingkai oleh kemajemukan budaya. karena itu, isu mengenai karakteristik
Sapardi Djoko Damono merupakan budaya dianggap penting untuk dikaji.
sastrawan besar sekaligus akademisi yang Dalam novel ini, Sarwono
sangat produktif dari tahun 1958 hingga ditampilkan sebagai tokoh Jawa yang
saat ini. Selanjutnya, ia juga banyak kerap bersikap sesuai dengan adat istiadat
menghasilkan karya seperti cerpen, novel, Jawa. Seperti sikap Sarwono yang kerap
esai, lukisan dan sebagainya. Ia menjaga kerukunan dengan bertoleransi
merupakan guru besar pensiun di terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak
Universitas Indonesia dan di Pascasarjana sejalan dengan pendapatnya. Sementara
Institut Kesenian Jakarta. tokoh Pingkan ditampilkan sebagai tokoh
Novel Hujan Bulan Juni mengisahkan percampuran Manado dan Jawa. Ia kerap
percintaan Sarwono dan Pingkan di menampilkan sikap hidup kebarat-
tengah perbedaan budaya dan agama. baratan, seperti sikap agresifnya kepada
Namun perbedaan tersebut tidak menjadi Sarwono. Sikap tersebut dapat dianggap
penghalang bagi cinta mereka. sebuah penanda identitas Pingkan sebagai
Berdasarkan pembacaan awal orang Manado.
terhadap novel Hujan Bulan Juni karya Dalam novel ini Sarwono
Sapardi Djoko Damono, saya menemukan digambarkan sebagai orang Islam yang
isu adanya keterkaitan karakteristik taat. Sementara Pingkan digambarkan
tokoh-tokoh yang digambarkan novel. sebagai orang Kristen. Akan tetapi, darah
Berbicara masalah karakteristik seseorang Jawa yang mengalir dari ibunya serta
51
Nenden Rizky Amelia…
kenyamanannya berada di tanah Jawa yang menjadi falsafah bagi orang Jawa
membuat Pingkan mengidentifikasikan yaitu prinsip kerukunan dan prinsip
diri sebagai orang Jawa juga sekaligus hormat. Prinsip hidup tersebut dijalankan
sebagai orang Manado. oleh orang Jawa sebagai kaidah normatif
Penelitian ini bertujuan untuk untuk bersikap sedemikian rupa hingga
menjabarkan representasi budaya Jawa tidak sampai menimbulkan konflik
dan Manado yang ditampilkan tokoh (Geertz dalam Franz Magnis Suseno,
Sarwono dan Pingkan dalam novel Hujan 1984: 38). Suasana rukun merupakan
Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono. idaman semua kalangan masyarakat.
Untuk menjabarkan representasi budaya Rukun artinya selaras, tentram dan tanpa
tersebut, maka penelitian ini mengacu perselisihan.
pada konsep mengenai karakteristik Dalam perspektif Jawa, rukun
budaya orang Jawa dari Geertz dan artinya mencegah segala kelakuan yang
konsep mengenai karakteristik orang bisa mengganggu keselarasan dan
Manado dari Nono. S.A. Sumampouw. ketegangan dalam masyarakat serta
Penggunaan istilah “orang Jawa” dalam menjaga keselarasan dalam pergaulan
penelitian ini mengacu kepada Suseno. Ia (Franz Magnis Suseno, 1984: 39-40).
menyebut orang Jawa sebagai penduduk Untuk menjaga kerukunan tersebut,
asli bagian tengah dan timur pulau Jawa masyarakat Jawa dituntut untuk mampu
dengan penggunaan bahasa Jawa sebagai bertindak dan bertingkah laku sedemikian
bahasa ibu (Franz Magnis Suseno, 1984: rupa demi menjaga keselarasan di antara
11). Selain itu, yang mencirikan pergaulan mereka. Suseno (1984: 41-43)
seseorang sebagai orang Jawa yaitu adat memaparkan bahwa untuk menjaga
istiadat yang masih dipertahankan oleh prinsip rukun tersebut, masyarakat jawa
mereka. dituntut untuk bersikap berpura-pura atau
Menurut Suseno (1984:6), etika dalam bahasa Jawa disebut ethok-ethok.
merupakan sebagai keseluruhan norma Untuk mengungkapkan
dan penilaian yang dipergunakan oleh ketidaksetujuan, orang Jawa cendrung
masyarakat untuk mengetahui bagaimana tidak akan langsung mengungkapkan
manusia seharusnya menjalankan hidup penolakan tersebut tetapi dengan
demi mencapai pengakuan masyarakat, pengungkapan penolakan yang tidak
pemenuhan kehendak Tuhan, kebahagiaan memperlihatkan penolakan tersebut.
dan pemenuhan tuntutan mutlak. Etika Untuk menghindari kekecewaan, orang
52
Representasi Budaya dalam Novel Hujan Bulan Juni…
Jawa akan bersikap ethok-ethok. Misalnya orang Jawa adalah rasa hormat terhadap
ketika orang Jawa sedang dirundung atasan atau sesama yang belum dikenal
kesedihan, maka orang itu akan tetap sebagai pengekangan halus terhadap
tersenyum di hadapan orang lain demi kepribadian sendiri demi hormat terhadap
menjaga kerukunan. Sebagaimana Geertz pribadi lain (Geertz dalam Franz Magnis
yang dikutip Suseno, menyatakan bahwa Suseno, 1984: 65).
ethok-ethok digunakan untuk menjaga Sikap wedi, isin dan sungkan
tingkat keakraban (Greetz dalam Franz senantiasa dijaga oleh orang Jawa untuk
Magnis Suseno, 1984: 43). menjaga rasa hormat tersebut. Dengan
Prinsip kedua dalam kehidupan menjaga prinsip hormat dan rukun orang
orang Jawa yaitu prinsip hormat. Prinsip Jawa tersebut dapat dikatakan sebagai
hormat merupakan prinsip orang Jawa orang yang memiliki kepribadian matang.
dalam berbicara dan membawa diri untuk Selain bahasa dan nilai etika, agama
selalu menunjukkan sikap hormat kepada juga merupakan salah satu penanda
orang lain sesuai dengan derajat dan identitas budaya seseorang. Agama Islam
kedudukannya (Franz Magnis Suseno, merupakan agama yang dapat digunakan
1984: 60). sebagai penanda bagi orang Jawa. Agama
Untuk menjaga prinsip hormat, Islam pada masyarakat Jawa terdapat dua
Geertz sebagaimana dikutip Suseno macam, yaitu Islam yang bersifat sinkretis
mengatakan bahwa sejak kecil orang Jawa dan Islam yang bersifat puritan
sudah diberi pendidikan untuk bersikap (Koentjaraningrat, 1994: 310). Islam
wedi,isin dan sungkan (Greetz dalam sinkretis menyatukan unsur-unsur pra-
Franz Magnis Suseno, 1984: 63). Wedi Hindu, Hindu dan Islam
artinya takut, baik takut terhadap ancaman (Koentjaraningrat, 1994: 312), sedangkan
fisik maupun sebagai rasa takut terhadap Islam puritan mengikuti ajaran agama
akibat kurang enak suatu tindakan. Sikap secara lebih taat, sekalipun tidak terlepas
isin berati malu. Bagi orang Jawa isin sepenuhnya dari unsur-unsur animisme
berarti malu-malu atau merasa bersalah. dan unsur-unsur budaya Hindu-Buddha.
Selanjutnya, untuk melengkapi tatakrama, Sementara karakteristik orang
orang Jawa diajarkan untuk bersikap Manado ditandai dengan dengan nilai
sungkan. Sikap sungkan hampir sama kebarat-baratan, individualis namun tetap
dengan sikap isin namun lebih ke arah mempertontonkan toleransi dalam arena
malu yang positif. Sikap sungkan bagi pluralitas (Sumampouw, 2015: 2). Wil
53
Nenden Rizky Amelia…
55
Nenden Rizky Amelia…
56
Representasi Budaya dalam Novel Hujan Bulan Juni…
Dari kutipan tesebut tampak bahwa “Kok apa? Memangnya kami hidup di
mana?” (Sapardi Djoko Damono,
Pingkan menyesuaikan dirinya melalui
2015: 34)
bahasa yang dituturkannya. Di satu sisi
Kutipan tersebut menunjukkan
lingkungan sosial di Solo membuatnya
kemudahan Pingkan untuk memilih
fasih berbahasa Jawa. Akan tetapi di sisi
identitas sebagai orang Jawa. Akar
lain ia juga tampak masih menggunakan
identitas budaya yang tidak kuat serta
bahasa dan logat Minahasa Tonsea.
didukung dari ayahnya mempermudah
Bahasa Minahasa Tonsea merupakan
Pingkan untuk menyesuaikan diri dengan
sebuah bahasa Melayu – Polinesia yang
budaya Jawa. Di sini tampak adanya
dituturkan oleh masyarakat ujung timur
proses being dan becoming yang
laut Sulawesi. Tuturan bahasa Jawa
dilakukan Pingkan secara sadar dalam
Pingkan yang ditunjukkan pada kutipan di
menentukan posisi dirinya. Akan tetapi,
atas merupakan sebuah upaya untuk
kemudahan Pingkan dalam menempatkan
mendapatkan pengakuan dari orang Jawa
dirinya sebagai orang Jawa tidak
sebagai bagian dari mereka. Penggunaan
membuatnya ia terlepas dari
bahasa daerah tersebut mengidikasikan
permasalahan pemosisian identitas
identitas Pingkan yang cair. Di sini
budaya. Hal tersebut terlihat ketika guru
tampak adanya penyesuaian yang
tarinya memanggil dengan sebutan „Non‟.
dilakukan Pingkan terhadap budaya di
Panggilan tersebut menunjukkan bahwa
mana ia berada.
Pingkan berusaha memosisikan dirinya
Pingkan juga melakukan
sebagai orang Jawa dengan mempelajari
penyesuaian budaya melalui kesenian.
kesenian Jawa. Akan tetapi, nama
Untuk mendapatkan pengakuan orang
Pingkan tetap diposisikan sebagai other
Jawa sebagai bagian dari mereka, Pingkan
oleh orang Jawa karena ia dianggap tidak
mempelajari tari Jawa. Penyesuainnya
memiliki sejarah identitas yang sama
melalui kesenian mendapatkan dukungan
dengan mereka. Namun dengan demikian,
penuh dari ayahnya yang berasal dari
walaupun Pingkan tidak mau dianggap
Manado.
sebagai other, ia tetap menerima
“Kok kamu belajar nari Jawa, untuk
apa?” pemosisian tersebut. Hal ini terlihat ketika
“Bapakku si Manado itu maunya aku
Pingkan hanya bergumam dalam dirinya
jadi orang Jawa saja, ikut ibu.”
“Kok?” atas ketidaksetujuan kepada Bei yang
memanggil dia “Non”. Hal ini
60
Representasi Budaya dalam Novel Hujan Bulan Juni…
oleh budaya Manado yang dibawa oleh .... ia sampaikan perintah itu kepada
Pingkan, harap-harap cemas agar
suami dan juga kedua anaknya. Dengan
perempuan itu mau meneruskan
begitu tampak bahwa lingkungan keluarga perjalanan ke Gorontalo
menemaninya. (Sapardi Djoko
dan orang terdekat dapat membawa
Damono, 2015: 27-28).
pengaruh besar terhadap pembentukan
Kutipan tersebut menunjukkan
identitas budaya Hartini. Hartini juga
sikap sungkan Sarwono kepada Pingkan.
kehilangan identitas Jawa melalui
Sikap sungkan tersebut dimaksudkan
agamanya, ia kehilangan identitas.
untuk menghormati Pingkan. Melalui
Waktu itu Hartini diam saja, tetapi
pandangannya ditafsirkan oleh Bolung sikapnya tersebut, Sarwono
Pelenkahu sbagai tanda, Oke, saya
memperlihatkan rasa hormatnya kepada
mau Bolung, yang merasa sedang
berusaha memenangkan Perang Pingkan. Sebagai orang Jawa, Sarwono
Antaragama melanjutkan
tidak dapat mengatakan secara lugas
pertanyaannya. Tapi, kamu ikut
keyakinan kami dulu. Mau? untuk membawa Pingkan ke Gorontalo,
(Sapardi Djoko Damono, 2015: 23).
sekalipun ia ditampilkan novel sebagai
Kutipan tersebut merupakan salah
manusia modern. Hal tersebut
satu bentuk negosiasi Hartini terhadap
menunjukkan bahwa adat istiadat Jawa
penyesuaiannya dengan Pelenkahu.
melekat kuat pada karakter Sarwono yang
Hartini yang sejak lahir berada di Manado
memiliki keajegan sebagai orang Jawa.
tidak memiliki akar kuat untuk
Sepanjang perjalanan dari Manado
mempertahankan agamanya, sehingga
menuju Gorontalo, rombongan Sarwono
dengan mudah ia mengikuti ajakan
beberapa kali berhenti untuk beristirahat,
Pelenkahu utuk berpidah agama. Lain
makan dan Salat. Di sini tergambar bahwa
halnya dengan sikap orang Jawa, ketika
Sarwono merupakan penganut agama
selesai urusannya di Manado, Sarwono
Islam yang taat.
diminta Kaprodi untuk melanjutkan
Ternyata Sarwono tidak asing masuk
perjalanannya ke Gorontalo. Untuk mesjid. Pak sopir dan Sarwono dua
kali dalam perjalanan ambil air wudu
menghormati Pingkan, ia tidak langsung
dan sembahyang (Sapardi Djokon
memaksa atau memberi perintah kepada Damono, 2015: 31).
Pingkan untuk ikut bersamanya. Ia
Kutipan etrsebut memberikan gambaran
meminta persetujuan Pingkan dengan
bahwa Sarwono termasuk ke dalam
penuh harap dan cemas.
penganut agama Islam santri. Artinya ia
melakukan praktik ibadah agama Islam
62
Representasi Budaya dalam Novel Hujan Bulan Juni…
65