Anda di halaman 1dari 4

Peradilan Tata Usaha Negara ( Sengketa PTUN)

Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha
Negara , sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum
perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai
akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peradilan Tata Usaha Negara meliputi:

1. Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan


daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota
2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan
daerah hukum meliputi wilayah provinsi
3. Pengadilan Khusus
o Pengadilan Pajak, berkedudukan di ibukota Negara

Pada Masa Hindia Belanda, Pengadilan Tata Usaha Negara dikenal dengan sistem administratief
beroep. Kemudian, setelah Indonesia merdeka, yaitu pada masa UUDS 1950, dikenal tiga cara
penyelesaian sengketa administrasi, yaitu:

1. Diserahkan kepada Pengadilan Perdata;


2. Diserahkan kepada Badan yang dibentuk secara istimewa;
3. Dengan menentukan satu atau beberapa sengketa TUN yang penyelesaiannya diserahkan
kepada Pengadilan Perdata atau Badan Khusus.

Perubahan mulai terjadi dengan keluarnya UUU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan
bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan antara lain Peradilan
Tata Usaha Negara. Kewenangan Hakim dalam menyelesaikan sengketa administrasi negara
semakin dipertegas melalui UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara di mana
disebutkan bahwa kewenangan memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara/sengketa
administrasi berada pada Hakim/Peradilan Tata Usaha Negara, setelah ditempuh upaya
administratif.

Tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan Undang-Undang PTUN adalah
untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara antara pemerintah dengan warganegaranya.

Sengketa Tata Usaha Negara: adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara
antara orang dan Badan Hukum Perdata, dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik
pusat maupun daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka
4 UU PTUN).

Istilah “Sengketa” TUN dalam undang-undang Peratun, mempunyai arti khusus sesuai dengan
fungsi Peratun, yaitu penilaian perbedaan pendapat dalam penerapan hukum, antara perorangan
atau Badan hukum perdata dengan pejabat TUN atau badan. Dalam asas hukum Tata Usaha
Negara, kepada orang atau badan hukum perdata, yang merasa dirugikan harus diberikan
kesempatan mengajukan gugatan ke pengadilan, dalam hal ini Pengadilan TUN.

Perlu diketahui bahwa tidak semua sengketa dibidang TUN menurut Undang-Undang Peratun
merupakan sengketa TUN yang dapat diselesaikan oleh Peratun.

Sengketa TUN yang diselesaikan Peratun pertama-tama harus terjadi antara orang atau badan
hukum perdata dengan Badan atau Pejabat TUN. Dalam hal ini apabila terjadi sengketa antara
badan hukum publik BUMN dengan Direktorat Jenderal Pajak, harus diajukan kepada Menteri
Keuangan, di samping itu ada kemungkinan Badan atau pejabat TUN mengadakan perbuatan
hukum pribat (privaatrechtelijke rechtshandeling) dengan orang atau badan huku perdata dan
yang kemudian terjadi sengketa. Sengketa demikian ini tidak termasuk sengketa TUN.

Misalnya:

1. Perjanjian pembelian Alat Tulis Kantor antara Biro Umum Departemen atau Pimpinan
Proyek dengan rekanannya (badan hukum perdata).
2. Perjanjian pemeliharaan renovasi gendung kantor atau pemeliharaan taman kantor antara
Kapusdiklat Pegawai Departemen dengan badan hukum perdata

Siapakah yang dimaksud dengan orang atau badan hukum perdata dalam Undang-Undang
Peratun?

Orang: yang dimaksud dalam undang-undang Peratun adalah orang yang menurut Kodrat
(natuurljk person) sebagaimana diatur dalam hukum perdata. Orang tersebut harus mempunyai
kemampuan (bekwamheid) untuk melakukan tindakan hukum (rechthandeling).

Badan Hukum Perdata, (privatrechtelijke rechtspersoon) adalah Badan Hukum yang didirikan
menurut ketentuan hukum perdata (Koperasi, Yayasan, PT, Fa, CV).

Sengketa Tata Usaha Negara timbul sebagai akibat keputusan tata usaha negara yang merugikan
warganegaranya baik orang seorang atau badan hukum perdata

Tentang Perubahan UU no 5 tahun 1986 jo UU no 51 tahun 2009

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, merupakan salah satu undang-
undang yang mengatur lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung.
Perubahan kedua yag dilakukan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara meletakkan dasar kebijakan bahwa segala urusan mengenai Peradilan Tata
Usaha Negara, baik menyangkut teknis yudisial maupun non yudisial yaitu urusan organisasi,
administrasi, dan finansial di bawah kekuasaan Mahkamah Agung

Perubahan penting lainnya atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
antara lain sebagai berikut:
1. penguatan pengawasan hakim, baik pengawasan internal oleh Mahkamah Agung maupun
pengawasan eksternal atas perilaku hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial dalam menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim;

2. memperketat persyaratan pengangkatan hakim, baik hakim pada Pengadilan Tata Usaha
Negara maupun hakim pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara antara lain melalui proses
seleksi hakim yang dilakukan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif serta harus melalui
proses atau lulus pendidikan hakim;

3. pengaturan mengenai pengadilan khusus dan hakim ad hoc.

4. pengaturan mekanisme dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim;

5. kesejahteraan hakim;

6. transparansi putusan dan limitasi pemberian salinan putusan;

7. transparansi biaya perkara serta pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban biaya


perkara;

8. bantuan hukum; dan

9. Majelis Kehormatan Hakim dan kewajiban hakim untuk menaati Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim.

Perubahan secara umum atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
pada dasarnya untuk mewujudkan penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang merdeka dan
peradilan yang bersih serta berwibawa, yang dilakukan melalui penataan sistem peradilan yang
terpadu (integrated justice system), terlebih pengadilan tata usaha negara secara konstitusional
merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang mempunyai
kewenangan dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tata usaha negara.

Anda mungkin juga menyukai