Anda di halaman 1dari 10

Kasus 2 Gerontik

Perawat A, adalah perawat lansia yang bertugas di Puskesmas wilayah X. Hari ini Perawat A
melakukan asuhan keperawatan pada 50 lansia yang ada di wilayah RW 5. Dari hasil kajian,
80% KATZ index A, 70% ketergantungan sebagian, sebanyak 25 memiliki MMSE dengan
kerusakan intelektual sedang, sebanyak 7 dari hasil pengkajian SPSMQ mengalami fungsi
mental berat, 30 % lansia mempunyai risiko jatuh. Perawat A belum pernah melakukan
pengkajian komprehensif geriatri pada masyarakat di masyarakat wilayah X seperti risiko
demensia, depresi dan kesepian pada lansia. Dari hasil observasi beberapa lansia, sebagian
lupa meminum obat padahal lansia tersebut merupakan polifarmasi. Perawat A berusaha
melakukan manajemen asuhan keperawatan gerontik yang baik dan sesuai dengan terapi
modalitas dan kebutuhan dasar manusia di masyarakat.
Learning Objective

1. Konsep dasar dimensia, depresi, kesepian pada lansia ?


2. Bagaimana manajemen keperawatan gerontik ?
3. Konsep terapi modalitas, polifarmasi dan resiko jatuh pada lansia ?
4. Pengkajian dan perencanaan untuk lanisa untuk fungsi mental berat (SPSMQ) dan
resiko jatuh ?
Step 1 Istilah yang kurang dipahami

a. Terapi modalitas
b. Pengkajian komprehensip geriatri
Jawab
1) Terapi modalitas adalah
Jawaban LO
1. Konsep dasar dimensia, depresi, dan kesepian pada lansia.
a. Dimensia
Demensia adalah suatu sindrom yang dikarakteristikkan dengan
adanya kehilangan kapasitas intelektual melibatkan tidak hanya ingatan,
namun juga kognitif, bahasa, kemampuan visuospasial dan kepribadian.
Dimensia biasanya bersipat progresif dan mempengaruhi aktifitas sosial dan
aktifitas sehari-hari. Penyakit yang meningkatkan gejala dimensia diantaranya
penyakit Alzheimer, masalah vaskular seperti dimensia Multi infark,
Hidrosepalus, Parkinson, Alkoholisme kronik, Penyakit Pick, Penyakit
Hutington, dan AIDS.
Secara patologis dimensia diakibatkan oleh adanya plak amiloid dan
kekusutan neurofibril. Plak amyloid berasal dari protein yang lebih besar,
protein precursor amyloid. Kemudian neurofibriladalah sekumpulan serat-
serat sel saraf yang saling berpilin, yang disebut pasangan filamen heliks.
Terdapat juga penurunan neurotransmiter tertentu, terutama asetilkolin. Area
yang biasanya terkena penyakit Alzheimer pada bagian korteks serebri dan
hipotalamus yang merupakan bagian penting otak yang kaitan erat dengan
fungsi kognitif dan memori.

Faktor Risiko Demensia


a. Usia: Demensia umumnya terjadi pada orang yang berusia di atas 65
tahun. Risiko demensia meningkat secara signifikan seiring dengan
bertambahnya usia.
b. Riwayat kesehatan keluarga: Orang yang memiliki riwayat kesehatan
keluarga yang pernah menderita demensia memiliki faktor risiko yang
lebih besar.
c. Jenis kelamin: Demensia lebih sering terjadi pada wanita, sebagian besar
terjadi karena wanita hidup lebih lama daripada pria.
d. Gaya hidup: Orang yang menderita tekanan darah tinggi, kadar kolesterol
yang tinggi atau diabetes, dll, memiliki faktor risiko yang lebih tinggi
terkena demensia jika mereka tidak mengambil langkah-langkah untuk
mengendalikan kondisi kesehatan mereka.
e. Gangguan kognitif: Orang dengan gangguan kognitif karena berbagai
macam gangguan atau faktor lainnya memiliki faktor risiko yang lebih
tinggi terkena demensia di tahun-tahun selanjutnya.
f. Tingkat pendidikan: Penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan
tingkat pendidikan yang lebih rendah memiliki faktor risiko yang lebih
tinggi terkena demensia. Mungkin saja orang yang berpendidikan tinggi
melakukan lebih banyak latihan mental, yang melindungi otak mereka
dari proses degenerasi.

Tahapan dimensia terbagi kedalam tiga tahapan yaitu tahap awal,


pertengahan, dan akhir. Tahap awal, memiliki gejala yang tersembunyi dan
membahayakan. Pada kondisi tersebut, terjadi dimensia vaskular dengan
perubahan-perubahan kognisi yang tiba-tiba. Hilangnya memori terbaru
menyebabkan sulitnya mendapatkan atau mengingat informasi baru, kesulitan
dalam hal angka, kebingungan dengan orientasi waktu dan tempat, serta
kesulitan menyebutkan nama benda. Tahap pertengahan dengan ciri gangguan
memori saat ini dan masa lalu, anomia, agnosia (ketidak mampuan mengenali
objek yang umum), apraksia (ketidakmampuan melakukan gerakan) dan
afasia, gangguan penilaian dan penyelesaian masalah yang parah, gangguan
presepsi, ansietas, gelisah, konfabulasi, gangguan pola tidur. Tahap akhir
dimensia meliputi gangguan yang parah pada semua fungsi kognitif,
ketidakmampuan untuk mengenali keluarga dan teman-teman, gangguan
komunikasi yang parah, gangguan mobilitas, menarik diri, repleks menghisap
dan menggenggam ( Stanley-mikey-2006 ).
Dimensia dapat dicegah dengan cara pencegahan primer dan sekunder.
Pencegahan primer meliputi, pendidikan, kebiasaan membaca. Kemudian
pencegahan sekunder meliputi, pencegahan faktor presipitasi dari dimensia
diantaranya infeksi, abnormalitas tiroid, defisiensi vitamin B12 dan zat gizi
lainya. Kemudian pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan tes
neurofisiologis diperlukan untuk menetapkan dimensia ireversibel. Kemudian
terapi secara farmakologi dimensia dapat di minimalisir dengan Takrin, Takrin
merupakan obat yang berfungsi sebagai inhibitor kolinesterase, yang memecah
asetilkolin neurotransmitter ( Stanley-mikey-2006 ).
b. Depresi
Salah satu gangguan kesehatan yang dapat muncul pada usia lanjut
adalah gangguan mental. Depresi merupakan gangguan yang banyak dialami
oleh orang tua meskipun depresi banyak terjadi dikalangan usia lanjut, depresi
ini sering salah didiagnosis atau diabaikan. Sejumlah faktor yang
menyebabkan keadaan ini, mencakup fakta bahwa pada usia lanjut, depresi
dapat disamarkan atau tersamarkan oleh gangguan fisik lainnya. Depresi
merupakan gangguan mental yang terjadi di tengah masyarakat, berawal dari
stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini
sering diabaikan karena dianggap bisa hilang tanpa pengobatan. Menurut data
Badan Kesehatan Dunia (WHO), saat ini sekitar 5-10% orang di dunia
mengalami depresi yang merupakan masalah mental yang paling banyak
ditemui pada usia lanjut. Prevalensi depresi pada usia lanjut di dunia sekitar 8-
15%, hasil survei dari berbagai negara di dunia diperoleh prevalensi rata-rata
depresi pada usia lanjut adalah 13,5% dengan perbandingan wanita dan pria
14,1 : 8,5. Sementara prevalensi depresi pada usia lanjut yang menjalani
perawatan di RS dan Panti Perawatan sebesar 30 – 45%.
Manifestesi seseorang yang depresi diantaranya gangguan perasaan
atau mood, kesedihan kehilangan semangat, ansietas, merasa sedih tertekan,
menarik diri dari aktifitas sehari-hari, perasaan tidak berharga, ketakutan yang
tidak beralasan, halusinasi, delusi, penurunan atau kenaikan pada berat badan,
berpikir tentang kematian, upaya ingin bunuh diri.
Pengobatan bisa meringankan gejala depresi dalam jangka waktu 3
hingga 4 minggu dan pasien bisa sembuh dalam jangka waktu 4 hingga 6
minggu. Secara umum, pasien harus terus mengonsumsi obat setidaknya 4
hingga 9 bulan setelah gejala penyakit hilang. Untuk depresi yang berat atau
sering berulang, pasien harus tetap mengonsumsi obat untuk jangka waktu
yang lebih lama. Pengobatan hanya boleh dihentikan menurut instruksi dokter.
Efek samping obat (tergantung pada jenis anti-depresan yang Anda gunakan)
mencakup : Sembelit, diare, mulut kering, muntah, rasa mengantuk, susah
tidur, pusing, sakit kepala, rasa lelah, peningkatan berat badan, penglihatan
kabur, dan sesak nafas. Tidak semua orang mengalami efek samping yang
sama. Selain itu, efek samping biasanya bersifat sementara dan akan mereda
seiring dengan berjalannya waktu. Untuk lansia sendiri dapat diajarkan teknik
asertif, penyelesaian masalah atau manajemen strees, libatkan anggota
keluarga (jika ada), orang di sekitar, atau tenaga kesehatan, coba teknik group
sebagai salahsatu terapi yang digunakan dalam managemen depresi.

c. Kesepian

Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan


pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang gagal
untuk membangun hubungan dekat dengan orang lain. Akan tetapi, kesepian
bukan termasuk kelainan jika masih dalam intensitas yang rendah. Moustakas
(1961) berpendapat bahwa ada kesepian berupa kenyataan dalam diri dari
kehidupan manusia dimana perasaan sedih yang berkepanjangan dan rasa sakit
dalam dirinya. Kesepian diri yaitu ketika seseorang menyadari bahwa dirinya
adalah orang yang terisolasi dan sendiri dalam kesepian.
Aspek-aspek kesepian

Peneliti menggunakan skala yang disusun oleh Russel, dkk (1980) yaitu R-
UCLA Loneliness scale. Pada skala ini terdapat 20 aitem pernyataan
berdasarkan pada aspek :

1) Personality atau kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu


dari sistem psikofisik yang menentukan karakteristik perilaku dan
berpikir.
2) Social Desirability adalah kebutuhan individu untuk berintegrasi dan
diterima oleh lingkungan sosial di mana individu berada.
3) Depression atau depresi merupakan sikap dan perasaan yang dicirikan
dengan adanya perasaan tidak berharga, tidak bersemangat, murung,
bersedih hati dan cenderung pada kegagalan.
2. Managemen keperawatan gerontik
Keperawatan yang berkeahlian khusus merawat lansia diberi nama untuk
pertama kalinya sebagai keperawatan geriatric (Ebersole et al, 2005). Namun,
pada tahun 1976, nama tersebut diganti dengan gerontological. Gerontologi
berasal dari kata geros yang berarti lanjut usia dan logos berarti ilmu. Gerontologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang lanjut usia dengan masalah-masalah yang
terjadi pada lansia yang meliputi aspek biologis, sosiologis, psikologis, dan
ekonomi. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach)
terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan (Tamher&Noorkasiani, 2009).
Menurut Miller (2004), gerontologi merupakan cabang ilmu yg mempelajari
proses manuan dan masalah yg mungkin terjadi pada lansia. Geriatrik adalah salah
satu cabang dari gerontologi dan medis yang mempelajari khusus aspek kesehatan
dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotof, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang mencakup kesehatan badan, jiwa, dan sosial, serta penyakit
cacat (Tamher&Noorkasiani, 2009).
Sedangkan keperawatan gerontik adalah istilah yang diciptakan oleh Laurie
Gunter dan Carmen Estes pada tahun 1979 untuk menggambarkan bidang ini.
Namun istilah keperawatan gerontik sudah jarang ditemukan di literature
(Ebersole et al, 2005). Gerontic nursing berorientasi pada lansia, meliputi seni,
merawat, dan menghibur. Istilah ini belum diterima secara luas, tetapi beberapa
orang memandang hal ini lebih spesifik. Menurut Nugroho (2006), gerontik
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia dengan segala
permasalahannya, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Menurut para ahli,
istilah yang paling menggambarkan keperawatan pada lansai adalah
gerontological nursing karena lebih menekankan kepeada kesehatan ketimbang
penyakit. Menurut Kozier (1987), keperawatan gerontik adalah praktek perawatan
yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua. Menurut Lueckerotte (2000)
keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada
lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional,
perencanaan, implementasi serta evaluasi.
Tujuan Keperawatan Gerontik
Adapun tujuan dari gerontologi adalah (Maryam, 2008):
a. Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya
berkaitan dengan proses penuaan
b. Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia
baik jasmani, rohani, maupun social secara optimal
c. Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan lanjut usia
d. Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari
e. Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
f. Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit
g. Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan
berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan
keberadaannya dalam masyarakat
Peran Perawat Gerontik
Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua
macam, yaitu peran secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum yaitu
pada berbagai setting, seperti rumah sakit, rumah, nursing home, komunitas,
dengan menyediakan perawatan kepada individu dan keluarganya (Hess, Touhy, &
Jett, 2005). Perawat bekerja di berbagai macam bentuk pelayanan dan bekerja sama
dengan para ahli dalam perawatan klien mulai dari perencanaan hingga evaluasi.
Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat gerontik spesialis
klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat gerontik
pelaksana/geriatric nurse practitioner (GNP). Peran CNS yaitu perawat klinis
secara langsung, pendidik, manajer perawat, advokat, manajemen kasus, dan
peneliti dalam perencanaan perawatan atau meningkatkan kualitas perawatan bagi
klien lansia dan keluarganya pada setting rumah sakit, fasilitas perawatan jangka
panjang, outreach programs, dan independent consultant. Sedangkan peran GNP
yaitu memenuhi kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan intervensi
untuk promosi kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status kesehatan
klien; manajemen kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori, fasilitas
jangka panjang, dan independent practice. Hal ini sedikit berbeda dengan peran
perawat gerontik spesialis klinis. Perawat gerontik spesialis klinis memiliki peran,
diantaranya:
a) Provider of care
Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di
rumah sakit dengan kondisi akut, rumah perawatan, dan fasilitas perawatan
jangka panjang. Lansia biasanya memiliki gejala yang tidak lazim yang
membuat rumit diagnose dan perawatannya. Maka perawat klinis perlu
memahami tentang proses penyakit dan sindrom yang biasanya muncul di
usia lanjut termasuk faktor resiko, tanda dan gejala, terapi medikasi,
rehabilitasi, dan perawatan di akhir hidup.
b) Peneliti
Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau
baccalaureate level. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan
klien dengan metode evidence based practice. Penelitian dilakukan dengan
mengikuti literature terbaru, membacanya, dan mempraktekkan penelitian
yang dapat dipercaya dan valid. Sedangkan perawat yang berada pada level
undergraduate degrees dapat ikut serta dalam penelitian seperti membantu
melakukan pengumpulan data.
c) Manajer Perawat
Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan,
manajemen waktu, membangun hubungan, komunikasi, dan mengatasi
perubahan. Sebagai konsultan dan sebagai role model bagi staf perawat dan
memiliki jiwa kepemimpinan dalam mengembangkan dan melaksanakan
program perawatan khusus dan protokol untuk orang tua di rumah sakit.
Perawat gerontik berfokus pada peningkatan kualitas perawatan dan kualitas
hidup yang mendorong perawat menerapkan perubahan inovatif dalam
pemberian asuhan keperawatan di panti jompo dan setting perawatan jangka
panjang lainnya.
d) Advokat
Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering
terjadi di masyarakat. Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak adil
berdasarkan umur seseorang. Seringkali para lansia mendapat perlakuan yang
tidak adil atau tidak adanya kesetaraan terhadap berbagai layanan masyarakat
termasuk pada layanan kesehatan. Namun, perawat gerontology harus ingat
bahwa menjadi advokat tidak berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi
member kekuatan mereka untuk tetap mandiri dan menjaga martabat,
meskipun di dalam situasi yang sulit.
e) Edukator
Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama
sehubungan dengan modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi
konsekuensi dari gejala atipikal yang menyertai usia tua. Perawat harus
mengajari para lansia tentang pentingnya pemeliharaan berat badan,
keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik seperti latihan dan manajemen stres
untuk menghadapi usia tua dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Perawat
juga harus mendidik lansia tentang cara dan sarana untuk mengurangi risiko
penyakit seperti serangan jantung, stroke, diabetes, alzheimer, dementia,
bahkan kanker.
f) Motivator
Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh
kesehatan optimal, memelihara kesehatan, menerima kondisinya. Perawat
juga berperan sebagai inovator yakni dengan mengembangkan strategi untuk
mempromosikan keperawatan gerontik serta melakukan riset/ penelitian
untuk mengembangkan praktik keperawatan gerontik.
g) Manajer kasus
Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat mengurangi
penurunan fungsional klien lansia berisiko tinggi dirawat di rumah sakit.
Umumnya, manajemen kasus disediakan bagi klien yang mendapatkan
berbagai perawatan yang berbeda.
(dinni anggraeni, 2015)
3. Konsep terapi modalitas

Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi


lansia. Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan asuhan
keperawatan baik di institusi pelayanan maupun di masyarakat yang bermanfaat.
Pencapai tujuan terapi modalitas tergantung pada keadaan kesehatan klien dan
tingkat dukungan yang tersedia (Maryam, dkk 2008).
Manfaat terapi modalitas pada lansia. Manfaat terapi aktifitas kelompok pada
lansia (Mubarak, 2008) :
a. Agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui dan dihargai eksistensinya
oleh anggota kelompok lain.
b. Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain serta merubah
prilaku yang destruktif dan maladaptif.
c. Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama
lain untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.
d. Mengisi waktu luang bagi lansia.
e. Meningkatkan kesehatan lansia.
f. Meningkatkan produktifitas lansia.
g. Meningkatkan interaksi sosial antar lansia.
Klasifikasi terapi modalitas pada lansia

a. Psikodarma
b. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
c. Terapi musik
d. Terapi berkebun
e. Terapi dengan binatang
f. Terapi okupasi
g. Terapi kognitif
h. Liter riview terapi atau terapi reaksi
i. Terapi keagamaan
j. Terapi keluarga
k. Terapi aroma
Polifarmasi

Polypharmacy adalah penggunaan beberapa obat secara bersama-sama


dalam pengobatan penyakit akibat pemberian resep obat yang tidak berbeda, tidak
ilmiah, atau berlebihan dan menunjukkan pada masalah yg dapat terjadi ketika
seorang pasien menggunakan lebih banyak obat-obatan dari yang sebenarnya
dibutuhkan

Faktor risiko untuk polypharmacy pada lansia

a. Usia >65 tahun


b. Gejala multiple
c. Kondisi pengobatan multiple
d. Banyak obat yang diresepkan
e. Dokter yang multiple
f. Tidak ada provider primer yang mengkoordinasikan terapi
g. Penggunaan beberapa obat
h. Perubahan dalam kandungan obat
i. Mengobati diri sendiri
j. Penghematan (alasan ekonomis)
k. Penurunan penglihatan dan pendengaran
l. Tinggal sendirian, pelupa, sakit arthritis
Tanda-tanda adanya polypharmacy pada lansia

a. Kelelahan, nagantuk, atau penurunan kesadaran

b. Kontipasi, diare, atau inkontinen

c. Hilang nafsu makan

d. Jatuh

e. Depresi atau kurang minat dalam aktivitas biasa

f. Kelemahan

g. Tremor

h. Halusinasi – melihat/mendengar sesuatu

i. Kecemasan atau gelisah

j. Penurunan perilaku seksual

k. Ruam pada kulit

l. Akibat yang paling berat  kematian

Anda mungkin juga menyukai