Anda di halaman 1dari 6

Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT)

APRISA CHRYSANTINA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) masih merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi
fokus dunia internasional. Dengan masuknya TB sebagai salah satu indikator MDGs
(Millenium Development Goals), semakin banyak perhatian yang diberikan kepada
penyakit yang menular melalui udara ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang
terklasifikasi dalam 22 High TB Burden Countries (negara dengan beban penyakit TB
yang tinggi) dan mendapatkan perhatian khusus dari berbagai organisasi donor dan
nirlaba internasional.

Program Pengendalian TB nasional (P2TB) yang digawangi oleh Subdirektorat


TB (Subdit TB) Kementerian Kesehatan telah dimulai sejak tahun 1969. Meskipun
demikian, programnya baru mengadopsi strategi DOTS (Direct Observed Therapy Short
course) sejak tahun 1995 (Kementerian Kesehatan, 2011b). Elemen kelima dalam
strategi DOTS adalah sistem pengawasan dan evaluasi dan pengukuran dampak yang
didefinisikan dengan adanya sistem pencatatan individual data pasien dan hasil
pengobatan yang terstandarisasi dan dapat diandalkan untuk memonitor hasil
pengobatan di berbagai level layanan atau administrasi kesehatan dengan data yang
berkualitas.

Sistem pencatatan dan pelaporan TB (P2TB) sendiri baru dimulai pada tahun
2006 dan menghadapi tantangan berupa desentralisasi. Desentralisasi menghambat arus
informasi data surveilans epidemiologi dari daerah ke pusat dan sebaliknya terutama
yang berbasis fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk menjawab tantangan tersebut, salah
satu strategi yang diambil adalah meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan
informasi yang berfokus pada pemanfaatan informasi rutin untuk pengambilan
keputusan strategis dan operasional dalam program pengendalian TB. Upaya tersebut
meliputi pengembangan pelaporan rutin berbasis web yang kemudian disebut Sistem
Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT) serta adanya integrasi surveilans TB dalam
Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) dan Sistem Informasi Kesehatan Nasional
(SIKNAS) yang ada di Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan RI.

Pada tahun 2011, Subdit TB memulai pengembangan sistem P2TB terintegrasi

6
Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT)
APRISA CHRYSANTINA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

yang disebut dengan Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT). Sistem ini
diharapkan dapat menjawab kebutuhan untuk menangkap semua data dan informasi
terkait program TB nasional dan mengelolanya secara menyeluruh untuk dapat
memenuhi kebutuhan advokasi, perencanaan, pengawasan dan evaluasi program (Silva,
1994 cit. Cohn et al., 2005; Kementerian Kesehatan, 2011, Ali and Horikoshi, 2002).
SITT akan menjadi mekanisme andalan Subdit TB dalam pengumpulan data terkait
program TB dan dapat memberikan informasi yang terpadu dan komprehensif, termasuk
juga indikator-indikator keberhasilan program TB yang dibutuhkan untuk kebutuhan-
kebutuhan di tingkat pengambilan kebijakan.

Subdit TB menerima bantuan dari beberapa organisasi donor internasional


seperti Global Fund (GF) dan U.S. Agency for International Development (USAID)
dalam proses pengembangan dan implementasi SITT. Pengembangan sistem informasi
yang mampu mencatat, memvalidasi dan menganalisis informasi terkait pasien dan
inventori dalam program TB ini juga menjadi salah satu syarat skema GF untuk P2TB.

Idealnya rencana pengembangan sistem informasi dituangkan dalam sebuah


dokumen rencana induk strategis yang juga meliputi peta perjalanan sistem informasi.
Saat ini, rencana pengembangan SITT yang telah disusun baru berupa peta jalan yang
berisi tahap-tahap yang diharapkan dicapai SITT secara garis besar. Fase-fase ini belum
memiliki penjelasan yang terperinci mengenai strategi untuk mencapainya. Secara
umum, rencana seperti disebutkan di atas ditunjukkan dengan Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Konsep fase-fase pengembangan SITT (Kementerian Kesehatan, 2012)

7
Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT)
APRISA CHRYSANTINA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Pengembangan sistem informasi P2TB ini diharapkan selesai dalam 5 tahap


seperti tampak pada Gambar 1.1. Pengembangan awal sistem P2TB elektronik dimulai
dengan pengembangan sistem register TB elektronik berbasis Excel. Register berbasis
kasus ini kemudian diadaptasikan ke dalam sistem informasi berbasis web yang
kemudian disebut dengan SITT tahap 1. Pada tahap pertama ini, modul yang
dikembangkan adalah register kasus dan logistik obat. SITT diimplementasikan di
tingkat kabupaten/kota untuk mengunggah data yang bersifat agregat dan masih belum
menyentuh data program selain kasus dan logistik.

Pada tahap-tahap berikutnya, SITT diharapkan dapat mencakup elemen program


pengendalian TB yang lain yaitu laboratorium, fasilitas pelayanan kesehatan baik
pemerintah maupun swasta, sumber daya manusia dan lain-lain. SITT juga diharapkan
dapat berintegrasi dengan SIKNAS online (Sistem Informasi Kesehatan Nasional) yang
sedang diimplementasikan oleh Pusdatin (Pusat Data dan Informasi) Kementerian
Kesehatan yang dikembangkan menggunakan kerangka kerja pengembangan sistem
informasi kesehatan nasional yang dikembangkan oleh WHO – Health Metrics Network
(HMN).

Strategi yang disarankan oleh Braa dan Hanseth (2007) untuk pengembangan
sistem informasi kesehatan di negara berkembang, adalah untuk mengimplementasikan
sistem informasi kesehatan yang dikembangkan secara kecil di satu wilayah
administratif (seperti provinsi). Kemudian dalam prosesnya, sistem informasi tersebut
disempurnakan dan kemudian dikembangkan dan diekspansi implementasinya. Strategi
ini juga digunakan oleh berbagai negara dalam implementasi sistem informasi
kesehatannya (Ali dan Horikoshi, 2002; Mengiste, 2010, Smith and Madon, 2007).
Berbeda dengan strategi yang disarankan oleh Braa dan Hanseth (2007) dan strategi
yang diterapkan di berbagai negara tersebut, SITT diimplementasikan langsung secara
luas ke 33 provinsi (tahap-tahap pengembangan dalam Gambar 1.1 akan dijelaskan
lebih lanjut di Bab 2).

Saat ini adalah saat yang krusial bagi SITT, di mana pengembangan tahap 2
yaitu pengembangan modul untuk laboratorium, SDM, logistik, dan penyedia layanan
swasta sedang dilakukan. Subdit TB memerlukan rencana induk strategis untuk
pengembangan SITT. Untuk itu diperlukan analisis situasi, analisis strategi yang tepat

8
Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT)
APRISA CHRYSANTINA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

untuk SITT dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan


dikembangkannya SITT, baik bagi Subdit TB sebagai pengguna utama data, dinas
kesehatan provinsi dan kabupaten/kota sebagai pengguna data di lapangan, dan unit
layanan kesehatan sebagai pengguna akhir dari SITT.

Penulis sendiri saat ini terlibat langsung dalam pengembangan SITT melalui
salah satu organisasi nirlaba internasional yang memberikan bantuan teknis kepada
P2TB, sehingga diharapkan masukan atau umpan balik dapat langsung diberikan kepada
P2TB sesuai dengan temuan yang didapatkan selama maupun sesudah penelitian.

1.1.1 Perumusan Masalah

Sistem informasi program tuberkulosis yang sedang dalam tahap pengembangan


dan diimplementasikan saat ini masih menghadapi beberapa kendala dan belum
memiliki rencana strategis yang terperinci untuk pengembangan lebih lanjut. Padahal
SITT sebagai sistem informasi program tuberkulosis ke depannya diharapkan mampu
memenuhi seluruh kebutuhan pencatatan dan pelaporan program dan berintegrasi
dengan sistem informasi-sistem informasi lain yang ada baik di Kementerian Kesehatan
maupun sistem informasi-sistem informasi lintas sektoral, sehingga dapat dimanfaatkan
secara optimal untuk perencanaan, advokasi, penyusunan kebijakan terkait program
pengendalian tuberkulosis dan lain-lain.

1.1.2 Keaslian Penelitian

Berbagai negara terutama negara maju seperti Jepang (Ohmori, et al., 2012) dan
Perancis (Farge, et al. 2007), telah melakukan pengembangan sistem surveilans berbasis
komputer atau web untuk membantu kegiatan pelaporan dan pencatatan program TB,
bahkan sebelum WHO merilis panduan pemanfaatan teknologi informasi untuk P2TB
yang berisi tuntunan berupa daftar pertanyaan yang perlu dijawab untuk mendefinisikan
kondisi sistem P2TB yang telah ada dan sistem P2TB elektronik yang akan
dikembangkan (WHO, 2012a). Panduan pemanfaatan teknologi informasi ini
selanjutnya akan disebut panduan P2TB elektronik WHO. Panduan tersebut dibagi
dalam beberapa bagian, yaitu:

1) panduan mengenai kebutuhan umum (general requirements) sistem P2TB


elektronik

9
Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT)
APRISA CHRYSANTINA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2) panduan mengenai kebutuhan khusus (specific requirements) sistem P2TB


elektronik

3) panduan dalam pemilihan solusi

4) panduan dalam implementasi sistem P2TB elektronik

Setelah rekomendasi tersebut, bahkan lebih banyak lagi negara yang


mengimplementasikan sistem surveilans berbasis komputer atau web sederhana
menggunakan DOS, EpiInfo maupun Microsoft Excel untuk TB seperti Afrika Selatan
(Vranken, et al., 2002), Korea (Lew, et al., 2006), Taiwan (Chuang, et al., 2008), Peru,
Botswana, Kenya dan berbagai negara lainnya (Nadol, et al., 2008).

Penelitian yang secara khusus menggunakan kerangka kerja HMN kebanyakan


adalah penelitian dengan cakupan sistem informasi kesehatan nasional dan berfokus
pada proses penilaiannya (assessment). Contoh penelitian tersebut adalah penelitian
yang dilakukan di Sri Lanka oleh Abusayeed, et al (2010) dan di Zambia oleh
Kementerian Kesehatan Zambia (2007).

Penelitian ini akan menggunakan penelitian Abusayeed, et al (2010) sebagai


model penelitian yang dilakukan. Sistem informasi yang diteliti oleh Abusayeed adalah
sistem informasi kesehatan nasional. Pendekatan yang dilakukan adalah penggunaan
kerangka kerja HMN (Gambar 1.2). Perbandingan antara penelitian yang dilakukan
Abusayeed dan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 1.2 Kerangka kerja HMN

10
Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT)
APRISA CHRYSANTINA
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel 1. Perbandingan antara penelitian yang dilakukan Abusayeed (2011) dengan


penelitian ini

Penelitian Abusayeed, et al (2010) Aspek Penelitian ini


penelitian
 Desain penelitian: Kualitatif Metode  Desain penelitian: Kualitatif
 Pendekatan: Menggunakan penelitian  Pendekatan: Menggunakan
kerangka kerja HMN kerangka kerja HMN yang
dimodifikasi untuk SITT
 Sistem yang diteliti: Sistem Jangkauan  Sistem yang diteliti: Sistem P2TB
informasi kesehatan Sri Lanka penelitian berbasis web (SITT)

 Celah sistem informasi kesehatan Keluaran  Celah SITT dan rekomendasi


Sri Lanka terhadap standar emas penelitian rencana tindak lanjut
HMN pengembangan SITT

1.1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan tuntunan yang dibutuhkan


oleh Subdit TB sebagai pemangku kebijakan kunci dalam keseluruhan kegiatan P2TB
nasional secara umum, dan SITT secara khusus. Dengan hasil penelitian ini, diharapkan
Subdit TB dapat mengoptimalkan perencanaan strategis dan pengembangan lanjutan
SITT untuk meningkatkan kualitas data dan informasi program TB baik untuk
perencanaan program, advokasi, pengambilan keputusan maupun promosi dan edukasi
kesehatan. Dengan adanya arah dan rencana yang jelas dalam pengembangan SITT
yang lebih lanjut, pelaksana program TB di lapangan dimudahkan dalam hal melakukan
pencatatan, pelaporan dan analisis data menggunakan sistem informasi TB.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis situasi terkini pengembangan dan


implementasi SITT sehingga dapat memberikan masukan strategi dan langkah-langkah
yang sesuai untuk pengembangan SITT.

11

Anda mungkin juga menyukai