Abstrak
Kasultanan Samawa adalah salah satu di antara kerajaan Islam di pulau
Sumbawa. Wilayahnya meliputi Kabupaten Sumbawa Besar dan Kabupaten
Sumbawa Barat serta pulau-pulau kecil disekitarnya. Kasultanan Samawa berdiri
sekitar pertengahan abad ke-17 hingga tahun 1958. Selama keberadaannya,
Kasultanan Samawa telah dipimpin dan diperintah oleh 18 atau 19 raja/sultan.
Sultan yang pertama adalah Mas Pamayaan, sedangkan Muhammad Kaharuddin
adalah sultan yang terakhir.
Kata Kunci: Kasultanan, Sultan, Samawa.
Abstract
Kasultanan Samawa is one of Islamic Kingdoms in Sumbawa Island. This
Kingdom involves Sumbawa Besar and West Sumbawa regencies. Samawa
Kingdom was established in the mid of17th Centuryup to 1958. This Kongdom
has been led by 18 or 19 kings or sultans. The first sultan was Mas Pamajaan,
and the last Sultan was Muhammad Kaharuddin. This article a Sumawalive
work of the research on Kesultanan Sumawa in the XVII-XX century, which was
conducted in 2015.
Keywords: Kasultanan, Sultan, Samawa.
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
Pendahuluan
Kasultanan Samawa adalah salah satu diantara 6 kerajaaan
yang pernah ada di pulau Sumbawa yaitu: Kerajaan Bima, Dompu,
Papekat, Sanggar, Tambora dan Samawa. Dalam sumber Cina,
Chu-fan-chi yang ditulis oleh Chou-ju-kua pada tahun 1225 di-
sebutkan bahwa diantara 15 daerah yang menjadi kekuasaan Cho-
po disebutkan nama Ta-kang, yang diduga berlokasi di pulau
Sumbawa, Flores atau Sumba. Disebutkan pula sejumlah pulau
yang ditaklukkan oleh Jawa (Cho-po), yaitu Bali, Gurun, Tanjung-
pura, Timor, Maluku dan Bonggai.1 Jika Cho-po identik dengan
Jawa maka kerajaan yang berkuasa di Cho-po pada waktu itu
adalah kerajaan Kadiri. Menurut van Naerssen, Kadiri merupakan
kerajaan maritim karena di dalam salah satu prasastinya (Prasasti
Jaring) yang berangka tahun 1103 Saka (1181 AD.) disebut nama
Senapati Sarwwajala, seorang pejabat (panglima) yang berhu-
bungan dengan tugas-tugas kelautan. Seperti halnya Sriwijaya di
Sumatera, Kadiri adalah kerajaan Jawa yang mengembangkan
kekuatan maritim, yang mengontrol Bali, kepulauan Sunda Kecil,
Sulawesi bagian selatan dan Kalimantan bagian tenggara.2 Jika
tafsiran itu dapat diterima maka ada kemungkinan pulau Sumbawa
termasuk wilayah kekuasaan kerajaan Kadiri, atau setidak-tidaknya
ada dibawah pengaruhnya.3
Dalam sejumlah naskah Jawa kuno seperti Nagarakertagama,
Pararaton, Kidung Pamancangah, Kidung Ranggalawe dan Serat
Kanda disebutkan sejumlah nama tempat di pulau Sumbawa yang
menjadi bukti bahwa tempat-tempat tersebut sudah dikenal oleh
kerajaan Majapahit. Dalam kitab Nagarakertagama, pupuh 14: 3
yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 disebutkan se-
bagai berikut: 4
1
N.J. Krom, Zaman Hindu, (Jakarta: PT. Pembangunan, 1954), h.160-163.
2
G.R.Tibbetts, M.A., A.L.A. 1957. ” Early Muslim Traders in Southeast
Asia,” Journal Royal Asiatic Society, h. 5.
3
F.H. van Naerssen, ”Hindoejavaansche Overblijfselen op Soembawa”,
Tijdschrift van het (Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundige Genootschap,
deel LV, 1938), h. 91-92.
4
Th, Pigeaud, Java in The Fourteenth Century Vol. I: Javanese Texs in
Transcription. (Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde, The
Hague Martinus Nijhoff, 1960), h. 17.
2
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
5
F.H.van Naerssen, op.cit.h. 92.
6
H.J.de Graaf, “Lombok In De 17e Eeuw”,(Djawa,Tijdschrift van het Java-
Instituut, XXI, 1941), h. 357
3
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
4
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
7
G.J. Resink, Bukan 350 Tahun Dijajah. (Jakarta: Komunitas Bambu,
2013), h. 95-135; 249-285.
5
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
8
J.V. Mills, “Chinese Navigators in Insulinde about A.D. 1500” (Archipel
18, 1979), h. 81-84.
9
G. Kuperus,Het Cultuurlandschap van West-Soembawa, (Bij.J.B. Wolters
Uitgevers Maatschappijn, N.V, Groningen-Batavia, 1936), h. 132-133.
10
Loc.cit.
11
Ibid. h. 134.
6
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
12
Lalu Manca,Sumbawa Pada Masa Dulu (Suatu Tinjauan Sejarah),
(Surabaya: PT. Rinta, 1984), h. 50.
13
Uka Tjandrasasmita (editor), Sejarah Nasional Indonesia III. Jaman
Pertumbuhan Dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia.
(Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, PN. Balai Pustaka, 1984), h.
22.
14
P.de Roo de la Faille, “Studie over Lomboksch Adatrecht, Bali en
Lombok”, dalam : Adatrecht Bundels, XV, (s-Gravenhage Martnis Nijhoff,
1918), h. 135-140. Salah satu versi Babad Lombok selesai ditulis pada tahun
1301 H (1883 M). Lihat Lalu Wacana, Babad Lombok. (Jakarta: Departemen
7
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
8
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
pesisir utara Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa yang sudah terbina
sejak awal abad ke-16 sebagaimana dilaporkan oleh Tome Pires,
seorang musafir Portugis. Tome Pires mengatakan bahwa pulau-
pulau yang dilalui setelah Jawa adalah Baly (Bali) Bombo
(Lombok), Cimbava (Sumbawa), Byma (Bima), Foguo (Pulau
Sangeng), Saloro (Solor), Malua (Alor), Lucucambay (Pulau
Kambing), Citar, Batojmbey dan pulau-pulau lainnya sambung me-
nyambung tak terputus.19 Pulau-pulau Sunda Kecil dengan air
minum yang baik dan berlimpahnya suplay makanan merupakan
tempat istirahat para pedagang Malaka dan Jawa dalam perjalanan
ke Maluku atau sebaliknya. Di dalam aktivitas perdagangan itu
terlibat para pedagang muslim, sehingga kontak dagang antara
penduduk setempat dengan pedagang muslim diduga sudah lama
berlangsung. Tidak tertutup kemungkinan sebagian diantara peda-
gang-pedagang muslim itu singgah dan menetap di Sumbawa se-
lama beberapa waktu, kemudian menyebarkan agamanya. Ada juga
kemungkinan bahwa aktivitas pedagang-pedagang muslim
Nusantara sepanjang jalur rempah-rempah menyebabkan agama
Islam tersebar luas, sehingga dalam hubungan ini perdagangan
menjadi faktor penting dalam Islamisasi di pulau di Sumbawa.
19
Armando Cortesao,The Suma Oriental of Tome Pires : An Account of the
East from Read Sea to Japan , Written in Malacca and India in 1511-1644.
Translated from Portuguese MS in the Bibliothique de la chamber des Deputes,
Foris and Edited by Armando Cortesao, (London : The Hakluyt Society, 1944),
h. 200-202.
9
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
20
Lalu Manca, op.cit., h. 93-166.
21
J. Noorduyn,Bima en Sumbawa, Bijdrage tot de Geschiedenis van de
Sultanaten Bima en Seombawa door a. Ligtvoet en G.P. Rouffaer.”,VKI. 129
(Foris Publications Dordrecht-Holland/Providence-USA, 1987), Bijalage I.
22
Lalu Manca, op.cit. : 86-87.
10
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
23
J.E. Jasper, “Het Eiland Soembawa En Zijn Bevolking”, Tijdschrift voor
het Binnenlandsche Bestuur, deel 34, (1908), h. 76-77.
24
J. Noorduyn, Bima en Sumbawa, Bijdrage tot de Geschiedenis van de
Sultanaten Bima en Seombawa door a. Ligtvoet en G.P. Rouffaer.,VKI. 129,
(Foris Publications Dordrecht-Holland/Providence-USA, 1987), Bijalage VII, h.
161-162.
11
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
25
A. Ligvoet, Aanteekeningen Betreffende den Economischen Toestand en
de Ethnographie van het Rijk van Sumbawa”, Tijdschrift voor Indische Taal-,
Land , en Volkenkunde, deel 23, (1876), h. 574.
26
Helius Syamsuddin, “Perubahan Politik Dan Sosial Di Pulau Sumbawa:
Kesultanan Bima dan Kesultanan Sumbawa (1815-1950),” Makalah Seminar
Sejarah Nasional IV di Yogyakarta, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1985), h. 618.
27
A.Ligvoet. op.cit. h. 575.
12
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
28
Helius Syamsuddin, op.cit. h. 618.
29
A.Ligvoet, op.cit. h. 579
30
J.Noorduyn, op.cit.Bijlage I.
31
Lalu Manca, op.cit. : 83-85.
32
Ibid : 555.
13
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
33
H. Zollinger, “Verslag van eene reis naar Bima en Soembawa en eenige
plaatsen op Celebes, (Saleir en Flores”, VBG.1850), h. 161.
34
A. Ligvoet, op. cit. h. 579.
35
H.Zollinger, op. cit; h. 161; A. Ligvoet, op. cit. h. 579. Menurut Peter R.
Goethals, istilah lontak lawang (jump over the gate) “refers to the villager who
flees his own community when in distress and than appeals for protection or
adjudication to the authorities of another area”. (Periksa : Peter R. Goethals,
Aspects of Local Government in A Sumbawan Villagers (Eastrn Indonesia).
Monograph Series, Modern Indonesian Project, Southeast Asean Program De-
partemen of of Far Eastern Studies, (Cornel University, Ithaca, New York,
1961), h. 20.
14
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
36
J.E. Jasper, op.cit. : 80.
37
L.W.C. van den Berg, “De Mohammedaansche Vorsten in Nederlandsch
Indie,“ (Bijdragen van het Koninklijk Instituut, LIII, 1902), h. 1-80.
15
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
38
A. Ligvoet, op.cit. h. 564.
39
Ibid., h. 556.
40
Helius Syamsuddin, op.cit.. h. 616.
16
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
41
H. Zollingre, op. cit. h. 161; A. Ligvoet, op.cit,. h. 571. Mungkin Zollinger
benar karena dalam kontrak tahun 1858, antara kompeni dengan Sultan
Sumbawa ada lima pejabat tinggi kasultanan Sumbawa yang menandatangani
kontrak, yaitu: Muhammad Jamaludin (sebagai Dea Ranga), Muhammad Yasin
(sebagai Kali Bela ), Makasaoe (sebagai Dea Patie/Dipati), Muhammad Tamin
(sebagai Dea Sema (e) de), Abdul Rakhim (sebagai Dea Kemen) dan Abdullah
(sebagai Dea Tamin). Periksa: J.Noorduyn. 1987. op.cit., h. 147.
42
A.Ligvoet, op.cit.h. 571.
43
Lalu Manca, op.cit. h. 77.
17
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
44
A. Ligvoet, op.cit. h. 558.
18
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
45
Ibid., h. 579.
46
Ibid, h. 580.
19
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
keagamaan ini berasal dari zakat, jumlahnya 3 ikat dari setiap 100
ikat padi.
47
J.E Jasper. Op.cit. h. 100.
48
A.Ligvoet, Op. cit. h. 556. Periksa juga : G. Kuperus, Het Cultuurland
schap van West – Soembawa. Bij. J.B. Wolters Uitgevers – Maatschappij, (N.V.
Groningen-Batavia, 1936), h. 73-74.
49
Helius Syamsuddin, : Op.cit. h. 62
50
Loc.cit. Dalam Kamus Sumbawa-Indonesia, datu diterjemahkan dengan
raja, sedangkan dea dengan pangeran. Periksa: Sumarsono dkk., Kamus Sum-
bawa-Indonesia. (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depar-
temen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), h. 29.
20
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
51
G. Kuperus, op.cit., h. 73-74.
52
Ligvoet, op.cit.,h. 556.
53
Ligvoet, Op.cit. h. 558-559.
21
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
tidak diberi gelar kebangsawanan, oleh karena itu mereka tidak bisa
disebut sebagai keturunan Ai’-Koening, tetapi hanya berasal (atsal)
dari Ai’-Koening saja. Demikian juga anak yang lahir dari
perkawinan seorang yang bergelar dea dengan perempuan dari
rakyat biasa tidak mendapatkan gelar, tetapi mereka dipandang
sengai keluarga kerajaan dikenal dengan nama Ai’-Koening atau
Atsal Ai’-Koening. Anak datu yang kawin dengan wanita biasa
disebut raden atau panggilannya lalu (untuk laki-laki) dan lala
untuk anak pertempuan. Perkawinan campuran antara golongan
bangsawan dengan wanita biasa, dapat menurunkan nilai
kebangsawanan sehingga sedapat mungkin dihindari. Putri (anak
wanita) seorang Datu tidak diizinkan kawin dengan lelaki dari
golongan yang lebih rendah. Sebelum terbentuknya kerajaan,
golongan Dea adalah penguasa daerah tertentu misalnya : Dea
Longan. Dea Ngeru, Dea Sekayin, dan lain-lain. Oleh karena itu
gelar Dea itu ada dua, pertama yang asli dan turun-temurun
(adellijk titels), sedangkan yang kedua, diberikan oleh raja
(ambtelijk titels) karena jasa-jasanya. Setelah kemerdekaan para
dea ini menjadi kepala distrik dengan sebutan demung, sedangkan
wilayahnya disebut kademungan. Jabatan demung kemudian
berganti nama menjadi camat, sedangkan wilayah kekuasaannya
disebut kecamatan. Anak dari Dea disebut lalu (untuk laki-laki) dan
lala untuk perempuan. Anak dari lalu (golongan Dea) yang kawin
dengan orang biasa disebut anak ajang.
Tau Juran dan Tau Kamutar adalah lapisan (strata) bawah dari
orang-orang Sumbawa yang merdeka, tetapi semua beban pajak
baik dalam bentuk uang maupun benda/barang (in natura) dibe-
bankan kepada kelompok ini, termasuk kerja paksa (heerendien-
sten). Jika Tau Juran lebih banyak yang membayar pajak maka Tau
Kamutar umumnya lebih banyak melakukan kerja paksa.54 Karena
nilai uang dianggap lebih tinggi dari pada nilai kerja, maka
diferensiasi terjadi antara kedua golongan rakyat tersebut.
Meskipun terjadi hubungan horinzontal antara keduanya, tetapi Tau
Juran menganggap dirinya lebih tinggi kedudukannya dari pada
Tau Kamutar. Menurut Helius Syamsuddin, dilihat dari hubungan
patron-client (sultan-Tau Juran dan sultan Tau-Kamutar), justru
54
A.Ligvoet, op.cit. h. 565.
22
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
23
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
59
Ibid, h. 569.
60
Ibid. h. 570.
61
Loc.cit.
24
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
62
A.Ligvoet, op.cit. h. 583
25
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
ekor, 6). Penebangan kayu kuning atau kayu tegerang oleh rakyat,
untuk setiap pikul harus membayar pajak f 1. Ketika itu bea keluar
(ekspor) ada di tangan gubernemen, kepada sultan diserahkan uang
ganti rugi (konpensasi) f 6000 per tahun. Untuk setiap ekor kuda
dan kerbau yang diekspor, sultan mendapatkan f 2,50 per ekor,
Setiap tahun dari Sumbawa diekspor 2500 ekor kuda dan 2000 ekor
kerbau, sehingga total pendapatan sultan setiap tahunnya f 11.000
lebih. Pajak perdagang-an opium dipungut oleh pemerintah
gubernemen dan sultan mendapatkan kompensasi sebesar f 8000
setiap tahunnya.63 Di Sumbawa terdapat sejumlah tempat penjualan
opium, 1 di Sumbawa Labuan, 2 di kampong Bugis, 5 di Utan, 2 di
Panyorong, 3 di Alas, 2 di Seteluk, 5 di Taliwang, 1 di Jambu, 1 di
Labuan Ampang, 1 di Labuan Bonto, 2 di Kuris, 2 di Rei dan masih
banyak lagi di Plampang.64
Pada tahun 1884 mulai ditanam kofi di hutan-hutan di distrik
Ropang. Karena tanahnya milik sultan, kopi itupun dijual dengan
harga murah kepada sultan dan jika sultan mengadakan pesta
diperlukan makanan yang disediakan oleh rakyat. Jika Sultan jatuh
sakit atau mendapatkan musibah, rakyat kerajaan Sumbawa dari
semua lapisan masyarakat mengirimkan sesuatu yang disebut
nguri. Jika sultan hendak pergi ke Makasar, setiap negara vazal
(Tali-wang, Seran dan Jereweh) menyetor uang 100 rijkdaalders
dan sejumlah beras dengan harga tertentu. Sedangkan
penduduk/rakyat Sumbawa lainnya diharuskan menyetor uang 1
rijksdaalder, 1 pikul dan 1 gantang (5 kati) beras. Uang dan beras
yang disetorkan itu digunakan untuk biaya perjalanan pulang-pergi
Sumbawa-Makasar dan biaya hidup selama tinggal di Makasar.
Penutup
Sebagai bukti keberadaan kasultanan Sumbawa di masa
lampau, di kota Sumbawa Besar hingga saat ini masih berdiri
kokoh sebuah bangunan bekas istana Sultan Sumbawa yang disebut
Dalem Loka (Istana Tua) atau disebut juga Bale Rea (Rumah Besar
atau Rumah Raja). Tidak jauh dari Dalem Loka terdapat Makam
63
J.E. Jasper, op.cit.h. 130-131.
64
Ibid. h. 112-113.
26
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
27
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
65
Periksa; Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. (Proyek Penelitian dan
Pencatatan Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1977/1978), h. 53.
66
Periksa Lalu Manca, Sumbawa Pada Masa Dulu (Suatu Tinjuan Sejarah).
(Penerbit “Rinta” Surabaya, 1984), h. 153. tetapi menurut J. Noorduyn, Sultan
Amarullah adalah sultan yang ke-17, memerintah tahun 1837-1883. (Periksa: J.
Noorduyn, Bima en Sumbawa , Bidragen Tot De Geschiedenis Van De
Sultanaten Bima En Sumbawa Door A. Ligtvoet en G.P. Rouffaer. (Foris
Publications, Dordrecht-Holland/Providence-USA, 1987), Bijlage I.
28
Kasultanan Samawa di Pulau Sumbawa — Tawalinuddin Haris
Daftar Pustaka
Anonim, Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Proyek Penelitian
dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1977/1997.
Berg, L.W.C van den. 1902. “De Mohammedaansche Vorsten in
Nederlandsch Indie“, Bijdragen van het Koninklijk Instituut,
LIII.
Cortesao, Armando. 1944.The Suma Oriental of Tome Pires : An
Account of the East from Read Sea to Japan, Written in
Malacca and India in 1511-1644. Translated from Portuguese
MS in the Bibliothique de la chamber des Deputes, Faris and
Edited by Armando Cortesao. London: The Hakluyt Society.
Faille, P. de Roo de la. 1918. “Studie over Lomboksch Adatrecht,
Bali en Lombok”, dalam Adatrecht Bundels, XV, s-Gravenhage
Martnis Nijhoff.
Graaf, H.J.de. 1941. “Lombok In De 17e Eeuw”, Djawa, Tijdschrift
van het Java-Instituut, XXI.
Jasper, J.E., 1908. “Het Eiland Soembawa En Zijn Bevolking”,
Tijdschrift voor het Binnenlandsche Bestuur, deel 34.
Kementerian Penerangan RI, (tanpa tahun). Republik Indonesia:
Sunda Ketjil.
Kuperus, G. 1936. Het Cultuurlandschap van West Soembawa. Bij.
J. B. Wolters Uitgevers Maatschappijn, N.V, Groningen-
Batavia.
Ligvoet, A. 1876. ”Aanteekeningen Betreffende den Economischen
Toestand en de Ethnographie van het Rijk van Sumbawa”,
Tijdschrift voor Indische Taal, Land , en Volkenkunde, deel 23.
Manca, Lalu. 1984. Sumbawa Pada Masa Dulu (Suatu Tinjuan
Sejarah). Surabaya: Penerbit “Rinta”.
Mills, J.V. 1979. “Chinese Navigators in Insulinde About A.D.
1500”. Archipel 18.
Naerssen, F.H. van. 1938. ”Hindoejavaansche Overblijfselen op
Soembawa”, Tijdschrift van het Koninklijk Nederlandsch
Aardrijkskundige Genootschap, deel LV.
29
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1, 2015: 1 – 30
30