Anda di halaman 1dari 17

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


BUDHI ASIH
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

NOMOR 459 TAHUN 2019

TENTANG
PANDUAN SKRINING PASIEN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

Menimbang : a. Bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah


Budhi Asih dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya
suatu Panduan Skrining Pasien Rumah Sakit Umum
Daerah Budhi Asih sebagai landasan bagi
penyelenggaraan skrining pasien di seluruh pelayanan di
rumah sakit
b. Bahwa sebagai pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam poin a tersebut diatas, perlu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Budhi
Asih.

Mengingat : 1. Undang-Undang Negara RI Nomor: 29 Tahun 2004


tentang Praktik Kedokteran
2. Undang-Undang Negara RI Nomor: 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Negara RI Nomor: 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 11 Tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


BUDHI ASIH TENTANG PANDUAN SKRINING PASIEN DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH.
Kesatu : Panduan Skrining Pasien Rumah Sakit Umum Daerah Budhi
Asih sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Kedua : Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan oleh Kepala
Bidang Penunjang Medis dan Non Medis dan Kepala Bidang
Keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini,
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di
Jakarta

Pada tanggal 25 Januari 2019

DIREKTUR RSUD BUDHI ASIH


PROVINSI DKI JAKARTA

IBN BANJAR
LAMPIRAN :
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
TANGGAL :
NOMOR : 459 Tahun 2019

BAB I
PENDAHULUAN

Skrining merupakan metode untuk mengetahui kebutuhan pelayanan pasien


secara cermat dan tepat. Pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien selain
meningkatkan kepuasan pasien dan keluarga, juga akan meningkatkan mutu
pelayanan serta mengoptimalkan efisiensi biaya pelayanan. Untuk itu, dibutuhkan
pengumpulan informasi yang memadai di saat pasien pertama kali mengakses
pelayanan baik pre-hospital maupun intra-hospital. Informasi yang dikumpulkan saat
proses skrining pasien membantu dalam pengambilan keputusan yang sesuai
tentang kriteria pasien, yaitu mana yang dapat dilayani dan mana yang tidak mampu
dilayani, dengan mempertimbangkan fasilitas yang dimiliki di Rumah Sakit Umum
Daerah Budhi Asih.
Skrining dibagi dalam dua cara, yaitu pra-hospital dan intra-hospital.
Keputusan untuk menerima pasien yang melewati skrining pra-hospital ini harus
disertai kepastian bahwa pasien akan mendapatkan pelayanan di rumah sakit yang
dituju, dengan identifikasi pelayanan yang ada di rumah sakit tujuan, sehingga akan
dapat meminimalisir rujukan berulang ke rumah sakit lainnya kembali, menurunkan
keterlambatan pelayanan, mengurangi mortalitas dan morbiditas, mengurangi biaya
yang dibebankan kepada pasien, serta meningkatkan kenyamanan pasien.
Skrining intra-hospital bisa dilakukan saat pasien telah mencapai rumah
sakit. Baik pada pasien rawat jalan maupun gawat darurat. Dalam melakukan proses
skrining bagi pasien yang membutuhkan pelayanan gawat darurat dilaksanakan
dengan metode triage yang didalamnya terdapat pemeriksaan fisik, psikologik dan
diagnostik penunjang. Dokter melakukan pelayanan medis, identifikasi kebutuhan
pelayanan khusus, menerima konsultasi dan penilaian keputusan pasien apakah di
rawat inap-kan, dipulangkan atau dirujuk.
BAB II
DEFINISI

Skrining diambil dari kata dalam bahasa inggris yaitu screening yang
mempunyai makna pemeriksaan sekelompok orang untuk memisahkan orang yang
sehat dari orang yang memiliki keadaan patologis yang tidak terdiagnosis atau
mempunyai resiko tinggi (Kamus Dorland ed. 25:974). Menurut Rochjati P. (2008),
skrining merupakan pengenalan diri secara pro aktif pada ibu hamil untuk
menemukan adanya masalah atau faktor resiko. Sehingga skrining dapat dikatakan
sebagai suatu upaya mengidentifikasi penyakit atau kelainan pasien melalui
serangkaian tes berupa pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan
secara tepat sehingga didapatkan keterangan tentang kondisi dan kebutuhan pasien
saat kontak pertama, apakah benar-benar membutuhkan pelayanan sesuai diagnosa
dan kondisi pasien. Keterangan hasil skrining digunakan untuk mengambil
keputusan untuk menerima pasien rawat inap atau pasien rawat jalan dan merujuk
ke pelayanan kesehatan lainnya dengan menyesuaikan kebutuhan pasien dengan
misi dan sumber daya rumah sakit.
Skrining dibagi dalam dua area, yaitu pra-hospital dan intra-hospital. Skrining
pra-hospital bisa dilakukan saat pasien belum mencapai rumah sakit, sebelum
dirujuk dari fasilitas kesehatan lain, atau saat akan dilakukan transportasi dengan
ambulan dari luar rumah sakit.
Skrining pada kasus emergensi atau instalasi gawat darurat dilaksanakan
melalui metode triage, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik,
psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imaging sebelumnya. Pengkajian
riwayat pasien dalam proses skrining dilakukan melalui autoanamnesa dan
heteroanamnesa.
Skrining intra-hospital bisa dilakukan saat pasien telah mencapai rumah
sakit. Baik pada pasien rawat jalan maupun gawat darurat. Pada area rawat jalan,
baik tenaga medis maupun paramedis wajib untuk segera mengidentifikasi
kebutuhan pelayanan bagi pasien yang membutuhkan, baik saat pasien mendaftar di
poliklinik maupun menunggu di ruang tunggu.
BAB III
LANGKAH – LANGKAH SKRINING

1. Skrining Pra-Hospital
Untuk skrining pra-hospital dapat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
maupun Instalasi Rawat Jalan (IRJ) melalui interaksi per telepon. Interaksi telepon
bisa datang dari pasien atau keluarga pasien yang mencari informasi dengan
melakukan panggilan ke nomor rumah sakit, atau dari fasilitas kesehatan luar rumah
sakit yang berencana merujuk pasien ke Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih,
akan diterima oleh operator yakni petugas admisi, case manager (CM), atau tenaga
medis dan paramedis yang ada di ruangan terkait (IGD/IRJ) setelah disambungkan
oleh operator. Dapat juga melalui Whatsapp SPGDT (Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu)
Langkah-langkah skrining pra-hospital antara lain:
SATUAN KERJA SKRINING YANG DILAKUKAN
Operator/penerima 1. Menghubungkan pasien/keluarga ke unit admisi.
telepon 2. Menghubungkan fasilitas kesehatan perujuk ke
dokter jaga IGD untuk dikaji lebih lanjut.
3. Memberikan arahan jenis pelayanan yang dapat
diakses dan informasi waktu pelayanan.
Admisi/counter 1. Menghubungkan penelpon baik fasilitas kesehatan
pendaftaran/customer perujuk ataupun pasien/keluarga ke dokter jaga
care/security IGD (24 jam), whatsapp SPGDT atau IRJ (selama
jam buka pelayanan poli) untuk mengidentifikasi
pelayanan yang dibutuhkan pasien.
2. Menginformasikan ketersediaan ruang pelayanan.
Case Manager 1. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan
pelayanan berdasarkan prioritas kegawatan.
2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan
perhatian khusus semisal sakit berat, usia lanjut,
handicap/berkebutuhan khusus.
3. Mengkoordinasikan pembagian ruangan
berdasarkan identifikasi ketersediaan kamar bagi
pasien yang membutuhkan rawat inap.
4. Menginformasikan jenis pelayanan yang tersedia di
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih disesuaikan
dengan kebutuhan pelayanan pasien.
IRJA 1. Pada jam buka pelayanan IRJ, admisi rawat jalan
menginformasikan jenis pelayanan yang ada di IRJ
beserta jam pelayanan dan bagaimana cara
mengakses pelayanan tersebut/pendaftaran.
2. Tenaga medis dan paramedis setelah menerima
telepon segera mengidentifikasi kebutuhan
pelayanan bagi calon pasien (yang belum terdaftar
sebagai pasien) maupun pasien lama, untuk
merencanakan tindak lanjut.
IGD 1. Petugas medis/paramedis yang menerima
panggilan telepon/Whatsapp SPGDT melakukan
skrining per-telepon dengan mencatat semua
informasi yang diperlukan mulai dari kondisi pasien
sampai dengan riwayat penyakit saat ini
dan/terdahulu serta rencana tindakan lanjutan yang
direncanakan.
2. Apabila pasien memenuhi kriteria emergensi, maka
dilanjutkan dengan proses pelayanan lanjutan, yaitu
pertimbangan fasilitas yang dimiliki oleh rumah sakit
untuk identifikasi kebutuhan pelayanan yang sesuai
serta konsultasi dokter jaga IGD kepada DPJP
kasus terkait.
Tenaga ambulan 1. Proses skrining dimulai saat mendapatkan
permintaan penjemputan pasien, untuk menentukan
tingkat emergensi dalam persiapan SDM tim
ambulan yang akan melakukan penjemputan,
maupun menentukan peralatan yang dibutuhkan
dalam penjemputan.
2. Skrining dilakukan setelah tiba di lokasi
penjemputan dengan berpatokan pada penilaian
pre transport pasien, dengan menggunakan form
transfer pasien.
3. Skrining lanjutan yaitu triage, dilakukan setelah tiba
di IGD dengan berpatokan pada pengkajian kondisi
pasien.

2. Skrining Intra-Hospital
Skrining intra-hospital dapat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
maupun area Rawat Jalan (IRJ). Langkah-langkah skrining intra-hospital antara lain:
SATUAN KERJA SKRINING YANG DILAKUKAN
Case Manager 1. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan
pelayanan berdasarkan prioritas kegawatan.
2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perhatian
khusus semisal sakit berat, usia lanjut,
handicap/berkebutuhan khusus.
3. Mengkoordinasikan pembagian ruangan berdasarkan
identifikasi ketersediaan kamar bagi pasien yang
membutuhkan rawat inap.
4. Menginformasikan jenis pelayanan yang tersedia di
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih disesuaikan
dengan kebutuhan pelayanan pasien.
IRJA 1. Setiap tenaga medis dan paramedis wajib untuk
segera mengidentifikasi kebutuhan pelayanan bagi
pasien yang membutuhkan, baik saat pasien
mendaftar di poliklinik maupun menunggu di ruang
tunggu.
2. Dalam melakukan proses skrining bagi pasien yang
membutuhkan pelayanan emergensi, rawat inap dan
rujukan keluar. Pedoman skrining dikembangkan oleh
kelompok staf medik (KSM) terkait.
IGD 1. Proses skrining dilakukan segera setelah pasien
datang ke IGD
2. Apabila pasien memenuhi kriteria emergensi, maka
dilanjutkan dengan proses pelayanan lanjutan
3. Dokter jaga/paramedis melakukan triage untuk
mengidentifikasi kebutuhan dan pelayanan awal,
untuk selanjutnya dikonsulkan ke DPJP
4. DPJP melakukan pelayanan medis, identifikasi
kebutuhan pelayanan khusus, menerima konsultasi
dan penilaian pasien untuk di rawat inap, dipulangkan
atau dirujuk.
Tenaga ambulan 1. Penjemputan pasien dilakukan atas permintaan.
2. Pengumpula data per-telepon dibutuhkan untuk
menentukan tingkat emergensi dalam persiapan SDM
tim ambulan yang akan melakukan penjemputan,
maupun menentukan peralatan emergensi dan
peralatan tambahan yang dibutuhkan dalam
penjemputan.
3. Skrining dilakukan setelah tiba di lokasi penjemputan
dengan berpatokan pada penilaian pre transport
pasien, dengan menggunakan form transfer pasien.
4. Pada keadaan khusus, pada kasus emergensi, dokter
dalam tim ambulan wajib mengidentifikasi kebutuhan
pelayanan medis yang diperlukan, memberikan advis,
mempersiapkan sarana dan obat-obatan selama
proses transfer sampai dengan tiba di Rumah Sakit
Umum Daerah Buhi Asih
5. Pada pasien tidak stabil, pasien kecelakaan atau
pasien tidak dikenal cukup ditanyakan jenis kelamin,
usia, kondisi pasien, pelayanan yang dibutuhkan dan
lokasi penjemputan
6. Untuk pasien-pasien kegawatan dilakukan bantuan
hidup dasar dan stabilisasi sesuai panduan dan SPO,
sebelum ditransfer ke rumah sakit.

3. Skrining di Instalasi Rawat Jalan


Skrining rawat jalan dilakukan oleh dokter dan perawat di rawat jalan.
Skrining rawat jalan meliputi :

a. Kondisi umum pasien


Dinilai dari kesadaran, jalan nafas, pernfasan, dan sirkulasi

- Kesadaran dinilai apakah pasien dalam kondisi sadar penuh (composmentis),


atau apakah pasien mengalami penurunan kesadaran (mulai gelisah, sangat
mengantuk, sampai penurunan kesadaran lebih lanjut)

- Jalan nafas dinilai apakah bebas dari sumbatan, adakah gangguan ataukah
ada kondisi potensial yang akan mengacam patensi jalan nafas.

Contoh kondisi yang mengancam jalan nafas :

1. Pasien datang dalam kondisi sadar dengan posisi jatuh lehernya


terbentur pipa, tampak memar dan berbicara serak.

2. Pasien bayi/ balita dating dengan batuk pilek, batuk berulang sangat
mengganggu diikuti suara mengorok.

Pernafasan dinilai apakah pernafasan pasien normal atau ada masalah,


bahkan ada resiko distress nafas. Pasien dengan pernafasan yang layak
mendapatkan pelayan di UGD adalah:

1. Penggunaan otot bantu nafas contoh : penggunaan otot


sternocleidomastoidea saat bernafas posisi tripod.

2. Jika dihitung laju pernafasan pasien > 30x/menit

- Sirkulasi diilai apakah normal atau ada maslah. Pasien dengan sirkulasi drop
yang layak mendapatkan pelayanan di UGD adalah :

1. Pasien yang sangat pucat

2. Pasien yang dating dengan


keringat dingin, nadi teraba lemah.

3. Akral dingin

4. Pasien dengan nyeri dada kiri,


curiga iskemik jantung

5. Pasien dengan nyeri ulu hati,


disertai keringat dingin, nadi lemah

6. Pasien dengan perdarahan


sedang – hebat di dalamnya perdarah pervaginal
b. Penilaian nyeri

Penilaian nyeri menggunakan wong baker face pain sating scale.

Pasien dengan nilai nyeri ≥ 8 layak mendapakan pelayanan UGD

c. Skrining batuk

Pasien di wawancara sederhana apakah sedang batuk, berapa lama


pasien batuk, apakah sedang dalam pengobatan TBC atau tidak. Pasien yang
batuk semua diberikan masker wajah, sedangkan pasien yang batuk ≥ dua
minggu diarahkan ke jalur fast track untuk mengurangi resiko penularan infeksi
air bone. Pasien yang dengan TBC diarahkan ke jalur fast track ke poli TBC

d. Skrining pasien jatuh

Skrining resiko jatuh dilakukan menggunakan alat bantu Get Up and Go Test:

1. Pengkajian

No Penilaian Pengkajian YA TIDAK


.

1. Cara berjalan pasien (salah satu/lebih)

1. Tidak seimbang/ sempoyongan/limbung

2. Jalan mengguanakan alat bantu ( tripod/kruk /kursi roda/ orang lain

2. Menompang saat akan duduk: tampak memegang pinggiran kursi/


meja/ benda lain

2. Hasil

No Pengkajian Hasil Tindakan

1 Jika 1 dan 2 Tidak Resiko rendah Tidak ada tindakan

2 Jika 1 atau 2 YA Resiko sedang Edukasi

3 Jika 1 dan 2 YA Resiko tinggi Edukasi dan pasang gelang resiko


jatuh

e. Skrining hambatan pasien

pasien dinilai apakah mengalami hambatan dalam mengakses pelayanan jika


pasien mengalami hambatan gerak seperti pengguanan kursi roda dan brankar.
Jika pasien mempunyai hambatan bahasa dan budaya. Budaya, hubungan pasien
ada pelayanan penerjemah bahasa Rumh sakit.

4. Skrining di Instalasi Rawat Inap


- Kebutuhan pasien yang berkenaan dengan pelayanan preventif, kuratif,
rehabilitative dan paliatif dan isolasi diprioritaskan

- Skrining pasien indikasi rawat inap dapat dilakukan oleh dokter umum melalui
UGD/Poliklinik umum dan oleh dokter spesialis
- pasien akan masuk pada criteria kuratif, preventif, rehabilitative, pasien
indikasi rawat inap, memerlukan kamar isolasi atau dapat berobat jalan.

Kuratif:

Upaya merupakan serangkaian kegiatan pengobatan yang ditunjukan untuk


penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit. Pasien
kuratif indikasi rawat inap:

Diagnosa Kriteria / indikasi rawat inap

Katarak Senilis 1. Pre op dengan penyulit

2. DM

3. Hipertensi

4. Anatomi mata kecil

Trauma mata 1. Laserasi kornea

2. laserasi bulbus oculi

3. Mengancam visual

Glaucoma akut 1. Penurunan penglihatan

2. edema kornea

3. TIO > 21

4. gangguan airway

Pentonsilar abses 1. Gangguan airway

2. Resiko sepsis

3. Disfagia

4. Nyeri berat

Epistaksis 1. Perdarahan massif

2. Hipertensi tak terkontrol

3. observasi perdarahan lanjut

Hipertrofi tonsil 1. Pre operatic treatment

Prolonged pregnancy 1. Hamil ≥ 41 minggu

Myoma uteri 1. Ukuran myoma uteri ≥ 8 cm

2. Telah terjadi perdarahan berulang

3. Hb ≤ 8,0 mg/dl

Preeclampsia 1. Tekanan darah ≥ 160/110

2. Proteinuria ≥ + 2

3. Terdapat tanda awal kejang

4. IUGR

5. Peningkatan SGPT/SGOT
6. Penurunan AT

Abortus 1. Perdarahan ≥ 150 cc

2. Keluar jaringan

3. Syok hemoragis

Hemiparesis gravidarum 1. Keton urin +

2. Keadaan umum lemah

3. Intake makan tidak adekuat

Abnormal urterine bleeding 1. Hb ≤ 8 mg/dl

DHF 1. Trombosit < 100.000

2. Tekanan darah < 100/70 mmHg (presyok)

3. Perdarahan spontan

4. Muntah

Dyspepsia 1. Muntah

2. Nyeri dada karena gastro esophageal


reflux desease

3. Dehidrasi

Diare 1. Dehidrasi sedang – berat

2. Muntah sampai tidak ada obat yang bias


masuk

3. Pre-syok TD <100/60

Asma 1. Keluhan tidak membaik dengan 2x


nebulizer

2. Respirasi rate >40

Periapical abscess without sinus 1. Suhu tinggi


(K04-7)
2. Susah menelan

3. Nadi cepat

4. Nadi cepat

Periapical abscess with sinus (K04- 1. Suhu tinggi


7)
2. Susah menelan

3. Nadi cepat

4. Nafas terganggu

 Pasien yang memerlukan tindakan kuratif tapi tidak masuk indikasi rawat
inap, dokter wajib memberikan pendidikan kesehatan dan
didokumentasikan dalam form instruksi pasien pulang
 Selanjutkan form tersebut akan dibawa pulang dan menjadi pedoman
perawatan pasien dan keluarga dirumah

Preventif:

 Preventif adalah upaya mencegah suatu penyakit / deteksi dini factor


resiko:

- Pemeriksaan kesehatan dilakukan berkala (pemeriksaan kehamilan,


balita)

- Deteksi dini kasus, factor resiko maternal dan balita

- Imunisasi/vaksin pada bayi, anak, ini hamil dan dewasa

 Dokter atau perawat wajib memberikan informasi penjadwalan


control/imunisasi lanjutan.

Paliatif:

 Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat


mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang usia dan meningkatkan
kualitas hidup. Pasien paliatif yang masuk indikasi rawat inap:

Diagnosa Kriteria/Indikasi masuk rumah sakit

Congesif heart failure 1. Edema perifer

2. Dyspneu

3. Pembesaran hati

4. Emboli paru

5. kardiomiopati

6. Disritmia

Chronic kidney disease/CKD 1. Mual, muntah berlebihan

2. Perubahan status mental

3. Sesak nafas

4. Asidosis

 Skrining pasien dilakukan oleh dokter umu atau spesialis

 Jika ada indikasi rawat inap, perawat wajib melakuakn konfirmasi ke


dokter apakah pasien memerlukan ruang khusus ICU, HD, Isolasi

 Perawat menghubungi bagian pendaftar rawat inap, melakukan


konfirmasi ketersediaan ruang yang dibutuhkan pasien.

 Jika ruang perawatan positif tersedia, perawat mengarahkan keluarga


pasien untuk mendaftar rawat inap.

Isolasi / indikasi masuk rumah sakit:

 Ruang isolasi adalah ruangan khusus di rumah sakit yang merawat


pasien dengan kondisi medis tertentu, terpisah dari pasien lain untuk men
cegah penyebaran penyakit dan mengurangi resiko terhadap pemberian
pelayanan kesehatan serta mampu merawat pasien menular agar tidak
terjadi atau memutus siklus penularan penyakit melindungi pasien dan
petugas kesehatan. Pasien indikasi rawat inap dengan isolasi
Diagnosa Kriterian

TBC  Batuk berdarah

 Keadaan umum buruk

 Pneumothoraks

 Empiema

 Efusi pleural massif

 Sesak nafas berat TB paru milier

 Meningitis TB

 Citomegalovirus  Demam

 Pneumonia/sesak nafas berat

 Takipnea dan dispnea

 Kerusakan otak

 Tetans  Semua grade tetanus indikasi dirawatz


inapkan

 Kondisi pasien  Demam


immunocompromise ( ex:
pansitopenia, keganasan  Ada infeksi tumpangan
post kemoterapi)

 Perawat wajib melakukan konfirmasi bagian pendaftaran rawat inap


ketersediaan ruang isolasi

 Jiaka ruang khusus isolasi tidak tersedia, maka pasien indikasi rawat inap
dengan isolasi harus ditempatkan di ruang yang setidaknya hanya 1
pasien dalam satu kamar.

 Ruang isolasi yang setelah digunakan oleh pasien dengan resiko


penularan infeksi tinggi, tidak bias digunakan pada pasien
immucompromise sebelum ruang dinyatakan steril.

Rehabilitatif

 Adalah upaya promosi kesehatan untuk memelihara dan memulihkan


kondisi / mencegah kecacatan. Sasarannya adalah kelompok orang yang
baru sembuh dari penyakit. Tujuannya adalah pemulihan dan
pencegahan kecacatan (tertiary prevention)

 Contoh tindakan rehabilitative adalah fisioterapi

 Tindakan fisioterapi bias dilakukan dengan rawat jalan (tidak memerlukan


rawat inap), kecuali pada terdapat kasus penyerta sebagai contoh
pengerjaan fisioterapi untuk pemulihan pasca operasi

 Pemilihan criteria pasien yang harus difisoterapi dilakukan oleh dokter


spesialis, sedangkan untuk jenis fisioterapi yang dilakukan akan di
skrining oleh dokter rehabilitasi medis
 Setelah dokter spesialis rehabilitasi medis memberikan diagnosa engan
advis jenis fioterapi, makan fisioterapis melakukan fisoterapi sesuai
dengan advis

Skrining pasien pro Hemodialisa

Skrining awal dilakukan oleh dokter perlu atau tidak dilakukan hemodialisa.
Indikasi dilakukan hemodialisa:

1. Perikarditis atau efusi pericardium

2. Hiperkalemi

3. Hipertensi maligna

4. Oliguri atau anturia


Indikasi dini

1. Gejala uremia : Mual ,muntah, perubahan mental


2. Laboratrium abnormal

 Asidosis aztema
 Azotema (kretinin 8-12mg %)

 BUN 100-120 mg%

Jika dokter memutuskan pasien memerlukan hemodialisa indikasi segera :

 Perawat wajib memastikan ketersedian fasilitas hemodialisa

 Perawat umum segera menghubungi perawat hemodialisa bahwa ada


pasien indikasi cyto heodialisa

 Perawat mengantarkan pasien ke ruang hemodialisa

 Perawat mengantarkan pasien ke ruang hemodialisa

 Perawat melkuakan serah terima dengan perawat hemodialisa

Jika dokter memutuskan pasien memerlukan hemodialisa indikasi elektif:

 Perawat mengarahkan pasien ke pendaftarkan untuk mendaftar ke


pelayanan hemodialisa

Skrining sebelum dirujuk

 Dokter dan perawat melakukan penilaian visual, anamnesa, dan


melakukan vital sign

 Perawat dan dokter memastikan apakah fasilitas RS dapat mendukung


upaya pertolongan pasien

 Dokter melakukan pemeriksaan penunjang minimal sebelum diputuskan


rawat inap atau rujuk

 Jika pasien memenuhi criteria untuk dirujuk, maka dokter atau perawat
wajib memastikan apakah pasien dalam keadaan stabil untuk dirujuk

 Perawat memsatikan adanya ruang/tempat di RS rujukan


 Dokter dan perawat melengkapi rekam medis pasien yang kemudian
harus dibawa saat merujuk pasien

 Perawat memastikan kesiapan ambulan berserta peralatan medis yang


diperlukan untuk merujuk pasien

 Petugas yang mengantar pasien ketempat rujukan adalah petugas yang


terampil dalam batuan hidup dasar, transport pasien dan skrining pasien

 Semua kegiatan harus terdokumentasi dengan baik

Skrining pasien pro tindakan radiologi (kontras)

 Dokter melakukan assessment perlu atau tidaknya pasien melakukan


pemeriksaan radiologi dengan atau tanpa kontras

 Perawat mengarahkan pasien ke ruang CT scan

 Dokter atau raddiografer wajib memastikan pasien sedang tidak dalam


kondisi hamil

 Perawat melakukan skin test untuk mengetahui ada atau tidaknya alergi
dengan cairan kontras

 Jika dalam waktu minimal 15 menit tidak terlihat reaksi di daerah skin
test, maka CT scan dengan kontras bias dilaksanakan

 Sebaliknya jika terlihat reaksi alergi, maka CT scan dengan kontras tidak
dapat dilakukan.

Daftar skrining pemeriksaan penunjang sebelum pasien diputuskan rawat


inap atau dirujuk atau dilaksanakan tindakan :

Diagnosa Pemeriksaan penunjang

Dengue hemorrhagic fever 1. Hemoglobin

2. Hitung leukosit

3. Hematokrit

4. Trombosit

Spontaneous vertex delivery 1. Darah rutin

2. CT/BT

3. HbsAg

Delivery by emergency caesaren suction 1. Darah rutin

2. CT/BT

3. HbsAg

Delivery by elective caesarean section 1. Darah rutin

2. CT/BT

3. HbsAg

Postmenopausal bleeding 1. Darah rutin

2. CT/BT
3. HbsAg

Preterm delivery 1. Urinalisis

2. Darah rutin

2. CT/BT

3. HbsAg

False labour before 37 completed weeks of 1. Darah rutin


gestation
2. Urinalisis

Mild hyperemesis gravidarum 1. Urinalisis

Other and unspecified ovarian cysts 1. USG

2. Ca-125 (poli)

3. Darah rutin

4. CT/BT

5. HbsAg

Leiomyoma of uterus, unspecified 1. USG

2. Darah rutin

2. CT/BT

3. HbsAg

Blighted ovum and nonhydatidiform mole 1. USG

2. Darah rutin

2. CT/BT

3. HbsAg

Diabetes militus 1. Gula darah puasa

2. Gula darah 2 jam PP

3. Urin rutin

4. Ureum

5. Kreatinin

Gastroesophageal reflux sisease 1. EKG (untuk menyingkirkan


diagnose chest pain cardial)

Asma 1. Rontgen Thorax

2. Darah rutin (Hb, Leukosit,


Trombosit, Hematokrit)

Bronkitis 1. Rontgen thorax

2. Darah rutin (Hb, Leukosit,


Trombosit, Hematokrit)

Thyrotoxicosis 1. Free T4
2.TSH

3. EKG

Fever, unspecified 1. Darah rutin (Hb, Leukosit,


Trombosit, Hematokrit)

2. Urine rutin

3. Tubex TF (bila demam ≥ 7 hari

Arthritis 1. Rontgen sendi

Congestive heart failure 1. EKG

2. Rontgen thorax

Cholelithiasis 1. USG abdomen

Chronic ischemic heart desease 1. EKG

2. Rontgen thorax

Necrosis of pulp (K04.1) 1. Laboratorium : Gula darah

2. Radiologi : Periapical / OPG

Pulpitis (K04.0) 1. Laboratorium : -

2. Radiologi : Periapical / OPG

Embedded and impacted teeth (K01) 1. Laboratrium : gula darah

2. Radiologi : OPG

Periapical abscess without sinus (K04.7) 1. Laboratrium : gula darah

2. Radiologi : OPG

Retained dental root (K08.3) 1. Laboratrium : gula darah

2. Radiologi : Peripical/OPG

Anomalies of tooth position (K07.3) 1. Laboratrium : -

2. Radiologi : OPG dan Cephalometri

Anomalies of dental arch relationship 1. Laboratrium : -

2. Radiologi : OPG dan Cephalometri

Malocclusion, unspecified (K07.4) 1. Laboratrium : -

2. Radiologi : OPG dan Cephalometri

Fracture of tooth (S02.5) 1. Laboratrium : Gula darah

2. Radiologi : OPG dan Peripical


BAB IV
DOKUMENTASI

Kegiatan skrining di IGD Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih didokumentasikan
setiap hari di dalam Buku Pendaftaran Pelayanan Instalasi Gawat Darurat yang
secara periodik dilaporkan setiap satu minggu sekali dalam rapat manager dan juga
secara akumulatif dilaporkan satu bulan sekali dalam rapat kerja.
Dokumentasi dari hasil skrining berupa laporan atau catatan medik yang dibuat oleh
dokter penanggung jawab, serta didapatkan bukti dengan hasil pemeriksaan fisik
serta hasil pemeriksaan penunjang. Diagnosa tercatat dalam catatan rekam medis
pasien status rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Anda mungkin juga menyukai