Anda di halaman 1dari 10

PERAN DAN MASA DEPAN

GERAKAN MAHASISWA GENERASI MILENIAL

Oleh : Asyari1

Pendahuluan
Kemerdekaan yang diproklamasikan oleh bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945, haruslah di
pertahankan dalam kehidupan berbangsa. Kurang lebih 72 tahun kemerdekaan dalam bentuk
kedaulatan bernegara telah diwariskan kepada generasi bangsa Indonesia selanjutnya. Akan
tetapi disaat yang sama ada bentuk kedaulatan lain yang terganggung dan terusik. Indonesia
merdeka dari segala bentuk penjajahan, dan masuk dalam persaingan politik identitas para anak
bangsa. Kedaulatan terhadap keberagaman, kepelbagaian dan kemajemukan terus diganggu dan
dibentur-bentukan. Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA) merupakan sebuah bentuk
kedaulatan yang terus dipertanyakan. Seakan-akan bangsa Indonesia belum berdaulat sebagai
bhinekka tunggal ika.
Berbagai permasalahan yang tampak saat ini adalah bentuk dari ketidak saling
percayaan, saling curiga dan keinginan untuk saling mendominasi. Dan ini sering dikaitkan
dengan kebebasan dalam berdemokrasi. Tindakan kebebasan untuk berbicara dan menyampaikan
pendapat ditempat umum, merupakan bentuk dari sikap berdemokrasi memperjuangkan identitas
ditengah-tengah keperlbagaian. Hal ini seakan membuktikan kebenaran tesis Hutington, tentang
terjadinya gelombang demokrasi dasyat. Dalam tesisnya, Hutington mengungkapkan tiga periode
perkembangan demokrasi, yakni gelombang pertama pada kurun waktu 1828-1926, dimulai di
Eropa yang dipicu oleh perkembangan di bidang sosial dan ekonomi industry.
Gelombang kedua terjadi pada kurun waktu 1943-1962 dan penyebab utamanya faktor
politik dan militer. Serta gelombang ketiga mulai tahun 1974, yang disebabkan oleh melemahnya
legitimasi rezim otoriter. Perkembangan di bidang ekonomi, dan tekanan dari luar. Huntington
memberikan gambaran mengenai strategi bagi para penggerak demokrasi untuk melakukan
proses reformasi sistem otoriter, melalui beberapa strategi, antara lain: 1) Pejuang demokrasi
haruslah mengamankan baris politik; 2) Mempertahankan legitimasi di belakang; 3) Memiliki
strategi yang tepat untuk menghadapi kelompok yang konservatif; 4) Sedapat mungkin
memegang kendali atas prakarsa politik; 5) Memberi dorongan bagi kelompok-kelompok oposisi

1
Mahasiswa Magister Ilmu Politik Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional
yang memiliki keinginan kuat pada proses perubahan; 6) Menciptakan kesadaran bahwa
demokrasi sebagai sebuah kemutlakan dalam mencapai keadaan yang lebih baik. Disini
Huntington melihat proses ini sebagai bentuk arus demokratisasi yang melanda dunia secara luas
dan mengakibatkan berjatuhannya rezim pemerintahan otoriter dan digantikan rezim yang
demokratis (Hutington, 2001). Dalam konteks inilah, perlu sebuah bentuk pengawalan
demokratisasi yang tepat, sehingga tidak terjadi chaos dalam masyarakat. Masyarakat harus
mampu diarahkan kepada sebuah bentuk demokrasi yang bertanggung jawab, ketimbang sikap
pesimis, apatis dan saling curiga dalam kehidupan berbangsa.
Selain gelombang besar demokrasi, bangsa ini juga dihadapkan dengan munculnya
arus globalisasi, yang menghadirkan generasi milenial. Kemajuan teknologi pada abad ke-20
telah banyak berdampak pada perubahan gaya hidup masyarakat (Palfrey et.al., 2005).
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi berupa media sosial juga banyak
memberikan dampak pada kehidupan sosial serta gaya hidup terutama bagi generasi millennial.
Selalu tampil mengikuti trend dan “exist”, baik di dunia riil maupun media sosial, adalah salah
contoh perubahan perilaku yang terjadi akibat perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi. Perubahan perilaku ini juga membawa dampak pada perubahan gaya hidup. Generasi
millennial adalah sebutan bagi orang-orang yang lahir pada tahun 1980 hingga tahun 2000-an.
Generasi millennial dikenal pula dengan sebutan lain, seperti “Generation Y”, “Net Generation”,
“Gaming Generation”, “Generation Me”, dan istilah-istilah lainnya. Generasi millennial adalah
generasi yang dibentuk pada saat perubahan mode ekonomi terjalin dengan perubahan teknologi,
masyarakat, dan sistem pendidikan (Kelan & Lehnert, 2009). Generasi ini tumbuh saat dunia
telah diubah oleh teknologi baru yang mengubah cara berkomunikasi, bekerja, dan bertukar
informasi. Generasi ini berupaya membentuk masyarakat global yang memahami kebutuhan
global, dan tidak terjebak dalam ruang-ruang sempit yang penuh keterbatasan.
Kedua konteks diatas, menunjukkan bahwa nasionalisme bangsa Indonesia hadir dalam
sebuah tantangan baru. Disatu sisi menempatkan demokrasi sebagai kekuatan baru dalam
memperkenalkan kebebasan dari kekuasaan rezim otoriter, dan disisi lainnya menunjukan
hadirnya generasi yang fleksibel dan bergerak berdasarkan arus teknologi dan globalisasi.
Kemanakah gerakan mahasiswa akan diarahkan? Mampukan generasi milenial Indonesia
mengawal kemerdekaan Negara Kesatuan Repbulik Indonesia, dalam konteks saat ini?

1
Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi indikator dalam mengukur gerakan mahasiswa di era
saat ini.

Peran Gerakan Mahasiswa


Sejak munculnya arus demokrasi dunia, mahasiswa menjadi ujung tombak dalam
demokrasi. Mahasiswa merupakan kelompok masyarakat terdidik yang menikmati kesempatan
mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Pada perkembangan usianya kelompok masyarakat
ini akan menuju pada suatu kematangan dan berproses menemukan jati diri, serta sebagai sebuah
lapisan masyarakat yang belum banyak dicemari kepentingan-kepentingan praksis dan
pragmatis. Gaya dan kedudukan pikiran mahasiswa masih beorientasi pada nilai-nilai ideal dan
kebenaran. Karena orientasi idealis dan pembelaannya pada kebenaran, maka kelompok ini
selalu dimasukkan ke dalam kelompok cendikiawan (Arief Budiman, 1983). Gerakan sosial
politik mahasiswa umumnya berperan sebagai pembawa suara kebenaran dan kontrol sosial
terhadap lingkungan sosial politik dan penyelenggaraan pemerintahan sebuah negara.
Gerakan Mahasiswa mulai memainkan peranan dalam sejarah sosial sejak berdirinya
universitas di Bologna, Paris dan Oxford pada abad Ke-12 dan abad Ke-13. Semboyan mereka
saat itu adalah “Gaudeamus Igtiur, Juvenes Dum Sumus”, artinya: "Kita bergembira, selagi kita
muda." Tidak bisa dipungkiri mahasiswa adalah elemen pembaharu yang membawa perubahan
pada sebuah bangsa. Pada saat berjuang biasanya mahasiswa mengusung kata “idealisme”
sebagai poros perjuangannya. Mahasiswa akan menjadi agen perubahan dengan berbekalkan
idealisme dan usaha-usaha untuk menguasai ilmu yang dapat direalisasikan dalam kehidupan
bermasyarakat. Idealisme adalah sebuah pengejawantahan dari kematangan proses berpikir, dan
tanggung jawab implementasinya di masyarakat.
Gerakan mahasiswa sehingga diberikan label sebagai agent of change, agent of control,
iron stock, social control dan moral force. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa sebagai bagian
masyarakat terdidik mesti merespon apa sebenarnya yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh
masyarakat, mahasiswa dianggap memiliki seperangkat ilmu pengetahuan yang dapat digunakan
untuk “menilai kebenaran”. Oleh karena itu mahasiswa akan memiliki komitmen untuk
memperjuangkan kebenaran itu. Sehingga apabila ada sesuatu yang tidak benar, mahasiswa akan
fokus untuk memperbaikinya. Pendekatan mahasiswa adalah pendekatan yang ideal, gerakan

2
yang ditujukan untuk kebenaran, keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Idealisme mahasiswa
akan terusik apabila terdapat “penyimpangan” pada masyarakat.
Menurut Yozar Anwar (1982), pada dasarnya gerakan mahasiswa merupakan gerakan
budaya, karena ia memiliki kemandirian dan berdampak politik yang sangat luas. Oleh karena itu
mereka tidak boleh cepat puas dengan hasil yang dicapai. Gerakan mahasiswa seharusnya
senantiasa menggunakan asas kebenaran politik dan pengungkapan kebenaran publik sekaligus.
Selain itu, budaya Indonesia yang cenderung cepat puas dengan keadaan dan tidak peduli dengan
perkembangan karena sibuk sendirian, tidaklah patut menjadi paradigma gerakan mahasiswa.
Di Indonesia, gerakan mahasiwa mendapatkan peran yang sangat besar dalam
perubahan wajah demokrasi bangsa ini. Hadirnya Serikat Boedi Oetomo pada 1908 dalam
memperkenalkan nasionalisme bangsa Indonesia menuju perjuangan Indonesia merdeka,
merupakan peranan dari para mahasiswa yang saat itu bersekolah di STOVIA. Selanjutnya pada
peristiwa 1926 dan 1928, yakni Kongres Pemuda hingga melahirkan Supah Pemuda. Disana para
mahasiwa memainkan peran lebih besar dalam menyatukan seluruh pemuda Indonesia, untuk
merancang sebuah bangsa bersama, yang merupakan identitas baru yakni bangsa Indonesia.
Identitas ini merupakan sebuah konteks idealisme para pemuda untuk berjuang bersama-sama
melawan penjajahan dan kemiskinan saat itu. Selanjutnya pada tahun 1945, para pemuda
menculik dan memaksakan proklamator, yakni Soekarn dan Muhamad Hatta, untuk membacakan
naskah proklamasi, yang mana menunjukan kepada dunia, bahwa Indonesia merupakan sebuah
negara yang merdeka. Pada konteks waktu selanjutnya, yakni pada masa orde lama, orde baru
maupun reformasi, gerakan mahasiswa selalu menjadi pengawal perubahan. Mereka selalu
menjadi yang pertama dalam memasuki sebuah era baru berbangsa dan bernegara. Gerakan ini
digerakkan oleh semangat nasionalisme yang sama, yakni satunya kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan upaya untuk mencapai masyarakat yang adil, damai dan sejahtera.

Generasi Milenial
Generasi millennial adalah generasi yang dibentuk pada saat perubahan mode ekonomi
terjalin dengan perubahan teknologi, masyarakat, dan sistem pendidikan (Kelan & Lehnert,
2009). Generasi ini tumbuh saat dunia telah diubah oleh teknologi baru yang mengubah cara
berkomunikasi, bekerja, dan bertukar informasi. Sejauh ini, generasi millennial dipercaya
sebagai kelompok generasi terbesar. Generasi ini adalah generasi yang memasuki rentang waktu

3
generasi sebagai dewasa muda yang memasuki dunia kerja (Stafford and Griffis, 2008). Generasi
millennial memiliki beberapa sifat substansial, yaitu spesial, tersembunyi, percaya diri,
berorientasi tim, konvensional, tertekan, dan achieving. Stafford and Griffis (2008, h.13)
mengatakan generasi ini spesial karena dipercaya generasi ini memiliki peran penting terhadap
masa depan negara maupun orang tua mereka. Hal ini berkaitan dengan generasi millennial yang
lahir pada masa “baby boom”. Sifat tersembunyi yang dimaksud di sini muncul karena generasi
millennial adalah generasi yang menjadi fokus gerakan perlindungan anak dan pemuda yang
menyeluruh sepanjang sejarah. Sifat percaya diri menunjukkan bahwa generasi millennial penuh
dengan kepercayaan, optimis, serta terhubung dengan orang tua mereka dan masa depan.
Generasi ini juga memiliki naluri tim yang kuat serta ikatan pertemanan yang kuat merupakan
norma mereka. Generasi ini juga dikatakan konvensional karena mereka konservatif dalam
perilaku dan tata nilai tetapi membawa sentuhan modern terhadap aturan dan standar sosial
tradisional. Generasi millennial juga dapat direpresentasikan sebagai generasi yang tertekan
karena dengan adanya rasa tekanan sebagai “trophy kid” (terkait dengan sifat pertama, spesial),
mereka merasa bertanggung jawab untuk belajar dengan keras, menghindari risiko pribadi, dan
unggul. Generasi ini juga dapat direpresentasikan dengan kata “achieving” karena generasi ini
merupakan generasi yang fokus pada tanggung jawab yang tinggi serta capaian standar sekolah
tinggi. Howe and Strauss (2007, h.4) bahkan menganggap generasi ini dalam sejarah Amerika
Serikat dianggap sebagai generasi dengan tingkat pendidikan terbaik.
Kemajuan teknologi pada abad ke-20 telah banyak berdampak pada perubahan gaya
hidup masyarakat. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi berupa media sosial juga
banyak memberikan dampak pada kehidupan sosial serta gaya hidup terutama bagi generasi
millennial. Selalu tampil mengikuti trend dan “exist”, baik di dunia riil maupun media sosial,
adalah salah contoh perubahan perilaku yang terjadi akibat perkembangan teknologi komunikasi
dan informasi. Perubahan perilaku ini juga membawa dampak pada perubahan gaya hidup. Lazer
(1964) dalam Brunso et. al. (2004) mengartikan gaya hidup sebagai istilah yang menggambarkan
gabungan aktivitas, ketertarikan, dan pendapat. Gaya hidup atau lifestyle juga dapat diartikan
sebagai cara khas seseorang melakukan urusannya (Horley et. al., 1988).
Generasi millennial cenderung untuk mencapai target-target dalam hidupnya. Mereka
selalu mencari peluang baru dan cenderung tidak ingin melewatkan apapun. Membangun
jaringan yang luas adalah salah satu cara yang sering dilakukan generasi ini untuk bisa

4
mendapatkan peluang baru. Sering kali untuk bisa membangun jaringan yang luas, generasi ini
mengubah gaya hidup mereka agar bisa menyesuaikan diri dan masuk ke jaringan yang mereka
anggap dapat membukakan peluang (Jayaraman, 2016).

Generasi milenial: Tantangan atau Peluang dalam Kekinian Gerakan Mahasiswa?


Dalam sebuah gerakan mahasiswa, idealisme merupakan kekuatan penggeraknya.
Idealisme akan rasa nasionalisme kebangsaan Indonesia merupakan tonggak kekuatan perubahan
dalam kehidupan demokrasi bangsa Indonesia. Apabila idealisme tersebut luntur dan goyah,
maka gerakan mahasiswa akan menjadi tunggangan politis kepentingan tertentu. Hal inilah yang
menjadi tantangan demokrasi saat ini. Arus baru globalisasi yang hadir bersama dengan generasi
milenial, dapat menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang dalam mengejawantahkan idealisme
gerakana mahasiswa.
Generasi milenial yang memiliki karakteristik khusus, seperti mandiri, selalu
menggunakan target dan selalu penuh percaya diri, dapat menjadi peluang untuk menujukan
bentuk gerakan baru dalam gerakan mahasiswa di Indonesia. Hadirnya komunitas Projo, Partai
Solidaritas Indonesia, dan bentuk komunitas lainnya menampilkan wajah baru dalam
berdemokrasi. Mahasiswa tidak selalu identik dengan turun ke jalan-jalan dan melakukan
demonstrasi. Akan tetapi mereka dapat membuat sebuah komunitas dan menggerakannya lewat
berbagai bentuk komunikasi di media sosial. Hal ini akan lebih berdampak pada besarnya
gerakan sosial. Disisi yang lain, luasan arus gerakan tidak hanya mencakup pada satu
lingkungan, satu propinsi, dan atau satu negara, namun akan meluas hingga pada beberapa
negara. Teknologi membuat sebuah gerakan tidak hanya pada bentuk perjuangan, namun hingga
pada bentuk pewujudannya. Para generasi milenial lebih senang untuk mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan, ketimbang memperjuangkannya lewat demonstrasi. Banyak mahasiswa lebih
senang meleburkan diri pada aktivitas entrepreneurship dan membangun social entrepreneurship,
ketimbang menjebakkan diri dalam organisas-organisasi gerakan kemahasiswaan. Tindakan-
tindakan seperti ini, akan melemahkan gerakan mahasiswa yang bersifat organisatoris, akan
tetapi memperkuat gerakan mahasiswa sebagai sebuah sistem raksasa yang dapat dilakukan oleh
siapapun.
Mahasiswa secara individu bertujuan untuk melakukan perubahan yang besar. Mereka
tidak ingin terjebak pada rutinitas organisasi, yang lebih banyka berdiskusi dan mengatur strategi

5
gerakan. Secara individu mereka merumuskan tujuan, membuat strategi, membangun sistem dan
menggerakannya sebagai bagaian dari tanggung jawab idealisnya. Dan bentuk gerakan
mahasiswa secara individual seperti ini telah tampak di bebrapa tempat di Indonesia. Ada
mahasiswa yang lebih senang ikut dalam program mengajar untuk negeri hingga ke pelosok-
pelosok daerah, ketimbang memikirkan strategi untuk membuat masyarakat terdidik. Ada
mahasiswa yang bersama karang taruna desa membangun sebuah komunitas social entrepreneurs
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa tersebut, ketimbang berdemonstrasi
memperjuangkan kenaikan upah. Ada mahasiswa yang membuat aplikasi untuk membantu
distribusi produk masyarakat ekonomi mikro, ketimbang berdiskusi tentang kebijakan-kebijakan
ekonomi negara. Ada mahasiswa yang langsung meleburkan diri ke dalam partai-partai politik,
untuk menyalurkan idealismenya, ketimbang ikut dalam diskusi-diskusi tentang politik. Hal-hal
tersebutlah karakteristik dari gerakan mahasiwa di era milenial saat ini. Mereka lebih senang
untuk menunjukan eksitensinya secara langsung dalam bentuk gerakan individual, ketimbang
masuk dalam kelompok-kelompok gerakan mahasiswa yang suadh ada. Hal ini menjadi peluang
besar dalam mengawal arah bangsa Indonesia, dalam mewujudkan cita-cita berbangsa.
Akan tetapi hadirnya generasi milenial dapat menjadi sebuah tantangan baru juga.
Generasi ini bisa dapat melihat diri sendiri lebih utama, ketimbang tujuan masyarakat banyak.
Eksistensi lebih berpusat pada diri individu, ketimbang idealisme luhur sebuah bangsa. Hal inilah
tantangan dari generasi milenial. Kita dapat melihat di kafe-kafe dan tempat tongkrongan,
banyak terdapat para mahasiswa yang asyik dengan aktivitas rekreasi mereka. Mereka tidak
dipusingkan dengan kemiskinan yang terjadi dimasyarakat, ketidak adilan di masyarakat dan
kebobobrokan sebuah pemerintahan. Mereka lebih asyik dengan dunia mereka sendiri, games,
bertualang, eksis di dunia maya, dan tindakan lainnya yang bersifat kesenangan individual.
Idealisme dipandang sebagai tujuan pribadi dan bukan tujuan masyarakat. Keinginan untuk
memperoleh teknologi, keinginan untuk tampil didepan umum, keinginan untuk memenangkan
kompetisi, keinginan untuk menjadi warga negara global dan keinginan lainnya yang merupakan
bentuk dari pemujaan diri sendiri, menjadi idealisme yang mereka pegang. Hal ini akan menjadi
tantangan bagi gerakan mahasiswa saat ini.
Kehadiran generasi milenial dalam memperkaya dinamika kebangsaan harusnya
disyukuri. Generasi ini akan menciptakan gerakan arah bangsa dengan gaya dan karakteristiknya
sendiri. Kekuatan jaringan dan moral kemanusiaan yang tinggi, akan menjadikan generasi ini

6
sebagai penggerak yang kaya akan strategi. Nasionalisme bagi generasi ini adalah nasionalisme
yang menuntut Indonesia sebagai satu bangsa. Suku-suku bangsa di dalamnya, bukanlah
identintas penghalang, namun menjadi pemersatu. Keinginan untuk bertualang dan berkreasi,
akan memampukan generasi ini, untuk menemukan formula baru dalam memperkenalkan bangsa
Indonesia kepada seluruh masyarakat Indonesia dan bahkan masyarakat global. Kekayaan
bangsa akan menjadi ruang untuk menunjukan eksistensi di media sosial dan jejaring internet.
Inilah uang menjadi peluang besar bagi bangsa Indonesia yang melibatkan generasi milenial
dalam gerakan mahasiswa.
Dan apabila tantangan ini lebih besar dari peluang yang diberikan, maka tugas untuk
mengawal kemerdekaan bangsa Indonesia akan semakin berat. Tujuan bernegara akan
dibelokkan untuk menjadi tujuan eksistensi indentitas pribadi. Setiap individu mahasiswa akan
menjebakkan dirinya menjadi warga negara global yang bertindak tanpa karakter etika
kebangsaan. Dan hal ini akan menciptakan wajah Indonesia yang terpecah belah tanpa arah dan
kejelasan.
Kesadaran bahwa tiap orang memiliki nilai utama dalam dirinya yang sadar atau tidak
menggerakkannya pada pilihan untuk tertuju pada apa yang paling dianggapnya tepat bagi
hidupnya. Bisa dikatakan bahwa nilai-nilai adalah, segala sesuatu yang dipikir, dirasa, dan
dilakukan, yang secara personal hal itu dianggap penting, berharga, bermakna, dan
membahagiakan. Maka nilai utama adalah nilai diri yang paling menonjol dalam mengarahkan
seseorang pada cara hidupnya. Nilai utama personal inilah yang akan selaluberjumpa dan
berinteraksi dengan nilai utama yang dimiliki orang lain. Begitu seterusnya, hingga negosiasi
nilai-nilai utama personal itu membentuk sebuah sistem nilai bersama dalam komunitas,
menghasilkan karakter-karakter unik orang-orangnya, pun karakter komunitas tersebut.
Untuk itu generasi milenial juga harus diperkenalkan pada pengakuan diri sebagai
bangsa Indonesia. Sebagai orang yang mengaku diri Indonesia dan menerima konsensus
mengarus utamakan Pancasila sebagai sistem nilai dalam berpikir dan berperilaku kebangsaan,
idiologisasi atasnya, yang menempatkannya sebagai mekanisme untuk mendapatkan keuntungan
atau menerima hukuman dalam kerangka pikir negara-bangsa, justru akan semakin kontra
produktif dengan proses alamiahnya. Yang saya maksudkan adalah, sebuah sistem nilai dalam
kehidupan berbangsa itu memang perlu dikelola. Dia penting tidak hanya sebagai identitas,
namun juga sebagai penggerak utama perubahan sosial yang dikehendaki bersama. Jadi, ketika

7
perubahan sosial yang dihendaki bersama –katakanlah– telah ditetapkan secara idiologis dalam
arah bernegara, maka sistem nilai itu tidak begitu saja bisa digunakan sebagai satu-satu alat
untuk mencapainya.
Dengan kata lain, sebuah bangsa bisa terbangun dari akumulasi sistem nilai bersama yang
menguat dan menghasilkan karakter tertentu dan selanjutkan menjadi bangunan identitas
tertentu, namun sebuah sistem politik bernegara –seideal apapun itu– tidak pernah bisa
menghasilkan sebuah sistem nilai yang dengan mudah dapat segera diinternalisasi menjadi nilai
komunitas seluas bangsa apalagi menjadi nilai personal. Pancasila adalah sistem nilai sebuah
bangsa yang bernama Indonesia. Progresifitasnya terletak pada legitimasinya untuk
mempertanyakan sistem nilai komunitas di bawahnya dan sekaligus sistem nilai personal
warganegaranya. Namun transformasi seperti itu hanya akan nampak produktif jika tidak
dijadikan alat politik kekuasaan negara namun tetap sebagai gerakan budaya yang terus menguji
ketahanan komunitas yang ada di dalamnya. Dengan memahami hal tersebut, maka generasi
milenial akan diorbitkans secara lebih tepat dalam sebuah gerakan sosial.
Dengan demikian memahami gerakan mahasiswa ditengah-tengah keberadaan generasi
saat ini adalah sangat penting. Tahun 1908, 1928, 1945, 1966, dan 1998 bukanlah tahun generasi
milenial. Pada tahun-tahun tersebut. Gerakan mahasiswa memiliki arah dan corak gerakan yang
sama. Akan tetapi memasuki tahun 2000-an, generasi milenial dapat menjadi peluang
menghadirkan wajh baru gerakan mahasiswa, akan tetapi disaat yang sama, apabila tidak diolah
secara baik, akan menghancurkan arah bangsa. Untuk itu idealisme nasionalisme bangsa
Indonesia, haruslah terus diinternalisasi kedalam jiwa-jiwa generasi milenial, sehingga peluang-
peluang akan lebih banyak didapatkan dalam mewarnai perubahan arus demokrasi di Indonesia.

Penutup
Nasionalisme Indonesia haruslah terus diperjuangkan dalam arus demokrasi. Dan gerakan
mahasiswa haruslah terus mengawal nasionalisme tersebut, agar tidak tergerus pada tujuan
kepentingan pribadi atau sekelompok orang. Akan tetapi tetap menjadi bagian dari arak-arakan
gerakan mahasiswa di dalam berbagai lintasan waktu.
Generasi milenial merupakan peluang besar dalam menunjukan wajah baru gerakan
mahasiswa di tengah-tengah tantangan nasionalisme Indonesia. Beberapa kelompok masyarakat
terdidik ini, telah menunjukan bentuk-bentuk baru dalam mewujudkan cita-cita berbangsa.

8
Generasi inilah yang dapat menunjukan strategi-strategi baru dalam gerakan mahasiswa. Dimana
strategi tersebut bisa akan lebih efesien, namun lebih tepat sasaran. Generasi milenial,
kadangkala tidak terjebak untuk memperjuangkan cita-cita bernegara. Namun, kadangkala
mereka menjebakkan diri untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Untuk itu dengan memahami
karakteristik demokrasi, gerakan mahasiswa dan kekhasan generasi milenial, maka kelompok
intelektual masyarakat, akan terus menjadi agent of change dan stock iron dalam bangsa
Indonesia.

Daftar Pustaka

Anwar, Yozar, Pergolakan Mahasiswa Abad Ke-20: Kisah Perjuangan Anak-Anak Muda
Pemberang. Jakarta, Sinar Harapan, 1981.
Anwar, Yozar.. Protes Kaum Muda!. Jakarta: PT Variasi Jaya. 1982
Brunso, K., Scholderer, J., and K. G. Grunert, Closing the Gap between Values and
Behavior— A Means–End Theory of Lifestyle, Journal of Business Research, Volume 57, Issue
6, Article 13, 2004.
Budiman, Arif, Peranan Mahasiswa sebagai Inteligensia dalam Cendekiawan dan Politik,
Jakarta, LP3ES, 1984.
Huntington, Samue P., Gelombang Demokratisasi Ketiga, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta,
2001.
Howe, N. and W. Strauss, Millennials Go to College. 2nd ed., Life Course Associates,
Virginia, 2007.
Kelan, E. and M. Lehnert, The Millennial Generation: Generation Y and the
Opportunities for a Globalised, Networked Educational System, Beyond Current Horizons,
Education Department University of Bath, 2009.

Anda mungkin juga menyukai