Anda di halaman 1dari 4

Pluralisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Jump to navigation Jump to search
For pluralism in regards to extraterrestrial conjecture see Cosmic pluralism

→ Pluralisme (bahasa Inggris: pluralism), terdiri dari dua kata plural (=beragam) dan isme
(=paham) yang berarti paham atas keberagaman. Definisi dari pluralisme seringkali
disalahartikan menjadi keberagaman paham yang pada akhirnya memicu ambiguitas.

Berdasarkan Webster's Revised Unabridged Dictionary (1913 + 1828) arti pluralisme adalah:

 hasil atau keadaan menjadi plural.


 keadaan seorang pluralis; memiliki lebih dari satu tentang keyakinan.

Pluralisme juga dapat berarti kesediaan untuk menerima keberagaman (pluralitas), artinya, untuk
hidup secara toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda suku, gologan, agama,adat, hingga
pandangan hidup. Pluralisme mengimplikasikan pada tindakan yang bermuara pada pengakuan
kebebasan beragama, kebebasan berpikir, atau kebebasan mencari informasi, sehingga untuk
mencapai pluralisme diperlukanadanya kematangan dari kepribadian seseorang dan/atau
sekelompok orang.

Daftar isi
 1 Pluralisme sosial
o 1.1 Pluralisme Ilmu Pengetahuan
 2 Pluralisme Agama
o 2.1 Pandangan Kristen
o 2.2 Pandangan Islam
o 2.3 Pandangan Hindu
o 2.4 Pluralisme Agama dalam Agama Buddha
o 2.5 Pluralisme Sosial dalam Agama Buddha
 3 Lihat pula
 4 Referensi

Pluralisme sosial
Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa
kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain.
Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.

Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial yang
paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan,
masyarakat dan perkembangan ekonomi.

Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan politik dan
keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam masyarakat pluralistis,
kekuasaan dan penentuan keputusan (dan kemilikan kekuasaan) lebih tersebar.

Dipercayai bahwa hal ini menghasilkan partisipasi yang lebih tersebar luas dan menghasilkan
partisipasi yang lebih luas dan komitmen dari anggota masyarakat, dan oleh karena itu hasil yang
lebih baik. Contoh kelompok-kelompok dan situasi-situasi di mana pluralisme adalah penting
ialah: perusahaan, badan-badan politik dan ekonomi, perhimpunan ilmiah.

Pluralisme Ilmu Pengetahuan


Bisa diargumentasikan bahwa sifat pluralisme proses ilmiah adalah faktor utama dalam
pertumbuhan pesat ilmu pengetahuan. Pada gilirannya, pertumbuhan pengetahuan dapat
dikatakan menyebabkan kesejahteraan manusiawi bertambah, karena, misalnya, lebih besar
kinerja dan pertumbuhan ekonomi dan lebih baiklah teknologi kedokteran.

Pluralisme juga menunjukkan hak-hak individu dalam memutuskan kebenaran universalnya


masing-masing.

Pluralisme Agama
Pluralisme Agama (Religious Pluralism) adalah istilah khusus dalam kajian agama-agama.
Sebagai ‘terminologi khusus’, istilah ini tidak dapat dimaknai sembarangan, misalnya disamakan
dengan makna istilah ‘toleransi’, ‘saling menghormati’ (mutual respect), dan sebagainya.
Sebagai satu paham (isme), yang membahas cara pandang terhadap agama-agama yang ada,
istilah ‘Pluralisme Agama’ telah menjadi pembahasan panjang di kalangan para ilmuwan dalam
studi agama agama (religious studies).

Pandangan Kristen

Paulus II, tahun 2000, mengeluarkan Dekret Dominus Jesus Penjelasan ini, selain menolak
paham Pluralisme Agama, juga menegaskan kembali bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya
pengantara keselamatan Ilahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus.

Pluralisme Agama berkembang pesat dalam masyarakat Kristen-barat disebabkan setidaknya


oleh tiga hal: yaitu

1. Trauma sejarah kekuasaan Gereja di Abad Pertengahan dan konflik Katolik-Protestan,


2. Problema teologis Kristen, dan
3. Problema Teks Alkitab.

Dalam tradisi Kristen, dikenal ada tiga cara pendekatan atau cara pandang teologis terhadap
agama lain.

 eksklusivisme, yang memandang hanya orang-orang yang mendengar dan menerima


Alkitab yang akan diselamatkan. Di luar itu, ia tidak selamat.
 inklusivisme, yang berpandangan, meskipun Kristen merupakan agama yang benar, tetapi
keselamatan juga mungkin terdapat pada agama lain.
 pluralisme, yang memandang semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju inti
dari realitas agama. Dalam pandangan Pluralisme Agama, tidak ada agama yang
dipandang lebih superior dari agama lainnya. Semuanya dianggap sebagai jalan yang
sama-sama sah menuju Tuhan.[1]

Pandangan Islam

Pada tanggal 28 Juli 2005, MUI menerbitkan fatwa yang melarang pluralisme. Dalam fatwa
tersebut, pluralisme agama,sebagai objek persoalan yang ditanggapi, didefinisikan sebagai:

"Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran
setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa
hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga
mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".

Dengan demikian, MUI menyatakan bahwa Pluralisme dalam konteks yang tertera tersebut
bertentangan dengan ajaran Agama Islam.[2]

Dengan adanya definisi pluralisme yang berbeda tersebut, timbul polemik panjang mengenai
pluralisme di Indonesia.

Pandangan Hindu

Setiap kali orang Hindu mendukung Universalisme Radikal,


dan secara bombastik memproklamasikan bahwa “semua agama adalah sama”,
dia melakukan itu atas kerugian besar dari agama Hindu yang dia katakan dia cintai.
(Dr. Frank Gaetano Morales, cendekiawan Hindu).

Pluralisme Agama dalam Agama Buddha

Dengan mencontoh pandangan Sang Buddha tentang toleransi beragama, Raja Asoka membuat
dekret di batu cadas gunung ( hingga kini masih dapat dibaca ) yang berbunyi : “… janganlah
kita menghormat agama kita sendiri dengan mencela agama orang lain. Sebaliknya agama
orang lain hendaknya dihormat atas dasar tertentu. Dengan berbuat begini kita membantu
agama kita sendiri untuk berkembang di samping menguntungkan pula agama lain. Dengan
berbuat sebaliknya kita akan merugikan agama kita sendiri di samping merugikan agama orang
lain. Oleh karena itu, barang siapa menghormat agamanya sendiri dengan mencela agama lain
– semata – mata karena dorongan rasa bakti kepada agamanya dengan berpikir ‘ bagaimana
aku dapat memuliakan agamaku sendiri ‘ maka dengan berbuat demikian ia malah amat
merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu toleransi dan kerukunan beragamalah yang
dianjurkan dengan pengertian, bahwa semua orang selain mendengarkan ajaran agamanya
sendiri juga bersedia untuk mendengarkan ajaran agama yang dianut orang lain… “

Pluralisme Sosial dalam Agama Buddha

Ketika Suku Sakya dan Suku Koliya ingin berperang karena memperebutkan air sungai Rohini.
Sang Buddha dengan Mata Bathin-Nya mengetahui kejadian itu. dan Buddha dengan Kesaktian-
Nya terbang ke udara, tepat ditengah tengah Sungai Rohini. Mereka langsung bersujud ketika
mereka melihat Sang Buddha, Sang Buddha bertanya pada pimpinan dari kedua pihak itu, satu
demi satu, akhirnya sampailah kepada pekerja harian. Pekerja harian itu menjawab :

“Pertengkaran ini hanya karena air sungai Rohini, Yang Mulia.” Kemudian Sang Buddha
bertanya pada kedua Raja itu : “Berapakah nilai air sungai itu, Raja Mulia?”

“Sangat kecil nilainya, Yang Mulia.”

“Berapa besarkah nilai Khattiya (Negeri) ini, Raja Mulia?”

“Khattiya ini tidak ternilai, Yang Mulia.”

“Bukanlah hal yang baik dan pantas apabila hanya karena air yang sedikit ini kalian
menghancurkan Khattiya (Negeri) yang tidak ternilai ini.”

Kedua pihak itu diam seribu bahasa. Sang Buddha berkata lagi : “O, Raja Mulia, mengapa kalian
bertindak seperti ini? Apabila saya tidak ada di sini sekarang, kalian akan bertempur, membuat
sungai ini berlimbah darah. Kalian tidak pantas bertindak demikian. Kalian hidup bermusuhan,
menuruti hati yang diliputi lima jenis nafsu kebencian. Saya hidup bebas dari kebencian. Kalian
hidup menderita karena sakit yang disebabkan oleh nafsu kejahatan. Saya hidup bebas dari
penyakit. Kalian hidup dipenuhi keinginan, dengan memuaskan lima jenis hawa nafsu
keserakahan. Saya hidup bebas dari segala nafsu keserakahan.” Setelah bersabda demikian, Sang
Buddha mengucapkan syair-syair ini :

“Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci di antara orang-orang yang membenci, di
antara orang-orang yang membenci kita hidup tanpa membenci.” (Dhammapada, Sukha Vagga
no. 1)

Lihat pula
 Demokrasi liberal
 Partikularisme
 Pluralisme (filsafat)
 Pluralisme agama
 Polemik pluralisme di Indonesia
 Fundamentalisme
Referensi
1. ^ Alister E. Mcgrath, 'Christian Theology: an Introduction, (Oxford: Blackwell
Publisher, 1994). pp 458-459; Daniel B. Clendenin, Many Gods Many Lords:
Christianity Encounters World Religions, (Michigan: Baker Books, 1995). Hal. 12.
2. ^ Fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama

 From Pluralist to Patriotic Politics: Putting Practice First, Blattberg, Charles. Oxford
University Press, 2000. ISBN 0-19-829688-6.
 Ethics: A Pluralistic Approach to Moral Theory, 2nd ed, Lawrence M. Hinman, Harcourt
Brace, 1998.
 The Open Society and its Enemies, Karl Popper, Routledge, 1945.

Kategori:

 Ilmu sosial
 Filsafat

Sunting interwiki

 Halaman ini terakhir diubah pada 21 Agustus 2018, pukul 02.10.


 Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons; ketentuan
tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

Anda mungkin juga menyukai