→ Pluralisme (bahasa Inggris: pluralism), terdiri dari dua kata plural (=beragam) dan isme
(=paham) yang berarti paham atas keberagaman. Definisi dari pluralisme seringkali
disalahartikan menjadi keberagaman paham yang pada akhirnya memicu ambiguitas.
Berdasarkan Webster's Revised Unabridged Dictionary (1913 + 1828) arti pluralisme adalah:
Pluralisme juga dapat berarti kesediaan untuk menerima keberagaman (pluralitas), artinya, untuk
hidup secara toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda suku, gologan, agama,adat, hingga
pandangan hidup. Pluralisme mengimplikasikan pada tindakan yang bermuara pada pengakuan
kebebasan beragama, kebebasan berpikir, atau kebebasan mencari informasi, sehingga untuk
mencapai pluralisme diperlukanadanya kematangan dari kepribadian seseorang dan/atau
sekelompok orang.
Daftar isi
1 Pluralisme sosial
o 1.1 Pluralisme Ilmu Pengetahuan
2 Pluralisme Agama
o 2.1 Pandangan Kristen
o 2.2 Pandangan Islam
o 2.3 Pandangan Hindu
o 2.4 Pluralisme Agama dalam Agama Buddha
o 2.5 Pluralisme Sosial dalam Agama Buddha
3 Lihat pula
4 Referensi
Pluralisme sosial
Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa
kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain.
Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.
Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial yang
paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan,
masyarakat dan perkembangan ekonomi.
Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan politik dan
keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam masyarakat pluralistis,
kekuasaan dan penentuan keputusan (dan kemilikan kekuasaan) lebih tersebar.
Dipercayai bahwa hal ini menghasilkan partisipasi yang lebih tersebar luas dan menghasilkan
partisipasi yang lebih luas dan komitmen dari anggota masyarakat, dan oleh karena itu hasil yang
lebih baik. Contoh kelompok-kelompok dan situasi-situasi di mana pluralisme adalah penting
ialah: perusahaan, badan-badan politik dan ekonomi, perhimpunan ilmiah.
Pluralisme Agama
Pluralisme Agama (Religious Pluralism) adalah istilah khusus dalam kajian agama-agama.
Sebagai ‘terminologi khusus’, istilah ini tidak dapat dimaknai sembarangan, misalnya disamakan
dengan makna istilah ‘toleransi’, ‘saling menghormati’ (mutual respect), dan sebagainya.
Sebagai satu paham (isme), yang membahas cara pandang terhadap agama-agama yang ada,
istilah ‘Pluralisme Agama’ telah menjadi pembahasan panjang di kalangan para ilmuwan dalam
studi agama agama (religious studies).
Pandangan Kristen
Paulus II, tahun 2000, mengeluarkan Dekret Dominus Jesus Penjelasan ini, selain menolak
paham Pluralisme Agama, juga menegaskan kembali bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya
pengantara keselamatan Ilahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus.
Dalam tradisi Kristen, dikenal ada tiga cara pendekatan atau cara pandang teologis terhadap
agama lain.
Pandangan Islam
Pada tanggal 28 Juli 2005, MUI menerbitkan fatwa yang melarang pluralisme. Dalam fatwa
tersebut, pluralisme agama,sebagai objek persoalan yang ditanggapi, didefinisikan sebagai:
"Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran
setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa
hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga
mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".
Dengan demikian, MUI menyatakan bahwa Pluralisme dalam konteks yang tertera tersebut
bertentangan dengan ajaran Agama Islam.[2]
Dengan adanya definisi pluralisme yang berbeda tersebut, timbul polemik panjang mengenai
pluralisme di Indonesia.
Pandangan Hindu
Dengan mencontoh pandangan Sang Buddha tentang toleransi beragama, Raja Asoka membuat
dekret di batu cadas gunung ( hingga kini masih dapat dibaca ) yang berbunyi : “… janganlah
kita menghormat agama kita sendiri dengan mencela agama orang lain. Sebaliknya agama
orang lain hendaknya dihormat atas dasar tertentu. Dengan berbuat begini kita membantu
agama kita sendiri untuk berkembang di samping menguntungkan pula agama lain. Dengan
berbuat sebaliknya kita akan merugikan agama kita sendiri di samping merugikan agama orang
lain. Oleh karena itu, barang siapa menghormat agamanya sendiri dengan mencela agama lain
– semata – mata karena dorongan rasa bakti kepada agamanya dengan berpikir ‘ bagaimana
aku dapat memuliakan agamaku sendiri ‘ maka dengan berbuat demikian ia malah amat
merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu toleransi dan kerukunan beragamalah yang
dianjurkan dengan pengertian, bahwa semua orang selain mendengarkan ajaran agamanya
sendiri juga bersedia untuk mendengarkan ajaran agama yang dianut orang lain… “
Ketika Suku Sakya dan Suku Koliya ingin berperang karena memperebutkan air sungai Rohini.
Sang Buddha dengan Mata Bathin-Nya mengetahui kejadian itu. dan Buddha dengan Kesaktian-
Nya terbang ke udara, tepat ditengah tengah Sungai Rohini. Mereka langsung bersujud ketika
mereka melihat Sang Buddha, Sang Buddha bertanya pada pimpinan dari kedua pihak itu, satu
demi satu, akhirnya sampailah kepada pekerja harian. Pekerja harian itu menjawab :
“Pertengkaran ini hanya karena air sungai Rohini, Yang Mulia.” Kemudian Sang Buddha
bertanya pada kedua Raja itu : “Berapakah nilai air sungai itu, Raja Mulia?”
“Bukanlah hal yang baik dan pantas apabila hanya karena air yang sedikit ini kalian
menghancurkan Khattiya (Negeri) yang tidak ternilai ini.”
Kedua pihak itu diam seribu bahasa. Sang Buddha berkata lagi : “O, Raja Mulia, mengapa kalian
bertindak seperti ini? Apabila saya tidak ada di sini sekarang, kalian akan bertempur, membuat
sungai ini berlimbah darah. Kalian tidak pantas bertindak demikian. Kalian hidup bermusuhan,
menuruti hati yang diliputi lima jenis nafsu kebencian. Saya hidup bebas dari kebencian. Kalian
hidup menderita karena sakit yang disebabkan oleh nafsu kejahatan. Saya hidup bebas dari
penyakit. Kalian hidup dipenuhi keinginan, dengan memuaskan lima jenis hawa nafsu
keserakahan. Saya hidup bebas dari segala nafsu keserakahan.” Setelah bersabda demikian, Sang
Buddha mengucapkan syair-syair ini :
“Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci di antara orang-orang yang membenci, di
antara orang-orang yang membenci kita hidup tanpa membenci.” (Dhammapada, Sukha Vagga
no. 1)
Lihat pula
Demokrasi liberal
Partikularisme
Pluralisme (filsafat)
Pluralisme agama
Polemik pluralisme di Indonesia
Fundamentalisme
Referensi
1. ^ Alister E. Mcgrath, 'Christian Theology: an Introduction, (Oxford: Blackwell
Publisher, 1994). pp 458-459; Daniel B. Clendenin, Many Gods Many Lords:
Christianity Encounters World Religions, (Michigan: Baker Books, 1995). Hal. 12.
2. ^ Fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama
From Pluralist to Patriotic Politics: Putting Practice First, Blattberg, Charles. Oxford
University Press, 2000. ISBN 0-19-829688-6.
Ethics: A Pluralistic Approach to Moral Theory, 2nd ed, Lawrence M. Hinman, Harcourt
Brace, 1998.
The Open Society and its Enemies, Karl Popper, Routledge, 1945.
Kategori:
Ilmu sosial
Filsafat
Sunting interwiki