Anda di halaman 1dari 6

PERGERAKAN MAHASISWA DAN POLITIK DI INDONESIA

Oleh : La Ode Muchamad Novianto1

Pendahuluan
Secara konseptual partisipasi politik kegiatan dan aktivitas individu warga Negara dalam
proses kehidupan politik. Warga Negara dituntut turut aktif dalam proses pembuatan dan
perumusan kebijakan politik Negara. Mahasiswa disebut sebagai masyarakat intelektual dengan
harapan sebagai generasi emas yang selalu mampu menjadi agen perubah dalam struktur
masyarakat.
Partisipasi politik mahasiswa menjadi lebih bernilai karena dianggapan memiliki konsep
pemahaman politik yang lebih baik sebagai konsekuensi dan buah pembelajaran di tingkat
perguruan tinggi. Keadaan ini yang dianggap sebagai salah satu faktor pembeda antara mahasiswa
dengan masyarakat biasa disekitarnya.
Maraknya aksi-aksi politik yang dilakukan oleh mahasiswa menjadikan mahasiswa sebagai
"bintang". Perannya dalam menyuarakan aspirasi dan tuntutan masyarakat menjadikan mahasiswa
selalu berada pada posisi terdepan dalam menentukan, mengantisipasi dan menjawab setiap
persoalan maupun perubahan sosial. Ketajaman menganalisis masalah, kepekaan memandang
realitas dan keteguhan memegang etika akademik yang ilmiah merupakan citra diri yang melekat
pada pribadi seorang mahasiswa.
Mahasiswa menjadi obyek yang menarik. Hal ini disebabkan mahasiswa mempunyai "ciri
khas tersendiri" yang membuat ia menjadi berbeda dengan masyarakat lainnya. Ciri khas dari
mahasiswa adalah selain ia mempunyai pendidikan relatif tinggi, mahasiswa juga sebagai
"mahluk" yang "kreatif" dalam perilakunya, "dinamis" dalam melakukan pencarian dan
pengembangan potensi diri, "kritis" dalam melihat dan merespon realitasnya dan memiliki
idealisme yang cukup tinggi. sehingga ia selalu sensitif terhadap apa yang terjadi pada lingkungan
dimana ia hidup.
Mahasiswa dan politik sebetulnya sudah teraplikasikan pada suatu peristiwa yang kita
sebut sebagai Sumpah Pemuda pada 1928 yang silam. Pada peristiwa tersebut kita bisa melihat
bahwa angkatan muda kita sebut merupakan bagian komponen masyarakat yang dapat mengambil
bagian dalam kehidupan politik Indonesia. Tentunya sumpah ini merupakan sebuah pergerakan

1
Mahasiswa Magister Ilmu Politik Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional Jakarta

1
atas asas tujuan bersama untuk mencapai kemerdekaan. Buktinya pergerakan itu melahirkan
kehidupan yang harmonis dalam hal persatuan; Indonesia disatukan dengan bahasa Indonesia,
bendera merah putih, dan lagu Indonesia raya sebagai suatu kesatuan sosial dan politis.
Seiring waktu berjalan, kegiatan perpolitikan angkatan muda pun berubah. Para pemuda-
pemuda mulai memasuki beragam kegiatan politik di berbagai organisasi keagamaan, seperti NU,
Muhammadiyah yang menjadi wadah bagi pergerakan mereka. Selama organisasi itu terbentuk,
mulailah sistem pendidikan yang lahir yang kita kenal dengan sebuah pesantren. Pesantren tersebut
tidak hanya sebagai basis keagamaan saja, melainkan juga ilmu-ilmu umum lain. Semua basis-
basis pendidikan diajarkan kepada masyarakat sehingga saat ini masyarakat Indonesia mampu
merasakan bangku pendidikan, terutama para kaum muda, baik dari bangku sekolah dasar hingga
perguruan tinggi.
Mengulang ingatan pada tahun 1955, dimana pada saat itu merupakan pemilihan umum
pertama. Perkembangan jumlah mahasiswa pun sudah bertambah dan dianggap potensial untuk
memperoleh dukungan bagi sebuah partai-partai politik. Mahasiswa dirangkul sebagai akses yang
memudah penyampaian dari penguasa ke masyarakat. Hal inilah sering kali menimbulkan masalah
baru di kalangan mahasiswa, terutama universitas terkait, sebab percaturan politik baik nasional
maupun daerah mulai mewabah dan mempengaruhi kehidupan kampus. Dari situ terjadi
pengkotakan mahasiswa berdasarkan ideologi, kesukuan, agama, daerah, ras dan sebagainya.
Masalah-masalah itu ternyata bukan menjadi sebuah kemunduran bagi mahasiswa,
melainkan sebagai akses bagi eksistensi mereka dalam kegiatan politik. Mereka semakin
bersemangat menjalani perpolitikan. Terlebih lagi dari dunia perpolitikan tersebut melahirkan para
tokoh-tokoh besar yang dianggap mampu menambah nilai di mata masyarakat. Kita bisa belajar
dari beberapa organisasi, partai atau gerakan-gerakan sosial-politik sampai pada tahun1965,
seperti GMNI (PNI), CGMI (PKI), PMII (NU), SEMMI (PSII), MMI (Masyumi), yang
menunjukkan keaktifan mahasiswa dalam kegiatan partai-partai politik yang diselenggrakan oleh
partai tersebut.

Kebangkitan Nasional 1908


Kebangkitan Nasional merupakan sebuah momen penting bagi berdirinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia setelah terbenam selama 350 tahun dalam penjajahan oleh pihak
Belanda dan juga dari negara lain yang bermaksud menggoyahkan berdirinya NKRI.Perihal ini

2
menjadikan para pemuda dari golongan terpelajar merasa gerah atas penindasan ini.Mereka mulai
berkumpul untuk mencetuskan gagasan - gagasan mereka dalam usaha untuk memerdekakan tanah
airnya.
Para golongan terpelajar mewujudkannya dalam organisasi yang mempelopori
Kebangkitan Nasional yaitu Budi Utomo yang berdiri pada 20 Mei 1908 didirikan oleh para
pemuda golongan terpelajar STOVIA dengan tujuan memajukan Bangsa Indonesia yang dalam
masa penjajahan.Para pemuda berpikir bahwa gerakan-gerakan yang dilakukan oleh para golongan
tua selama ini masih dalam pengaruh Belanda sehingga kinerja untuk memerdekakan tanah air
tidak bisa dengan leluasa. Dalam keadaan seperti ini terjadi gerakan yang sangat berpengaruh
antara lain adalah gerakan perlawanan secara radikal secara kecaman dari Indische Partij,
Perdagangan Sarekat Dagang Islam,edukasi oleh Taman Siswa, keagamaan Muhammadiyah,
sangat mempengaruhi usaha memerdekakan tanah air.

Sumpah Pemuda 1928


Gagasan -gagasan dalam pemikiran aktif sering di awali oleh jalan pemikiran pemuda yang
pada saat itu sangat lah kritis dalam hal yang berbau "Kemerdekaan Indonesia" hal tersebut
dibuktikan oleh golongan pemuda dalam Sumpah Pemuda 1928 yang berisikan : Pertama Kami
putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua Kami
putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ketiga Kami putra
dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Sumpah Pemuda 1928 sangat mempengaruhi jalan pemikiran pemuda daerah dalam usaha
memerdekakan Tanah Air. Hingga bersatunya organisasi-organisasi pemuda seperti Jong
Java,Jong Ambon,Jong Celebes,Jong Batak,Jong Sumatranen Bond,hingga etnis keturunan
Tionghoa.Walaupun hal ini pada umumnya dipelopori oleh pihak pemuda tapi mereka masih
merasa bahwa golongan tua memiliki peran penting dalam usaha-usaha mereka.
Pihak pemuda tidak merasa malu bahwa mereka masih membutuhkan golongan tua sebagai
pemimpin atau penasehat karena pengalaman mereka yang begitu besar dan golongan muda
sebagai motor dalam organisasi mereka sendiri yang dapat membuihkan gagasan-gagasan cerdas
dalam usaha "Kemerdekaan Indonesia".

3
Angkatan 45
Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan
kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi
Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh
basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI),
sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).
Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan
Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan
pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti dengan
membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil
di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan.
Praktis, akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya
memilih untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para
pemuda lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan
besar dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan
Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal generasi 1945, yang
menentukan kehidupan bangsa.
Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok
bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa
menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan,
peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.

Malari 1974
Presiden Soeharto dan beberapa menteri bertemu dengan Tanaka serta rombongannya pada
15 Januari 1974, Pada saat bersamaan, ribuan orang, yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa
dan pelajar SMA, turun ke jalan melancarkan protes. Mereka berteriak lantang menentang
derasnya investasi Jepang yang masuk ke Indonesia. Sejak Tanaka tiba, tidak hanya Jakarta yang
menjadi berbeda. Kehidupan tokoh-tokoh yang terlibat dalam gelombang protes terbesar pertama
setelah Orde Baru berkuasa ini juga menjadi lain. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan nama
“Malapetaka 15 Januari 1974” (Malari 1974).

4
Bagi para demonstran, modal asing yang beredar di Indonesia sudah berlebihan. Menurut mereka
pula, Tanaka berikut investasi, korporasi, dan produk-produk asal Jepang adalah bentuk
imperialisme gaya baru. Awalnya, mahasiwa melakukan aksi di kampus Universitas Trisakti. Aksi
tersebut dikenal dengan Apel Tritura 1974, yang berisi tiga tuntutan yaitu "turunkan harga,
bubarkan asisten pribadi presiden, dan gantung koruptor". Pada acara itu, aksi juga diakhiri dengan
pembakaran boneka Tanaka yang disimbolkan sebagai penjajah ekonomi. Pada hari itu, juga
ratusan mahasiswa dan pelajar melakukan long march dari Universitas Indonesia (UI) di Salemba,
Jakarta Pusat ke Universitas Trisakti di Grogol, Jakarta Barat. Kerusuhan mulai pecah ketika massa
ingin bergerak menuju Istana Kepresidenan. Saat itu, mulai terjadi bentrok mahasiswa dengan
aparat.
Dalam kerusuhan yang berlangsung selama dua hari itu, 11 orang meninggal, 75 luka berat,
ratusan mobil dan sepeda motor rusak, serta lebih dari 100 gedung atau bangunan hangus dibakar,
serta 160 kg emas raib. Pertokoan dan perkantoran di Pasar Senen dan Harmoni juga dibakar dan
dijarah oleh massa. Tentunya hal ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah, apalagi ketika itu
terjadi tepat ketika PM Jepang mengunjungi Indonesia.

Kampus Kuning 1978


para mahasiswa ITB di tahun 1978 telah melihat bahwa Pemerintahan Presiden Soeharto sudah
mulai keluar dari idealisme-idealisme membangun sebuah bangsa dan negara dengan baik dan
benar. Karena media massa saat itu sangat dikontrol oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat tidak bisa mengutarakan pendapat, maka hanya mahasiswa-lah yang mempunyai
kesempatan untuk menyampaikan pendapat.
Dengan bersatu-padu, seluruh mahasiswa ITB saat itu melakukan berbagai kegiatan untuk
“mengkoreksi” Presiden Soeharto melalui berbagai gerakan moral seperti menerbitkan buku putih
dan mogok kuliah. Buku putih berisikan data-data kajian fakta dan juga pemikiran-pemikiran
untuk perbaikan bangsa. Namun gerakan moral ini akhirnya di-“gebuk” dengan kekerasan melalui
operasi pendudukan kampus ITB oleh tentara. Para tokoh mahasiswanya dipenjarakan di tahanan
politik, misalnya di tahanan Cimahi.
Tempat penahanan para pimpinan dewan mahasiswa/senat mahasiswa, pimpinan Ormas
kemahasiswaan dan pemuda serta tokoh-tokoh terkemuka yang dituduh mendalangi gerakan
mahasiswa dewan mahasiswa/senat mahasiswa tersebut kemudian disebut sebagai “kampus

5
kuning”, yang sampai sekarang menjadi simbol perjuangan dan perlawanan aktivis 77/78 terhadap
rezim Orde Baru.

Refomasi 1998
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan
nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa,
Pendudukan Gedung DPR/MPR RI adalah peristiwa monumental dalam proses
Pelengseran Soeharto dari tampuk kekuasaan Presiden dan tuntutan reformasi. Dalam
peristiwa ini, ribuan mahasiswa dari berbagai kampus bergabung menduduki gedung DPR/MPR
untuk mendesak Soeharto mundur. Pada tanggal 21 Mei 1998, setelah berhari-hari para mahasiswa
menduduki gedung DPR/MPR, dan setelah kurang lebih 32 tahun berkuasa, Soeharto
mengumumkan berhenti dari jabata presiden.

Anda mungkin juga menyukai