Pertama, dalam hal waktunya, yaitu mengibarkan bendera pada lewat tengah
malam pada jam dua dinihari, sungguh tidak ada dalam tata upacara militer
maupun sipil di manapun!
Kedua, dalam hal benderanya, yaitu karena tidak ada, atau tepatnya belum ada
bendera Merah Putih yang tersedia (ingat, pada waktu itu bendera Merah
Putih adalah benda terlarang) maka bendera yang ada yaitu bendera Belanda
yang berwarna merah-putih-biru, seolah ditakdirkan menjadi objek yang
dengan sangat mudah bisa disobek warna birunya sehingga tercipta Sang
Merah Putih yang memang menjadi idaman!
Maka bayangkanlah, dalam suasana penuh ketegangan antara hidup dan mati
setelah menawan prajurit-prajurit KNIL di pos penjagaan, maka Prajurit Frans
W Sumanti sambil terus mengepit senapannya segera memasuki pos
penjagaan, menuju meja tempat menyimpan bendera Belanda,
mengeluarkannya dari dalam laci lalu tanpa ragu menyobek warna biru
sehingga yang tersisa ialah Bendera Merah Putih dan bersama-sama dengan
Prajurit Mambi Runtukahu, Prajurit Jos Kotambunan, dan Prajurit Mas Sitam,
mereka naikkan Sang Saka Merah Putih itu ke atas tiang di tangsi Teling
sebagai tanda kemenangan, dalam keheningan malam yang dingin dan sepi,
tanpa diiringi musik atau lagu kebangsaan Indonesia Raya, kecuali degupan
jantung yang berpacu dan semangat juang yang membara, diiringi suara
jangkrik yang seolah riuh bersorak menyemangati prajurit-prajurit pejuang
kemerdekaan, dan disaksikan bumi dan langit pertiwi yang memandanginya
dengan senyap sambil tersenyum bangga. Betul-betul sebuah drama yang
berubah menjadi epos luar biasa.
Sebagai :
Tentara KNIL : -Roy Purwita
-M. Rihan Alvansya
Kapten Blom : Fara Octaviani
Protokol : Dinda Febiola
Masyarakat : -Natasyha Gabriella
-Ardian Kurnia