Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Pada dasarnya, kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam,
dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman
baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti
hidup. Kecemasan juga merupakan sinyal kewaspadaan terhadap ancaman internal maupun
eksternal. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun dan merupakan respons
adaptif yang bersifat lifesaving. Namun, cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah
menjadi gangguan, akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.

Gangguan cemas merupakan gangguan mental dengan prevalensi yang cukup tinggi
pada populasi masyarakat. Sebanyak 30 juta penduduk di Amerika Serikat didiagnosis
mengalami gangguan cemas, dengan jumlah wanita dua kali lipat lebih banyak daripada
pria. Gangguan cemas berhubungan dengan morbiditas yang signifikan, kronis, dan sulit
untuk mendapatkan tata laksana yang tepat. Manifestasi fisiologis dari kecemasan adalah
diare, merasa pusing dan melayang (light-headedness), hiperhidrosis, hiperrefleks,
hipertensi, palpitasi, midriasis pupil, tidak bisa beristirahat atau tidak bisa bersantai, sinkop,
takikardia, kesemutan di ekstremitas tubuh, tremor, dan peningkatan frekuensi buang air
kecil.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR),


gangguan cemas dapat diklasifikasikan menjadi gangguan panik dengan atau tanpa
agoraphobia, agoraphobia dengan atau tanpa gangguan panik, phobia spesifik, phobia
sosial, gangguan obsesif-kompulsif, post-traumatic stress disorder (PTSD), gangguan
stress akut, dan gangguan cemas menyeluruh (gangguan anxietas menyeluruh / GAM).
GAM merupakan gangguan yang sering dijumpai pada klinik psikiatri. Kondisi ini terjadi
sebagai akibat interaksi faktor-faktor biopsikososial, termasuk kerentanan genetik yang
berinteraksi dengan kondisi tertentu, stress, atau trauma yang menimbulka gejala klinis
yang bermakna. Melihat tingginya angka prevalensi GAM dan kebutuhan tata laksana yang
tepat bagi penderitanya, maka penulisan ini akan lebih banyak membahas berbagai hal yang
terkait dengan GAM.
1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

GAM merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan


kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional, bahkan terkadang tidak realistik terhadap
berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari,
berlangsung sekurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk
dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik, seperti ketegangan otot,
iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas
dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.

2.2. Epidemiologi

GAM biasanya dimulai pada usia dewasa muda, dan lebih banyak terjadi pada
wanita daripada pria, dengan rasio 2 : 1.

2.3. Faktor Resiko

Adanya riwayat keluarga dengan GAM, peningkatan stress individual, dan riwayat
trauma fisik atau emosional, meningkatkan faktor resiko GAM. Sebuah studi juga
melaporkan bahwa terdapat hubungan antara merokok dan GAM. Seorang perokok berat
memiliki resiko 5-6 kali lebih tinggi menderita GAM daripada non-perokok. Berbagai
penyakit organik juga turut memicu terjadinya GAM pada seorang pasien. Sebagai contoh,
sebanyak 14% pasien diabetes mellitus (DM) mengalami GAM.

Depresi berat adalah gangguan mental terbanyak yang biasanya menyertai GAM.
Hal ini terjadi pada 2/3 pasien dengan GAM. Gangguan panik terjadi pada1/4 pasien dengan
GAM, sedangkan pecandu alkohol terdapat pada 1/3 pasien dengan GAM. Beberapa variasi
gen serotonin-transporter dilaporkan berperan pada faktor resiko seseorang mengalami
GAM ataupun depresi berat.

2
2.4. Etiologi

1. Teori Biologi

Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya GAM adalah lobus oksipitalis, yang
mempunyai reseptor benzodiazepine tertinggi di otak. Basal ganglia, sistem limbik, dan
korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada etiologi timbulnya GAM.

Pada pasien GAM, juga ditemukan sistem serotonergik yang abnormal.


Neurotransmitter yang berkaitan dengan GAM adalah GABA, serotonin, norepinefrin,
glutamat, dan kolesistokinin. Pemeriksaan Positron Emision Tomography (PET) pada
pasien GAM ditemukan penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih otak.

2. Teori Genetik

Sebuah studi menyatakan bahwa terdapat hubungan genetik pada pasien GAM.
Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita GAM juga menderita gangguan yang
sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar, didapatkan angka 50% pada kembar
monozigot dan 15% pada kembar dizigot.

3. Teori Psikoanalitik

Kecemasan adalah gejala dari konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada
tingkat yang paling primitif, kecemasan dihubungkan dengan perpisahan dengan objek
cinta. Pada tingkat yang lebih matang lagi, kecemasan dihubungkan dengan kehilangan
cinta dari objek yang penting. Kecemasan kastrasi berhubungan dengan fase oedipal,
sedangkan kecemasan superego merupakan bentuk kecemasan yang paling matang, dengan
ciri adanya ketakutan seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya sendiri.

4. Teori Kognitif-Perilaku

Penderita GAM berespons secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,
disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada lingkungan, adanya
distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negatif terhadap
kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.

3
2.5. Gambaran Klinis

Kecemasan memiliki dua komponen, yaitu adanya sensasi fisiologis, seperti


palpitasi dan berkeringat; serta adanya perasaan cemas atau ketakutan. Perasaan malu akan
menyebabkan intensitas cemas menjadi semakin tinggi. Kecemasan dapat mempengaruhi
cara berpikir, persepsi, dan cara belajar seseorang. Kecemasan akan cenderung
menyebabkan kebingungan dan perubahan persepsi, termasuk persepsi tempat dan waktu,
persepsi terhadap seseorang, serta persepsi terhadap peristiwa tertentu ataupun lingkungan
sekitar. Berbagai perubahan yang ada itu, dapat mengganggu pembelajaran seseorang
karena terjadi penurunan daya ingat dan konsentrasi, serta merusak kemampuan untuk
menghubungkan satu hal dengan hal yang lainnya.

Tabel 2.5.1. Gejala Fisiologis dari Gangguan Kecemasan Berdasarkan DSM-


IV-TR

Gejala Fisiologis
 Tegang otot.
Gangguan Ansietas Menyeluruh
 Gangguan tidur.
 Palpitasi, jantung berdebar-debar.
 Berkeringat, tubuh gemetaran.
 Sensasi kesulitan bernafas atau nafas pendek-pendek.
 Merasa tercekik.
Gangguan Panik
 Nyeri dada atau ketidaknyamanan pada dada.
 Nausea atau distress pada abdomen.
 Merasa pusing, tidak stabil, light-headed, pingsan.
 Merasa kedinginan atau kepanasan.
 Reaktivitas fisiologis dari paparan yang berhubungan

Post-traumatic Stress Disorder dengan trauma.


 Kesulitan untuk tidur atau mudah terbangun saat tidur.
 Respon ketakutan yang berlebihan.

Gejala utama GAM adalah kecemasan, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom,


dan kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi dengan tubuh
gemetaran, kelelahan, dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom timbul dalam bentuk
pernafasan yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran pencernaan.
Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas.

4
Pasien dengan GAM biasanya tidak menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan,
meskipun terkadang gejalanya mampu membuat fungsi sosial pasien terganggu. Oleh
karena itu, pasien GAM biasanya datang ke dokter umum karena keluhan somatik, atau
datang ke dokter spesialis karena gejala spesifik, seperti diare kronik. Sangat jarang
ditemukan pasien GAM datang mencari psikiater (dokter spesialis kesehatan jiwa dan
perilaku), karena pasien merasa tidak terjadi gangguan mental. Pasien biasanya
memperlihatkan perilaku mencari perhatian (seeking behavior). Beberapa pasien menerima
diagnosis GAM dan terapi yang adekuat, dan beberapa lainnya meminta konsultasi medik
tambahan untuk masalah-masalah mereka.

2.6. Pemeriksaan Penunjang

Sebuah studi menunjukkan bahwa penggunaan spektroskopi proton magnetic


resonance dapat melihat adanya peningkatan asimetris rasio N-acetylaspartate-creatine
pada pasien GAM. N-acetylaspartate-creatine adalah marker untuk melihat viabilitas
persarafan dorsolateral dextra pada korteks prefrontal.

2.7. Diagnosis Klinis

Gangguan kecemasan dapat diklasifikasikan menjadi GAM, gangguan panik dengan


atau tanpa agoraphobia, agoraphobia dengan atau tanpa gangguan panik, phobia spesifik,
phobia sosial, gangguan obsesif-kompulsif, dan post-traumatic stress disorder (PTSD),
gangguan stress akut.

Tabel 2.7.1. Diagnosa Klinis Gangguan Kecemasan

Diagnosa Klinis
Gangguan Ansietas  Kecemasan dan kekhawatiran berlebihan pada berbagai
Menyeluruh peristiwa kehidupan atau aktivitas (terutama aktivitas yang
akan dilakukan), yang terjadi minimal selama 6 bulan.
 Kecemasan sulit untuk dikontrol.
 Kecemasan berhubungan dengan minimal 3 gejala, yaitu :
mudah merasa lelah, sulit untuk berkonsentrasi,
iritabilitas, tegang otot, gangguan tidur, dan selalu merasa
di ujung tanduk.
 Kecemasan dan kekhawatiran dapat menyebabkan distress
yang signifikan dan disfungsi dalam kehidupan sosial,
5
okupational, atapun fungsi kehidupan lainnya.
 Serangan panik yang tiba-tiba terjadi dengan diikuti oleh
minimal 4 hal, yaitu : palpitasi, berkeringat, tubuh
gemetar, nafas pendek-pendek, merasa tercekik (air
hunger), nyeri dada, nausea atau nyeri perut, merasa
pusing / light head / pingsan, derealisasi atau
depersonalisasi, takut kehilangan kontrol / takut
mengalami gangguan jiwa, takut meninggal, baal atau
Gangguan Panik
kesemutan, serta kedinginan atau kepanasan.
 Peduli yang persisten terhadap serangan panik berikutnya.
 Cemas akan konsekuensi dari adanya serangan panik,
seperti serangan jantung ataupun stroke.
 Adanya perubahan perilaku yang signifikan, yang
berhubungan dengan serangan panik, misalnya
menghindari tempat dimana serangan panic pernah terjadi
sebelumnya.
 Merasa takut berada di tempat atau situasi dimana
kesempatan untuk melarikan diri menjadi sulit ataupun
memalukan.
 Biasanya akan mengakibatkan ketakutan berada di

Agoraphobia beberapa tempat atau situasi, seperti keramaian,


pertokoan, jembatan, terowongan, bioskop, ruangan kecil
yang tertutup, berdiri dalam antrian panjang, dan
bepergian dengan bus, kereta api, ataupun pesawat
terbang.
Phobia Sosial  Ketakutan yang persisten pada satu atau beberapa situasi
sosial, dimana dirinya sedang diperhatikan atau dievaluasi
oleh publik atau orang di sekitarnya, seperti saat sedang
melakukan public speaking, memulai atau
mempertahankan pembicaraan dengan orang lain, serta
makan, minum, atau menulis di depan publik.
 Takut mendapatkan hinaan atau takut melakukan hal yang
memalukan, dan biasanya diikuti oleh blushing ataupun
berkeringat.
 Menghindari situasi sosial atau performance di hadapan

6
orang lain, terkadang masih dapat melakukan
performance, tetapi diikuti oleh kecemasan yang terus
menerus.
 Rasa takut yang berlebihan dan tidak masuk akal terhadap
objek atau situasi spesifik tertentu, seperti terbang,
ruangan tertutup, ketinggian, badai, suntikan, darah,
beberapa jenis binatang tertentu (ular, laba-laba, kecoak),
Phobia Spesifik
dan sebagainya.
 Rasa takut dicetuskan oleh respons kecemasan yang
langsung.
 Menyadari bahwa rasa takut itu berlebihan dan tidak
masuk akal.
 Memiliki obsesi atau kompulsif. Obsesi adalah pemikiran,
impuls, atau gambaran yang persisten dan rekuren, dan
bersifat intrusif dan tidak layak, seperti terkontaminasi,
permintaan, impuls, serta gambaran seksual. Kompulsif
adalah perilaku atau sikap mental yang dilakukan berulang
kali, dengan tujuan untuk mencegah atau untuk
Gangguan Obsesif-
mengurangi kecemasan, seperti mencuci tangan, meminta,
Kompulsif
melakukan pengecekan, berdoa, menghitung, dan
mengulang kata-kata.
 Menyadari bahwa rasa takut itu berlebihan dan tidak
masuk akal.
 Obsesi tersebut menyebabkan distress, menghabiskan
waktu lebih dari 1 jam per hari, dan menggangu berbagai
aktivitas harian lainnya.
Gangguan Kecemasan  Kecemasan yang berlebihan dan tidak tepat, terkait dengan
Berpisah perpisahan dari rumah atau perpisahan dengan figur
tertentu, dengan minimal 3 karakterisasi berikut ini, yaitu :
1. Distress yang berlebihan dan berulang ketika berpisah
dengan rumah atau berpisah dengan figur tertentu.
2. Kecemasan berlebihan dan persisten ketika figur
tertentu itu menghilang atau disakiti orang lain.
3. Kecemasan berlebihan dan persisten ketika terdapat
sebuah peristiwa yang menyebabkan terjadinya
perpisahan dengan figur tertentu, contohnya diculik
7
penjahat.
4. Rasa takut yang persisten dan berulang ketika sedang
sendiri atau sedang tidak bersama figur tertentu di
dalam rumah.
5. Menolak atau merasa keberatan untuk tidur di luar
rumah atau tidur berjauhan dengan figur tertentu.
 Durasi kecemasan minimal 4 minggu.
 Usia onset sebelum 18 tahun.
 Menyebabkan distress atau kerusakan fungsi psikososial.
 Adanya berbagai gejala fisik, seperti sakit kepala, sait
perut, nausea, dan muntah, ketika perpisahan terjadi atau
perpisahan sedang diantisipasi.

Kriteria diagnosis GAM menurut DSM-IV-TR adalah :

 Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari,
sepanjang hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau
kejadian, seperti aktivitas pekerjaan atau sekolah.
 Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya.
 Kecemasan dan kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini
(dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak
terjadi selama 6 bulan terakhir) :
o Kegelisahan
o Merasa mudah lelah
o Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
o Iritabilitas
o Ketegangan otot
o Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan tidak
memuaskan)
 Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya,
kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu serangan panik
(seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia
sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari
rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan cemas perpisahan), penambahan
berat badan (seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda
(seperti pada gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada

8
hipokondriasis), serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata
selama gangguan stres pasca trauma.
 Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lain.
 Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya penyalahgunaan zat, medikasi), atau kondisi medis umum (misalnya
hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood,
gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.

2.8. Diagnosis Banding

GAM perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis umum maupun
gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan pula pemeriksaan medis,
termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus
menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat
atau obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif, dan anxioltik.

Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAM adalah


gangguan panik, fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi,
gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.

2.9. Prognosis

GAM merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin berlangsung semur hidup.
Sebanyak 25% penderita biasanya akan mengalami gangguan panik dan disertai dengan
gangguan depresi berat.

2.10. Tata Laksana

1. Farmakoterapi

 Benzodiazepine

Benzodiazepine merupakan pilihan obat pertama untuk pasien GAM. Pemberian


benzodiazepine dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai
respon terapi. Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi

9
dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata
adalah 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu,
kemudian menghentikan konsumsinya.

Benzodiazepine dapat mengurangi gejala klinis GAM dan mengembalikan kondisi


pasien ke dalam fungsi normalnya. Benzodiazepine sebaiknya tidak diberikan
kepada pasien dengan riwayat pecandu alcohol atau pecandu obat-obatan narkotika-
psikotropika. Ketergantungan terhadap benzodiazepine dapat terjadi ketika telah
dikonsumsi selama lebih dari 3 bulan, meskipun reaksi withdrawal ringan dapat
juga terjadi setelah periode konsumsi benzodiazepine yang singkat.

 Buspiron
Buspiron efektif pada 60%-80% pasien GAM. Buspiron lebih efektif dalam
memperbaiki gejala kognitif dibandingkan dengan gejala somatik pada GAM.
Buspiron tidak menyebabkan ketergantungan atau withdrawal, serta tidak merusak
sistem motorik, memori, dan kemampun konsentrasinya. Kekurangan dari buspiron
adalah efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa
penderita GAM yang sudah mengkonsumsi benzodiazepine tidak akan memberikan
respons yang baik dengan buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara
benzodiazepine dengan buspiron, kemudian dilakukan tapering off benzodiazepine
setelah 2-3 minggu, di saat efek terapi buspiron sudah mencapai maksimal.

 Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (SSRI)


Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin.
Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan kecemasan sesaat. SSRI efektif terutama
pada pasien GAM dengan riwayat depresi.

Berbagai treatment farmakologis untuk pasien dengan GAM adalah :

Obat Dosis Awal Dosis Rata-Rata Efek Samping


15 mg - 40 mg setiap Sakit kepala
Buspirone 5 mg (3x)
hari Nausea
Imipramine 25 mg sebelum 25 mg – 150 mg Mulut kering
tidur Penglihatan kabur
Konstipasi
Hesitansi urin

10
Somnolen
Diare
37,5 mg setiap 37,5 mg – 225 mg
Venlafaxine Disfungsi seksual
hari setiap hari
Reaksi withdrawal
Somnolen
Ataksia
Benzodiazepin Gangguan memori
- -
e Nausea
Ketergantungan
Reaksi withdrawal

2. Psikoterapi

 Terapi kognitif-perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif
dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama
yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.
 Terapi suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan
belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi
sosial dan pekerjaannya.
 Psikoterapi berorientasi tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar,
menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan diri pasien. Dari pemahaman akan
komponen-komponen tersebut, maka dapat diperkirakan sejauh mana pasien dapat
diubah untuk menjadi lebih matur. Bila tidak tercapai pun, minimal terapis dapat
memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
3. Intervensi Lainnya
Intervensi terhadap pasien dengan GAM perlu dilakukan, seperti terapi
okupasional, pendekatan dengan keluarga atau caregiver. Penatalaksanaan pasien
dengan gejala kecemasan memerlukan suatu upaya yang holistik dan mencakup
berbagai terapi yang bermanfaat bagi pasien tersebut.

11
BAB III

KESIMPULAN dan SARAN

3.1. Kesimpulan

GAM merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan


kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional, bahkan terkadang tidak realistik terhadap
berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari,
berlangsung sekurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk
dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik, seperti ketegangan otot,
iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas
dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.

Gejala utama GAM adalah kecemasan, ketegangan motorik, dan hiperaktivitas


otonom. Kecemasan bersifat berlebihan dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan
pasien. GAM merupakan suatu keadaan kronis yang bisa berlangsung semur hidup. Oleh
karena itu, diperlukan tata laksana yang baik untuk mengatasinya. Tata laksana itu dapat
berupa farmakoterapi, psikoterapi, dan intervensi lainnya.

3.2. Saran

12
GAM merupakan gangguan yang memerlukan tata laksana yang holistik dalam
mengatasinya. Adanya kecenderungan dari penderita yang sering tidak menganggapnya
sebagai gangguan, membuat GAM menjadi semakin sulit untuk teratasi. Penulis
mengharapkan adanya sosialisasi yang baik kepada masyarakat, terutama individu dengan
faktor resiko yang tinggi, agar individu tersebut dapat mengenali gejala-gejala dari GAM
dan mengkonsultasikannya kepada psikiater, sehingga mendapatkan tata laksana yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Ebert, MH. Loosen, PT. Nurcombe, B. Leckman, JF. Current Diagnosis and Treatment
Psychiatry (International Edition). Second Edition. The McGraw-Hill Education
(Asia). Singapore : 2008.

Elvira, SD. Hadisukanto, G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas Kedoktera
Universitas Indonesia. Jakarta (Indonesia) : 2010.

Fricchione, G. Generalized Anxiety Disorder. The New England Journal of Medicine.


August 12, 2004 : 351 ; 7 : 675-682.

Maramis, WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Kesembilan. Airlangga University
Press. Surabaya (Indonesia) : 2005.

Maslim, R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta (Indonesia) : 2007.

Nutt, D. Ballenger, J. Anxiety Disorders : Generalize Anxiety Disorder, Obsessive-


Compulsive Disorder, and Post Traumatic Stress Disorder. Blackwell
Publishing. Massachusets (USA) : 2005.

13
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral
Sciences / Clinical Psychiatry. Tenth Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia (USA) : 2007.

14

Anda mungkin juga menyukai