Anda di halaman 1dari 51

BAB 1

PEMBAHASAN

IDENTITAS PASIEN :

Nama :Ny. K

Umur : 70 thn

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jl. Bulak Cabe

Tgl Masuk RS : 15/04/2019

ANAMNESIS :

Keluhan Utama :

Tubuh terasa Lemas sejak 7 jam yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

Awal mulanya pasien meminta rujukan untuk kontrol DM ke RSUD Koja, tetapi
keadaan pasien saat ini merasa Tubuhnya terasa Lemas sejak 7 jam yang lalu. Lemas di rasakan
terus menerus dari subuh tadi. Awalnya pasien merasa lemas ini saat subuh tadi yang
disebabkan karena pasien tidak makan sejak kemarin siang akan tetapi pasien masih
mengkonsumsi obat DM. Keluhan disertai keringat dingin, ingin terjatuh bila berjalan, dan
kepala pusing seperti melayang ketika pasien bangun dari posisi tidur, mual +, perut terasa
begah +, nyeri ulu hati +.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Hipertensi (-).
- Asam urat (-)
- Riwayat asma (-)
- Hiperkolestrol (-)

1
Riwayat Penyakit Keluarga

- Ayah pasien menderita DM tipe 2


- Riwayat penyakit lain Hipertensi (-), Jantung (-)

Riwayat Psikososial

- Pasien tidak mengkontrol pola makan


- Pasien sangat jarang ke Puskesmas untuk kontrol
- Tidak pernah berolahraga
- Merokok dan meminum alkohol disangkal

Riwayat Pengobatan

- Setelah didiagnosa diabetes mellitus, pasien meminum obat oral antidiabetik yang
dibeli sendiri diapotik : glibenclamide 5 mg sejak 2001

Riwayat Alergi

- Riwayat alergi terhadap makanan disangkal oleh pasien


- Riwayat alergi terhadap obat-obatan disangkal oleh pasien

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Tanda Vital :

1. Pemeriksaan Fisik (15 April 2019)


Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6)

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 89 kali/menit, regular, kuat, isi cukup

Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,8°C

Berat badan : 35 kg

2
Tinggi badan : 145 cm
IMT : 16.65 Kurang

Kepala : normocepal, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok.

Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterus -/-, reflek cahaya (+), pupil isokhor.

Telinga : bentuk normotia, serumen -/-, otorhea -/-, membran tympani intact

Hidung : mukosa hidung merah muda, septum deviasi (-), sekret (-)

Mulut : lidah kotor (-), tremor (-), stomatitis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-)

Thoraks :Bentuk Normochest

Paru :

I : normochest, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-)

P : nyeri tekan (-), Vokal Fremitus normal

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesicular, ronki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung :

I : ictus cordis tidak terlihat

P : ictus cordis teraba di ICS V midclavicula

P : batas atas di ICS III linea parasternalis dextra, batas kanan di ICS IV linea parasternalis
dextra, batas kiri di ICS V linea parasternalis sinistra

A : BJ I dan II murni regular, gallop (-), murmur (-)

Abdomen :

I : supel

A : Bising usus (+)

3
P : nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba

P : timpani pada seluruh lapang abdomen

Ekstremitas

Atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema -/-, sianosis -/-

Bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema -/-, sianosis -/-

Diagnosis Kerja :

1. Hipoglikemi
2. Diabetes Militus tipe 2

Saran Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan laboratorium darah
o HBA1C
o EKG
o LAB : UR, CR
Pemeriksaan Penunjang

 GDS : 40 mg/dl

Edukasi :

1. Edukasi bahwa penyakit yang diderita pasien sewaktu waktu dapat berulang
2. Edukasi bahwa Keluhan yang diderita berkaitan dengan DM yg tidak terkontrol
3. Edukasi kontrol teratur DM di Puskesmas
4. Istirahat yang cukup dan teratur meminum obat
5. Makan harus teratur, jangan tidak makan

4
Resume

Awal mulanya pasien meminta rujukan untuk kontrol DM ke RSUD Koja, tetapi keadaan
pasien saat ini merasa Tubuhnya terasa Lemas sejak 7 jam yang lalu. Lemas di rasakan terus
menerus dari subuh tadi. Awalnya pasien merasa lemas ini saat subuh tadi yang disebabkan
karena pasien tidak makan sejak kemarin siang akan tetapi pasien masih mengkonsumsi obat
DM. Keluhan disertai keringat dingin, ingin terjatuh bila berjalan, dan kepala pusing seperti
melayang ketika pasien bangun dari posisi tidur, mual +, perut terasa begah +, nyeri ulu hati +.
Pasien memiliki Riwayat Diabetes Militus sejak 2001 dan tidak terkontrol.

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6)

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 89 kali/menit, regular, kuat, isi cukup

Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,8°C

Pemeriksaan Penunjang

GDS : 40 mg/dl

Diagnosis

Hipoglikemi pada penderita Diabetes Militus Tipe 2

1. Koreksi Hipoglikemia

Pada pasien sadar

- Berikan larutan gula murni 20-30 gram (2 sendok makan), permen, sirup, atau bahan
makanan lain yang mengandung gula murni ( bukan pemanis buatan, rendah kalori, atau
gula diabetes/gula diet) dan makanan yang mengandung karbohidrat.
- Hentikan obat antidiabetik oral yang dicurigai sebagai penyebab
- Interval pemantauan glukosa darah setiap lamanya disesuaikan dengan kemungkinan
penyebab

5
- Monitor glukosa darah dalam rentan waktu yang disesuaikan dengan pemantauan bisa
lebih lama, 1-3x/24 jam
- Apabila pasien menjadi tidak sadar segera rujuk ke RS terdekat

2. Pada pasien tidak sadar


 Injeksi Dekstrosa 40% (D40%) secara bolus intravena
 Infus Dekstrosa 10% (D10%), 6 jam per kolf untuk rumatan
 Periksa glukasa darah sewaktu, dengan menggunakan glukometer secara berkala tiap jam
bila memungkinkan. Bolus D40% diberikan bila GD masih dibawah 100 mg/dl sesuai
rendahnya GD contoh :
o Bila GDS <60 mg/dl : bolus D40% 3 flacon IV
o Bila GDS 60-80 mg/dl : bolus D40% 2 flacon IV
o Bila GDS 80-100 mg/dl : bolus D40% 1 flacon IV
o Bila GDS >100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, lakukan pematauan setiap 2-4
jam. Beri infus D10% IVFD maintenance
o Bila GDS > 200 mg/dl, pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5% (D5%)
atau NaCl 0,9%
 Obat antidiabetik oral/ insulin sudah dapat diberikan jika penyebab hipoglikemia sudah
diketahui
 Bila hipoglikemia belum teratasi, dapat dipertimbangkan pemberian steroid
(hidrokortison/ dexamethason/ kortison)

Prognosis
 Ad Vitam : bonam
 Ad Functionam : dubia
 Ad Sanactionam : malam

6
Follow up

1. Follow up (Home Visit)


19/04/2019

S : (anamnesa autoanamnesa) Pasien mengatakan masih sering merasa keliyengan saat


dari duduk ke berdiri, nafsu makan pasien sudah lebih baik dari sebelunya. Pasien sekarang
rutin mengkonsumsi metformin 2 x 500 mg dan vit B.kompleks 2x1, dan pasien ingin rutin
berobat ke puskesmas karena pasien tidak ingin seperti kemarin.

O:

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80 kali/menit, regular, kuat, isi cukup

Pernapasan : 20 kali/menit

Suhu : 36,4°C

A : diabetes militus tipe 2

P : Non – Farmakologi

o Edukasi bahwa penyakit yang diderita pasien sewaktu waktu dapat berulang
o Edukasi bahwa Keluhan yang diderita berkaitan dengan DM yg tidak terkontrol
o Edukasi kontrol teratur DM di Puskesmas
o Istirahat yang cukup dan teratur meminum obat
o Makan harus teratur, jangan tidak makan
Farmakologi
Metformin 2x 500 mg
Bkompleks 2x1

7
2. Follow up (Home Visit)
22/04/2019

S : (anamnesa Alloanamnesa) Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan, nafsu makan
juga sudah kembali seperti sebelumnya. Pasien masih mengkonsumsi metformin 2x 500
mg dan vit B.kompleks 2x1.

O:

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 86 kali/menit, regular, kuat, isi cukup

Pernapasan : 18 kali/menit

Suhu : 36,6°C

A : diabetes militus tipe 2

P : Non – Farmakologi

o Edukasi bahwa penyakit yang diderita pasien sewaktu waktu dapat berulang
o Edukasi bahwa Keluhan yang diderita berkaitan dengan DM yg tidak terkontrol
o Edukasi kontrol teratur DM di Puskesmas
o Istirahat yang cukup dan teratur meminum obat
o Makan harus teratur, jangan tidak makan
o Memberikan semangat kepada pasien kalau dengan kita rutin meminum obat dan
kontrol pasien bisa beraktivitas seperti normal lagi.

Farmakologi
Metformin 2x 500 mg
Bkompleks 2x1

8
GENOGRAM KELUARA

DENAH RUMAH

Gudang

Kamar pasien Kamar


anak

Ruang keluarga Dapur Kamar


mandi

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa dalam darah sangat rendah. Normalnya
tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah pada rentang 70 mg/dL sampai 110 mg/dL.
Pada beberapa literatur dinyatakan bahwa pada kondisi hipoglikemia, konsentrasi glukosa
dalam darah berada pada level <50mg/dL.

Glukosa merupakan substansi metabolisme penting bagi tubuh untuk menjalankan


fungsinya. Rendahnya kadar glukosa pada kondisi hipoglikemia pada pasien dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang beragam pada pasien yang mempengaruhi beberapa
sistem, mulai dari gejala ringan sampai dapat menimbulkan kematian.

Hipoglikemia sering terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus yang mendapat terapi,
namun dapat juga terjadi pada orang normal pada kondisi tertentu, seperti akibat
mengkonsumsi alkohol atau obat golongan tertentu, atau dengan keadaan klinis lain sepert
gagal organ, sepsis, defisiensi endokrinal, insulinoma, dan gangguan metabolik yang
diwariskan secara genetik.

Pentingnya pengenalan dan penanganan yang tepat dapat mencegah akibat yang fatal
pada kondisi hipoglikemia. Pengenalan penyebab hipoglikemia pada pasien dan
penatalaksanaan yang tepat dapat menghindarkan pasien hipoglikemia dari dampak yang fatal,
bahkan dari kematian.

1.2 Hipoglikemia

1.2.1 Definisi

Hipoglikemia didefinisikan sebagai keadaan dimana kadar glukosa dalam darah berada pada
rentang 45 sampai 50 mg/dL. Sumber lain mendefinisikan hipoglikemia sebagai keadaan kadar
glukosa darah <60 mg/dL atau < 80 mg/dL disertai dengan gejala klinis.

Khusus pada pasien dengan diabetes, Assosiasi Diabetes Amerika membuat klasifikasi
dan definisi khusus untuk kondisi hipoglikemia, yang didasarkan pada derajat keparahan tanda
dan gejala pada pasien.

10
1.2.2 Etiologi

Terdapat beberapa penyebab hipoglikemia pada seseorang diantaranya sebagai berikut:

Tabel 1. Etiologi Hipoglikemia

Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:


Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita diabetes
untuk menurunkan kadar gula darahnya
Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati.

Adapun penyebab Hipoglikemia yaitu :


1. Dosis suntikan insulin terlalu banyak.
Saat menyuntikan obat insulin, anda harus tahu dan paham dosis obat yang anda suntik sesuai
dengan kondisi gula darah saat itu. Celakanya, terkadang pasien tidak dapat memantau kadar
gula darahnya sebelum disuntik, sehingga dosis yang disuntikan tidak sesuai dengan kadar gula
darah saat itu. Memang sebaiknya bila menggunakan insulin suntik, pasien harus memiliki
monitor atau alat pemeriksa gula darah sendiri.
2. Lupa makan atau makan terlalu sedikit.
Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja lambat dua kali sehari
dan obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan. Kadar insulin dalam darah harus seimbang
dengan makanan yang dikonsumsi. Jika makanan yang anda konsumsi kurang maka
keseimbangan ini terganggu dan terjadilah hipoglikemia.
3. Aktifitas terlalu berat.
Olah raga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan insulin. Saat anda
berolah raga, anda akan menggunakan glukosa darah yang banyak sehingga kadar glukosa
darah akan menurun. Maka dari itu, olah raga merupakan cara terbaik untuk menurunkan kadar
glukosa darah tanpa menggunakan insulin.
4. Minum alkohol tanpa disertai makan.
Alkohol menganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar glukosa darah akan
menurun.
5. Menggunakan tipe insulin yang salah pada malam hari.

11
Pengobatan diabetes yang intensif terkadang mengharuskan anda mengkonsumsi obat diabetes
pada malam hari terutama yang bekerja secara lambat. Jika anda salah mengkonsumsi obat
misalnya anda meminum obat insulin kerja cepat di malam hari maka saat bangun pagi, anda
akan mengalami hipoglikemia.
6. Penebalan di lokasi suntikan.
Dianjurkan bagi mereka yang menggunakan suntikan insulin agar merubah lokasi suntikan
setiap beberapa hari. Menyuntikan obat dalam waktu lama pada lokasi yang sama akan
menyebabkan penebalan jaringan. Penebalan ini akan menyebabkan penyerapan insulin
menjadi lambat.
7. Kesalahan waktu pemberian obat dan makanan.
Tiap tiap obat insulin sebaiknya dikonsumsi menurut waktu yang dianjurkan. Anda harus
mengetahui dan mempelajari dengan baik kapan obat sebaiknya disuntik atau diminum
sehingga kadar glukosa darah menjadi seimbang.
8. Penyakit yang menyebabkan gangguan penyerapan glukosa.
Beberapa penyakit seperti celiac disease dapat menurunkan penyerapan glukosa oleh usus. Hal
ini menyebabkan insulin lebih dulu ada di aliran darah dibandingan dengan glukosa. Insulin
yang kadung beredar ini akan menyebabkan kadar glukosa darah menurun sebelum glukosa
yang baru menggantikannya.
9. Gangguan hormonal.
Orang dengan diabetes terkadang mengalami gangguan hormon glukagon. Hormon ini berguna
untuk meningkatkan kadar gula darah. Tanpa hormon ini maka pengendalian kadar gula darah
menjadi terganggu.
10. Pemakaian aspirin dosis tinggi.
Aspirin dapat menurunkan kadar gula darah bila dikonsumsi melebihi dosis 80 mg.
11. Riwayat hipoglikemia sebelumnya.
Hipoglikemia yang terjadi sebelumnya mempunyai efek yang masih terasa dalam beberapa
waktu. Meskipun saat ini anda sudah merasa baikan tetapi belum menjamin tidak akan
mengalami hipoglikemia lagi.

1.2.3 Faktor Resiko

Beberapa hal yang dapat menimbulkan hipoglikemia sebagai berikut:

- Terlambat konsumsi makanan


- Makan dalam jumlah sedikit dari yang disarankan

12
- Latihan yang berat tanpa adanya kompensasi karbohidrat
- Konsumsi obat diabetes secara berlebihan dan tidak terkontrol (contoh: insulin, insulin
secretagogues, dan meglitinides)
- Konsumsi alcohol dalam jumlah yang banyak

1.2.4 Patofisologi

Kadar glukosa plasma dalam darah dipertahankan dalam rentang 60 – 150 mg/dL, walaupun
asupan makanan dan tingkat aktifitas berbeda-beda. Hal ini memerlukan pengaturan antara
kadar glukosa yang dilepaskan kedalam sirkulasi dengan tingkat pemakaiannya dalam jaringan
yang perubahannya terjadi sangat cepat dan dinamis. Sumber glukosa umumnya berasal dari
asupan makanan, namun pada periode antara makan dengan puasa, gula darah dipertahankan
umumnya melalui mekanisme pemecahan glikogen dan glukoneogenesis. Umumnya pada tiap
orang, deposit glikogen dapat mencukupi kebutuhan untuk mempertahankan kadar gula darah
selama 8 jam sampai 12 jam, dan periode ini dipersingkat jika kebutuhan glukosa meningkat
karena aktifitas atau jika penyimpanan glikogen berkurang karena lapar atau penyakit.

Keseimbangan produksi glukosa dan pemakaiannya pada jaringan perifer diatur oleh
kerja hormon, sistem saraf, dan sinyal metabolik. Diantara kontrol tersebut, insulin berperan
secara dominan. Pada kondisi puasa, kadar insulin ditekan, mengakibatkan peningkatan proses
glukoneogenesis di hati dan ginjal dan meningkatkan pembentukan glukosa melalui

pemecahan glikogen di hati.

Gambar 1. Respon fisiologis terhadap hipoglikemia

Kadar insulin yang rendah juga mengurangi pemakaian glukosa oleh jaringan perifer
sehingga memicu lipolisis dan proteolisis, pelepasan prekursor glukoneogenesis, dan
penyediaan sumber energi alternatif. Hormon lain seperti glukagon, epinefrin, Growth Hormon
(GH), dan kortisol memainkan peran yang kecil dalam pengaturan glukosa dalam kondisi
fisiologis. Namun, hormon ini berperan penting dalam kondisi hipoglikemia.

13
Jika kadar glukosa mencapai level hipoglikemia, maka tubuh akan meresponnya melalui
mekanisme hormonal. Glukagon adalah mekanisme pertama dan terpenting dalam respon ini.
Glukagon mengaktifkan mekanisme glikogenolisis dan glukoneogenesis. Epinefrin juga
berperan pada hipoglikemia akut melalui mekanisme yang serupa. Jika hipoglikemia
berkepanjangan, maka GH dan cortisol akan mengurangi pemakaian glukosa dan membantu
proses produksinya.

Kadar glukosa pemicu mekanisme hormonal ini hampir sama pada orang normal.
Namun, kadar ini dapat dipengaruhi oleh kejadian metabolisme sebelumnya. Pasien dengan
diabetes yang tidak terkontrol akan memiliki kadar glukosa yang lebih tinggi dari normal untuk
memicu mekanisme ini. Hipoglikemia berulang pada pasien diabetes atau pasien dengan
insulinoma menyebabkan perubahan respon pada kadar glukosa yang rendah untuk memicu
mekanisme ini.

Tabel 3. Respon Fisiologis Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah

Hipoglikemia umumnya terjadi karena pasien mengkonsumsi obat-obat untuk diabetes


atau obat lain, termasuk alkohol. Namun, kelainan lain seperti gagal organ tahap akhir dan
sepsis, defisiensi endokrin, tumor mesenkimal yang besar, insulinoma dan penyakit metabolik
yang diwariskan juga berkaitan dengan hipoglikemia.

Meskipun hipoglikemia dapat terjadi karena iatrogenik, terapi dengan agen hipoglikemik
dapat menimbulkan kejadian hipoglikemia. Selain itu, banyak obat non-anti diabetik yang
lazim digunakan dapat memicu hipoglikemia sebagai imbas obat-obatan baik pada pasien non-
diabetes. Selain itu, interaksi obat dan efek samping yang kumulatif juga dapat memicu
hipoglikemia yang simptomatik ataupun yang asimptomatik.

14
Tabel 4. Obat Non-Diabetes yang berhubungan dengan hipoglikemia

15
Pada pasien DM, penyebab utama terjadinya hipoglikemia karena penggunaan obat yang
tidak teratur. Contoh obat yang dapat mencetuskan kejadian hipoglikemia seperti:
Glibenclamide, dosis disarankan 2-3 kali sehari dalam jumlah sedikit. Jika konsumsi obat
tersebut dengan dosis berlebih dapat menimbulkan hipoglikemia pada pasien. Mekanisme kerja
obat diabetes dengan menurunkan kadar gula darah melalui perangsangan insulin yang
merupakan hormon yang dapat mengendalikan kadar gula darah sehingga gula darah dalam
kondisi normal/stabil. Jika obat diabetes tersebut dikonsumsi secara berlebihan, insulin akan
terus dirangsang pengeluarannya dan membantu proses masuknya gula kedalam sel, sehingga
jika hal ini terus menerus berlangsung, kadar gula darah relative menurun yang akan
menimbulkan gejala hipoglikemia.

Gambar 2. hipoglikemia berhubungan dengan kegagalan sistem otonom pada DM tipe 1

16
1.2.5 Manifestasi Klinis

Hipoglikemi tidak selalu menunjukan gejala yang sama untuk setiap orang. Berdasarkan
beratnya gejala, hipoglikemi dibagi menjadi :1

1. Hipoglikemi ringan ( gejala ringan atau tidak ada gejala )


2. Hipoglikemia sedang ( terdapat gejala tapi dapat diatasi sendiri oleh pasien )
3. Hipoglikemi berat ( gejala yang timbul sangat berat sehingga membutuhkan bantuan orang
lain untuk mengatasinya )

Secara umum manifestasi klinis hipoglikemia berhubungan dengan konsentrasi nya


yaitu1

86mg/dl
Insulin sekresi
insulin endogen

68 mg/dl 50-58 mg/dl


Pelepasan hormon Awitan gejala 50 mg/dl
54 mg/dl
counter-regulatory - Otonom 43-54mg/dl
- Glucagon - Neuroglikopen Perubahan Gangguan kognitif
Disfungsi luas pada - tidak dapat
- Epinefrin ik (mual,
neurofisiologis EEG melakukan
keringat
- evoked tugas yang
dingin, lapar,
response kompleks
<27 mg/dl gemetar,
penurunan missal
Neuroglikopenia berat tekanan darah) berhitung
- Penurunan Kesadaran
- Kejang
- Koma
Gambar 2. Konsentrasi glukosa darah vena terarterilisasi (mg/dl)

Tabel 5. Gejala hipoglikemia

Neurogenik (otonom) Neuroglycopenic


Gemetaran Kesulitan Berkonsentrasi
Palpitasi Kebingungan
Berkeringat Kelemahan
Kegelisahan Kantuk
Kelaparan Gangguan penglihatan
Kesulitan berbicara

17
Mual Sakit kepala
Perasaan Tersengat Pusing

1.2.6 Diagnosis

Untuk membuat diagnosis dari hipoglikemi, berdasarkan definisi diperlukan adanya trias dari
Whipple yang terdiri atas: 1,2

1. Adanya gejala klinis hipoglikemi, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan jasmani,


2. Kadar glukosa dalam plasma yang rendah <60mg/dl atau <80 mg/dl disertai gejala
hipoglikemi pada saat bersamaan, berdasarkan pemeriksaan penunjang/ laboratorium, dan
3. Keadaan klinis segera membaik setelah kadar glukosa plasma menjadi normal.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi penilaian kadar glukosa plasma yakni: 2

1. Cara pemeriksaan glukosa plasma


Sampel darah yang diambil mempengaruhi hasil yang didapatkan. Darah plasma dan serum
memiliki hasil yang hampir sama. Darah arteri memberikan hasil yang relatif tinggi
dibandingkan darah vena, terutama bila digunakan darah postprandial ( perbedaan 10%) dan
darah kapiler terletak diantaranya. Jika sampel darah berasal dari Whole Blood,
pemeriksaan menggunakan glukometer dari ujung jari, maka hasilnya 10-15% lebih rendah
dibandingkan darah plasma vena. Beberapa hal lain yang mempengaruhi adalah hemtokrit
yang abnormal, polisitemia dan faktor lain yang jarang ditemukan.

2. Umur subjek yang diperiksa.


Umur pada kadar glukosa anak-anak lebih rendah dari pada dewasa. Sekitar 5% dari orang
dewasa kadar gula darah puasa dibawah 70 mg/dl, sedangkan pada anak – anak memiliki
kadar glukosa puasa dibawah 60 mg/dl.

Rentang batas kadar glukosa (GD) normal

 Pada subjek yang tidak menderita diabetes

KGD bangun pagi ( puasa ) : 70-99 mg/dl


Setelah makan : 70-140 mg/dl

18
 Pada subjek penderita DM
Sebelum makan : 70-130 mg/dl
-2 jam setelah makan : <180 mg/dl

A. Hipoglikemia reaktif

Untuk mendiagnosis hipoglikemia reaktif :

o Anamnesis tentang tanda dan gejala


o Tes glukosa darah saat pasien mengalami gejala dengan mengambil sampel darah dari
lengan dan mengirimnya ke laboratorium untuk analisis *
o Periksa untuk melihat apakah gejala mereda setelah glukosa darah pasien kembali 70
mg/dL atau di atas setelah makan atau minum. Tingkat glukosa darah di bawah 70 mg/dL
pada saat gejala dan reda setelah makan akan mengkonfirmasikan diagnosis. Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) tidak lagi digunakan untuk mendiagnosis hipoglikemia reaktif
karena tes sebenarnya dapat memicu gejala hipoglikemik.

Penyebab kebanyakan kasus hipoglikemia reaktif masih diperdebatkan. Beberapa


peneliti mengatakan bahwa beberapa orang mungkin lebih sensitif terhadap pelepasan dari
hormon epinefrin pada tubuh yang normal, yang menyebabkan timbulnya gejala hipoglikemia.
Kekurangan dalam sekresi glukagon mungkin menyebabkan hipoglikemia reaktif. Operasi
gastric-atau abdomen dapat menyebabkan hipoglikemia reaktif karena makanan cepat masuk
ke dalam usus kecil. Kekurangan enzim seperti fruktosa intoleransi kongenital (jarang) juga
dapat menyebabkan hipoglikemia reaktif.3

B. Fasting Hypoglicemia

Diagnosa fasting hypoglicemia dari sampel darah yang menunjukkan kadar glukosa darah di
bawah 50mg/dL sewaktu, antara waktu makan, atau setelah aktivitas fisik. Penyebabnya
termasuk obat-obatan tertentu, minuman beralkohol, penyakit kritis, kekurangan hormon,
beberapa jenis tumor, dan kondisi tertentu yang terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak.3

1.2.7 Komplikasi

Risiko jangka pendek dari hipoglikemia meliputi situasi berbahaya yang dapat timbul ketika
seorang mengalami hipoglikemik, baik saat di rumah atau di tempat kerja (misalnya
mengemudi, mengoperasikan mesin). Selain itu, koma berkepanjangan kadang-kadang

19
dikaitkan dengan gejala neurologis sementara, seperti paresis, kejang-kejang dan
encephalopathy. Komplikasi jangka panjang parah hipoglikemia adalah gangguan intelektual
ringan dan permanen sekuele neurologis, seperti hemiparesis dan disfungsi pontine.

Hipoglikemia berulang dapat mengganggu individu merasakan hipoglikemia berikutnya.


Keseimbangan counter regulatory neurohormonal seperti glukagon dan epinefrin terhadap
hipoglikemia mungkin menjadi tumpul, namun ini bersifat reversibel. Penelitian retrospektif
telah menyatakan adanya hubungan antara sering hipoglikemia berat (> 5 episode sejak
diagnosis) dengan penurunan dalam kinerja intelektual. Perubahan yang kecil ini tergantung
pada pekerjaan individu, bisa bermakna secara klinis atau tidak. Pada pasien dengan diabetes
tipe 2, sangat tinggi risiko penyakit kardiovaskular, hipoglikemia simtomatik (<2.8 mmol / L)
dikaitkan dengan peningkatan mortalitas . Mekanisme untuk peningkatan ini tidak pasti, namun
hipoglikemia akut merupakan proinflamasi dan mungkin dapat mempengaruhi konduksi
jantung (depolarisasi, Perpanjangan QT). 4

1.2.8 Tatalaksana

3. Mencari Penyebab

Penyebab hipoglikemi pada umunya reversibel, sesuai etiologinya. Oleh karena itu,
penting untuk menentukan etiologi dari hipoglikemi. Pada pasien DM biasanya disebabkan
karena penggunaan yang tidak sesuai antara asupan dan dosis obat, sedangkan pada pasien non-
DM dapat dilihat pada bagan sebelumnya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam
penatalaksanaan hipoglikemia adalah menentukan derajat hipoglikemia.1

4. Koreksi Hipoglikemia

Pada pasien sadar

- Berikan larutan gula murni 20-30 gram (2 sendok makan), permen, sirup, atau bahan
makanan lain yang mengandung gula murni ( bukan pemanis buatan, rendah kalori, atau
gula diabetes/gula diet) dan makanan yang mengandung karbohidrat.
- Hentikan obat antidiabetik oral yang dicurigai sebagai penyebab
- Interval pemantauan glukosa darah setiap lamanya disesuaikan dengan kemungkinan
penyebab
- Monitor glukosa darah dalam rentan waktu yang disesuaikan dengan pemantauan bisa
lebih lama, 1-3x/24 jam

20
- Apabila pasien menjadi tidak sadar segera rujuk ke RS terdekat

Pada pasien tidak sadar

 Injeksi Dekstrosa 40% (D40%) secara bolus intravena


 Infus Dekstrosa 10% (D10%), 6 jam per kolf untuk rumatan
 Periksa glukasa darah sewaktu, dengan menggunakan glukometer secara berkala tiap jam
bila memungkinkan. Bolus D40% diberikan bila GD masih dibawah 100 mg/dl sesuai
rendahnya GD contoh :
o Bila GDS <60 mg/dl : bolus D40% 3 flacon IV
o Bila GDS 60-80 mg/dl : bolus D40% 2 flacon IV
o Bila GDS 80-100 mg/dl : bolus D40% 1 flacon IV
o Bila GDS >100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, lakukan pematauan setiap 2-4
jam. Beri infus D10% IVFD maintenance
o Bila GDS > 200 mg/dl, pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5% (D5%)
atau NaCl 0,9%
 Obat antidiabetik oral/ insulin sudah dapat diberikan jika penyebab hipoglikemia sudah
diketahui
 Bila hipoglikemia belum teratasi, dapat dipertimbangkan pemberian steroid
(hidrokortison/ dexamethason/ kortison)

1.2.9 Pencegahan

Pada pasien DM :4

- Memberikan penjelasan kepada pasien bagaimana mereka mendapatkan pengobatan.


Untuk penanganan diabetes yang baik, harus direkomendasikan dosis dan waktu pemberian
obat yang tepat.
- Perencanan makan dengan cara mengatur pola makan dan gaya hidup. Orang dengan
diabetes harus makan secaa teratur dan cukup tiap makan, tidak mencoba untuk
melewatkan jadwal makan. Makanan ringan penting untuk beberapa orang sebelum pergi
tidur atau bekerja untuk mencegah hipoglikemi ditengah malam.

1.2.10 Prognosis

Prognosis hipoglikemia tergantung pada penyebab kondisi ini, tingkat keparahan, dan
durasi. Jika penyebab hipoglikemia puasa diidentifikasi dan diobati dini, prognosis yang sangat

21
baik. Jika masalah ini tidak dapat disembuhkan, seperti tumor ganas dioperasi, prognosis
jangka panjang buruk. Namun, perlu diketahui bahwa tumor ini dapat berkembang agak
lambat.

Hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat mengancam kehidupan dan mungkin
terkait dengan peningkatan kematian pada pasien dengan diabetes. Jika pasien memiliki
hipoglikemia reaktif, gejala sering spontan meningkatkan dari waktu ke waktu, dan prognosis
jangka panjang sangat baik. Hipoglikemia reaktif sering diperlakukan berhasil dengan
perubahan pola makan dan berhubungan dengan morbiditas minimal. Hipoglikemia reaktif
yang tidak diobati dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan untuk pasien, namun
gejala sisa jangka panjang tidak didapati. Sebuah studi oleh Boucai dkk menemukan bahwa
hipoglikemia yang diinduksi obat tidak dikaitkan dengan risiko kematian meningkat di antara
pasien yang dirawat di bangsal umum. Hal ini menunjukkan bahwa hipoglikemia mungkin
menjadi penanda beban penyakit dan bukan penyebab langsung kematian.

PEMBAHASAN Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah istilah kedokteran untuk sebutanpenyakit yang di


Indonesiakita kenal dengan nama penyakit gulaatau kencing manis. Istilah ini berasal
dari Bahasa Yunani. Diabetes artinya mengalir terus, mellitus berarti madu atau manis.
Jadi istilah ini menunjukakan tentang keadaan tubuh penderita, yaitu adanya cairan manis
yang mengalir terus.

Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang,


ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) akibat
tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit ini bersifat menahun
alias kronis. Penderitanya dari semua lapisan umur serta tidak membedakan orang kaya
maupun miskin.

Penyakit diabetes mellitus yang sering juga disebut DM ini bisa timbul secara
mendadak pada anak-anak dan orang dewasa. Pada orang yang telah berumur, penyakit
ini sering muncul tanpa gejala dan kerap baru diketahui bila yang bersangkutan
melakukan pemeriksaankesehatan rutin. Gejala yang ditimbulkannya adalah rasa haus,
sering kencing, banyak makan tetapi berat badan menurun, gatal-gatal, dan badan tersa
lemah.

22
Apabila penyakit ini dibiarkan tidak terkendali atau penderita tidak menyadari
penyakitnya makabertahun-tahun kemudian akan timbul pelbagai komplikasi kronis
yang berakibat fatal. Penyakit jantung, terganggunya fungs iginjal, kebutaan,
pembusukan kakiyang kadang memerlukan amputasi, atau timbulnya impotensi yang
sangat merisaukan adalah beberapa kemungkinan komplikasi tersebut.

Gejala Umum

Pada awalnya gejala diabetes melitus bisa muncul tiba - tiba pada anak dan
orang dewasa muda. Namun, pada orang dewasa (> 40 tahun) gejala dapat muncul tanpa
disadari. Mereka umumnya baru mengetahui mengidap diabetes melitus pada saat
medical check – up atau pemeriksaan kesehatan rutin.

Gejala awal yang timbulpada penderita dewasa yang lebih tuabiasanya ringan
sehingga mereka tidak merasa perlu untuk berkonsultasi ke dokter. Akibatnya sering
mereka baru mengetahui menderita diabetes melitus setelah timbul komplikasi.

Berat badan penderita diabetes melitus memang dapat menurun drastis. Hal ini
disebabkan glukosa di dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel jaringan. Seperti
diketahui glukosa sangat dibutuhkan tubuh karena merupakan sumber energi yang utama.
Glukosa sendiri baru bisa diubah menjadi energi atau tenaga bila berada dalam sel
jaringan, misalnya otot. Untuk masuk ke dalam otot diperlukan insulin. Jika tubuh
kekurangan insulin atau sama sekalitidak mempunyai insulin maka tubuh akan
membakar jaringan lemak supaya terbentuk energi yang dibutuhkan agar bisa bertahan
hidup. Apabila keadaan ini berlangsung secara terus - menerus maka dalam waktu relatif
singkat berat badan penderita akan menurun drastis. Dampak lain dengan menipisnya
cadangan lemak tubuh menyababkan energi yang terbentuk semakin berkurang.
Akibatnya timbul keluhan tubuh terasa berat dan badan terasa dingin, bahkan sampai
menggigil kedinginan.

Keluhan lain penderita ialah sering kencing dan setiap kali air kencing
yangdikeluarkan cukup banyak. Keadaaan ini terjadi karena kadar glukosa darah yang
tinggi. Saat kadar glukosa darah melebihi ambang ginjal ( renal threshold ) maka glukosa
yang berlebihan ini akan dikeluarkan ( ekskresi ) melalui kencing. Untuk mengeluarkan
glukosa melalui ginjal dibutuhkan banyak air. Hal inilah yang menyebabkan penderita

23
sering kencing ( poliuria ) yang rasanya manis. Sering kencing selain mengakibatkan
tubuh kekurangan cairan ( dehidrasi ) juga menyebabkan kulit menjadi kering.

Rasa haus yang berlebihan terjadi karena kencing yang terlalu banyak sehingga
tubuh kekurangan air.akibatnya timbul rangsangan ke susunan saraf pusat sehingga
penderita terasa haus dan ingin minum terus ( polidipsi ). Rasa haus yang berlebihan ini
sering disangkah akibat udara panas atau bekerja terlalu berat sehingga penderita pun
banyak minum, terutama yangmanis – manis seperti sirup dan minuman botol lainnya.
Hasilnya, kadar glukosa darah semakin tinggidan kencing pun semakin sering. Penderita
kembali haus dan tubuhnya terasa lemas.

Gejala lainnya ialah banyak makan ( poliphagia ) yang terjadi karena adanya
rangsangan ke susunan saraf pusat ( SSP ) karena kadar glukosa di dalam sel (
intraselluler ) berkurang. Kekurangan glukosa ini terjadi akibat tubuh kekurangan insulin
sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat kekurangan glukosa
intraseluler maka timbullah rangsangan ke SSP sehingga penderita meras lapar dan ingin
makan. Akibat penderita sering makan maka glukosa darah semakin tinggi, tetapi tetap
tidak dapat digunakan karena tubuh kekurangan insulin. Untuk mengatasi kekurangan
energimakatubuh menggunakan cadangan lemak. Cadangan lemak dirombak ( lipolisis )
dan mengakibatkan kadar lemak dalam darah meningkat ( hiperlipidemia ). Lipolisis
yang berlebihan mengakibatkan ketoasidosis ( metabolik asidosis ) dan menyebabkan
pernafasan menjadi cepat dan dalam ( pernafasan Kushmaul ).

Badan penderita penyakit diabetes melitus sering terasa lemah dan berat. Hal ini
terjadi akibat tubuh kehilangan banyak cairandan elektrolit karena ikut terbuang melalui
kencing yang berlebihan. Disamping itu, mungkin juga energi yang terbentuk sangat
kurang karena tubuh kekurangan insulin dan cadangan lemak yang bisa dibakar menjadi
tenaga sudah menipis.

Gejala lain yang mungkin dikeluhkan penderita diabetes melitus antara lain
kejang pada kaki atau betis akibat kekurangan cairan dan elektrolit, rasa gatal dibadan,
pada wanita dapat terjadi rasa gatal pada lubang dubur atau kemaluan, bisul – bisul,
infeksi kepala zakar pada laki - laki, mata menjadi kabur, dan sebagainya.

Komplikasi yang mungkin timbul karena pengaruh diabetes mellitus


diantaranya adalah gangguan pembuluh darah besar ( makroangiopati ) dan gangguan

24
pembuluhdarah kecil ( mikroangiopati ). Mikroangiopati menyebabkan kerusakan pada
ginjal, mata, dan saraf. Adapun makroangiopati mengakibatkan kerusakan pada jantung,
otak, dan kaki.

Hormon yang Berperan Penting pada Diabetes Melitus

Insulin merupakan salah satu hormon di dalam tubuh manusia yang dihasilkan
oleh sel β pulau Langerhans yang berada di dalam kelenjar pankreas. Kelenjar pankreas
ini terletak di dalam rongga perut bagian atas tepatnya di belakang lambung. Insulin
merupakan suatu polipeptida,sehingga dapat juga disebut protein. Dalam keadaan normal
bila kadar glukosa darah naik makainsulin akan dikeluarkan dari kelenjar pankreas
danmasuk ke dalam aliran darah. Dalam aliran darah insulin akan menuju ke tempat
kerjanya (reseptor) yaitu 50% ke hati, 10 – 20 % ke ginjal, dan 30- 40 % bekerja pada sel
darah, otot, dan jaringan lemak. Adanya insulin lah memungkinkan kadar glukosa darah
akan kembali normal.

Glukosa yang kita kenal juga sebagai gula darah, merupakan bahan bakar utama
yang akan diubah menjadi energi atau tenaga. Kadar glukosa darah yang tinggi setelah
makan akan merangsang sel βpulau Langerhans untuk mengeluarkan insulin. Selama
belum ada insulin, glukosa yang ada diperedaran darah ini tidak dapat masuk ke dalam
sel-sel jaringan tubuh seperti otot dan jaringan lemak.ibarat sebuah kunci, insulin
berguna untuk membuka pintusel jaringan, memasukkan glukosa ke dalam sel, dan
selanjutnya menutup pintu sel kembali. Di dalam sel jaringan, glukosa dibakar (
dimetabolisir ) menjadi energi atau tenaga yang berguna untuk kehidupan kita sehari-
hari, misalnya menjaga temperatur tubuh supaya tetap normal, menjadi tenaga untuk
berjalan, berlari, atau melakukan aktivitas lainnya.

Pada pasien diabetes tipe I, sel β pulau Langerhans yang memproduksi insulin
sebagian besar “rusak”. Untuk menurunkan kadar glukosa darah pada pasien ini
dibutuhkan insulin dari luar. Pada pasien diabetes tipe II, hanya sebagian kecil sel yang
“rusak”.

Kegemukan dapat menyebabkan insulin yang beredar di dalam darah menjadi


tidak efektif. Insulin yang ada tidak dapat lagi menghantar seluruh glukosa darah masuk
ke dalam sel.mungkin sebagian lubang kunci pada sel jaringan berubah, sehingga tidak

25
cocok lagi dengan kunci insulin. Keadaan ini disebut resistensi insulin. Adanya resistensi
insulin menyebabkan kelenjar pankreas terpacu untuk menghasilkan lebih banyak lagi
insulin, dengan maksud menurunkan kadar glukosa darah. Akibatnya, kadar insulin di
dalam darah menjadi berlebihan. Keadaan ini disebut hiperinsulinemia, dan ini
berbahaya. Dengan mengukur kadar insulin darah dalam keadaan puasa, maka kadar
yang melebihi 30 Mu/ml atau lebih 20 Nu/ml menunjukkan adanya hiperinsulinemia.
Keadaan hiperinsulinemia akan menimbulkan penyakit diabetes melitus, gangguan kadar
lemak darah (dislipidemia), atau tekanan darah tinggi (hipertensi), tergantung pada gen
yang dimiliki penderita. Kesemua penyakit yang timbul ini akhirnya akan merusak
lapisan dalam pembuluh darah (endotelium) dengan berbagai akibatnya.

Mendiagnosis Diabetes

Lebih dari separuh penderita diabetes tidak menyadari bahwa mereka mengidap
diabetes, ribuan orang menghadapi beberapa komplikasi gawat penyakit itu tanpa
mengetahuinya. Pada presentase kecil, penderita diabetes tipe I, gejala-gejala dapat
timbul secara mendadak dan dramatis. Pada penderita diabetes tipe II tanda-tanda dan
gejala-gejala bisa timbul sangat pelan-pelan, kadang-kadang lolos dari pengamatan
selama bertahun-tahun.

Kebanyakan, penderita diabetes mengetahui penyakitnya pada saat pemeriksaan


kesehatan rutin, atau ketika penderita sudah mengalamikomplikasi diabet, seperti
masalah mata dan penglihatan, infeksi kaki yany gawat, penyakit ginjal, tekanan darah
tinggi, dan sebagainya. Kebanyakan dari komplikasi diatas dapat ditunda atau bahkan
dicegah jika penyakit diabetes dapat di diagnosis dan diobati secepat mungkin.

Jika seseorang mempunyai lebih dari satu atau dua tanda-tanda atau gejala
berikut, ia harus meminta bantuan dokter untuk pemeriksaan menyeluruh untuk
kemungkinan adanya diabetes. Khususnya jika didalam keluarga ada seseorang yang
sudah menderita diabetes.

 Dahaga yang Sangat dan Sering Buang Air Kecil

Dua gejala dini diabetas adalah rasa dahaga yang sangat dan sering buang aur
kecil.pada anak-anak, sering ngompol mungkin adalah indikasi penyakit diabetes. Kita
telah melihat terdahulu bahwa ginjal membantu mengendalikan jmlah gula dalam darah.
Jika jumlah glukosa dalam darah naik, ginjal mulai menyaringnya dan membuangnya ke

26
air seni. Hal ini membuat penderita sering buang air kecil dari biasanya. Kemudian, oleh
karena tubuh kehilangan banyak cairan seseorang itu akan merasa haus.

 Semut Mengerubungi Air Kencing

Sementara ginjal menyaring gula yang berlebihan, dan membuangnya ke air


seni, maka buangan air kecil penderita diabetes adalah manis. Kita mungkin tidak
menyadari kemanisan air seni tersebut, tetapi semut-semut disekitar toilet cenderung
mengetahuinya.

Dewasa ini, banyak kasus diabetes ditemukan pada waktu dokter meminta
pasien mengirimkan air seninya ke laboratorium untuk pemeriksaan rutin. Jika laporan
menyatakan adanya gula dalam air seni, dokter sering menyuruh pemeriksaan gula darah
untuk memastikan apakah diabetes penyebab adanya gula di air seni.

 Berkurangnya Berat Badan yang Tidak Jelas

Seseorang penderita diabetes cenderung berkurang berat badannya tanpa alasan


yang jelas, biarpun selera makan tampak normal. Khususnya pada diabetes tipe I,
seseorangbisa merasa sangat lapar dan makan banyak makanan, namun ia tetap
kekurangan berat badan.

 Lebih Banyak Infeksi dan Lambat Sembuh Luka

Seseorang yang menderita penyakit diabet cenderung sering mendapat penyakit


infeksi, terutama pada kulit dan saluran kencing. Luka-luka atau bisul biasanya
sembuhnya lebuh lambat dari penderita diabet.

27
TANDA-TANDA DAN GEJALA-GEJALA DIABETES

TERGANTUNG INSULIN TIDAK TERGANTUNG INSULIN

TIPE I TIPE II

Biasanya terjadi dengan tib-tiba Biasanya terjadi secara diam-diam dan


pelan-pelan

Sebagian atau seluruhnya tanda-tanda dan


Dahaga yang sangat
gejala-gejala seperti pada diabetes tipe I.

Gatal-gatal, terutama pada daerah kemaluan


Sering buang air kecil

Luka atau goresan lambat sembuh


Lapar yang sangat

Sering, lambat sembuh infeksi tak jelas


Berat badan berkurang penyebabnya pada kulit, gusi dan kandung
kencing.

Rasa nyeri, pegal dan rasa di tusuk-tusuk


pada tungkai dan kaki
Mudah jengkel

Penglihatan kabur

Kurang tenaga
Mual dan muntah

28
Lemah dan lesu

Semut mengerubungi air kencing

Jika terdapat beberapa gejala di atas, maka segeralah untuk memeriksakan diri ke
dokter.

Faktor Genetika

Setiap penyakit disebabkanoleh beberapa faktor seperti genetik atau keturunan,


dan pola hidup. Salah satu faktor penyebab penyakit diabetes adalah faktor genetika.
Pada makalah ini akan di bahas faktor penyebab diabetes dari sisi genetika.

Pada diabetes Tipe I Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), ada paling
sedikit dua gen khusus yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk
mengidap diabetes tipe I. Gen tersebut termasuk kepada apa yang disebut HLA, yang
mengendalikan pertahanan tubuh terhadap infeksi.

Pada Diabetes Tipe II yang tidak tergantung pada Insulin (NIDDM), ada
kecenderungan keturunan yang sangat kuat untuk terkena penyakit diabetes tipe II. Jika
seseorang mempunyai seorang anggota keluarga yang menderita penyakit diabetes,
kemungkinan seseorang mendapat diabetes adalah dua kali lebih tinggi dari orang-orang
biasa yang tidak mempunyai keluarga yang menderita diabetes. Dan jika seseorang
mempunyai dua anggota keluarga yang menderita diabetes, maka seseorang mempunyai
kemungkinan empat kali lebih tinggi mendapat diabetes.

Para ahli ilmu pengetahuan telah menemukan gen yang cacat atau rusak
mungkin menjadi penyebab dari 10-20% dari semu kasus diabetes tipe II. Gen ini adalah
yang menentukan bagaimana tubuh memproduksi enzim pencernaan yang disebut
glukokinase, yang tanpa memainkan peran utama dalam merangsang sel-sel beta untuk
mengeluarkan hormin insulin.

Penelitian menyatakan bahwa dengan kecacatan genetika ini, tubuh bisa


memproduksi cukup insulin pada mulanya untuk menjaga fungsi-fungsi tubuh berjalan
dengan baik. Namun, faktor-faktor lingkungan atau tekanan berat pada badan seperti

29
kehamilan atau penyakit bisa membuat tubuh tidak sanggup untuk menanggulangi
glukosa yang diterimanya, dan akibatnya adalah diabetes.

Selain itu, diabetes juga di sebabkan kelebihan berat badan. Bila seseorang
memakan lebih banyak kalori dari yang dibutuhkan oleh tubuh, kalori itu akan disimpan
dalam tubuh dalam bentuk lemak. Insulin bukan hanya saja memindahkan glukosa ke
penyimpanan, tetapi juga lemak. Namun, bila sel-sel lemak sudah penuh, mereka
kehilangan sebagian kemampuannya untuk berespon kepada insulin, oleh karena itu
pankreas memprodiksi lebih banyak lagi insulin dalam usahanya untuk membuka “pintu”
sel-sel tersebut. Dengan demikian pankreas bekerja melebihi waktu karena kelebihan
kalori yang dimakan. Juga pankreas bisa menderita kelelahan sehingga kehilangan
kemampuan untuk memproduksi insulin. Jadi insulin tidak bisa bekerja secara sempurna
bila tubuh mempunyai kelebihan lemak. Selain faktor berat badan, kurangnya olahraga,
umur, jenis kelamin, pengeruh geografis, latar belakang ras dan etnis juga dapat menjadi
penyebab seseorang terkena diabetes.

PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup

Diabetes Melitus (DM) (Sudoyo Aru, 2006).

Tujuan penatalaksanaan

A. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah.
B. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas
dan maortalitas dini DM.

Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus(PERKENI, 2006)

1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis

30
Pengelolaan Diabetes Melitus (DM) dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan
jasmani selama beberapa waktu (2 – 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis berat, stres berat, berat adan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria,
insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala
hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan pada pasien, sedangkan pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus

(PERKENI, 2006)

Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :

- Perjalanan penyakit DM
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
- Penyulit DM dan risikonya
- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
- Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau
insulin serta obat-obatan lain
- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia
- Pentingnya latihan jasmani yang teratur
- Masalah khusus yang dihadapi ( missal : hiperglikemia pada kehamilan)
- Pentingnya perawatan diri
- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Terapi gizi medis (TGM)


- Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna
mencapai target terapi

31
- prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada diabetisi perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :


Karbohidrat
- Dianjurkan sebesar 45-65 % total asupan energi

- Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan


- Makanan harus mengandung lebih banyak karbohidrat terutama yang berserat
tinggi
- Sukrosa todak boleh lebih dari 10% total asupan energi
- Sedikit gula dapat dikonsumsi sebagai bagian dari perencanaan makan yang sehat
dan pemanis non-nutrisi dapat digunakan sebagai pengganti jumlah besar gula
misalnya pada minuman ringan dan permen
- Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari

Lemak
- Dianjurkan sekitar 20 – 25% kebutuhan kalori
- Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori
- Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal

- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk)
- Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari
sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA / Mono Unsaturated Fatty Acid),
membatasi PUFA (Poly Unsaturated Acid) dan asam lemak jenuh

Protein
- Dibutuhkan sebesar 15 – 20% total asupan energi
- Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa
kulit, produk susu rendah lemak, kacang dan kacang-kacangan, tahu, tempe

32
- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg
BB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik
tinggi

Garam
- Sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau
sama dengan 6 – 7 g (1 sendok teh) garam dapur
- Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6g/hari terutama pada
mereka yang hipertensi

Serat
- Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari, diutamakan serat larut

Pemanis
- Batasi penggunaan pemanis bergizi
- Fruktosa tidak dianjurkan karena efek samping pada lipid plasma
- Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman

B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan diabetisi.
Diantaranya adalah dengan perhitungan berdasarkan kebutuhan kalori basal sebesar
25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa
faktor, yaitu jenis kelamin, umur, aktifitas, berat badan, dll.

Perhitungan berat badan ideal ( BBI ) menurut Broca yang dimodifikasi adalah
sebagai berikut :

 Berat badan ideal = 90 % x ( TB dalam cm - 100) x 1 kg


 Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus modifikasi menjadi : ( TB dalam cm – 100) x 1 kg
BB Normal : BB ideal ± 10 %

33
Kurus : < BBI – 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Penentuan status gizi dapat digunakan

BMI / Body Mass Index = IMT / Indeks Masa Tubuh dan Rumus Broca.

BB ( Kg )
IMT =

TB ( M2 )

Klasifikasi IMT :

 BB Kurang < 18,5


 BB Normal 18,5 – 22,9
 BB lebih ≥ 23,0
 Dengan risiko 23,0 – 24,9
 Obes I 25,0 – 29,9
 Obes II ≥ 30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

 Jenis kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dari pada pria. Kebutuhan kalori wanita
sebesar 25 kal / kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal / kg BB

 Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5 % untuk dekade
antara 40 an 59 tahun, dikurangi 10 % untuk usia 60 s/d 69 tahun, dan dikurangi 20
% untuk usia diatas 70 tahun

34
 Aktifitas fisik atau pekerjaan
Penambahan 10 % dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat, 20 %
pada pasien dengan aktifitas ringan, 30 % dengan aktifitas sedang, dan 50 %
dengan aktifitas sangat berat

 Berat badan
- Bila kegemukan dikurangi 20 – 30 % bergantung pada tingkat

kegemukan

-Bila kurus ditambah 20 – 30 % sesuai dengan kebutuhan untuk

meningkatkan BB

-Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling sedikit

1000 – 1200 kkal / hari untukwanita dan 1200 – 1600 kkal / hari untuk

pria

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam
3 porsi besar untuk makan pagi( 20 % ), siang ( 30 % )dan sore ( 25 % ) serta 2 – 3
porsi makan ringan ( 10 – 15 % ) diantaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan
pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan
kebiasaan. Untuk diabetisi yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30 menit yang
sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval Progressive Endurace training ).

- Continous

35
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti. Contoh
: bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien melakukan jogging
tanpa istirahat.

- Rytmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan
berelaksasi secara teratur.

- Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh : jalan cepat
diselingi dengan jalan lambat, dsb.

- Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan sampai
hingga mencapai 30-60 menit.

Sasaran Heart Rate = 75-85 % dari Maksimum Heart Rate

Maksimum Heart Rate = 220-umur

- Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan
(jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang dan bersepeda.

Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani secara teratur ( 3 – 4 kali seminggu selama
± 30 menit ) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas – malasan

36
Terapi Farmakologis
Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
TGM dan latihan jasmani (Sudoyo Aru, 2006).

1. Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan

(Sudoyo Aru, 2006) :

A. Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue): sulfonilurea dan glinid


B. Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis : metformin
D. Pengambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase α

A. Golongan Insulin Secretagogues


Insulin secretagogues mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi
sekresi insulin oleh sel beta pankreas.

1) SULFONILUREA
Digunakan untuk pengobatan Diabetes Melitus (DM) tipe 2 sejak tahun
1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan
diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi
gangguan pada sekresi insulin. Sulfonilurea sering digunakan sebagai terapi
kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau mempertahankan
sekresi insulin.

Mekanisme kerja efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan merangsang


channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea
terikat pada reseptor (SUR) pada channel tersebut maka akan terjadi penutupan.
Keadaan ini menyebabkan penurunan permeabilitas K pada membran dan
membuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca
intrasel. Ion Ca akan terikat pada Calmodilun dan menyebabkan eksositosis granul
yang mengandung insulin.

37
Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Oleh karena itu hanya bermanfaat untuk pasien
yang masih mempunyai kemampuan untuk sekresi insulin. Golongan obat ini tidak
dapat dipakai pada diabetes mellitus tipe 1.

Pemakaian sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah,


untuk menghindari kemungkinan hipoglikemia. Pada keadaan tertentu dimana
kadar glukosa darah sangat tinggi, dapat diberikan sulfonilurea dengan dosis yang
lebih besar dengan perhatian khusus bahwa dalam beberapa hari sudah dapat
diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam 1 minggu sudah terjadi penurunan kadar
glukosa darah yang cukup bermakna.

Bila konsentrasi glukosa puasa < 200mg/dl, Sulfonilurea sebaiknya dimulai


dengan pemberian dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu
sehingga tercapai glukosa darah puasa 90-130mg/dl. Bila glukosa darah puasa >
200mg/dl dapat diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan
setengah jam sebelum makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang
diberikan satu kali sehari sebaiknya diberikan pada waktu makan pagi atau pada
makan makanan porsi terbesar.

2) GLINID
Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan mempunyai struktur
yang mirip dengan sulfonilurea tetapi tidak mempunyai efek sepertinya.

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid (derivat fenilalanin)


kedua-duanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat
dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga diberikan 2 sampai 3 kali
sehari.

B. Golongan Insulin Sensitizing


1) BIGUANID
Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin.
Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati, tidak

38
dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Oleh karena itu
metformin biasanya diberikan dua sampai tiga kali sehari kecuali dalam bentuk
extended release.

Efek samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan untuk
menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (kreatinin >1,3mg/dl pada perempuan dan >1,5mg/dl pada laki-laki) atau
pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus diberikan dengan hati-hati
pada orang usia lanjut.

Mekanisme kerja metformin menurunkan glukosa darah melalui


pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan
menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa
oleh usus sehigga menurunkan glukosa darah dan menghambat absorpsi glukosa di
usus sesudah asupan makan. Setelah diberikan secara oral, metformin akan
mencapai kadar tertingi dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam
keadaan utuh dengan waktu paruh 2,5 jam.

Metformin dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan menyebabkan


hipoglikemia sehingga tidak dianggap sebagai obat hipoglikemik, tetapi obat
antihiperglikemik. Metformin tidak meyebabkan kenaikan berat badan.

Kombinasi sulfonilurea dengan metformin saat ini merupakan kombinasi


yang rasional karena mempunyai cara kerja sinergis sehingga kombinasi ini dapat
menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tuggal masing-
masing, baik pada dosis maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis rendah.

Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan sejak


awal pengelolaan diabetes, berdasarkan hasil penelitian UKPDS (United Kingdom
Prospective Diabetes Study) dan hanya 50 persen pasien DM tipe 2 yang kemudian
dapat dikendalikan dengan pengobatan tungal metformin atau sulfonylurea sampai
dosis maksimal.

Kombinasi metformin dan insulin juga dapat dipertimbangkan pada pasien


gemuk dengan glikemia yang sukar dikendalikan. Kombinasi insulin dengan
sulfonilurea lebih baik daripada kombinasi insulin dengan metformin. Penelitian

39
lain ada yang mendapatkan kombinasi metformin dan insulin lebih baik dibanding
dengan insulin saja.

Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah


penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid maka metformin sebagai
monoterapi pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia
dan resistensi insulin berat merupakan pilihan pertama. Bila dengan monoterapi
tidak berhasil maka dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat anti diabetik
lain.

2) GLITAZONE
Merupakan obat yang juga mempunyai efek farmakologis untuk
meningkatkan sensitivitas insulin. Mekanisme kerja Glitazone (Thiazolindione)
merupakan agonist peroxisome proliferators-activated receptor gamma (PPAR)
yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target
kerja insulin seperti jaringan adiposa, otot skelet dan hati, sedang reseptor pada
organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit dan
kerja insulin.

Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi ter jadi setelah
1-2 jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh
berkisar antara 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi pioglitazone.

Secara klinik rosiglitazone dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau
dosis terbagi 2 kali sehari) memperbaiki konsentrasi glukosa puasa sampai 55 mg/dl
dan A1C sampai 1,5% dibandingkan dengan placebo. Sedang pioglitazone juga
mempunyai kemampuan menurunkan glukosa darah bila digunakan sebagai
monoterapi atau sebagai terapi kombinasi dengan dosis sampai 45 mg/dl dosis
tunggal. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
kelas I – IV karena dapat memperberat udem / retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala. Saat ini tiazolidindion tidakdigunakan sebagai
obat tunggal.

C. Penghambat Glukoneogenesis
1) METFORMIN

40
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan perifer. Terutama dipakai
pada diabetisi gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien – pasien
dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis,
syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi efek samping tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

D. Penghambat Alfa Glukosidase ( acarbose )


Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa
glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja
di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh
pada kadar insulin. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan
flatulen.

Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan bekerja local pada saluran


pencernaan. Acarbose mengalami metabolisme di dalam saluran pencernaan,
metabolisme terutama oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan aktifitas
enzim pencernaan. Waktu paruh eliminasi plasma kira-kira 2 jam pada orang sehat
dan sebagian besar diekskresi melalui feses.

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Obat Hipoglikemi Oral:

a. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan
secara bertahap.
b. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping
obat-obat tersebut (misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 kali 1 tablet,
karena lama kerjanya 24 jam).
c. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya
interaksi obat.
d. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih kepada
insulin.
e. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.

41
Tabel 5
Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh OHO terhadap penurunan A1C
( Hb-glikosilat )
Golongan Cara kerja utama Efeksamping utama Penurunan A1C

Meningkatkan BB naik,
sekresi insulin hipoglikemia
Sulfonilurea 1,5 – 2 %

Meningkatkan BB naik,
sekresi insulin hipoglikemia
Glinid 1,5 – 2 %

Menekan produksi Diare, dyspepsia,


glukosa hati & asidosis laktat
menambah
Metformin sensitifitas terhadap 1,5 – 2 %
insulin

Penghambat Menghambat Flatulens, tinja


glukosidase α absorpsi glukosa lembek
0,5 – 1,0 %

Menambah Edema
sensitifitas terhadap
Tiazolidindion 1,3%
insulin

Menekan produksi Hipoglikemia, BB


glukosa hati, naik
Insulin Potensial sampai
stimulasi
normal
pemanfaatan glukosa

Sumber : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2006

42
Cara pemberian OHO terdiri dari (PERKENI, 2006) :

 OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
 Sulfonilurea generasi I & II : 15 – 30 menit sebelum makan
 Glimepiride : sebelum / sesaat sebelum makan
 Repaglinid, Nateglinid : sebelum / sesaat sebelum makan
 Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan karbohidrat
 Acarbose : bersama suapan pertama makan
 Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan

43
Tabel 6
Obat Hipoglikemik Oral di Indonesia
Golongan Generik Mg/tab Dosis Lama Frek/hari Waktu
harian kerja

Klorpropamid 100-250 100-500 24-36 1

Glibenklamid 2,5 - 5 2,5 - 15 12-24 1–2

Sulfonilurea Glipizid 5 - 10 5 – 2- 10-16 1–2 Sebelum

Glikuidon 30 30 - 120 6 - 8 2–3 makan

Glimepirid 1,2,3,4 0,5 - 6 24 1

Glinid Repaglinid 0,5,1,2 1,5 - 6 - 3

Nateglinid 120 360 - 3

Tiazolidindion Rosiglitazon 4 4-8 24 1 Tdk


bergantung

Pioglitazon 15,30 15 - 45 24 1 jadwal


makan

Penghambat Acarbose 50-100 100-300 3 Bersama


glukosidase α suapan
pertama

Biguanid Metformin 500-850 250- 6-8 1-3 Bersama/ses


3000 udah makan

Sumber : Sudoyo Aru, 2006

44
2. INSULIN (Sudoyo Aru, 2006)
Insulin diperlukan pada keadaan :

- Penurunan berat badan yang cepat


- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
- Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )
- Diabetes melitus gestasional yang tidak trkendali dengan TGM
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin


Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yaitu :

- Insulin kerja cepat ( rapid acting insulin )


- Insulin kerja pendek ( short acting insulin )
- Insulin kerja menengah ( intermediate acting insulin )
- Insulin kerja panjang ( long acting insulin )
- Insuln campuran tetap ( premixed insulin )

Efek samping terapi insulin


- Efek samping utama adalah terjadinya hipoglikemia
- Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin

45
Table 7

Insulin di Indonesia

Nama Buatan Efek puncak Lama kerja

Cepat 2-4 jam 6-8 jam

Actrapid Novo Nordisk (U-40&U-100)

Humulin-R Eli Lilly (U-100)

Menengah 4-12 jam 18-24 jam

Insulatard Novo Nordisk (U-40&U-100)


Novo Nordisk (U-40&U-100)
Monotard Human
Eli Lilly (U-100)
Humulin-N

Campuran 1-8 14-15

Mixtard 30 Novo Nordisk (U-40&U-100)

Humulin-30/70 Eli Lilly (U-100)

Panjang

Lantus Aventis Tidak ada 24 am

Bentuk Penfill untuk Novopen 3 adalah :

Actrapid Human 100

Insulatard Human 100

Maxtard 30 Human 100

Bentuk Penfill untuk Humapen Ergo adalah :

Humulin-R 100

Humulin-N 100

46
Humulin-30/70

Bentuk Penfill untuk Optipen adalah :

Lantus

Sumber : PERKENI, 2006

Terapi kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi. Terapi OHO dengan
kombinasi harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi
OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai alasan klinik dimana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi kombinasi dengan tiga OHO.

Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipergunakan adalah


kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang / panjang) yang diberikan
pada malam hari menjelang tidur.

Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa
darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah / panjang adalah 10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa
keesokan harinya.

Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka obat hpoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja
(PERKENI, 2006)

47
KOMPLIKASI
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun

(Sudoyo Aru, 2006).

I. Penyulit akut
Penyulit akut DM sampai saat ini masih merupakan kegawatan yang harus
ditangani dengan tepat dan benar karena hanya dengan cara itulah angka kematiannya
dapat ditekan serendah mungkin.

 Ketoasidosis diabetik
 Hiperosmolar nonketotik
 Hipoglikemia

II. Penyulit menahun


1. Makroangiopati, yang melibatkan :
 Pembuluh darah jantung
 Pembuluh darah tepi
 Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati:
 Retinopati diabetik
 Nefropati diabetik
3. Neuropati

PENGENDALIAN DM

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM


yang baik yag merupakan sasaran terapi. DM terkndali baik, apabila kadar glukosa darah
mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang
diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah (Sudoyo Aru, 2006).

48
Tabel 8

Kriteria pengendalian DM

Baik Sedang Buruk

GD puasa 80 - 109 110 - 125 ≥ 126

GD 2 jam pp 80 - 144 145 - 179 ≥ 180

A1C < 6,5 6,5 – 8 >8

Kolesterol total < 200 200 - 239 ≥ 240

LDL < 100 100 - 129 ≥ 130

HDL >45

Trigliserida < 150 150 - 199 ≥ 200

IMT 18,5 – 22,9 23 - 25 >25

Tekanan darah < 130/80 130 – 140 / 80 - 90 >140/90

Sumber : Sudoyo Aru, 2006

PROGNOSIS

Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk
meninggal lebih cepat( Mansjoer, 2001).

49
BAB III
KESIMPULAN

3.1. KESIMPULAN

a. Diabetes Melitus (DM) merupakan kumpulan gejala (rasa haus yang berlebihan,
sering kencing terutama pada malam hari, banyak makan serta badan yang turun
dengan cepat) yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar
glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif baik yang
disebabkan oleh autoimun, obesitas sentral, diet tinggi lemak dan rendah
karbohidrat, gerak badan kurang dan keturunan (herediter). Prevalensi DM
diperkirakan akan terus meningkat dari tahun ke tahun di mana 120 juta orang
di seluruh dunia terkena DM, sehingga perlu adanya upaya pencegahan seperti
dengan uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring.
b. Gejala Diabetes Melitus (DM) dapat berupa banyak makan (polifagia), sering
merasa haus (polidipsia), sering kencing (poliuria) terutama malam hari, lemas,
berat badan menurun, kesemutan pada jari tangan dan kaki, gatal-gatal,
penglihatan kabur, impotensi pada pria, pruritus vulva pada wanita, luka sukar
sembuh, melahirkan bayi dengan berat badan > 4 kg.
c. Diagnosis Diabetes Melitus (DM) ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan pada orang yang
mempunyai risiko DM, tetapi tidak menunjukan gejala DM melalui
pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa,
kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.
d. Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus (DM) terdiri dari edukasi, terapi gizi
medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.
e. Dalam perjalanan penyakit Diabetes Melitus (DM), dapat terjadi penyulit akut
yang merupakan kegawatan dan penyulit menahun yang dapat menimbulkan
kecacatan.

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Priantono, D., Sulistianigsih, D.P. Hipoglikemia. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:


Media Aesculapius
2. Manaf, A. Hipoglikemi: Pendekatan Klinis dan Penatalaksanaan. Ilmu Penyakit Dalam.

3. National Diabetes Information Clearinghouse. 2008.Hypoglicemia. New York:


American Diabetes Association.Vol09–3926

4. Clayton, D. Woo, V. Yale, J.F. 2013. Clinical Practice Guidelines Hypoglycemia. Can
J Diabetes Vol. 37. S69-S71
5. Hamdy, O. 2015. Hypoglicemia. Dikutip dari
:http://emedicine.medscape.com/article/122122 (31 oktober 2015)
6. Gustaviani Reno. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006; 1857-9.
7. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelelolaan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia. PB Perkeni, Jakarta: 2002; hal 1-19
8. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Indonesia. Semarang: 2006.
9. Soegondo S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed 4 jl 2. Perhimpunan Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: 2005; Hal 1974-80.
10. Subekti I (2004). Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004; Hal 217-23.
11. Suyono S. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2007; Hal 7-14

51

Anda mungkin juga menyukai