Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PRODUKSI TERNAK UNGGAS

‘Strategi Pengembangan Ayam Kampung di NTT’

NAMA : Gerson F. Bira


I Made A. Sudarma
SEMESTER : II (DUA)
PRODI : ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2013

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemenuhan kebutuhan protein hewani dari produk unggas harus diimbangi dengan
peningkatan populasi ternak unggas. Sehingga produk dari ternak unggas mampu memenuhi
kebutuhan protein hewani seluruh masyarakat Indonesia. Sampai saat ini masyarakat
Indonesia cukup mampu untuk mengkonsumsi produk dari ternak unggas, selain itu produk
ternak unggas mampu meningkatkan PAD. Oleh karena itu, usaha ternak unggas harus lebih
berdaya guna dan dikembangkan. Ternak ayam lokal bagi masyarakat perdesaan di Indonesia
merupakan komoditi andalan strategis yang berpotensi dan berpeluang di masa depan, baik
secara ekonomi maupun sosial. sehingga perlu dipikirkan penanganan serta
pengembangannya.
Mengubah sistem beternak ayam kampung dari sistem ekstensif ke sistem semi
intensif atau intensif memang tidak mudah, apalagi cara beternak sistem tradisional
(ekstensif) sudah mendarah daging di masyarakat pada umumnya. Akan tetapi, kalau dilihat
nilai kemanfaatan dan hasil yang dicapai tentu akan menjadi faktor pendorong tersendiri
untuk mencoba beternak dengan sistem intensif.
Di NTT perkembangan ayam lokal masih terkendala dengan berbagai persoalan, yaitu
pertumbuhan yang cenderung lebih lambat jika dibandingkan dengan ayam ras pedaging
yang mampu panen dalam waktu 40 hari, kesulitan memperoleh bibit, resiko kematian
mencapai 10%-20% pada bulan-bulan awal ternak, penyakit dan hama dan juga terjadinya
penurunan kualitas yang diakibatkan kekeliruan dalam proses produksi. Namun, jika strategis
pemeliharaan ayam kampung dapat dicermati dengan baik maka usaha beternak ayam
kampung dapat memberikan keuntungan yang tinggi. Makalah ini bertujuan untuk
mengetahui strategis pengembangan ayam kampung dengan memanfaatkan sumber daya
lokal di NTT.

B. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui strategi-strategi dalam
pengembangan ayam kampung di NTT.

2
BAB II
PEMBAHASAN
Peternakan unggas di indonesiaberperan penting dalam pembangunan peternakan
karena merupakan ujung tombak pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Ternak
unggas memberikan kontribusi yang besar dalam terhadap produksi daging yaitu 60,37% dan
diikuti daging sapi 21,94%. Dari jumah ternak unggas tersebut 67% dsediakan oleh ayam ras
dan hanya sekitar 23% disediakan oleh ayam lokal, sisanya oleh ayam jenis lainnya (Dirjen
Peternakan, 2008).
Ternak ayam kedepan tetap akan menjadi tumpuan dalam menyediakan pangan untuk
pemenuhan kebutuhan protein hewani, namun sampai pada saat ini pengembangan ayam
kampung masih belum optimal karena hanya mampu memenuhi sekitar 23% saja dari total
populasi ternak unggas karena masih dikelola secara tradisional dan hanya sebagai usaha
sambilan. Oleh karena itu pengembangan ayam lokal sebaiknya diarahkan selain untuk
meningkatkan produktivitas harus juga diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia
dalam memanfaatkan keanekaragaman sumber daya lokal.
Ayam kampung adalah ayam khas NTT, asli ayam NTT yang memiliki keunggulan
lebih dibandingkan ayam ekspor. Di NTT sendiri ayam kampung yang sudah cukup diketahui
oleh umum adalah jenis ayam semau dan ayam sabu yang bagi masyarakat selain untuk ayam
pedaging juga sebagai ayam petarung (Henuk, 2013).
Berikut adalah beberapa alasan pengembangan ayam kampung :
1. Harga Relatif Lebih Tinggi
Harga daging maupun telur ayam kampung asli memiliki nominal yang lebih tinggi
dibanding ayam ras seperti DOC Super ataupun broiler. Ini dikarenakan pemeliharaan
memerlukan waktu dan biaya yang lebih dibanding ayam ras. Harga ini disebabkan masih
kurangya jumlah peternak ayam kampung asli. Sebagai contoh saja, ayam kampung yang jual
dipasaran untuk saat ini harganya berkisar Sementara itu, harga ayam kampung mencapai Rp
55.000 per kilogram. Kenaikan harga daging ayam ini diikuti kenaikan harga telur ayam yang
naik 11,76% dari semula Rp 17.000 per kilogram menjadi Rp 19.000 per kg. Sedangkan
harga telur ayam kampung naik 8,33% dari sekitar Rp 1.200 per butir menjadi Rp 1.300 per
butir (http://industri.kontan.co.id/news/konsumsi-daging-ayam-naik-15.79-tahun-ini)
2. Nutrisi Yang Lebih Dari Ayam, Daging dan Telur
Ayam kampung memiliki konsumen yang fanatik, sehingga dilihat dari serapan pasar,
kecenderungannya selalu kekurangan, sehingga potensi pasarnya sangat terbuka luas. Hal
lain yang membuat ayam kampung selalu dicari, ialah bahwa rasa dari ayam kampung sangat

3
berbeda dengan ayam ras. Ayam kampung memiliki nutrisi yang lebih tinggi dibanding
ayam ras yakni lemaknya yang rendah dan terdapat berbagai protein yang dibutuhkan oleh
tubuh manusia. Dianalisa dari nilai gizinya, setiap 100 gram daging ayam mengandung 74
persen air, 22 persen protein, 13 miligram zat kalzium, 190 miligram zat fosfor dan 1,5
miligram zat besi. Daging ayam mengandung vitamin A yang kaya, lebih-lebih ayam kecil.
Selain itu, daging ayam juga mengandung vitamin C dan E. Daging ayam selain rendah kadar
lemaknya, lemaknya juga termasuk asam lemak tidak jenuh, ini merupakan makanan protein
yang paling ideal bagi anak kecil, orang setengah baya dan orang lanjut usia, penderita
penyakit pembuluh darah jantung dan orang yang lemah pasca sakit. Daging ayam lebih
unggul daripada daging sapi, kambing dan babi. Mengapa daging ayam lebih digemari
masyarakat daripada daging-dagingan lainnya, karena daging ayam gampang dimasak.
Ditambah masa pertumbuhan dan peternakannya agak pendek
3. Pemeliharaan Mudah
Pemeliharaan yang mudah dan tidak terlalu sulit juga menjadi alasan mengapa
memilih ternak ayam kampung asli, tidak perlu menggunakan teknologi yang sangat tinggi
sehingga biayanya juga menjadi rendah. Namun yang harus menjadi perhatian adalah
mengintensifkan pemeliharaannya saja.
4. Potensi pasar Masih Bagus
Banyak diantara konsumen lebih memilih ayam kampung asli ketimbang ayam ras.
Mereka beranggapan ayam kampung masih menjadi pilihan dan mempunyai kelebihan
tersendiri. Dibandingkan ayam ras seperti broiler karena berasa hambar.
5. Perkembangan Merata
Salah satu kelebihan ayam kampung adalah dari segi perkembangan. Banyak rumah
makan atau konsumen terbesar menginginkan berat dan jumlah yang seimbang dan hampir
sama persis.
6. Ternak Multi Fungsi
Dikarenakan ternak multi fungsi adalah berbagai hasil ternak yang dapat kita
kembangkan mulai dari telur, DOC, ayam dara, induk bahkan sampai limbah kotoran, bulu
dll mampu mendatangkan rupiah. Jadi alasan memilih ternak ayam kampung adalah tepat.
Selain itu ayam kampung sendiri mampu dijadikan sebagai tujuan bisnis yang berbeda seperti
suara kokok (ayam hias), ayam aduan, ayam pedaging, ayam petelur, bahkan sebagai
klangenan atau untuk adat (ayam cemani).

4
Analisis Swot Pengembangan Ternak Ayam Kampung
Strategi dalam mengembangan ternak ayam kampung akan dilakukan dengan
menggunakan analisis SWOT agar tepat dalam mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman dalam pengembangan ternak ayam kampung.
Kekuatan (Strenght) :
1. Lahan untuk peternakan ayam kampung masih tersedia.
2. Iklim cocok untuk usaha.
3. Usaha peternakan ayam kampung sebagai sumber pendapatan utama keluarga.
4. Sumber daya yang dimiliki (SDA dan SDM).
5. Tersedianya lembaga permodalan seperti perbankan dan koperasi.
6. Tersedianya transportasi.
7. Dukungan pemerintah dalam mengembangan usaha ternak ayam kampung.
Kelemahan (Weakness) :
1. Keterampilan peternak masih rendah.
2. Sistem beternak yang masih dilakukan secara tradisional.
3. Keterbatasan modal usaha.
4. Skala usaha masih kecil.
5. Ketergantungan bibit dan pakan ternak dari luar daerah.
6. Angka kematian ternak ayam kampung masih tinggi.
7. Kelompok peternak belum berfungsi.
8. Pola pemeliharaan yang masih bersifat sambilan dan tradisional.
9. Sarana dan prasarana pendukung yang masih kurang.
Peluang (Oppurtunities) :
1. Permintaan pasar akan komoditi ternak ayam kampung yang masih tinggi.
Permintaan akan bahan-bahan yang berasal dari ternak akan terus meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan dan kesadaran
masyarakat untuk mengkonsumsi pangan yang bergizi tinggi.
2. Tersedianya lembaga permodalan seperti perbankan dan koperasi.
3. Perkembangan teknologi dibidang peternakan yang semakin maju
4. Peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan, membantu menciptakan
lapangan kerja sehingga mampu melestarikan serta memanfaatkan sumberdaya
alam pendukung peternakan.

5
Ancaman (Threats) :
1. Budaya lokal yang kontradiktif dengan teknologi yang diperkenalkan

2. Berkembangnya penyakit menular ternak

3. Kondisi iklim yang tidak menentu.

4. Masuknya produk-produk dari luar daerah.


5. Kondisi ekonomi yang belum stabil.
6. Penyakit ternak yang dapat menyerang.
7. Harga obat ternak yang semakin tinggi

6
MATRIKS SWOT SERTA STRATEGI PENGEMBANGANNYA
Internal Strenght (S) Weakness (W)
1. Lahan untuk peternakan ayam 1. Sistem beternak yang masih dilakukan secara
kampung masih tersedia. tradisional
2. Iklim cocok untuk usaha. 2. Keterampilan peternak masih rendah.
3. Usaha peternakan ayam kampung 3. Keterbatasan modal usaha.
sebagai sumber pendapatan utama 4. Skala usaha masih kecil.
keluarga. 5. Ketergantungan bibit dan pakan ternak dari
4. Sumber daya yang dimiliki (SDA luar daerah.
dan SDM). 6. Angka kematian ternak ayam kampung masih
5. Tersedianya lembaga permodalan tinggi.
seperti perbankan dan koperasi. 7. Kelompok peternak belum berfungsi.
6. Tersedianya transportasi 8. Sarana dan prasarana pendukung yang masih
pendukung kurang
7. Dukungan pemerintah dalam
mengembangan usaha ternak ayam
Eksternal kampung.

Oppurtinities (O) Strategi S-O Strategi W-O


1. Permintaan pasar akan komoditi 1. Mendorong terbentuknya perusahaan 1. Pengembangan pola kemitraan antara
ternak ayam kampung yang pembibitan dan pakan ternak untuk peternak dengan perusahaan lokal sebagai
masih tinggi. menghindari ketergantungan dari penyedia bibit dan pakan ternak
2. Tersedianya lembaga daerah luar 2. Mendorong dan memberikan perlindungan
permodalan seperti perbankan 2. Perbaikan mutu genetik ayam kepada usaha kecil dan menengah bidang
dan koperasi. kampung peternakan yang ditetapkan dengan peraturan
3. Perkembangan teknologi 3. Menciptakan kondisi yang daerah dan diwujudkan dalam APBD
dibidang peternakan yang mendukung untuk menarik investor 3. Meningkatkan peran dan fungsi dinas
semakin maju dari luar daerah peternakan sebagai instansi teknis pemerintah
4. Peluang ekonomi untuk 4. Melakukan pembinaan terhadap daerah bidang peternakan dan didukung
meningkatkan pendapatan, peternak secara terpadu dengan kebijakan yang berpihak kepada
membantu menciptakan 5. Penyediaan modal usaha dengan petani peternak dan
lapangan kerja sehingga mampu bunga yang kompetitif 4. mengefektifkan fungsi asosiasi peternak

7
melestarikan serta 6. Membangun sarana dan prasarana unggas yang ada.
memanfaatkan sumberdaya pendukung usaha
alam pendukung peternakan.

Threats (T) Strategi S-T Strategi W-T


1. Budaya lokal yang kontradiktif 1. Pengembangan kualitas produk 1. Penerapan teknologi yang dapat
dengan teknologi yang 2. Pengembangan jaringan kerjasama meningkaktan hasil peternakan
diperkenalkan 3. Peningkatan aksesibilitas terhadap pasar 2. Implementasi teknologi
2. Berkembangnya penyakit 4. Pengembangan efisiensi usaha 3. Peningkatan produksi pertanian
menular ternak 5. Peningkatan manajemen sistem peningkatan ketahanan pangan
3. Kondisi iklim yang tidak pemeliharaan ternak 4. Pendidikan formal/non formal dalam
menentu. 6. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya peningkatan kualitas SDM pelaku pertanian
4. Masuknya produk-produk dari fisik
luar daerah. 7. Pengembangan dinamika kelembagaan
5. Kondisi ekonomi yang belum dan kemitraan agribisnis peternakan
stabil. 8. pengembangan pola investasi dan
6. Penyakit ternak yang dapat permodalan
menyerang.
7. Harga obat ternak yang
semakin tinggi

8
Dari kekuatan, kelemahan, ancaman serta peluang diatas maka dapat dideskripsikan
strategi pengembangan utama ternak ayam kampung sebagai berikut:
Strategi Pemeliharaan Secara Intensif
Untuk mencapai kesuksesan dalam beternak ayam kampung maka hal pertama yang
harus dilakukan adalah Pencegahan dan pemberantasan penyakit. Pemeliharaan ayam
kampung yang masih dilepas bebas akan rentan sekali terhadap penyakit untuk itu
pemeliharaan secara intensif ataupun semi intensif perlu diterapkan. Pemeliharaan secara
intensif dapat menekan angka kematian ayam dan juga untuk mengontrol sifat alamiah dari
ayam kampung seperti kanibalisme dan mengeram serta kebutuhan pakan dari ayam dapat di
atur sedemikian rupa sehingga peningkatan PBB dan juga memperpendek masa pelihara.
Salah satu faktor yang menyebabkan produksi telur ayam kampung menurun adalah sifat
mengeram yang sangat kuat yang dimiliki oleh ayam kampung (Gunawan, 2006). Sifat
agresif juga dimiliki oleh ayam kampung khususnya pejantan, sifat ini sebagai sifat alami
pada pemeliharaan secara ekstensif jika sifat ini tidak dihilangkan pada pemeliharaan intensif
maka akan sangat merugikan (kegaduhan dalam kandang).
Ayam kampung sering dilihat sebagai usaha sambilan dengan nilai ekonomisnya
rendah, produksi telur dan daging rendah dan juga pemeliharaannya termasuk lama, namun
dari berbagai penelitian ternyata ayam kampung jika dirubah cara pemeliharaan dari ekstensif
ke intensif akan menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi, produksi telur dan daging tinggi
dan juga pemeliharaannya dapat dipercepat (Des et al, 2008). Seperti yang dilaporkan oleh
Saptati dan Priyanti (2006), pemeliharaan ayam lokal sebagai penghasil daging dan telur
secara intensif melalui perbaikan manajemen pemeliharaan ( kandang, ransum dan vaksinasi),
dan peningkatan skala usaha dan permodalan dapat menghasilkan tambahan pendapatan bagi
peternak yang lebih besar.
Tabel.1. Produktivitas ayam lokal tanpa dan dengan perbaikan manajemen (Kingston, 1979;
Creswell Dan Gunawan 1982; GUNAWAN et al. 2004 Dalam Juarini et al,2008)
Parameter Tanpa perbaikan Dengan perbaikan
(Tradisional) (Intensif)
Rataan bobot ayam betina umur 20 minggu (g) 1027 1718
Produksi telur/tahun(butir) 72 151
Umur pertama bertelur (hari) 180 145
Rataan mortalitas (%) 68-80 7,6-12,2
Rataan berat telur (g) 32,5-41 39,2-47,5
Rataan daya tetas (%) 82* 78-80**

9
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan perbaikan manajemen pemeliharaan
ke intensif akan dapat meningkatkan produksi ternak ayam kampung, baik itu bobot ayam
betina yang dipelihara secara intensif akan meningkat sebesar 1718 g dibandingkan secara
tradisional yang hanya 1027 g, begitupun pada produksi telur yang meningkat 151butir, umur
pertama bertelur dapat dipercepat menjadi 145 hari, rataan mortalitas 7,6-12,2 %, rataan
berat telur 39,2-47,5 g dan rataan daya tetas dengan menggunakan mesin tetas sebesar 78-80.
Untuk itu, salah satu strategi utama yang perlu diterapkan yakni perubahan sistem
pemeliharaan ayam kampung dari tradisional (ekstensif) ke intensif agar perkembangan dan
produksinya dapat meningkat.
Strategi Perbaikan Mutu Genetik (bibit)
Jenis ternak ayam yang dipelihara petani pada umumnya jenis lokal yang
produktivitasnya relatif rendah. Oleh karena itu untuk kestabilan produksi perlu diintroduksi/
dikembangkan bibit unggul atau mempersilangkan jenis ternak lokal dengan bibit unggul
tanpa mengurangi (mempertahankan) sumberdaya hayati (sebagai sumber plasma nuftah).
Perbaikan mutu genetik ternak ini diarahkan pada produksi dan reproduksi yang lebih
memberikan keuntungan bagi petani baik sebagai ayam petelur atau ayam pedaging.
Misalnya saja, ayam kampung mempunyai sifat mengeram yang sangat tinggi sehingga untuk
melakukan suatu usaha maka sifat ini harus dihilangkan. Suprijatna (1993) menyatakan
bahwa sifat mengeram ini dapat dihilangkan dengan cara tradisional, namun bagaimana jika
ternaknya banyak, sehingga caranya adalah menghilangkan sifat genetis tersebut dengan
kawin silang. Ayam kampung harus diperbaiki kualitasnya dengan tujuan untuk
meningkatkan laju pertumbuhan dan meningkatkan efesiensi reproduksinya tetapi dengan
tetap menjaga karakteristik asli ayam kampung seperti warna bulu, bentuk tubuh, bentuk
jengger, sampai pada citarasa dan tekstur daging.
Upaya perbaikan mutu bibit ayam lokal meliputi :
a). peningkatan populasi ayam lokal di habitat aslinya,
b). peningkatan mutu bibit untuk tujuan produksi telur dan atau daging,
c). pengendalian populasi dan penyebaran luasannya,
d). pembentukan rumpun dan galur komersial yang menggunakan ayam lokal sebagai
sumber genetiknya.
Yang menjadi kelemahan perbaikan mutu genetik di Indonesia dan NTT secara
khusus adalah terletak pada ketidak adaan buku ternak yang menjelaskan tentang keberadaan
asal-usul setiap ternak yang ada. Hampir boleh dikatakan bahwa setiap ternak tidak mengenal
bapak-ibu apalagi nenek moyangnya. Akibatnya potensi genetik individu ternak tidak dapat

10
diramalkan sebelumnya, sehingga dapat merugikan peternak sendiri (Sidadolog, 2008).
Pengenalan ternak melalui silsilah sangat mendukung untuk mengetahui peramalan potensi
ternak tersebut secara genetik.
Strategi Peningkatan Skala Pemilikan Ternak
Rata-rata pemilikan ternak pada tingkat petani adalah 5-10 ekor induk atau 10-20 ekor
ayam dari berbagai kelompok umur. Tingkat pemilikan ini terlalu rendah sehingga perlu
ditingkatkan menjadi skala ekonomis dan sesuai dengan kemampuan sumberdaya pertanian
yang dimiliki petani minimal 300 ekor induk/petani. Untuk meningkatkan skala pemilikan
ayam petani, perlu bantuan modal berupa kredit berbunga lunak. Gunawan (2006) dalam
laporan penelitiannya menyatakan bahwa skala usaha yang menguntungkan untuk usaha
perbibitan ayam kampung per paket 40 ekor induk dan untuk usaha telur konsumsi 30 ekor
per paket. Sebagai usaha sambilan bagi peternak yang menguntungkan yakni melebih BEP
dan diproyeksikan menghasilkan produktivitas serta pendapatan lebih tinggi.
Demikian juga yang dilaporkan oleh Sehabudin dan Agustian (2006), pemeliharaan
ayam kampung secara intensif dengan kandang baterai yang dilakukan oleh peternak di
Kalimantan Selatan dengan skala pemilikan ternak dari 200-2000 ekor/KK mampu
memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga sampai 100%. Hal ini berarti skala
pemilikan dan pola pemeliharaan menentukan usaha beternak itu sendiri dan ini merupakan
strategi yang mampu meningkatkan pengembangan ayam kampung serta memperbaiki taraf
hidup para peternak.
Strategi Pengembangan Kemitraan
Kemitraan antara petani dan pengusaha atau pedagang besar ternak perlu
dikembangkan agar petani mendapat kesempatan lebih besar untuk memelihara ternak
dengan teknologi yang lebih baik. Untuk itu, pembentukan kelompok tani ternak diperlukan
agar manajemen kemitraan lebih efisien. Posisi tawar petani pada umumnya lemah, sehingga
harga lebih banyak ditentukan pedagang. Posisi tawar petani dalam rangka pemasaran hasil
usahanya akan dapat ditingkatkan dengan berkumpulnya petani dalam satu wadah kelompok
tani, koperasi atau asosiasi lainnya. Pengembangan lembaga pemasaran dalam kelompok tani
akan sangat membantu petani dalam pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil,
sehingga petani akan memperoleh peningkatan pendapatan atas harga yang diterima. Untuk
ini pemasaran hasil dari petani akan dikoordinasikan dalam kelompok tani dan mencari mitra
usaha yang dapat berfungsi sebagai Bapak Angkat. Hal ini adalah sangat penting mengingat
petani selalu terlambat dalam memperoleh informasi pasar.

11
Pengembangan kelembagaan petani pada tahap produksi yang sudah stabil akan
diarahkan pada:
1. Rancangan kegiatan usaha
2. Struktur organisasi
3. Kemampuan akses pada permodalan, pemasaran, penyuluhan, informasi dan
penerapan teknologi
4. Penerapan prinsip partisipatif dalam identifikasi masalah, solusi, evaluasi dan
analisa hasil
5. Penumbuhan keterkaitan antar kelompok dengan usaha sejenis untuk mengelola
sistem dan usaha agribisnis secara terpadu
6. Pelaksanaan sistem usaha agribisnis dari hulu sampai hilir. Prinsip pengembangan
kelembagaan ini adalah (1) kerjasama antar anggota yang timbul oleh karena
kebersamaan kepentingan dan kebutuhan, (2) mempermudah terlaksananya
pemanfaatan informasi dan teknologi, penyuluhan, penguatan modal, pengolahan
produk dan akses informasi pasar. Sedangkan strategi pengembangan kelembagaan
petani meliputi: keterpaduan komponen agribisnis, diversifikasi usaha,
pendampingan, penguatan modal kemitraan usaha dan pembinaan kelembagaan
petani.
Strategi Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Keterampilan Petugas dan petani untuk keberhasilan program ini merupakan faktor
penghubung, karena masyarakat NTT pada umumnya masih bersifat semu dan tradisional
dan masyarakat yang bercocok tanam maka dengan itu pendidikan dan pembinaan kepada
petugas dan masyarakat harus terus dilakukan, karena bila tidak maka keberhasilan program
pengembangan peternakan akan semakin menurun kualitasnya. Hal utama yang perlu
dilakukan adalah meningkatkan sumber daya manusia. Upaya-upaya dalam meningkatkan
sumber daya manusia adalah konsekuensi yang baik, karena dengan demikian dapat
membuka cara pemikiran yang cenderung memanfaatkan ternak tanpa memikirkan
populasinya kedepan. Sumber daya yang dimaksud yaitu dengan menjalani pendidikan,
sehingga dengan pendidikan dapat membuka wawasan dan cara berpikir yang bermanfaat.
Selain itu juga dapat mengembangkan teknologi-teknologi baru yang mampu memperbaharui
sistem peternakan menjadi lebih optimal. Manusia perlu memanfaatkan bahan lokal untuk
digunakan sebagai sumber pakan bagi ternak. Misalnya pemanfaatan bahan-bahan lokal
sebagai pakan ternak, Sehingga diperlukannya berbagai usaha untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman semua pihak yang terlibat dalam sistem agribisnis peternakan

12
khusunya pada peternakan ayam kampung. Untuk itu program-program yang dapat
menunjang pengembangan SDM adalah mengadakan pelatihan dan pendampingan kepada
peternak/kelompok peternak ayam kampung, pelatihan kepada aparat pemerintah dan juga
pengembangan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan.
Strategi Sarana dan Prasarana
Untuk usaha dalam bidang peternakan, mutlak membutuhkan fasilitas dari pihak
pemerintah ataupun swasta khususnya dalam pengadaan modal kerja, inovasi teknologi dan
kelembagaan serta perusahaan swasta yang dapat mengendalikan masukan untuk produksi
dan pemasaran hasil. Keterlibatan pemerintah tidak cukup sebagai fasilitator pasif, tetapi
harus menjadi inisiator aktif mengingat aneka usaha peternakan didominasi oleh usaha
peternakan rakyat skala kecil yang mungkin telah sampai pada titik jenuhnya. Hanya dengan
suntikan bantuan fasilitas eksternal, usaha peternakan rakyat dapat keluar dari posisi
keseimbangan pertumbuhan rendah dan mempunyai dayasaing lebih baik (Suprijatna, 2004).
Program pengembangan prasarana dan sarana fisik mencakup: Optimalisasi penggunaan
prasarana dan sarana fisik, peningkatan prasarana dan sarana fisik dan optimalisasi sistem
peternakan secara intensif.

13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hasil analisis SWOT digunakan untuk memformulasi strategi pengembangan
peternakan ayam kampung dan diperoleh enam strategi pengembangan utama yang.
Adapun strategi-strategi tersebut masing-masing adalah sebagai berikut:

1. Strategi Pemeliharaan Secara Intensif.

2. Strategi Perbaikan Mutu Genetik Ayam Kampung.

3. Strategi Peningkatan Skala Pemilikan Ternak.

4. Strategi Pengembangan Kemitraan.

5. Strategi Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

6. Strategi Peningkatan Sarana dan Prasarana

Strategi-strategi tersebut kemudian diangkat menjadi program-program


pengembangan utama yang kiranya perlu dilaksanakan untuk tujuan pengembangan
peternakan ayam kampung di NTT.

14
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Statistik Peternakan 2007. Departemen RI. Jakarta.
Gunawan, 2006. Evaluasi Model Pengembangan Ayam Buras Di Indonesia. Kasus Jawa
Timur. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
(Hal 260-271).
Henuk, Y.L. 2013. Benefits And Problems Of Keping Native Chickens In Indonesia. 11th
World Conference On Animal Production. Undana. Kupang NTT.
Juarini,E. Sumanto dan D. Zainuddin (2008). Pengembangan Ayam Lokal Dan
Permasalahannya Di Lapangan. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan
Ayam Lokal. Bogor
Kusnadi, U. Strategi dan Kebijakan Pengembangan Ayam Lokal Di Lahan Rawa Untuk
Memacu Ekonomi Perdesaan. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi
Pengembangan Ayam Lokal (Hal 252-259). Pusat Penelitian dan Pengembangan Ayam
Lokal.
Samariyanto. 2008. Arah pengembangan pembibitan Ayam lokal di indonesia.
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal (Hal 3-9). Pusat
Penelitian dan Pengembangan Ayam Lokal. Bogor
Saptati,R.A dan A. Priyanti. 2006. Pendekatan Ekonomi Usaha Ternak Ayam Lokal Pada
Peternakan Rakyat. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
(Hal 205-217). Pusat Penelitian dan Pengembangan Ayam Lokal. Bogor
Sidadolog,J.H.P. (2008). strategi Pengelolaan Sumber Daya Genetik Untuk Perbaikan
Produktivitas Ternak Lokakarya Nasional Pengelolaan Dan Perlindungan Sumber Daya
Genetik Di Indonesia: Manfaat Ekonomi Untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional.
Bogor
Suprijatna, E. 2010. Strategi Pengembangan Ayam Lokal Di Indonesia. Prosiding Pidato
Pengukuhan Penerimaan Jabatan Guru Besar Universitas Diponegoro (Hal 1-80).
Semarang.
Yamesa, N. 2010. Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur Pada
Perusahaan AAPS Kecamatan Guguak, Kabupaten 50 Kota. Skripsi. Sumatera barat.
Zainudin, D. 2008. Strategi Pemanfaatan Pakan Sumberdaya Lokal dan Perbaikan
Manajemen Ayam Lokal. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan
Ayam Lokal (Hal 32-41). BPT, Bogor.

15

Anda mungkin juga menyukai