Anda di halaman 1dari 10

KEPUTUSAN

PENANGGUNG JAWAB KLINIK GRIYA MEDIKA


NOMOR : 005/PJK/GM/IV/2019

TENTANG
KEWASPADAAN UNIVERSAL

PENANGGUNG JAWAB KLINIK GRIYA MEDIKA

Menimbang : a. Bahwa Untuk Mengurangi Risiko Penyebaran Infeksi Dan Didasarkan


Pada Prinsip Bahwa Darah Dan Cairan Tubuh Dapat Berpotensi
Menularkan Penyakit, Baik Berasal Dari Pasien Maupun Petugas
Kesehatan.
b. Bahwa Untuk Mengurangi Risiko Infeksi Pada Petugas, Pasien Dan
Masyarakat;
c. Bahwa Agar Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal Di Klinik
Griya Medika Terlaksana Dengan Baik, Perlu Adanya Kebijakan
Penanggung jawab klinik Sebagai Landasan Bagi Pelaksanaan
Kewaspadaan Universal Di Klinik Griya Medika.
d. Bahwa sesuai dengan butir a, b dan c diatas perlu ditetapkan dengan
Surat Keputusan penanggung jawab Klinik Griya Medika.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014
tentang Puskesmas;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan;

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PENANGGUNG JAWAB KLINIK TENTANG
KEWASPADAAN UNIVERSAL.
Kesatu : Acuan dan prosedur kewaspadaan universal sebagaimana tercantum
dalam Lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat
keputusan ini.
Kedua : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan
perbaikan/perubahan sebagaimana mestinya.

Di tetapkan di :
Pada tanggal :
Penanggungjawab Klinik Griya Medika

Dr. Frans Barna

LAMPIRAN
KEPUTUSAN PENANGGUNGJAWAB
KLINIK GRIYA MEDIKA
NOMOR :005/SK/PJK/GM/IV/2019
TANGGAL : 25 Mei 2019

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL

I. DEFINISI
Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan
oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan
didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan
penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Prinsip kewaspadaan
universal (Universal Precaution) di pelayanan kesehatan adalah menjaga hygiene
sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan, serta sterilisasi peralatan. Hal ini penting
mengingat sebagian besar yang terinfeksi virus lewat darah seperti HIV dan HIB tidak
menunjukkan gejala fisik. Kewaspadaan universal diterapkan untuk melindungi setiap
orang (pasien dan petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak.
Kewaspadaan universal berlaku untuk darah, sekresi-ekskresi (kecuali keringat), luka
pada kulit dan selaput lendir. Penerapan standar ini penting untuk mengurangi risiko
penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui (misalnya
pasien, benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam sistem
pelayanan kesehatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi lima kegiatan pokok
yaitu mencuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung
diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan
infeksius lain, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan alat tajam untuk mencegah
perlukaan, dan pengelolaan limbah.

II. RUANG LINGKUP


A. Cuci Tangan
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam
pencegahan dan pengontrolan infeksi dengan menggunakan cuci tangan 7 langkah.
Tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang
menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu.
Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok yaitu flora residen dan flora transien. Flora residen adalah
mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak
mudah dihilangkan dengan gesekan mekanisme yang telah beradaptasi pada
kehidupan tangan manusia. Flora transien yaitu flora tansit atau flora kontaminasi,
yang jenisnya tergantung dari lingkungan tempat bekerja. Mikroorganisme ini
dengan mudah dapat dihilangkan dari permukaan dengan gerakan mekanis dan
pencucian dengan sabun. Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan
sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau
alat pelindung lain untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang
ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan
terjaga dari infeksi. Tanganh arus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung
tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan. Tindakan
ini untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan
sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja tetap terjaga.
Cuci tangan dilakukan pada saat sebelum memeriksa (kontak langsung dengan
pasien), memakai sarung tangan ketika akan melakukan penyuntikan dan
pemasangan infus. Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang diantisipasi akan
terjadi perpindahan kuman.

B. Alat Pelindung Diri


Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
petugas dari risiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret atau ekskreta,
kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan yang berisiko
mencakup tindakan rutin. Jenis alat pelindung: sarung tangan, masker dan gaun
pelindung. Tidak semua alat pelindung tubuh harus dipakai, tetapi tergantung pada
jenis tindakan yang akan dikerjakan.
1. Sarung Tangan
Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari
kontak dengan darah,semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak
utuh, selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi. Sarung tangan
harus selalu dipakai oleh setiap petugas sebelum kontak dengan darah atau
semua jenis cairan tubuh.
2. Pelindung Wajah (Masker)
Pemakaian pelindung wajah ini dimaksudkan untuk melindungi selaput
lendir hidung, mulut selama melakukan perawatan pasien yang memungkinkan
terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain. Masker tanpa kacamata hanya
digunakan pada saat tertentu misalnya merawat pasien tuberkulosa terbuka
tanpa luka bagian kulit ataupun perdarahan. Masker kacamata dan pelindung
wajah secara bersamaan digunakan petugas yang melaksanakan atau membantu
melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan lama oleh darah dan cairan
tubuh lainnya antara lain pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter
atau dekontaminasi alat bekas pakai. Bila ada indikasi untuk memakai ketiga
macam alat pelindung tersebut, maka masker selalu dipasang dahulu sebelum
memakai gaun pelindung atau sarung tangan, bahkan sebelum melakukan cuci
tangan bedah.

3. Gaun Pelindung
Gaun pelindung merupakan salah satu jenis pakaian kerja. Jenis bahan
sedapat mungkin tidak tembus cairan. Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah
untuk melindungi petugasdari kemungkinan genangan atau percikan darah atau
cairan tubuh lain. Gaun pelindung harus dipakai apabila ada indikasi seperti
halnya pada saat membersihkan luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan
drainase, menuangkan cairan terkontaminasi kedalam wc, mengganti pembalut,
menangani pasien dengan perdarahan masif. Sebaiknya setiap kali dinas selalu
memakai pakaian kerja yang bersih, termasuk gaun pelindung. Gaun pelindung
harus segera diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.
4. Penutup Kepala
Tujuan pemakaian penutup kepala adalah mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada dirambut dan kulit kepala petugas terhadap alat- alat /
daerah steril dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala / rambut petugas dari
percikan bahan-bahan dari pasien.
5. Gaun / Baju Pelindung
Gaun pelindung atau jubah atau celemek merupakan salah satu pakaian
kerja. Seperti diketahui bahwa pakaian kerja dapat berupa seragam kerja, gaun
bedah, jas laboratorium dan celemek. Jenis bahan dapat berupa bahan tembus
cairan dan bahan tidak tembus cairan. Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah
untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau
cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam.
6. Sepatu Pelindung ( pelindung kaki )
Sepatu yang digunakan oleh petugas yang bekerja di ruang tertentu
misalnya: ruang bedah, laboratorium, ICU, ruang isolasi, ruang pemulasaran
jenazah dan petugas sanitasi. Tujuan pemakaian adalah melindungi kaki petugas
dari tumpahan / percikan darah / cairan tubuh lainnya dan mencegah dari
kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan. Sepatu harus
menutupi seluruh ujung kaki ujung dan telapak kaki dan tidak dianjurkan untuk
menggunakan sandal atau sepatu terbuka.

C. Pengelolaan Alat-Alat Kesehatan


Pengelolaan alat kesehatan bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi
melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan
siap pakai. Semua alat, bahan dan obat yang akan dimasukkan kedalam jaringan
dibawah kulit harus dalam keadaan steril. Proses penatalaksanaan peralatan
dilakukan melalui 4 tahap kegiatan yaitu dekontaminasi, pencucian, strerilisasi atau
DTT dan penyimpanan. Pemilihan cara pengelolaan alat kesehatan tergantung pada
kegunaan alat tersebut dan berhubungan dengan tingkat risiko penyebaran infeksi.

D. Pengelolaan Benda Tajam


Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga
meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan
infeksi HIV, hepatitis B dan C di sarana pelayanan kesehatan sebagian besar
disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah, yaitu tertusuk jarum suntik dan
perlukaan alat tajam lainnya. Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja,
maka semua benda tajam harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum
suntik bekas tidak boleh digunakan lagi. Sterilisasi jarum suntik dan alat kesehatan
yang lain yang menembus kulit atau mukosa harus dapat dijamin. Keadaan steril
tidak dapat dijamin jika alat-alat tersebut didaur ulang walaupun sudah di autoclaf.
Tidak dianjurkan untuk melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan
karena 17% kecelakaan kerja disebabkan oleh luka tusukan sebelum atau selama
pemakaian, 70% terjadi sesudah pemakaian dan sebelum pembuangan serta 13%
sesudah pembuangan. Hampir 40% kecelakaan ini dapat dicegah dan kebanyakan
kecelakaan kerja akibat melakukan penyarungan jarum suntik setelah
penggunaannya.

E. Pengelolaan Limbah
Limbah dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas:
1. Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang tidak
kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai risiko rendah,
yakni sampah-sampah yang dihasilkan dari kegiatan ruang tunggu pasien,
administrasi.
2. Limbah medis bagian dari sampah Puskesmas yang berasal dari bahan
yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai
limbah berisiko tinggi. Beberapa limbah medis dapat berupa: limbah klinis,
limbah laboratorium, darah atau cairan tubuh lainnya, material yang
mengandung darah seperti perban, kassa dan benda-benda dari kamar bedah,
sampah organik, misalnya potongan tubuh, plasenta, benda-benda tajam bekas
pakai misalnya jarum suntik.

F. Kecelakaan Kerja
Pajanan darah atau cairan tubuh dapat terjadi secara parenteral melalui
tusukan, luka, percikan pada mukosa mata, hidung atau mulut dan percikan pada
kulit yang tidak utuh, misalnya pecah, terkikis atau kulit eksematosa. Kejadian
seperti tersebut harus dicegah dan keselamatan petugas harus diutamakan.

III. TATA LAKSANA


A. Cuci Tangan
Sarana cuci tangan
1. Air mengalir
Sarana utama untuk cuci tangan adalah air mengalir dengan saluran
pembuangan atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air mengalir
tersebut maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanis atau
kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi di permukaan
kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara mengguyur
dengan gayung, namun cara mengguyur dengan gayung memiliki risiko cukup
besar untuk terjadinya pencemaran, baik melalui gagang gayung ataupun
percikan air bekas cucian kembali ke bak penampung air bersih. Air kran bukan
berarti harus dari PAM, namun dapat diupayakan secara sederhana dengan
tangki berkran di ruang pelayanan / perawatan kesehatan agar mudah dijangkau
oleh para petugas kesehatan yang memerlukannya.
2. Sabun dan deterjen
Bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan
mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan
permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah
terbawa oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan
meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun dilain pihak dengan seringnya
menggunakan sabun atau deterjen maka lapisan lemak dan kulit akan hilang dan
membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan
memberi peluang untuk tumbuhnya kembali mikroorganisme.
3. Larutan antiseptik
Larutan antispetik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai pada
kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh
mikroorganisme pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang
memungkinkan untuk digunakan pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik
memiliki keragaman dalam hal efektivitas, aktivitas, akibat dan rasa pada kulit
setelah dipakai sesuai dengan keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi
kulit masing-masing individu. Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan
yang ingin dicapai adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara
maksimal terutama kuman transien. Kriteria memilih antiseptik adalah sbb:
a. Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme
secara luas (gram positif dan gram negatif, virus lipofilik, basilus dan
tuberkulosis, fungi, endospora).
b. Efektifitas
c. Kecepatan aktifitas awal
d. Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam
pertumbuhan
e. Tidak mengakibatkan iritasi kulit
f. Tidak menyebabkan alergi
g. Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang

Cegah semaksimal mungkin terjadinya infeksi nosokomial yang tidak diinginkan.


Yang terpenting disini adalah segera mencucinya dengan sabun antiseptik, dan
usahakan untuk meminimalkan kuman yang masuk ke dalam aliran darah dengan
menekan luka hingga darah keluar. Bila darah mengenai mulut, ludahkan dan kumur-
kumur dengan air beberapa kali, bila mengenai mata cucilah mata dengan air
mengalir (irigasi) atau garam fisiologis, atau bila percikan mengenai hidung
hembuskan keluar hidung, dan bersihkan dengan air.
PROSEDUR CUCI TANGAN HYGENIS / RUTIN
A. Persiapan
1. Sarana cuci tangan dipersiapkan di setiap unit pelayanan
2. Air bersih yang mengalir
3. Sabun sebaiknya dalam bentuk sabun cair
4. Kain yang kering
5. Kuku dijaga selalu pendek
6. Cincin, gelang,perhiasan harus dilepas dari tangan

B. Prosedur
1. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir
2. Taruh sabun di bagian telapak tangan yang telah basah, buat busa secukupnya
tanpa percikan.
3. Gerakan cuci tangan terdiri dari gosokan kedua telapak tangan, gosokan
telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri dan sebaliknya, gosok kedua
telapak tangan dengan jari saling mengait , gosok kedua ibu jari dengan cara
menggenggam dan memutar, gosok pergelangan tangan.
4. Proses berlangsung selama 10 – 15 detik
5. Bilas kembali dengan air sampai bersih
6. Keringkan tangan dengan handuk atau kertas yang bersih atau tisu atau
handuk katun sekali pakai.
7. Matikan kran dengan kertas atau tisu
8. Pada cuci tangan aseptik/bedah diikuti larangan menyentuh permukaan yang
tidak steril.

IV. Kewaspadaan Khusus


Kewaspadaan khusus terdiri dari tiga jenis, yaitu:
A. Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Udara
Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara digunakan untuk pasien yang
diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui percikan
halus di udara. Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit
melalui udara, baik yang berupa bintik percikan di udara (airborne droplet ruclei)
atau partikel debu yang berisi agen infeksi.

B. Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Percikan


Sebagai tambahan dari kewaspadaan universal, kewaspadaan terhadap
penularan melalui percikan ditujukan untuk pasien yang diketahui atau diduga
menderita penyakit serius dengan penularan melalui percikan partikel besar.
Transmisi percikan terjadi bila partikel percikan yang benar dari orang yang
terinfeksi mengenai lapisan mukosa hidung, mulut atau konjungtiva mata orang
yang rentan. Percikan dapat terjadi pada waktu seseorang berbicara, batuk, bersin
ataupun pada waktu pemeriksaan jalan nafas seperti intubasi atau bronkoskopi.
Transmisi melalui percikan besar berbeda dengan transmisi penularan melalui udara
karena pada transmisi percikan memerlukan kontak yang dekat antara sumber dan
penerima, karena percikan besar tidak dapat bertahan lama di udara dan hanya dapat
berpindah dari dan ke tempat yang dekat.

C. Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Kontak


Sebagai tambahan dari kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak
digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit yang
ditularkan melalui kontak langsung (misalnya kontak tangan atau kulit ke kulit)
yang terjadi selama perawatan rutin, atau kontak tak langsung (persinggungan)
dengan benda di lingkungan pasien. Pasien harus ditempatkan di ruang tersendiri bila
mungkin. Bila tidak tersedia, dapat di bangsal umum dengan pasien sejenis. Sarung
tangan harus dipakai sebagai pencegahan, sebagaimana pada kewaspadaan
universal terhadap kontak dengan darah dan bahan tubuh. Pada kewaspadaan
terhadap penularan melalui kontak ini sarung tangan harus diganti setelah menyentuh
bahan yang mengandung mikroorganisme dengan konsentrasi tinggi (misalnya tinja
atau cairan luka). Sarung tangan harus dibuka sebelum meninggalkan ruangan dan
kemudian harus cuci tangan dengan bahan pencuci antiseptik. Gaun pelindung yang
bersih dan nonsteril harus dipakai bila diduga terjadi kontak yang cukup rapat dengan
pasien, bila pasien tidak dapat menahan buang air besar (inkontinensia) atau bila ada
luka basah yang tidak dapat ditahan dengan pembalut. Gaun pelindung harus dilepas
sebelum meninggalkan ruangan.

Anda mungkin juga menyukai