Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Stroke merupakan suatu deficit neurologis fokal akut pada sistem saraf pusat yang
disebabkan oleh penyebab vaskuler yaitu infark serebri, perdarahan intraserebral dan
perdarahan sub araknoid.(1) Hal ini terjadi saat aliran darah ke area otak terganggu. Sel otak
akan kekurangan oksigen dan glukosa yang dibutuhkan untuk bertahan hidup, sehingga dapat
menyebabkan kematian sel. Jika stroke tidak ditangani lebih awal, kerusakan otak permanen
atau kematian bisa terjadi.(2) Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan
kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian
berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun)
dan 23,5% (umur 65 tahun). Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil
usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun
sebesar 33,5%.(3) Oleh karena prevalensi stroke terbilang cukup tinggi sehingga penting untuk
mengenali gejala stroke serta membuat sebuah pendekatan menggunakan pengetahuan dari
kunci anamnesis, pemeriksaan fisik dan temuan radiologis sehingga membantu dokter
menegakkan diagnosis dan memberi terapi yang tepat untuk pasien.

BAB II
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas
Nama : Tn. PP
Umur :55 Tahun
Bangsa : Indonesia
Suku : Maumere
Agama : Katholik
Alamat : Desa Manu Bura
Pekerjaan : Petani
Perawatan : Ruang ICU
Tanggal Pemeriksaan : 22-04-2017
3.2. Anamnesis
Heteroanamnesis dengan istri pasien pada tanggal 22 April 2017
- Keluhan utama
Badan sebelah kiri tiba-tiba terasa kaku 5 jam sebelum dibawa ke rumah sakit
- Keluhan Penyerta
Sakit kepala yang timbul sebelum badan terasa kaku dan susah bicara yang terjadi bersama-
sama dengan kaku badan sebelah kiri
- Riwayat penyakit sekarang
Pasien awalnya merasa sakit kepala kemudian kaku pada tangan dan kaki bagian kiri ,mulut
mencong ke kiri dan susah bicara. Pada saat dibawa ke RS pasien masih sadar hingga masuk
ke ruang perawatan. Namun setelah beberapa hari perawatan pasien mulai gelisah dan tidak
bisa tidur dan beberapa hari kemudian kesadaran pasien mulai menurun disertai dengan
tekanan darah yang sangat tinggi sehingga dipindahkan ke ICU
- Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat gangguan ginjal. Pada waktu itu pasien mengeluh kencingnya
bercabang dan terasa tidak puas disertai nyeri di bagian perut
- Riwayat penyakit keluarga
Pasien tidak memiliki keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan
keadaan pasien sekarang
- Riwayat kebiasaan
Pasien tidak memiliki riwayat kebiasaan merokok dan minum minuman keras
3.3. Pemeriksaan Fisik
1.3.1. Status Generalis
- Keadaan umum : Tampak sakit berat
- Kesadaran : E2 V3 M5
- Tanda vital
o Tekanan darah : 150/100
o Nadi : 109x/Menit
o Pernapasan : 31x/Menit
o Suhu : 39,1°C
- Kepala : Dalam batas normal, Deformitas (-)
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : dalam batas normal, deviasi septum (-)
- Mulut : mukosa bibir lembab, sianosis (-)
- Leher
o Palpasi : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
- Thorax/Pulmo
o Inspeksi : bentuk dada simetris, gerakan dada simetris dengan pola napas
torakoabdominal
o Palpasi : massa (-),kesan normal
o Perkusi : sonor pada paru kiri dan kanan
o Auskultasi : vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-
- Jantung
o Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
o Palpasi : Tidak terdapat kelainan
o Auskultasi : S1-S2 reguler, tunggal, murmur(-), gallop (-)
o Perkusi : Pekak (+)
- Abdomen
o Inspeksi : Perut tampak datar, sesuai gerak pernapasan
o Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
o Auskultasi : Timpani (+)
o Perkusi : Bising usus (-) Kesan normal
- Ekstremitas
o Superior
 Edema : -/-
 Sianosis : -/-
 Akral : Hangat
 Sensorik : +/+
o Inferior
 Edema : -/-
 Sianosis : -/-
 Akral : Hangat
 Sensorik : +/+
1.3.2. Status Neurologis
- Tanda rangsang menings
o Kaku kuduk : Positif
o Kernig’s sign : Negatif
o Brudsinzki I : Negatif
o Brudsinzki II : Negatif
o Brudsinzki III : Negatif
o Brudsinzki IV : Negatif
- Saraf Kranialis
o Nervus I
 Subyektif : Tidak dievaluasi
 Obyektif : Tidak dievaluasi
o Nervus II
 Visus : Sulit dievaluasi
 Kampus : Sulit dievaluasi
 Hemianopsi : Sulit dievaluasi
 Melihat warna : Sulit dievaluasi
 Skotom : Tidak dievaluasi
 Fundus : Tidak dievaluasi
o Nervus III, IV, VI
 Kedudukan bola mata : Setangkup
 Pergerakan bola mata : Sulit dievaluasi
 Nsitagmus : Sulit dievaluasi
 Celah mata : Sulit dievaluasi
 Ptosis : Negatif
 Pupil
 Bentuk : bulat, isokor,
 Ukuran : 5mm/5mm
 Reflex pupil
 Cahaya langsung : +/+
 Cahaya konsensuil : Tidak dievaluasi
 Akomodatif : Sulit dievaluasi
 Konvergensi : Sulit dievaluasi
 Markus-Gunn :
 Warterberg Test : Sulit dievaluasi
o Nervus V
 Motorik : Sulit dievaluasi
 Sensibilitas : Sulit dievaluasi
 Reflex kornea
 Langsung : Tidak dievaluasi
 Konsensuil : Tidak dievaluasi
 Reflex kornea-mandibular : Tidak dievaluasi
 Reflex bersin : Tidak dievaluasi
 Reflex nasal becterew : Tidak dievaluasi
 Reflex maseter : Tidak dievaluasi
 Trismus : Tidak dievaluasi
 Reflex menetek : Tidak dievaluasi
 Nyeri tekan : Tidak dievaluasi
o Nervus VII
 Otot wajah saat istirahat : Asimetris, facial palsy sinistra
 Mengerutkan dahi : Simetris
 Menutup mata : Simetris
 Meringis : Asimetris, sudut nasolabial sinistra mendatar
 Bersiul/mencucu : Sulit dievaluasi
 Gerakan involunteer
 Tic : Negatif
 Spasmus : Tidak dievluasi
 Indra pengecap
 Asam : Tidak dievluasi
 Asin : Tidak dievluasi
 Manis : Tidak dievluasi
 Sekresi air mata : Normal
 Tanda choystek : Negatif
 Reflex glabella : Tidak dievaluasi
o Nervus VIII
 Mendengarkan suara bisik : Sulit dievaluasi
 Gerakan jari tangan : Sulit dievaluasi
 Garpu tala
 Rinne : Tidak dievaluasi
 Swabach : Tidak dievaluasi
 Weber : Tidak dievaluasi
 Bing : Tidak dievaluasi
 Tinnitus : Tidak dievaluasi
 Keseimbangan : Sulit dievaluasi
 Vertigo : Sulit dievaluasi
o Nervus IX,X
 Langit-langit lunak : Sulit dievaluasi
 Menelan : Tidak dievaluasi
 Reflex muntah : Tidak dievaluasi
 Disfoni : Sulit dievaluasi
 Indra pengecap
 Pahit : Sulit dievaluasi
o Nervus XI
 Mengangkat bahu : Sulit dievaluasi
 Fungsi
M.Sterno-cleido-mastoideus : Sulit dievaluasi
o Nervus XII
 Disartri : Sulit dievaluasi
 Lidah
 Tremor : Sulit dievaluasi
 Atropi : Sulit dievaluasi
 Fasikulasi : Sulit dievaluasi
 Ujung lidah
saat istirahat : Asimetris, deviasi dextra
 Ujung lidah
saat dijulurkan : Sulit dievaluasi
 Tenaga
 M. deltoid
(abduksi lengan atas) : Sulit dievaluasi
 M. biseps
(fleksi lengan atas) : Sulit dievaluasi
 M. triseps
(ekstensi lengan atas) : Sulit dievaluasi
 Fleksi
pergelangan tangan : Sulit dievaluasi
 Ekstensi
pergelangan tangan : Sulit dievaluasi
 Membuka jari-
jari tangan : Sulit dievaluasi
 Menutup jari-jari : Sulit dievaluasi
 Tonus : Hipotoni ext. sup. sinistra
 Trofik : Negatif
 Reflex
 Biseps : +/+
 Triseps : +/+
 Radius : +/+
 Ulna : +/+
 Hoffman- tromner :-/-
 Sensibilitas
 Raba : Sulit dievaluasi
 Nyeri : Sulit dievaluasi
 Suhu : Sulit dievaluasi
 Proprioseptif : Tidak dievaluasi
 Vibrasi : Tidak dievluasi
 Streognosis : Tidak dievaluasi
 Barognosis : Tidak dievaluasi
 Diskriminasi 2 titik : Tidak dievaluasi
 Grafesestesia : Tidak dievaluasi
 Topognosis : Tidak dievaluasi
 Parestesia : Sulit dievaluasi
 Koordinasi
 Telunjuk-telunjuk : Tidak dievaluasi
 Telunjuk-hidung : Tidak dievaluasi
 Hidung-telunjuk-hidung : Tidak dievaluasi
 Pronasi-supinasi : Tidak dievaluasi
 Tepuk lutut : Tidak dievaluasi
 Vegetative
 Vasomotorik : Normal
 Sudomotorik : Normal
 Pilo-arektor : Sulit dievaluasi
 Gerakan involunteer
 Tremor : Negatif
 Khorea : Negatif
 Atetosis : Negatif
 Balismus : Negatif
 Mioklonus : Negatif
 Dystonia : Negatif
 Spasmus : Negatif
 Tanda trousseau
 Phalen test : Sulit dievaluasi
o Badan
 Keadaan kolumna vertebralis
 Kelainan local : Negatif
 Nyeri tekan/ketok : Sulit dievaluasi
 Gerakan
o Fleksi : Tidak dieavluasi
o Ekstensi : Tidak dievaluasi
o Deviasi lateral : Tidak dievaluasi
o Rotasi : Tidak dievaluasi
 Keadaan otot-otot : Tidak dievaluasi
 Reflex kulit
dinding perut atas : Positif
 Reflex kulit
dinding perut bawah : Positif
 Reflex kremaster : Positif
 Sensibilitas
o Raba : Sulit dievluasi
o Nyeri : Sulit dievluasi
o Suhu : Sulit dievluasi
 Vegetative
o Kandung kencing : Normal
o Rectum : Normal
o Genitalia : Normal
 Gerakan involunteer : Negatif
o Anggota bawah
 Simterisitas : Lateralisasi sinistra
 Tenaga
 Fleksi panggul : Sulit dievluasi
 Ekstensi panggul : Sulit dievluasi
 Fleksi lutut : Sulit dievluasi
 Plantar fleksi : Sulit dievluasi
 Dorso fleksi : Sulit dievluasi
 Gerakan jari-jari kaki : Sulit dievluasi
 Tonus : Hipotoni ext. inf. sinistra
 Trofik : Negatif
 Reflex
 Lutut :+/+
 Achilles :+/+
 Plantar :+/+
 Babinski :-/+
 Oppenheim :-/+
 Chaddock :-/+
 Gordon :-/-
 Schaeffer :-/-
 Starnsky :-/-
 Gonda :-/-
 Bing :-/-
 Mendel-bechtrew :-/-
 Klonus
 Paha :-/-
 Kaki :-/-
 Sensibilitas
 Raba : Tidak dievaluasi
 Nyeri : Tidak dievaluasi
 Suhu : Tidak dievaluasi
 Proprioseptif : Tidak dievaluasi
 Vibrasi : Tidak dievaluasi
 Streognosis : Tidak dievaluasi
 Barognosis : Tidak dievaluasi
 Diskriminasi 2 titik : Tidak dievaluasi
 Grafestesia : Tidak dievaluasi
 Topognosis : Tidak dievaluasi
 Parestesia : Sulit dievaluasi
 Koordinasi
 Tumit-lutut-ibu
jari kaki : Tidak dievaluasi
 Ibu jari kaki-telunjuk : Tidak dievaluasi
 Berjalan melalui
garis lurus : Tidak dievaluasi
 Berjalan memutar : Tidak dievaluasi
 Berjalan maju mundur : Tidak dievaluasi
 Lari ditempat : Tidak dievaluasi
 Langkah gaya jalan : Tidak dievaluasi
 Vegetative
 Vasomotorik : Normal
 Sudomotorik : Normal
 Pilo-arektor : Normal
 Gerakan involunteer
 Tremor : Negatif
 Khorea : Negatif
 Atetosis : Negatif
 Balismus : Negatif
 Mioklonus : Negatif
 Dystonia : Negatif
 Spasmus : Negatif
 Romberg test : Sulit dievaluasi
o Fungsi luhur
 Afasia motoric : Sulit dievaluasi
 Afasia sensorik : Sulit dievaluasi
 Afasia amnestic (anomik) : Sulit dievaluasi
 Afasia konduksi : Sulit dievaluasi
 Afasia global : Sulit dievaluasi
 Agrafia : Tidak dievaluasi
 Aleksia : Tidak dievaluasi
 Apraksia : Sulit dievaluasi
 Agnosia : Tidak dievaluasi
 Akalkulia : Tidak dievaluasi
o Pemeriksaan lain
 Tanda Myerson : Sulit dievaluasi
 Tanda lhermite : Sulit dievaluasi
 Tanda nafiziger : Sulit dievaluasi
 Tanda dejerine : Sulit dievaluasi
 Tanda tidel : Sulit dievaluasi
 Tanda lasegue : Sulit dievaluasi
 Tanda O’Connel
(lasegue silang) : Sulit dievaluasi
3.4. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 3.1 Pemeriksaan laboratorium
Tanggal Pemeriksaan Hasil Rujukan
21 april 2017 Darah
WBC 14.65 4.00-11.00
NEU 12.56 2.00-7.50
21 april 2017 Urin
Darah +2 Negatif
Eritrosit 20-25 0-2/LPB
Epitel +2
Bakteri Penuh Negatif
18 april 2017 Gula darah
GDP 110 mg/dL <126 mg/dL
GD2JPP

3.5. Diagnosis
- Klinis
o Hemiparese sinistra
o Parese N. VII Sinistra tipe sentral
o Parese N.XII Sinistra tipe sentral
o Hipertensi grade I
- Topis : Hemisfer serebri dextra
- Etiologi :Stroke Hemoragik

3.6. Penatalaksanaan
- Head up 30°
- IVFD Nacl 0,9% 20tpm
- Citicolin 2 x 500mg iv
- Neurobat 2 x 1 ampul
- Tap off Mannitol
- Paracetamol 4 x 500mg
- Haloperidol 2 x 1,5mg
- Captopril 2 x 50mg
3.7. Follow Up
- 14 april 2017
o S :
 kaku badan sebelah kiri,
 sakit kepala,
 leher tegang
 susah BAK sejak tadi pagi sebelum masuk Rumah Sakit
o O
 GCS E4V5M6
 TD : 120/80 mmHg
N : 80x/menit
S : 37°C
 Lateralisasi sinistra
o A :
 DK: hemiparese sinistra grade II
 DT: Hemisfer serebri dextra
 DE: SNH
o P :
 Nacl 0,9% lifeline
 Piracetam 3 x 1gr iv
 Captopril 2 x 25 mg
 Neurobat 2 x 1 ampul
 Aspilet 1 x 80mg
 Ranitidine 2 x 1 ampul
- 15 april 2017
o S :
 lemah tubuh sebelah kiri disertai sakit kepala, pusing dan rasa sakit di tangan kanan.
o O :
 GCS E4 V5 M6
 TD : 180/110 mmhg
 Nadi : 80/menit, reguler
 Suhu :37°C
 Reflex cahaya langsung +/+
 Parese N.VII sinistra tipe sentral
 Parese N.XII sinistra tipe sentral
 Hemparese sinistra grade II
o A :
 Hipertensi
 DK: hemiparese sinistra grade II
 DT: Hemisfer serebri dextra
 DE: SNH
o P :
 Nacl 0,9% 20tpm
 Citicoline 2 x 500mg i.v
 Neurobat 2 x 1 ampul i.v
 Aspilet 1 x 80mg
 Ketoprofen 2 x 1 ampul (STOP)
 Paracetamol 4 x 500mg
 Amitriptyline 2 x 1/2 tab
 UL, DL, Profil Lipid
- 17 april 2017
o S
 Lemah tubuh sebelah kiri
 Pusing
 Sakit kepala seperti tertusuk-tusuk
o O
 GCS E4V5M6
 TD : 200/110
N : 80x/Menit
S :37°C
 Parese N.VII sinistra tipe sentral
 Parese N.XII sinistra tipe sentral
 Lateralisasi sinistra
 Babinski -/-
o A
 Hipertensi
 DK : Hemiparesis sinsitra
 DT : Hemisfer serebri dextra
 DE : SNH, DD:SH
o P
 Nacl 0,9% 20tpm
 Citicolin 3 x 500mg
 Neurobat 2 x 1 ampul
 Paracetamol 4 x 500mg
 Amitriptilin 2 x ½ tab
 GDP/2JPP
 Captropril 3 x 25mg
 Head up 30°
 Simvastatin 0-0-20mg

- 18 april 2017
o S
 Sakit kepala
 Belum BAB
o O
 GCS E1V2M5
 TD : 200/110
N : 62x/Menit
S : 37,9°C
 Lateralisasi Sinistra
 Parese N.VII sinistra tipe sentral
 Parese N.XII sinistra tipe sentral
o A
 Hipertensi
 DK:Hemiparesis sinistra
 DT:Hemisfer serebri dextra
 DE:SH
 DD:SNH
o P
 Nacl 0,9 % 20tpm
 Citicolin 3 x 500mg iv
 Neurobat 2 x 1 ampul
 Paracetamol 4 x 500mg
 Head up 30°
 Mannitol 6 x 100 cc
 Haloperidol 2 x 1,5mg
 Pasang dower catether
 Cek GDS, GDP
 Pindah rawat ICU
- 19 april 2017
o S :
 Sakit kepala
 Belum BAB semenjak MRS
 Gelisah dan tidak bisa tidur
o O :
 GCS E3V1M6
 TD : 153/102 mmhg
N : 128x/Menit
S : 37,5°C
 Kaku kuduk (+)
 Babinski -/+
 Parese N.VII sinistra tipe sentral
 Parese N.XII sinistra tipe sentral
o A :
 Hipertensi
 DK:Hemiparesis sinistra grade 1
 DT:Hemisfer serebri dextra
 DE:SH
 DD:SNH
o P :
 Nacl 0,9% 20 tpm
 Citicolin 2 x 500mg iv
 Neurobat 2 x 1 ampul
 Mannitol 5 x 100 cc
 Paracetamol 4 x 500mg
 Haloperidol 2 x 1,5mg
 Nicardipin titrasi sesuai respon tekanan darah
- 20 april 2017
o S :
 Sakit kepala
o O :
 GCS E3V2M5
 TD : 123/107 mmHg
N : 108x/menit
S : 38°C
 Lateralisasi Sinistra
 Hemiparesis sinistra grade 1
 Babinski: -/+
 Parese N.VII sinistra tipe sentral
 Parese N.XII sinistra tipe sentral
o A :
 DK : Hipertensi
 DK:Hemiparesis sinistra
 DT:Hemisfer serebri dextra
 DE:SH
 DD:SNH
o P :
 Nacl 0,9% 20 tpm
 Citicolin 2 x 500mg iv
 Neurobat 2 x 1 ampul
 Mannitol 4 x 100 cc
 Paracetamol 4 x 500mg
 Haloperidol 2 x 1,5mg
 Nicardipin titrasi sesuai respon tekanan darah
- 21 april 2017
o S :
 Sakit kepala
o O
 GCS E3V3M5
 TD : 165/103 mmHg
N : 104x/Menit
S : 38°C
 Lateralisasi Sinistra
 Babinski : -/+
 Parese N.VII sinistra tipe sentral
 Parese N.XII sinistra tipe sentral
o A
 DK:Hemiparesis sinistra
 DT:Hemisfer serebri dextra
 DE:SH
 DD:SNH
o P
 Nacl 0,9% 20 tpm
 Citicolin 2 x 500mg iv
 Neurobat 2 x 1 ampul
 Mannitol 3 x 100 cc
 Paracetamol 4 x 500mg
 Haloperidol 2 x 1,5mg
 DL, UL
- 22 april 2017
o S
 Sakit kepala
o O
 GCS E2V3M5
 TD : 150/103 mmHg
N : 109x/Menit
S :39,1°C
 Lateralisai Sinistra
 Babinski -/+
 Parese N.VII sinistra tipe sentral
 Parese N.XII sinistra tipe sentral
o A
 DK:Hemiparesis sinistra
 DT:Hemisfer serebri dextra
 DE:SH
 DD:SNH
o P
 Nacl 0,9% 20 tpm
 Citicolin 2 x 500mg iv
 Neurobat 2 x 1 ampul
 Mannitol 3 x 100 cc
 Paracetamol 4 x 500mg
 Haloperidol 2 x 1,5mg
 Nicardipine STOP
 Captopril 2 x 50mg

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Resume
- Subyektif
Laki-laki 55 tahun datang dengan keluhan kaku badan sebelah kiri, disertai bicara pelo sejak
5 jam SMRS yang diawali sakit kepala. Tiba di rumah sakit dengan kesadaran penuh dan
mulai menurun saat dirawat di ruangan. Riwayat hipertensi dan diabetes disangkal, riwayat
gangguan ginjal (+). Kebiasaan merokok dan konsumsi alcohol (-).
- Obyektif
Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran menurun, GCS E3V3M5, tekanan darah :
150/100mmHg, Nadi:109x/Menit, Pernapasan:31x/Menit, Suhu: 39,1°C, kuduk kaku (+),
parese N.VII Sinistra tipe sentral dan N.XII tipe sentral. Hemiparese sinistra grade 1, dan
reflex Babinski -/+
3.2. Diagnosis
- Diagnosis Kinis
o Hemiparese Sinistra
 Kasus
Kaki dan tangan kanan lemah diawali rasa kaku. Motorik grade 1, reflex fisiologis normal
 Teori

Bagian sentral sistem motorik unutk gerakan volunteer terdiri dari korteks motoric primer
(area 4) dan area korteks sekitarnya (terutama korteks premotorik, area 6), serta traktus
kortikobulbaris dan traktus kortikospinalis. Pada umumnya kelumpuhan Upper Motor Neuron
(UMN) melanda sebelah tubuh sehingga dinamakan hemiparesis, hemiplegia atau
hemiparalisis, karena lesinya menduduki kawasan susunan piramidal sesisi. Lesi sesisi atau
hemilesi yang sering terjadi di otak jarang dijumpai di medulla spinalis, sehingga keumpuhan
UMN akibat lesi di medulla spinalis pada umumnya berupa tetraparesis atau paraparesis atau
berupa suatu tetraplegia maupun paraplegia.(4) suatu lesi di kapsula interna akan
menyebabkan hemiplegia atau hemiparesis di sisi kontralateral.
Gambar 3.1 Skema gangguan motorik berdasarkan lokasi
o Babinski positif
 Kasus
Babinski positif pada extremitas sinistra inferior
 Teori
Reflex Babinski merupakan tanda khas bagi suatu lesi pada traktus piramidalis. Reflex ini
tidak dapat muncul pada orang sehat kecuali pada bayi yang berumur kurang dari 1 tahun
akibat dari belum sempurnanya mielinisasi traktus piramidalis. Tanda Babinski positif apabila
terdapat respon berupa dorsofleksi dari ibu jari kaki disertai pemekaran dari jari-jari yang lain
saat diberi goresan yang dimulai dari tumit kemudian menuju keatas dengan menyusuri
bagian lateral dari telapak kai hingga ke pangkal kelingking dan diteruskan hingga ke
pangkal ibu jari kaki.(5)
o Kuduk Kaku Positif
 Kasus
 Teori
o Parese N.VII Sinistra tipe sentral
 Kasus : pada waktu diam, sudut nasolabialis sinsitra lebih datar dibandingkan bagian dextra.
Otot nasolabialis sinistra juga tidak berkontraksi saat diberi rangsangan nyeri.
 Teori :
Otot-otot dahi mendapatkan persarafan supranuklearnya dari kedua hemisfer serebri, tetapi
otot-otot ekspresi wajah lainnya hanya dipersarafi secara unilateral, seperti oleh korteks
presentralis kontralateral. Jika jaras supranuklear desenden terganggu hanya pada satu sisi,
misalnya oleh infark serebri, kelumpuhan wajah yang ditimbulkan tidak mengganggu otot
dahi, pasien masih bias mengangkat alisnya dan memejamkan matanya secara paksa. Jenis
kelumpuhan wajah ini disebut parese N.VII tipe sentral. Namun pada lesi nuclear atau lesi
perifer, semua otot-otot ekspresi wajah pada sisi ipsilateral mengalami kelemahan.(6)

Gambar 3.2 Parese N.VII tipe perifer dan sentral


o Parese N.XII sinistra tipe sentral
 Kasus : Bicara pelo
 Teori

Lesi nuclear yang mengenai N.XII menyebabkan kelumpuhan bilateral pada lidah sehingga
terjadi kesulitan menelan maupun berbicara. Sedangkan lesi perifer N.XII memiliki gejala
yang sama dengan lesi nuclear, tetapi paralisis biasanya hanya unilateral (6) dan cepat terjadi
atrofi otot, garis tegah menjadi cekung, belahan lidah yang lumpuh menjadi tipis dan keriput.
Lidah akan menyimpang kearah yang lumpuh apanila dijulurkan. Karena lidah berperan
dalam mekanisme menelan dan artikulasi, maka gejala-gejala kelumpuhan N.XII berupa
kesulitan menelan dan bicara pelo. Kedua gejala tersebut akan lebih berat apabila terjadi
kelummpuhan bilateral. Penderita hemiparesis kiri atau kanan kebanyakan menjadi pelo pada
tahap dini setelah mengidap stroke.(4)
Gambar 3.3 Parese N.XII tipe sentral dan perifer

o Hipertensi
 Kasus : tekanan darah mencapai 150/100 mmHg
 Teori :
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. (7) Hal tersebut dapat terjadi
karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ lain. Komplikasi
pembuluh darah yang disebabkan hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung koroner,
infark (penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan kerusakan jaringan) jantung, stroke
dan gagal ginjal. Komplikasi pada organ tubuh menyebabkan angka kematian yang tinggi.(8)
Tekanan darah membutuhkan aliran darah melalui pembuluh darah yang ditentukan oleh
kekuatan pompa jantung (cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance).
Sedangkan cardiac output dan tahanan perifer dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling
berinteraksi (asupan natrium, stres, obesitas, genetik, dan lain-lain).Hipertensi terjadi jika
terdapat abnormalitas faktor-faktor tersebut.(9)
- Diagnosis Topis :
o Lesi kapsula interna hemisfer serebri dextra
Jika kapsula interna terganggu (misalnya, oleh perdarahan atau iskemia), akan terjadi
hemiparese/hemiplegia kontralateral. Lesi pada level ini mempengaruhi serabut pyramidal
dan non pyramidal Karena serabut kedua jaras tersebut berdekatan pada titik ini. Traktus
kortikonuklearis juga terganggu sehingga terjadi facial palsy kontralateral dan mungkin
disertai dengan paresis N.XII tipe sentral. Namun tidak terlihat defisit nervus kranialis lain
karena nervus kranialis motorik lainnya mendapat persarafan bilateral.(6)
- Diagnosis Etiologis
o Stroke hemoragik
Stroke merupakan suatu deficit neurologis fokal akut pada sistem saraf pusat yang
disebabkan oleh penyebab vaskuler yaitu infark serebri, perdarahan intraserebral dan
perdarahan sub araknoid.(1) Hal ini terjadi saat aliran darah ke area otak terganggu. Sel otak
akan kekurangan oksigen dan glukosa yang dibutuhkan untuk bertahan hidup, sehingga dapat
menyebabkan kematian sel. Jika stroke tidak ditangani lebih awal, kerusakan otak permanen
atau kematian bisa terjadi.(2)
 Perdarahan intraserebral (PIS)
Perdarahan intraserebral terjadi didalam substansi atau parenkim otak (di dalam piamater).
Penyebab utamanya adalah hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol. Penyebab lain yaitu
malformasi arteriovena (AVM), alcoholism, diskrasia darah, terapi anti-koagulasi, dan
angiopati. Pada perdarahan jenis ini arteri yang berfungsi memvaskularisasi otak mengalami
ruptur atau pecah, sehingga akan menyebabkan kebocoran darah ke otak dan kadang
menyebabkan otak tertekan karena adanya penambahan volume cairan. Pada orang dengan
hipertensi kronis terjadi proses degeneratif pada otak dan unsur elastis dari dinding arteri.
Perubahan degeneratif ini dan ditambah dengan beban tekanan darah tinggi, dapat
membentuk penggembungan-penggembungan kecil setempat yang disebut aneurisma
Cahrcot-Bouchard. Pada lonjakan tekanan darah sistemik, misalnya sewaktu marah, saat
aktivitas yang mengeluarkan tenaga banyak, mengejan dan sebagainya dapat menyebabkan
pecahnya aneurisma ini. Oleh karena itu strok hemoragik dikenal juga sebagai “stress
stroke”.(10)
 Perdarahan Subaraknoid (PSA).
Penyebab tersering dari perdarahan ini adalah rupturnya aneurisma arterial yang terletak
didasar otak dan perdarahan malformasi vaskuler yang terletak dekat dengan permukaan
piamater. Penyebab yang lain dapat berupa perdarahan diatesis, trauma, angiopati amiloid,
dan penggunaan obat. Pecahnya aneurisma ini menyebabkan perdarahan yang akan langsung
berhubungan dengan cairan serebrospinalis, sehingga secara cepat dapat menyebabkan
peningkatan TIK. Jika perdarahan berlanjut, dapat mengarah ke koma yang dalam maupun
kematian. Perdarahan subarakhnoid yang bukan karena aneurisma sering berkembang dalam
waktu yang lama.(10)
- Diagnosis Stroke
Tabel 3.2 Siriraj Scroe(11)
No Gejala/Tanda Penilaian Indeks Skor
1 Kesadaran Compos Mentis
(0) ×2,5 +
Mengantuk (1)
Semi koma/koma (2)
2 Muntah Tidak (0) +
Ya (1) ×2
3 Nyeri kepala Tidak (0) ×2 +
Ya (0)
4 Tekanan darah Diastolik ×10% +
5 Ateroma -
a. DM Tidak (0)
b.Angina pectoris Ya (1) ×(-3)
Klaudikasio
Intermitten
6 Konstanta -12 -12
 Interpretasi: SSS > 1 = Stroke Hemoragik
SSS -1sd 1 = Meragukan
SSS <-1 = Stroke Non Hemoragik
 Gejala klinis stroke hemoragik(6)
 PIS
o Defisit neurologis fokal dalam beberapa menit-jam
o Nyeri kepala hebat,
o Mual dan muntah
o Hampir selalu dengan hipertensi
 Perdarahan Subaraknoid
o Defisit neurologis fokal dalam 1-2 menit
o Sakit kepala tiba-tiba yang sangat hebat
o Mual dan muntah
o Terdapat refleks menings
o Gangguan kesadaran segera atau dalam beberapa jam pertama
Sehingga berdasarkan perhitungan skor siriraj dan gejala klinis yang ada, kemungkinan
diagnosis yang paling tepat ialah Stroke hemoragik dengan Perdarahan Sub-araknoid
3.3. Diagnosis Diferensial
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus stroke. Pada
stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan aliran darah otak.
Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi :
- TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam. Disebabkan oleh
gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis.
- RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari 14 hari
- PRIND (Prolonged Reversible Ischemic Neurologic Deficit).
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun lebih dari 14 hari
- Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
- Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.(12)
3.4. Penatalaksanaan
1. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
i. Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien
dengan defisit neurologis yang nyata.
ii. Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95%.
iii. Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
oksigen.
iv. Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas.
b. Stabilisasi Hemodinamik
i. Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
ii. Optimalisasi tekanan darah.
c. Pemeriksaan Awal Fisik Umum
i. Tekanan darah
ii. Pemeriksaan jantung
d. Pemeriksaan neurologi umum awal:
i. Derajat kesadaran
ii. Pemeriksaan pupil dan okulomotor
iii. Keparahan hemiparesis
e. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK) Pemantauan ketat terhadap penderita
dengan risiko edema serebral harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan
tanda neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan stroke. Tinggikan posisi kepala 20 0 -
300 untuk membantu menurunkan TIK. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat,
diberi manitol 1.5-2 g/kgBB (15-20ml/kgBB) via infus selama 30-60 menit, pada pasien
dengan gagal ginjal akut berikan mannitol 50-100g/hari (500-1000ml/hari).
f. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh fenitoin,
loading dose 18mg/kgBB bolus dengan kecepatan maksimum <50 mg/menit (30-40 Menit),
pada pasien usia lanjut atau memiliki riawayat penyakit jantung berikan dengan kecepatan
yang lebih lambat (>60 Menit). Setelah itu diberikan fenitoin dengan maintenance dose 3-
5mg/kgBB/hari, dosis pertama harus diberikan antara 12-24 jam setelah loading dose.
g. Pengendalian Suhu Tubuh
i. Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya.
ii. Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC.
iii. Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter
ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis. Jika
didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik.
2. Terapi Stroke Hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral
i. Penatalaksanaan Tekanan Darah
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan
sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma
bertambah. Initial dose nicardipine dimulai dengan 3-5mg/jam selama 15 menit.kemudian
dititrasi 0,5-1mg setiap 15 menit. Kecepatannya tidak boleh lebih dari 15mg/jam. Apabila
target tekanan darah sudah dicapai, berikan dosis maintenance dengan diturunkan secara
progresif, biasanya 2-4mg/jam.
ii. Evakuasi hematoma : Pasien dengan perdarahan serebral yang
mengalami perburukan neurologis, atau yang terdapat kompresi batang otak, dan atau
hidrosefalus akibat obstruksi ventirkel sebaiknya menjalani operasi evakuasi bekuan darah
secepatnya. Indikasi dilakukannya evakuasi hematoma adalah, volume hematoma kira-kira
40cc, massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5mm dan tanda-tanda lokal
peningkatan tekanan intracranial >25mmHg.
b. Perdarahan Sub-araknoid
i. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus
dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah
resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah
terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut,
tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg
sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun
hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan
vasospasme dan komorbiditas kardiovaskular.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, Connors JJ (Buddy), Culebras A, et al. An
Updated Definition of Stroke for the 21st Century. Stroke [Internet]. 2013 [cited 2017 Apr
25];44(7). Available from: http://stroke.ahajournals.org/content/44/7/2064
2. Beckerman J. What Is a Stroke? Causes, Symptoms, and Treatments [Internet]. WebMD
Medical Reference. 2017 [cited 2017 Apr 25]. Available from: http://www.webmd.com/heart-
disease/stroke
3. PERDOSSI. GUIDELINE STROKE TAHUN 2011. Jakarta; 2011.
4. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. 1st ed. Mardjono M, Sidharta P, editors.
Jakarta: PT.Dian Rakyat; 2012.
5. Ngoerah IGNG. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Bali: Udayana University Press; 2017.
6. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. 5th ed. EGC; 2016.
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. INFODATIN Hipertensi. Jakarta; 2014;1–6.
Available from: http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-hipertensi.pdf
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Inash menyokong penuh penanggulangan
hipertensi [Internet]. 2015. p. 1. Available from: http://www.depkes.go.id/pdf.php?
id=201407010002
9. Saputri DE. Hubungan Stres dengan Hipertensi Pada Penduduk di Indonesia Tahun 2007.
Universitas Indonesia; 2007.
10. Gofir A. Evidence Based Medicine : Manajemen Stroke. 1st ed. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press; 2009. 19-27 p.
11. Somasundaran A, Mohammed H, Kezhukatt J, George AT, Potty SN. Accuracy of Siriraj
stroke scale in the diagnosis of stroke subtypes among stroke patients. Int J Res Med Sci
[Internet]. 2017;5(3):1084–9. Available from:
http://www.msjonline.org/index.php/ijrms/article/download/1359/2629
12. Prakasita M. Gambaran CT Scan pada Kasus Stroke Non-hemoragik [Internet]. Universitas
Diponegoro; 2015. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/46789/3/Masayu_Prakasita_22010111140160.pdf

Anda mungkin juga menyukai