Anda di halaman 1dari 25

FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

BAHAN AJAR
BAB II
INFLAMASI INFEKSI DAN PERUBAHAN KONDISI IMUN
A. Kompetensi dasar
Tujuan Instruksional :
Tujuan Instruksional Umum :
Setelah mengikuti proses pembelajaran mahasiswa diharapkan mampu memahami
tentang inflamasi, infeksi dan perubahan kondisi imun
Tujuan Instruksional Khusus:
I
• Menjelaskan Faktor-faktor jasad renik (mikroorganisme) pada infeksi
• Menyebutkan Faktor-faktor hospes pada infeksi
• Menjelaskan reaksi hospes dengan jasad renik
• Menyebutkan Sifat-sifat umum penyakit karena infeksi
• Menyebutkan Jenis-jenis penyakit infeksi
• Menjelaskan reaksi peradangan
• Menjelaskan gambaran makrokospis
• Menjelaskan aspek cairan dan seluler peradangan
• Menyebutkan bentuk peradangan
• Menjelaskan pemulihan jaringan

Pokok Bahasan: inflamasi , infeksi dan perubahan kondisi imun


Sub pokok bahasan :
• Faktor-faktor jasad renik (mikroorganisme) pada infeksi
• Faktor-faktor hospes pada infeksi
• reaksi hospes dengan jasad renik
• Sifat-sifat umum penyakit karena infeksi
• Jenis-jenis penyakit infeksi
• Reaksi peradangan
• Gambaran makrokospis
• Aspek cairan dan seluler peradangan
• Bentuk peradangan
• Pemulihan jaringan

B. Materi pokok :

INFEKSI
Pengertian Infeksi
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam
tubuhyang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

oleh mikroorganisme dan berproliferasi dalam jaringan tubuh. (Kozier, et al, 1995). Dalam
Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi
mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler
setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-
antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam
rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi. Mikroorganisme
yang bisa menimbulkan penyakit disebutpathogen (agen infeksi), sedangkan
mikroorganisme yang tidak menimbulkan penyakit/kerusakan disebut asimtomatik.
Penyakit timbul jika pathogen berkembang biak dan menyebabkan perubahan pada
jaringan normal. Jika penyakit bisa ditularkan dari satu orang ke oranglain, penyakit ini
merupakan penyakit menular (contagius). Mikroorganisme mempunyaikeragaman dalam
virulensi/keganasan dan beratnya suatu penyakit.

Tipe Mikroorganisme Penyebab Infeksi


Penyebab infeksi dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
1. Bakteri
Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies bakteri
dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat hidup didalamnya. Bakteri
bisa masuk melalui udara, air, tanah, makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda
mati lainnya. Infeksi bakteri meliputi permulaan awal dari proses infeksi hingga
mekanisme timbulnya tanda dan gejala penyakit. Ciri-ciri bakteri pathogen yaitu
kemampuan untuk menularkan, melekat pada sel inang, menginvasi sel inang dan
jaringan, mampu untuk meracuni, dan mampu untuk menghindar dari system kekebalan
inang. Beberapa gejala atau asimptomatik. Penyakit terjadi jika bacteria atau reaksi
imunologi yangditimbulkannya menyebabkan suatu bahaya bagi seseorang.
2. Virus
Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus masuk dalam
sel hidup untuk diproduksi. Untuk menyebabkan penyakit, virus harus memasuki
inang, mengadakan kontak dengan sel yang rentan, bereplikasi, dan menyebabkan kerusakan sel.
3. Fungi
Berbagai jamur menyerang kulit. Biasanya jamur hidup di lapisan keratin bagian
atas dan menyebar ke luar pada cincin dermatitis eritematosa bersisik yang sering

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

disebut ringworm. Pada bagian lainnya paparan lesi tampak berbeda : di antara jari kaki
terlihat seperti kaki atlet dan di lipat paha seperti tinea kruris. Organism yang
menyebabkan infeksi ini bermacam-macam tetapi yang paling sering adalah berbagai jenis
spesies Trikofiton.
Spesies Pitirosporum menyebabkan berbagai infeksi jamur superficial pada
kulit, yang paling sering ialah tineaversikolor yang perubahan pigmen sangat khas.
Jenis organisme lain yang berbeda yaitu Kandida yaitu jamur berupa ragi. Ia menyebabkan
gangguan jamur lainnya, terutama pada daerah mukosa dan daerah sekitarnya. Infeksi
ini menimbulkan keadaan klinis yang disebut thrush yang sering ditemukan pada mulut bayi dan
vagina. Apabila infeksi menyebar ke kulit sekitarnya akantimbul erupsi bula yang terasa
nyeri dan tidak segera dapat diketahui sebagai rash akibat fungi. Walaupun
jarang, kandida dapat mengenai kuku yang akan menimbulkan deformitas yang sangat
sulit untuk disembuhkan.
Infeksi jamur jarang dibiopsi karena biasanya didiagnosis secara
klinis. Gambaran histologynya sering menunjukkan sebagai gambaran yang sangat tidak
berbentuk pada pewarnaan rutin. Jamur hanya akan terlihat apabila dilakukan pewarnaan yang
bereaksi dengan dinding sel, seperti pewarnaan perak atau pewarnaan untuk polisakarida
netral. Dalam keadaan ini diagnosisditegakkan hanya jika spesialis patologi diberi
keterangan mengenai riwayat klinis, disertai gambaran seluruh detail klinis yang penting
pada seluruh biopsy.
Infeksi fungi yang dalam cenderung menimbulkan abses kronis, sering
disertai destruksi berat. Sering ditemukan pada kondisi tropical tetapi sering juga
terdapat terutama sebagai infeksi oportunistik pada individu dengan
immunosupresi.Blastomikosis, aktinomikosis, dan nokardia sekarang dapat ditemukan
diluar daerah endemic tradisional biasanya akibat dari perjalanan orang luar atau
imunosupresi.
4. Parasit
Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok parasit
adalah protozoa, cacing dan arthropoda. Infeksi protozoa jarang ditemukan di daerah
beriklim sedang tetapi di seluruh dunia amoebiasis, tripanosomiasis, leismaniasis
dan toksoplasmosis mengakibatkan penderitaan yang berat dan pada beberapa daerah di dunia mereka
merupakan kelainan dermatoligi utama yang ditemukan oleh dokter. Sebagian besar

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

kelainan ini, seperti pada kebanyakan penyakit tropis lainnya, disebarkan oleh parasit
arthropoda dan pengendalian yang paling efektif adalah dengan mengeliminasi vector
dibandingkan dengan mengobati penyakitnya.
Leismaniasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Leishmania
tropica yang ditularkan oleh lalat pasir. Organisme ini telah membuat suatu mekanisme
untuk meruntuhkan pertahanan tubuh dan banyak sekali yang dapat ditemukan hidup dalammakrofag
inang. Parasit metazoan terutama cacing dan artropoda: jenis yang pertama
cenderung menginvasi dan tumbuh parasitic, sedangkan yang kedua sering sebagai predator.
Cacing merupakan masalah tropis yang primer dan onkoserkosis, larva migrant,
strongilodiosisankilostomiasis, filariasis, skistosomiasis sering menentukan apakah
manusia dan ternaknya dapat tetap bertahan hidup atau tidak di berbagai daerah tropis.

Tipe Infeksi
1. Kolonisasi
Merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme menjadi flora yang menetap/flora
residen. Mikroorganisme bisa tumbuh dan berkembang biak tetapi tidak dapat
menimbulkan penyakit. Infeksi terjadi ketika mikroorganisme yang menetap tadi sukses
menginvasi/menyerang bagian tubuh host/manusia yang sistem pertahanannya tidak
efektif dan patogen menyebabkan kerusakan jaringan.
2. Infeksi lokal
Infeksi lokal merupakan infeksi yang bersifat spesifik dan terbatas pada bagian tubuh
dimana mikroorganisme tinggal.
3. Infeksi sistemik
Infeksi sietemik terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian tubuh yang lain dan
menimbulkan kerusakan.
4. Bakterimia
Bakterimia terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri.
5. Septikemia
Septikemia merupakan multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari infeksi sistemik.
6. Infeksi akut
Infeksi akut merupakan infeksi yang muncul dalam waktu singkat
7. Infeksi kronik

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

Infeksi kronik merupakan infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode yang lama
(dalam hitungan bulan sampai tahun)

Rantai Infeksi
Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai faktor
yang mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir, portal of exit, cara penularan, portal of
entry dan host/ pejamu yang rentan.
1. AGEN INFEKSI
Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri, virus, jamur dan
protozoa. Mikroorganisme di kulit bisa merupakan flora transient maupun resident.
Organisme transient normalnya ada dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan
berbiak di kulit. Organisme transient melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan
obyek atau orang lain dalam aktivitas normal. Organisme ini siap ditularkan, kecuali
dihilangkan dengan cuci tangan. Organisme residen tidak dengan mudah bisa dihilangkan
melalui cuci tangan dengan sabun dan deterjen biasa kecuali bila gosokan dilakukan
dengan seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung pada: jumlah
microorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit), kemampuan untuk
masuk dan bertahan hidup dalam host serta kerentanan dari host/penjamu.

2. RESERVOAR (Sumber Mikroorganisme)


Adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik berkembang biak atau
tidak. Yang bisa berperan sebagai reservoir adalah manusia, binatang, makanan, air,
serangga dan benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, misalnya di kulit,
mukosa, cairan maupun drainase. Adanya microorganisme patogen dalam tubuh tidak
selalu menyebabkan penyakit pada hostnya. Sehingga reservoir yang di dalamnya terdapat
mikroorganisme patogen bisa menyebabkan orang lain menjadi sakit (carier). Kuman akan
hidup dan berkembang biak dalam reservoar jika karakteristik reservoarnya cocok dengan
kuman. Karakteristik tersebut yaitu oksigen, air, suhu, pH, dan pencahayaan.

3. PORTAL OF EXIT (Jalan Keluar)


Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir harus menemukan jalan keluar (portal of
exit untuk masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan infeksi,

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari reservoarnya. Jika reservoarnya


manusia, kuman dapat keluar melalui saluran pernapasan, pencernaan, perkemihan,
genitalia, kulit dan membrane mukosa yang rusak serta darah.
4. CARA PENULARAN (Transmission)
Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan berbagai cara seperti kontak
langsung dengan penderita melalui oral, fekal, kulit atau darahnya;kontak tidak langsung
melalui jarum atau balutan bekas luka penderita; peralatan yang terkontaminasi; makanan
yang diolah tidak tepat; melalui vektor nyamuk atau lalat.

5. PORTAL MASUK (Port de Entry)


Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit
merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius. Rusaknya kulit
atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk ke dalam
tubuh melalui rute atau jalan yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor yang
menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk ke dalam tubuh.

6. DAYA TAHAN HOSPES (MANUSIA)


Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius.
Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen.
Meskipun seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang
besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah
mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap
kuman yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis,
pemberian obat dan penyakit penyerta.

Proses Infeksi
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung dari
tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan penjamu. Dengan proses
perawatan yang tepat, maka akan meminimalisir penyebaran dan meminimalkan penyakit.
Perkembangan infeksi mempengaruhi tingkat asuhan keperawatan yang diberikan.
Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks mekanisme
yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh terhadap

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada beberapa keadaan, komponen-komponen


baik respon spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan hal tersebut mengakibatkan
kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang mendapat infeksi yang disebabkan oleh
defisiensi dalam pertahanan dari segi hospesnya disebut hospes yang melemah. Sedangkan
orang-orang dengan kerusakan mayor yang berhubungan dengan respon imun spesifik
disebut hospes yang terimunosupres.
Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan pertahanan hospes
bervariasi berdasarkan pada sistem imun yang rusak. Ciri-ciri umum yang berkaitan
dengan hospes yang melemah adalah infeksi berulang, infeksi kronik, ruam kulit, diare,
kerusakan pertumbuhan dan meningkatnya kerentanan terhadap kanker tertentu. Secara
umum proses infeksi adalah sebagai berikut:
1. Periode/ Masa Inkubasi
Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya gejala pertama.
Contoh : flu 1-3 hari, campak 2-3 minggu, mumps / gondongan 18 hari.
2. Tahap Prodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam ringan, keletihan)
sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang
biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.
3. Tahap Sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis infeksi. Contoh:
demam dimanifestasikan dengan sakit tenggorokan, mumps dimanifestasikan dengan sakit
telinga, demam tinggi, pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.
4. Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi

Pertahanan Terhadap Infeksi


Tubuh memiliki pertahanan normal terhadap infeksi. Flora normal tubuh yang
tinggal di dalam dan luar tubuh melindungi seseorang dari beberapa patogen. Setiap sistem
organ memiliki mekanisme pertahanan terhadap agen infeksius. Flora normal, sistem
pertahanan tubuh dan inflamasi adalah pertahanan nonspesifik yang melindungi terhadap
mikroorganisme.

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

Flora Normal
Secara normal tubuh memiliki mikroorganisme yang ada pada lapisan permukaan
dan di dalam kulit, saliva, mukosa oral dan saluran gastrointestinal. Manusia secara
normal mengekskresi setiap hari trilyunan mikroba melalui usus. Flora normal biasanya
tidak menyebabkan sakit tetapi justru turut berperan dalam memelihara kesehatan. Flora
ini bersaing dengan mikroorganisme penyebab penyakit unuk mendapatkan makanan.
Flora normal juga mengekskresi substansi antibakteri dalam dinding usus. Flora normal
kulit menggunakan tindakan protektif dengan meghambat multiplikasi organisme yang
menempel di kulit. Flora normal dalam jumlah banyak mempertahankan keseimbangan
yang sensitif dengan mikroorganisme lain untuk mencegah infeksi. Setiap faktor yang
mengganggu keseimbangan ini mengakibatkan individu semakin berisiko mendapat
penyakit infeksi.

Sistem Pertahanan Tubuh


Sejumlah sistem organ tubuh memiliki pertahanan unik terhadap mikroorganisme.
Kulit, saluran pernafasan dan saluran gastrointestinal sangat mudah dimasuki oleh
mikroorganisme. Organisme patogen dengan mudah menempel pada permukaan kulit,
diinhalasi melalui pernafasan atau dicerna melalui makanan. Setiap sistem organ memiliki
mekanisme pertahanan yang secara fisiologis disesuaikan dengan struktur dan fungsinya.
Berikut ini adalah mekanisme pertahanan normal terhadap infeksi :
Mekanisme pertahanan Faktor pengganggu pertahanan
1. Kulit
a. Permukaan, lapisan yang utuh
b. Pergantian lapisan kulit paling luar
c. Sebum
Luka abrasi, luka pungsi, daerah maserasi
Mandi tidak teratur
Mandi berlebihan
2. Mulut
a. Lapisan mukosa yang utuh
b. Saliva

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

Laserasi, trauma, cabut gigi


Higiene oral yang tidak baik, dehidrasi
3. Saluran pernafasan
a. Lapisan silia di jalan nafas bagian atas diselimuti oleh mukus
b. Makrofag
Merokok, karbondioksida & oksigen konsentrasi tinggi, kurang lembab, air dingin
Merokok
4. Saluran urinarius
a. Tindakan pembilasan dari aliran urine
b. Lapisan epitel yang utuh
Obstruksi aliran normal karena pemasangan kateter, menahan kencing, obstruksi karena
pertumbuhan tumor.
Memasukkan kateter urine, pergerakan kontinyu dari kateter dalam uretra.
5. Saluran gastrointestinal
a. Keasaman sekresi gaster
b. Peristaltik yang cepat dalam usus kecil
Pemberian antasida
Melambatnya motilitas karena pengaruh fekal atau obstruksi karena massa
6. Vagina
a. Pada puberitas, flora normal menyebabkan sekresi vagina untuk mencapai pH yang
rendah . Antibiotik dan kontrasepsi oral mengganggu flora normal

Inflamasi
Inflamasi merupakan reaksi protektif vaskular dengan menghantarkan cairan,
produk darah dan nutrien ke jaringan interstisial ke daerah cidera. Proses ini menetralisasi
dan mengeliminasi patogen atau jaringan mati (nekrotik) dan memulai cara-cara perbaikan
jaringa tubuh. Tanda inflamasi termasuk bengkak, kemerahan, panas, nyeri/nyeri tekan,
dan hilangnya fungsi bagian tubuh yang terinflamasi. Bila inflamasi menjadi sistemik akan
muncul tanda dan gejala demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah dan
pembesaran kelenjar limfe.
Respon inflamasi dapat dicetuskan oleh agen fisik, kimiawi atau mikroorganisme.
Respon inflamasi termasuk hal berikut ini:

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

a. Respon seluler dan vaskuler


Arteriol yang menyuplai darah yang terinfeksi atau yang cidera berdilatasi,
memungkinkan lebih banyak darah masuk dala sirkulasi. Peningkatan darah tersebut
menyebabkan kemerahan pada inflamasi. Gejala hangat lokal dihasilkan dari volume
darah yang meningkat pada area yang inflamasi. Cidera menyebabkan nekrosis jaringan
dan akibatnya tubuh mengeluarkan histamin, bradikinin, prostaglandin dan serotonin.
Mediator kimiawi tersebut meningkatkan permeabilitas pembuluh darah kecil. Cairan,
protein dan sel memasuki ruang interstisial, akibatnya muncul edema lokal.
Tanda lain inflamasi adalah nyeri. Pembengkakan jaringan yang terinflamasi
meningkatkan tekanan pada ujung syaraf yang mengakibatkan nyeri. Substansi kimia
seperti histamin menstimuli ujung syaraf. Sebagai akibat dari terjadinya perubahan
fisiologis dari inflamasi, bagian tubuh yang terkena biasanya mengalami kehilangan fungsi
sementara dan akan kembali normal setelah inflamasi berkurang.
b. Pembentukan eksudat inflamasi
Akumulasi cairan dan jaringan mati serta SDP membentuk eksudat pada daerah inflamasi.
Eksudat dapat berupa serosa (jernih seperti plasma), sanguinosa (mengandung sel darah
merah) atau purulen (mengandung SDP dan bakteri). Akhirnya eksudat disapu melalui
drainase limfatik. Trombosit dan protein plasma seperti fibrinogen membentuk matriks
yang berbentuk jala pada tempat inflamasi untuk mencegah penyebaran.
c. Perbaikan jaringan
Sel yang rusak akhirnya digantikan oleh sel baru yang sehat. Sel baru mengalami maturasi
bertahap sampai sel tersebut mencapai karakteristik struktur dan bentuk yang sama dengan
sel sebelumnya

Respon Imun
Saat mikroorganisme masuk dalam tubuh, pertama kali akan diserang oleh
monosit. Sisa mikroorganisme tersebut yang akan memicu respon imun. Materi asing yang
tertinggal (antigen) menyebabkan rentetan respon yang mengubah susunan biologis tubuh.
Setelah antigen masuk dala tubuh, antigen tersebut bergerak ke darah atau limfe dan
memulai imunitas seluler atau humural.

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

1. Imunitas selular
Ada kelas limfosit, limfosit T (CD4T) dan limfosit B (sel B). Limfosit T memainkan peran
utama dalam imunitas seluler. Ada reseptor antigen pada membran permukaan limfosit
CD4T. Bila antigen bertemu dengan sel yang reseptor permukaannya sesuai dengan
antigen, maka akan terjadi ikatan. Ikatan ini mengaktifkan limfosit CD4T untuk membagi
diri dengan cepat untuk membentuk sel yang peka. Limfosit yang peka bergerak ke daerah
inflamasi, berikatan dengan antigen dan melepaskan limfokin. Limfokin menarik &
menstimulasi makrofag untuk menyerang antigen
2. Imunitas humoral
Stimulasi sel B akan memicu respon imun humoral, menyebabkan sintesa
imunoglobulin/antibodi yang akan membunuh antigen. Sel B plasma dan sel B memori
akan terbentuk apabila sel B berikatan dengan satu antigen. Sel B mensintesis antibodi
dalam jumlah besar untuk mempertahankan imunitas, sedangkan sel B memori untuk
mempersiapkan tubuh menghadapi invasi antigen.
3. Antibodi
Merupakan protein bermolekul besar, terbagi menjadi imunoglobulin A, M, D, E, G.
Imunoglobulin M dibentuk pada saat kontak awal dengan antigen, sedangkan IgG
menandakan infeksi yang terakhir. Pembentukan antibodi merupakan dasar melakukan
imunisasi.
4. Komplemen
Merupakan senyawa protein yang ditemukan dalam serum darah. Komplemen diaktifkan
saat antigen dan antibodi terikat. Komplemen diaktifkan, maka akan terjadi serangkaian
proses katalitik.
5. Interferon
Pada saat tertentu diinvasi oleh virus. Interferon akan mengganggu kemampuan virus
dalam bermultiplikasi.

Cara Pencegahan Infeksi


Asepsis
Asepsis berarti tidak adanya patogen penyebab penyakit. Tehnik aseptik adalah
usaha yang dilakukan untuk mempertahankan klien sedapat mungkin bebas dari
mikroorganisme. Asepsis terdiri dari asepsis medis dan asepsis bedah. Asepsis medis

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

dimaksudkan untuk mencegah penyebaran mikroorganisme. Contoh tindakan: mencuci


tangan, mengganti linen, menggunakan cangkir untuk obat. Obyek dinyatakan
terkontaminasi jika mengandung/diduga mengandung patogen. Asepsis bedah, disebut
juga tehnik steril, merupakan prosedur untuk membunuh mikroorganisme. Sterilisasi
membunuh semua mikroorganisme dan spora, tehnik ini digunakan untuk tindakan invasif.
Obyek terkontaminasi jika tersentuh oleh benda tidak steril.
Prinsip-prinsip asepsis bedah adalah sebagai berikut:
· Segala alat yang digunakan harus steril
· Alat yang steril akan tidak steril jika tersentuh
· Alat yang steril harus ada pada area steril
· Alat yang steril akan tidak steril jika terpapar udara dalam waktu lama
· Alat yang steril dapat terkontaminasi oleh alat yang tidak steril
· Kulit tidak dapat disterilkan

Tehnik Isolasi
Merupakan cara yang dibuat untuk mencegah penyebaran infeksi atau mikroorganisme
yang bersifat infeksius bagi kesehatan individu, klien dan pengunjung. Dua sistem isolasi
yang utama adalah:
a. Centers for disease control and prevention (CDC) precaution
CDC meliputi prosedur untuk:
Category-Specific Isolation precaution
Disease-Specific Isolation
Universal precaution

Category-Specific Isolation precaution meliputi:


1. Strict isolation
Untuk wabah dipteri pneumonia, varicella
Untuk mencegah penyebaran lewat udara
Perlu ruangan khusus, pintu harus dalam keadaan tertutup
Setiap orang yang memasuli ruangan harus menggunakan gaun, cap dan sepatu yang
direkomendasikan
Harus menggunakan masker

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

Harus menggunakan sarung tangan


Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal
2. Contact isolation
Untuk infeksi pernafasan akut, influensa pada anak-anak, infeksi kulit, herpes simplex,
rubela scabies
Mencegah penyebaran infeksi dengan membatasi kontak
Perlu ruangan khusus
Harus menggunakan gaun jika ada cairan
Harus menggunakan masker jika kontak dengan klien
Memakai sarung tangan jika menyentuh bahan-bahan infeksius
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal

3. Respiratory isolation
Untuk epiglotis, meningitis, pertusis, pneumonia dll
Untuk mencegah penyebaran infeksi oleh tisu dan droplet pernapasan karena batuk, bersin,
inhalasi
Perlu ruangan khusus
Tidak perlu gaun
Harus memakai masker
Tidak perlu menggunakan sarung tangan
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal

4. Tuberculosis isolation
Untuk TBC
Untuk mencegah penyebaran acid fast bacilli
Perlu ruangan khusus dengan tekanan negatif
Perlu menggunakan gaun jika pakaian terkontaminasi
Harus memakai masker
Tidak perlu menggunakan sarung tangan

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

Perlu cuci tangan setiap kontak


Bersihkan disposal dan disinfektan meskipun jarang menyebabkan perpindahan penyakit
5. Enteric precaution
Untuk hepatitis A, gastroenteritis, demam tipoid, kolera, diare dengan penyebab infeksius,
encepalitis, meningitis
Untuk mencegah penyebaran infeksi melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan
feces
Perlu runagn khusus jika kebersihan klien buruk
Perlu gaun jika pakaian terkontaminasi
Tidak perlu masker
Perlu sarung tangan jika menyentuh bahan-bahan infeksius
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal
6. Drainage/ secretion precaution
Untuk drainasi lesi, abses, infeksi luka bakar, infeksi kulit, luka dekubitus, konjungtivis
Mencegah penyebaran infeksi, membatasi kontak langsung maupun tidak langsung dengan
material tubuh
Tidak perlu ruangan khusus kecuali kebersihan klien buruk
Perlu gaun jika pakaian terkontaminasi
Tidak perlu masker
Perlu sarung tangan jika menyentuh bahan-bahan infeksius
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal
7. Blood/ body fluid precaution
Untuk hepatitis b, sipilis, AIDS, malaria
Mencegah penyebaran infeksi, membatasi kontak langsung maupun tidak langsung dengan
cairan tubuh
Tidak perlu ruangan khusus kecuali kebersihan klien buruk
Perlu gaun jika pakaian terkontaminasi
Tidak perlu masker
Perlu sarung tangan jiak menyentuh darah dan cairan tubuh
Perlu cuci tangan setiap kontak

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

Menggunakan disposal
Disease-Specific Isolation
Untuk pencegahan penyakit specifik
Contoh tuberkulosis paru
Kamar khusus
Gunakan masker
Tidak perlu sarung tangan

b. Body Subtance Isolation (BSI) System


Tujuan
Mencegah transmisi silang mikroorganisme
Melindungi tenaga kesehatan dari mikroorganisme dari klien

Elemen BSI
Cuci tangan
Memakai sarung tangan bersih
Menggunakan gaun, masker, cap, sepatu, kacamata
Membuang semua alat invasif yg telah digunakan
Tempat linen sebelum dicuci
Tempatkan diposibel pada sebuah plastik
Cuci dan sterilkan alat yang telah digunakan
Tempatkan semua specimen pada plastik sebelum ditranport ke laboratorium

Pencegahan infeksi di rumah


a. Cuci tangan
b. Jaga kebersihan kuku
c. Gunakan alat-alat personal
d. Cuci sayuran dan buah sebelum dimakan
e. Cuci alat yang akan digunakan
f. Letakkan alat-alat yang terinfeksi pada plastik
g. Bersihkan seprei
h. Cegah batuk, bersin, bernapas langsung dengan orang lain

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

Penyakit-Penyakit yang disebabkan Mikroorganisme


a. Bakteri
Berikut adalah daftar 5 penyakit menular secara umum yang disebabkan oleh bakteri.
1. Kolera
Kolera disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae yang mencemari air dan makanan
(biasanya makanan laut). Hal ini dapat menyebabkan kehilangan air dan diare. Penyakit
ini menyebar melalui air yang terkontaminasi dan makanan yang kita konsumsi.
2. Tetanus
Tetanus disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani. Penyakit
ini tidak dapat menyebar dari 1 orang kepada orang lain, tetapi terdapat dalam tanah, di
dalam usus dan kotoran hewan peliharaan, pertanian serta kotoran manusia. Ini adalah
penyakit berbahaya karena menyerang sistem saraf dan menyebabkan kelumpuhan yang
dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini dapat dengan mudah dicegah melalui
vaksinasi.
3. Tuberkulosis
Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyebar melalui
udara. Ini adalah penyakit yang sangat menular yang menyebabkan kesulitan bernafas
karena bakteri menginfeksi paru-paru.
b. Jamur
1. Tinea capitis
Rambut yang terkena tampak kusam, mudah patah dan tinggal rambut yang pendek-
pendek pada daerah yang botak. Pada infeksi yang berat dapat menyebabkan edematous
dan bernanah. Di sebabkan oleh Jamur Mycrosporum dan Trichophyton.Jamur
yang menyerang stratum corneum kulit kepala dan rambut kepala ,ditularkan lewat
pemakaian sisir dan gunting rambut.
2. Panu (Pitriyasis versikolor)
Ditandai dengan bercak yang terdapat pada kulit disertai rasa gatal pada saat berkeringat.
Bercak-bercak ini bisa berwarna putih, coklat atau merah tergantung kepada warna kulit
penderita. Di sebabkan oleh Jamur Malassezia furfur. Dapat terinfeksi lewat persentuhan
kulit yang terinfeksi oleh jamur atau terinfeksi lewat pakaian yang terkena spora jamur.

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

3. Infeksi candida
Terjadi karena faktor predisposisi. Di sebabkan oleh Jamur Candida
albicans. Merupakan mikosis yang menyerang kulit, kuku atau organ tubuh seperti
hantung dan paru-paru, selaput lendir dan juga vagina menular melalui sentuhan kulit yang
terkena jamur ini.
c. Virus
1. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrom)
Penyakit ini disebabkan oleh HIV (Human Immuno-deficiency Virus) yang menyerang
kekebalan tubuh. Virus ini menular melalui kontak cairan, antara lain aktivitas hubungan
seksual, pemakaian jarum suntik bekas penderita HIV, dan wanita penderita HiV yang
sedang mengandung janin.
2. Polio
Virus masuk ke tubuh melalui makanan dan udara. Selanjutnya masuk ke kelenjar getah
bening, menembus peredaran darah, menuju sumsum tulang belakang, otak dan merusak
sel-sel saraf (neuron).
3. Influenza
Penyakit ini ditularkan oleh virus influenza melalui udara, menyerang saluran pernapasan,
akibatnya penderita mengalami kesulitan bernapas.
4. Campak (Morbili)
Penyakit ini disebabkan oleh morbivirus. Virus menyerang bagian kulit, akibatnya pada
kulit muncul bercak-bercak merah disertai rasa gatal.

RADANG DAN PEMULIHAN JARINGAN

Reaksi peradangan
Bila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi oleh kuman,
maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agens
yang membahayakan jaringan atau yan mencegah agens ini menyebar lebih luas. Reaksi-
reaksi ini juga kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti
dengan jaringan baru.
Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini disebut radang.

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

Reaksi peradangan merupakan reaksi defensif (pertahanan diri) sebagai respon terhadap
cedera berupa reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang
terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera
atau nekrosis. Peradangan dapat juga dimasukkan dalam suatu reaksi non spesifik, dari
hospes terhadap infeksi.
Hasil reaksi peradangan adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang,
penghancuran jaringan nekrosis dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk
perbaikan dan pemulihan.
Syarat reaksi radang adalah :
1. Jaringan harus hidup.
2. Memiliki mikrosirkulasi fungsional.

Bentuk peradangan dapat timbul didasarkan atas jenis eksudat yang terbentuk, organ atau
jaringan tertentu yang terlibat dan lamanya proses peradangan. Tata nama proses
peradangan memperhitungkan masing-masing variable ini. Berbagai eksudat diberi nama
deskriptif, berdasarkan lamanya respon peradangan disebut akut, subakut dan kronik.
Lokasi reaksi peradangan disebut dengan akhiran -tis yang ditambahkan pada nama organ
(misalnya; apendisitis, tonsillitis, gastritis dan sebagainya).
Peradangan dan infeksi itu tidak sinonim. Pada infeksi ditandai adanya mikroorganisme
dalam jaringan, sedang pada peradangan belum tentu, karena banyak peradangan yang
terjadi steril sempurna. Jadi infeksi hanyalah merupakan sebagian dari peradangan.

Tanda-tanda makroskopis
Jaringan yang meradang telah lama dikenal. Misalnya jari yang tertusuk jarum yang kotor,
kemudian akan membengkak (tumor), berwarna kemerah
merahan (rubor),nyeri/sakit (dolor), menjadi agak hangat (calor), dan daya geraknya
berkurang (function laesa).

Tanda-tanda radang ini oleh Celcus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama
sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut “tanda-tanda radang utama”.

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

1. Rubor (kemerahan)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang
mensupali daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke
dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja
yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan
hyperemia atau kongesti,menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut.
Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara
neurogenik maupun secara kimia,melalui pengeluaran zat seperti histamin.

2.Kalor (panas)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya
terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari -37 °C yaitu
suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya
sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak
daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada
daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut
sudah mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.

3.Dolor (rasa sakit)


Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara.
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung
saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf.
Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan
lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit.

4.Tumor (pembengkaan)
Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkaan lokal (tumor).
Pembengkaan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat
adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan.
Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun
sebagai bagian dari eksudat.

5.Functio Laesa (perubahan fungsi)


Functio laesa atau perubahan fungsi adalah reaksi peradangan yang telah dikenal. Sepintas
lalu, mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi abnormal
dart lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, berfungsi secara abnormal. Namun
sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang
meradang itu terganggu.

Agens yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh radang,
ialah kuman, benda (pisau, peluru, dsb), suhu (panas atau dingin), berbagai jenis sinar
(sinar X, sinar ultra-violet), listrik, zat-zat kimia, dll.

Aspek cairan dan seluler peradangan


Aspek seluler peradangan
Jenis Eksudat yang terjadi pada radang:
Dipengaruhi oleh beratnya reaksi , penyebab dan lokasi lesi.
1. Eksudat serosa eksudat jernih, sedikit protein, akibat radang ringan. Eksudat ini berasal
dari serum atau hasil sekresi sel mesotel yang melapisi peritoneum, pleura, pericardium.
Contoh: luka bakar, efusi pleura.
2. Eksudat Supuratifa / purulenta, mengandung pus yaitu campuran leukosit rusak, jaringan.
Nekrotik dan mikroorganisme yang mati. Kuman piogenik mengakibatkan supurasi
3. Eksudat fibrinosa, mengandung banyak fibrin sehingga mudah membeku, terjadi pada
jejas berat, sehingga fibrin banyak keluar.
4. Eksudat hemoragika, mengandung darah

Sel yang ditemukan pada tempat peradangan:


Leukosit Polimorfonuklear:

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

· Neutrofil, sel pertama dan yang paling banyak ditemukan pada radang akut, sel ini motil,
amuboid, fagositosis aktif dan memberikan respon terhadap kemotaksis.
Fungsi utama neutofil : fagositosis bakteri dan destruksi sel dengan enzim lisosomal.
Pengeluaran enzim lisosomal pada jaringan. Ekstraseluler akan menyebabkan reaksi
radang local.
· Basofil,
Sitoplasmanya mengandung granula yang mengandung histamine dan heparin, sel ini
berperan dalam reaksi hipersensitifitas.
· Eusinofil, beremigrasi dari aliran darah pada stadium lanjut dan penyembuhan, jumlahnya
meningkat pada infeksi parasit dan keadaan alergik. Mengandung antihistamin dan
mencegah untuk reaksi hipersensitif.
· Sel Mast
o Fungsi mirip basofil, merupakan sel jaringan ikat , menghasilkan histamine dan heparin.
o Limfosit dan sel plasma, fungsi utamanya yaitu pada imunitas selular dan humoral.
o Monosit, sel fagosit, bersifat motil.
o Dari jaringan : ü Histoisit atau makrofag, berfungsi sama dengan monosit , merupakan sel
fagositik aktif dan motil.
· Fibroblas, ditemukan pada stadium penyembuhan.
· Sel datia, sel besar berinti banyak. Secara aktif fagositik dan menelan partikel asing yang
terlalu besar untuk makrofag.

Bentuk peradangan
Berbagai bentuk radang akut
1. Radang katartal, ditandai pembentukan mucus yg berlebihan, pada mukosa : misal mukosa
hidung, mata.
2. Radang supuratif ditandai dengan eksudat purulenta, biasa terjadi pada infeksi kuman
piogenik.
3. Radang fibrinosa , biasa terjadi pada permukaan yang dilapisi lap serosa (pleura,
pericardium, peritoneum). Misal : pneumonia, karditis rhumatik
4. Radang psedomembranosa, ditandai pembentukan psedomembranosa pada permukaan
mukosa yaitu nekrosis permukaan mukosa diserati fibrin, leukosit. Misal pada radang
akibat difteri.

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

5. Radang serosa, ditandai dengan pembentukan eksudat serosa

Radang kronik
Radang kronik disebabkan oleh rangsang yang menetap selama beberapa minggu atau
bulan, menyebabkan infiltrasi mononuclear dan proliferasi fibrobblas. Leukosit yang
tertibun sebagian besar terdiri dari sel makrofag dan lmfosit dan kadang 2 sel plasma.
Maka eksudat leukosit pada radang kronik disebut monomorfonuklear. Terjadi melalui 2
cara:
1. Menyusul (dari) radang akut, terjadi jika respon radang akut tidak dapat reda, agen
penyebab jelas menetap, adanya gangguan pada penyembuhan normal. Contoh pneumonia
abses paru kronik., ulkus peptikum duodenum atau lambung.
2. Respon sejak awal (proses primer)
Penyebab jelas memiliki tosisitas rendah. Dikenal sebagai berikut:
a. Infeksi persisten oleh mikroorganisme tertentu : palidum, jamur.
b. Kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur, termasuk silica penyebab silicosis
paru bila dihirup dalam waktu lama
pecahan kaca, benang dapat menimbulkan iritasi fisika dan kimia dikenal “ reaksi benda
asing” disertai pembentukan sel datia.
c. Reaksi imun terhadap jaringan individu sendiri dan menyebabkan penyakit autoimun.
Auto-antigen menimbulkan reaksi imun yang berlangsung dengan sendiriya secara terus
menerus dan mengakibatkan radang kronik seperti arthritis remathoid.

Proses pada radang kronik , ditandai dengan :


§ Infiltrasi sel mononuclear, yaitu makrofag monosit, limfosit dan sel plasma.
§ Kerusakan jaringan, dan
§ Terbentuk jaringan granulasi dengan proliferasi fibroblast dan pengendapan kolagen.

Penyembuhan radang kronik melalui pembentukan jaringan fibrosis.


Gambaran adanya kerusakan jaringan yang persisten, mengenai sel parenkim, dan
kerangka stroma merupakan tanda radang kronik. Akibatnya tidak terjadi penyembuhan
dengan regenerasi , walaupun yang terkena adalah jenis sel labil.
Berbagai Radang Kronik Granulomatosa :

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

· Merupakan reaksi radang kronik yang khusus dimana sel makrofag berubah menyerupai
sel epitel yang disebut sel epiteloid.
· Granuloma merupakan suatu daerah pada radang granulomatosa yang menunjukan
kumpulan sel epiteloid, sel datia, limfosit dan sel plasma
Contoh radang granulomatosa:
o Akibat infeksi : tbc, lepra, virus, sifilis dll
o Akibat benda asing : benangoperasi, asbes
o Penyakit autoimun : arthritis rheumatika
o Idiopatik : colitis ulseratif.

Pemulihan jaringan
Pemulihan ialah proses dimana sel-sel yang hilang atau rusak diganti dengan sel-sel hidup
(sel-sel parenkim asal atau fibroblast).
1. Regenerasi sel –parenkim yang rusak.
Kemampuan regenerasi tergantung pada jenis sel :
· Sel labil, dapat berproliferasi secara terus menerus dan mengganti sel yg lepas atau mati
melaui proses dfaali.
Contoh : sel epitel permukaan tubuh : epidermis, eptel traktus digestivus, urinarius, sel
limfa, dll
Pemulihan terjadi bilamana terdapat sel labil yang cukup.
· Sel stabil, mempunyai kapasitas regenerasi terbatas, mengganti sel yang mati. Sel berada
pada fase istirahat yang lama tetapi mampu bermitosis jika dibutuhkan.
Contoh sel hati, pancreas, ginjal, pembuluh darah, dll.
· Sel permanent, tidak dapat diganti jika rusak.
Contoh neuron saraf pusat dan saraf tepi, otot jantung.
Pemulihan hanya melalui pembentukan jaringan ikat jika kerusakan luas akan
menimbulkan gangguan fungsional permanent.
2. Pemulihan dengan pembentukan jaringan granulasi
Jaringan yang rusak akan diganti oleh jaringan granulasi
Mekanisme Perbaikan:
· Penyatuan Primer
· Penyembuahan sebagai tujuan utama

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

Terjadi pada tempat dimana hanya kehilangan jaringan, misal pada insisi bedah.
Stadium :
o Eksudasi darah ke dalam ruang diantara sayatan, tetapi dengan jar ingan yang berhadapan
dengan erat.
o Koagulasi dari cairan dengan pembentukan fibrin.
o Invasi dari koagulum oleh ansa kapiler dan fibroblast yang berasal dari jaringan marginal.
o Proliferasi sel epitel yang berdekatan dan migrasi kearah cacat untuk pemulihan
kontinuitas.
o Pematangan dari fibroblast yang fibril – fibrilnya melekatkan kolagen.
o Pematangan progresifdari kolagen dan penurunan vaskularitas yang menimbulkan
jaringan parut avaskular.
3. Penyatuan sekunder penyembuhan sekunder / dengan granulasi
· Jika penyebab infeksi diatasi dengan respon peradangan dan debris harus dibuang oleh
makrofag. Jika karena trauma, cacat akan diisi oleh bekuan darah.
· Perbaikan dimulai pada dasar dari cacat dengan invasi dari permukaan koagulum oleh ansa
kapiler dan fibroblast.
· Jaringan ini berwarna merah dan granular yang disebabkan ansa-ansa kapiler jaringan
granulasi
· Sel-sel epitel berproliferasi dan migrasi menutupi permukaan jaringan granulasi.
· Pematangan jaringan granulasi vascular sehingga menjadi jaringan fibrosa.
· Pengecilan parut dari cacat semula akibat kontraksi luka selama penyembuhan.
Pemulihan dilakukan dengan cara : pemusnahan dan pembuangan jaringan rusak,
regenerasi sel atau pembentukan jaringan granulasi.

Kesimpulan
Reaksi peradangan merupakan reaksi defensif (pertahanan diri) sebagai respon
terhadap cedera berupa reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-
zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada
daerah cedera atau nekrosis.

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)


FM-POLTEKKES-SMG-BM-09-06A/R1

Tanda-tanda radang utama yaitu : Rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (sakit),
tumor (pembengkakan), function laesa (perubahan fungsi). Bentuk peradangan terdiri dari
peradangan akut dan peradangan kronik.
Tahap pemulihan jaringan yaitu :
1. Regenerasi sel –parenkim yang rusak.
2. Pemulihan dengan pembentukan jaringan granulasi
3. Penyatuan sekunder penyembuhan sekunder / dengan granulasi

C. Daftar Pustaka
• Brunner & Suddarth (1988). Text book of Medical Surgical Nursing,
Philadelphia: Mosby
• B. J. Sadock & V.A. Sadock. (2007). Kaplan and Sadock’s Synopsis of
Psychiatry. (10th Ed). Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins.
• Copstead,L.E.,&Banasik,J.L.(2010).Pathophysiology(4thed.),St.Louis,MO.:Sa
unders.
• Copstead,L.E.,&Banasik,J.L.(2010).StudyGuideforPathophysiology(4thed.),St
.Louis,MO.:Saunders.
• Jacob & Black (1997). Medical surgical Nursing: Clinical Management for
Continuity of Care, Philadelphia: WB Saunders Company
• Kipp,B.&Kirk,J. (2009).StudyGuideto
AccompanyPathophysiology:ConceptsofAlteredHealthStates(8thed.).Philadelp
hia,PA:Lippincott.WilliamsandWilkins.
• Porth,C.M.,&Matfin,G.(2009).Pathophysiology:ConceptsofAlteredHealthStates(8thed.).
Philadelphia,PA:Lippincott.WilliamsandWilkins.
• Price & Wilson (1993). Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
• Robbins & Kumar (1995). Patologi I, edisi 4, Jakarta: EGC
• Rukmono dkk (1994). Kumpulan Kuliah Patologi, edisi I, Jakarta: Penerbit FK UI

Disiapkan oleh Diperiksa oleh Disahkan oleh

Koordinator Mata Kuliah/ Kajur/Kaprodi/Sesjur/Sesprodi Kajur/Kaprodi


Dosen Pengampu

Wdyo Subagyo, SST, MMR Sugeng Riyadi, S.Kep,Ns,M.Si Walin,SST,MKes


NIP: 197507072001121001 NIP: 197011231998031004 NIP. 196504231988032002

Bahan Ajar Pathofisiologi (Kep. 2.03)

Anda mungkin juga menyukai