Anda di halaman 1dari 11

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0505/09/opini/1734711.

htm

UU Praktik Kedokteran - Melindungi Pasien atau Dokter?


Oleh Kartono Mohamad

BEDA pendapat di antara pakar hukum mengenai UU Praktik Kedokteran (UU No


29/2004) yang diberitakan Kompas (20/4/2005) amat menarik. Di satu pihak, Prof
Dr Indriyanto Seno Adji SH menyatakan, porsi perlindungan pasien masih amat
terbatas dan baru diatur secara umum. Di pihak lain, Prof Dr Wila Chandrawila
Supriadi SH menyatakan, undang-undang ini "mengancam ketenangan dokter" dalam
menjalankan praktiknya.

Dari sebuah undang-undang (UU), ternyata dua pakar hukum mempunyai penafsiran
yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Sebenarnya jika dibaca dari Pasal 3 UU
Nomor 29 Tahun 2004, UU ini bertujuan "memberikan perlindungan kepada pasien",
"mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis", dan "memberikan
kepastian hukum bagi masyarakat maupun dokter".

SEPINTAS, dari ungkapan Pasal 3 itu prasangka kedua pakar hukum itu sudah
terbantah. Namun, tuduhan kedua pakar hukum itu tentu bukan tanpa dasar sebab
uraian pasal-pasal berikutnya yang seharusnya menjelaskan bagaimana
tujuan-tujuan itu akan dicapai masih dapat menimbulkan kontroversi.

ikatakan pada Pasal 4, "Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan


kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi
dibentuk Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi (KKI)." Jadi, tugas KKI
adalah melindungi masyarakat (pasien) dari praktik kedokteran dan kedokteran
gigi yang tidak bermutu, bukan melindungi dokter.

Kecemasan Prof Indriyanto akan dapat dibantah jika dalam kerjanya nanti KKI
benar-benar melaksanakan amanat UU ini. Bagaimana KKI akan melindungi masyarakat
disebutkan dalam Pasal 7, yaitu (a) melakukan registrasi dokter dan dokter gigi,
(b) mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi, (c) melakukan
pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran.

Secara teoretis dalam jangka jauh (mungkin sepuluh tahun mendatang) hal-hal itu
akan menjamin bahwa dokter/gigi yang berpraktik di Indonesia nanti akan terjaga
mutunya. Namun, pertanyaan Prof Indriyanto dan banyak anggota masyarakat lain
adalah bagaimana jika dalam jangka dekat terjadi kasus-kasus kelalaian medik
yang merugikan pasien (malapraktik) atau ada dokter yang berpraktik secara tidak
bermutu? Apa kriteria "pelayanan yang bermutu"? Kapan dokter-dokter yang sudah
ada ini harus mencatatkan diri ke KKI? Bagaimana mekanisme KKI mencabut
registrasi yang sudah diberikan? Bagaimana KKI akan melakukan pembinaan terhadap
para dokter/gigi? Apa kriteria untuk pencabutan registrasi seorang dokter/gigi?

Bagian itu akan menjadi penting karena akan mencerminkan apakah KKI benar-benar
melindungi pasien atau melindungi dokter.

BAGI para dokter, kehadiran UU ini dan KKI-nya juga dapat menimbulkan banyak
pertanyaan dan kecemasan, antara lain apakah dengan adanya KKI, kewajiban
melapor ke Departemen Kesehatan dihapuskan? Bagaimana dengan dokter militer dan
Polri, apakah juga harus teregistrasi dulu baru dapat diterima oleh TNI/Polri
ataukah menjadi anggota TNI/Polri dulu baru mendaftar ke KKI? Jika TNI/Polri
boleh menerima dokter sebelum teregistrasi, apakah rumah sakit swasta juga boleh
melakukan hal serupa? Bagaimana pengawasan dan pembinaan terhadap dokter yang
berpraktik di daerah yang jauh dari Jakarta atau ibu kota provinsi? Apa yang
dimaksud dengan "memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan dokter"?

Prof Wila Chandrawila agaknya mencemaskan bagian ini. Bagaimana mekanisme KKI
dalam memberikan kepastian hukum tidak membuat para dokter melakukan apa yang
disebut "praktik defensif". Hal ini akan terjawab jika kriteria praktik bermutu
juga membatasi "praktik defensif secara tidak perlu" (siapa pula yang menetapkan
hal ini?).

Semua memang perlu dijawab oleh KKI melalui tata kerja dan aneka peraturan yang
akan mereka susun, yang juga harus transparan bagi masyarakat awam. Belum lagi
kita berbicara tentang "standar pelayanan" yang harus dibuat oleh Menteri
Kesehatan (Pasal 44 Ayat 3).

Menkes harus dapat membedakan standar pelayanan sebuah institusi (misalnya


standar pelayanan minimal puskesmas) dengan standar pelayanan praktik
dokter/gigi. Standar pelayanan dokter/gigi yang harus diatur di sini adalah
standar pelayanan yang diberikan secara langsung oleh dokter kepada pasien,
terlepas dari strata unit pelayanan tempat dia bekerja. Masalah keterbatasan
sarana dan teknologi hanya menjadi pertimbangan ketika kelak terjadi
penyimpangan.

BAGIAN lain yang juga dicemaskan Prof Indriyanto sebagai bagian yang tidak
mencerminkan keberpihakan kepada perlindungan bagi pasien adalah tentang Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran yang anggotanya ditetapkan atas usul organisasi
profesi. Selama ini yang tertanam di benak masyarakat adalah bahwa organisasi
profesi cenderung melindungi anggotanya meski dia bersalah. Juga dalam melakukan
pemeriksaan terhadap pengaduan pasien, organisasi profesi cenderung tidak mau
menghadirkan pengadu untuk didengar langsung masalahnya, atau melakukan
pemeriksaan silang dengan dokter yang diadukan.

Menjadi tugas KKI dan Menkes untuk menjamin bahwa kerja MKDK sesuai dengan
amanat UU No 29/2004 bahwa UU ini dibuat untuk melindungi pasien, bukan
sebaliknya. KKI harus mampu mengubah citra pelayanan medik Indonesia yang sudah
buruk menjadi citra yang baik.

Satu hal yang perlu diingatkan adalah Pasal 18 mengamanatkan, anggota KKI harus
melepaskan diri dari jabatan struktural/jabatan lain ketika diangkat. Jika pasal
ini dipatuhi secara konsekuen, seharusnya sebelum dilantik Presiden, Menkes
harus yakin, mereka sudah membuat pernyataan pelepasan jabatan itu, termasuk
Ketua-ketua Organisasi Profesi dan asosiasi rumah sakit yang duduk dalam KKI.
Jika mereka tidak melepaskan jabatan itu, kedudukan mereka dalam KKI seharusnya
batal karena bertentangan dengan UU itu sendiri.

artono Mohamad Mantan Ketua Umum PB IDI

[Non-text portions of this message have been removed]

Skripsi AKK

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup layak dan produktif,
untuk itu diperlukan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang terkendali biaya dan
terkendali mutu sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan.
Pembangunan kesehatan sangat penting artinya mengingat kesehatan adalah hak dan
investasi, dan semua warga negara berhak atas kesehatanya termasuk masyarakat miskin
dan tidak mampu. Dalam upaya melaksanakan dan memenuhi hak-hak masyarakat,
pemerintah dalam mewujudkannya, disusun strategi pembangunan kesehatan, yang
pertama, pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan. Kedua, profesionalisme;
ketiga, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM); keempat, desentralisasi;
dan kelima, pemberdayaan/kemitraan. (Depkes,2007).
Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan akses dan
mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga sub sistem pelayanan kesehatan
dan sub sub sistem pembiayaan dapat bersinergi untuk mendorong perubahan dan
penataan pelayanan kesehatan. (Pedoman Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Pelayanan
Kesehatan Gratis,2008)
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam meningkatkan pembangunan kesehatan,
memberikan kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis yang diharapkan dapat memberikan
banyak manfaat bagi masyarakat Sulawesi Selatan untuk mengakses pelayanan kesehatan
di saranan pelayanan kesehatan yang tersedia.
Rumah Sakit merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang
memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik,
dengan misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (A.A. Gde
Muninjaya, 2004)
Kualitas pelayanan rumah sakit dapat diketahui dari penampilan professional personil
rumah sakit, efisiensi dan efektivitas pelayanan serta kepuasan pasien. Kepuasan pasien
ditentukan oleh keseluruhan pelayanan: pelayanan administrasi, dokter, perawat,
makanan, obat-obatan, sarana dan peralatan, fasilitas dan lingkungan fisik rumah sakit.
Dalam pengalaman sehari-hari, ketidak puasan pasien yang paling sering dikemukakan
dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas RS, antara lain: keterlambatan
pelayanan dokter dan perawat, dokter sulit ditemui, dokter yang kurang komunikatif dan
informatif, lamanya proses masuk rawat, aspek pelayanan di RS, serta ketertiban dan
kebersihan lingkungan RS.
Perilaku, tutur kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan
informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan
pasien RS. Tidak jarang walaupun pasien/keluarganya merasa outcome tak sesuai dengan
harapannya merasa cukup puas karena dilayani dengan sikap yang menghargai perasaan
dan martabatnya.
Dalam memberikan pelayanannya, rumah sakit harus cepat tanggap terhadap kebutuhan
pasien baik itu dari segi pengobatan, administrasi maupun ketepatan dalam bertindak.
Tidak semua rumah sakit akan kita dapatkan mutu pelayanan yang maksimal untuk
pasiennya.
Dari uraian di atas menarik perhatian peneliti untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan rawat inap Rumah Sakit
Umum A. Makkasau Kota Parepare guna meningkatkan pelayanan kesehatan gratis yang
mampu memberikan kepuasan terhadap pasien atau masyarakat.

Identifikasi dan Perumusan Masalah


Menurut Oliver, kepuasan penggunaan jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yakni High Personnel Contact (Pemahaman pengguna jasa), Emphaty
(Perhatian), Cost (biaya), Tangibility (Penampilan Fisik Petugas), Assurance (Jaminan
keamanan) yang ditunjukkan oleh petugas, Reliability (Keandalan dan Keterampilan)
petugas dan Responsiveness (Kecepatan) petugas memberikan tanggapan.
Namun dalam penelitian ini penulis ingin meneliti kepuasan pasien rawat inap di Rumah
Sakit umum A. Makkasau Kota Parepare dari segi Jaminan keamanan yang ditunjukkan
oleh petugas (Assurance), keandalan dan keterampilan petugas (Reliability), Perhatian
(Emphaty), respon petugas (Responsivene), serta penampilan petugas (Tangibility).
Adapun petugas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah petugas kesehatan yang
bertugas di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum A. Makkasau. Berdasarkan pada hal-
hal tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada pengaruh Assurance (Jaminan Keamanan) terhadap tingkat kepuasan
pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat Inap Rumah Sakit Umum A.
Makkasau Kota Parepare ?
2. Apakah ada pengaruh Realibility (Kehandalan) petugas kesehatan terhadap tingkat
kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat Inap Rumah Sakit
Umum A. Makkasau Kota Parepare ?
3. Apakah ada pengaruh Responsiveness (Kecepatan) petugas kesehatan terhadap tingkat
kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat Inap Rumah Sakit
Umum A. Makkasau Kota Parepare ?
4. Apakah ada pengaruh Emphaty (Perhatian) petugas kesehatan terhadap tingkat
kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat Inap Rumah Sakit
Umum A. Makkasau Kota Parepare ?
5. Apakah ada pengaruh Tangibility (Penampilan) petugas kesehatan terhadap tingkat
kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat Inap Rumah Sakit
Umum A. Makkasau Kota Parepare ?

Defenisi Operasional

Variabel-variabel yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini, masih perlu


didefenisikan dengan jelas agar pengertian judul yang dimaksudkan lebih memudahkan
upaya alur kerangka pikir yang kelak akan tertuang dalam judul pilihan, disamping untuk
mengklarifikasi istilah dan tidak menimbulkan kesalah pahaman penafsiran serta
mempermudah pengumpulan data di lapangan. Istilah yang perlu kejelasan makna
adalah :
1. Assurance, adalah jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan,
kesopanan dan sifat yang dapat dipercaya petugas kesehatan.
Kriteria Objektif :
a. Sangat baik jika responden menjawab secara lengkap tentang :
 Keterampilan dan keahlian petugas
 Pelayanan yang sopan, ramah dan jujur
 Pengetahuan dan kemampuan petugas dalam menetapkan diagnosa
 Jaminana keamanan dan kepercayaan terhadap pelayanan
b. Baik jika responden menjawab tiga dari empat kriteria sangat baik (keterampilan dan
keahlian petugas, pelayanan yang sopan, ramah dan jujur, pengetahuan dan kemampuan
petugas dalam menetapkan diagnosa, jaminanan keamanan dan keperrcayaan terhadap
pelayanan)
c. Kurang baik jika responden menjawab dua dari empat kriteria sangat baik
(keterampilan dan keahlian petugas, pelayanan yang sopan, ramah dan jujur, pengetahuan
dan kemampuan petugas dalam menetapkan diagnosa, jaminan keamanan dan
kepercayaan terhadap pelayanan)
d. Tidak baik jika responden menjawab satu dari empat kriteria sangat baik (keterampilan
dan keahlian petugas, pelayanan yang sopan, ramah dan jujur, pengetahuan dan
kemampuan petugas dalam menetapkan diagnosa, jaminan keamanan dan kepercayaan
terhadap pelayanan)
2. Reliability, adalah keandalan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan yang dijanjikan dan memuaskan.
Kriteri Objektif :
a. Sangat baik jika responden menjawab secara lengkap tentang :
 Prosedur penerimaan pasien
 Pelayanan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan secara cepat dan tepat
 Kegiatan admnistrasi rapi dan teratur
 Kunjungan pelayanan dokter
b. Baik jika responden menjawab tiga dari empat kriteria sangat baik (prosedur
penerimaan pasien, pelayanan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan secara cepat dan
tepat, kunjungan pelayanan dokter)
c. Kurang baik jika responden menjawab dua dari empat kriteria sangat baik (prosedur
penerimaan pasien, pelayanan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan secara cepat dan
tepat)
d. Tidak baik jika responden menjawab satu dari empat kriteria sangat baik (prosedur
penerimaan pasien, pelayanan pemeriksaan, pengobatan dan perawtan secara cepat dan
tepat)
3. Responsiveness, adalah kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan-
keluhan pasien dimana petugas kesehatan memiliki keinginan yang tinggi untuk
membantu pasien dalam medapatkan pelayanan.
Kriteri Objektif :
a. Sangat baik jika responden menjawab secara lengkap tentang :
 Kecepatan petugas saat pasien membutuhkan
 Ketanggapan petugas dalam menyelesaikan keluhan pasien
 Kejelasan petugas dalam memberikan informasi dapat dimengerti
 Petugas kesehatan selalu ada sesuai dengan jadwal
b. Baik jika responden menjawab tiga dari empat kriteria sangat baik (Kecepatan petugas
saat pasien membutuhkan, ketanggapan petugas dalam menyelesaikan keluhan pasien,
kejelasan petugas dalam memberikan informasi dapat dimenegrti)
c. Kurang baij jika responden menjawab dua dari empat kriteria sangat baik (kecepatan
petugas saat pasien membutuhkan, ketanggapan petugas dalam menyelesaikan keluhan
pasien, kejelasan petugas dalam memberikan informasi dapat dimengerti)
d. Tidak baik jika reponden menjawab satu dari empat kriteria sangat baik (kecepatan
petugas saat pasien membutuhkan, ketanggapan petugas dalam menyelesaikan keluhan
pasien, kejelasan petugas dalam memberikan informasi dapat dimengerti )
4. Emphaty, adalah sikap peduli yang yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan.
Kriteria Objektif :
a. Sangat baik jika responden menjawab seara lengkap tentang :
 Komunikasi petugas dengan pasien
 Perhatian khusus petugas kepada pasien
 Perhatian petugas terhadap keluhan pasien dan keluarganya
 Pelayanan tanpa membedakan suku dan agama.
b. Baik jika responden menjawab tiga dari empat kriteria sangat baik (komunikasi
petugas dengan pasien, perhatian khusus petugas kepada pasien, perhatian petugas
terhadap keluhan pasien dan keluarganya, pelayanan tanpa membedakan suku dan
agama)
c. Kurang baik jika responden mejawab dua dari empat kriteria sangat baik (komunikasi
petugas dengan pasien, perhatian khusus petugas kepada pasien, perhatian petugas
terhadap keluhan pasien dan keluarganya, pelayanan tanpa membedakan suku dan
agama)
d. Tidak baik jika responden menjawab satu dari empat kriteria sangat baik (komunikasi
petugas dengan pasien, perhatian khusus petugas kepada pasien, perhatian petugas
terhadap keluhan pasien dan keluarganya, pelayanan tanpa membedakan suku dan
agama)
5. Tangibility, adalah penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan
kenyamanan rumah sakit.
Kriteria objektif :
a. Sangat baik jika responden menjawab secara lengkap tentang :
 Kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan perawatan
 Penataan ruangan perawatan
 Kelengkapan, kesiapan dan kebersihan alat-alat yang dipakai
 Penampilan petugas rapi, sopan, dan keserasian seragam
b. Baik jika responden menjawab tiga dari empat kriteria sangat baik (kebersihan,
kerapian dan kenyamanan ruangan perawatan, penataan ruangan perawwatan,
kelengkapan, kesiapan dan kebersiahn alat-alat yang dipakai, penampilan petugas rapi,
sopan dan keserasian seragam)
c. Kurang baik jika responden menjawab dua dari empat kriteria sangat baik (kebersihan,
kerapian dan kenyamanan ruangan perawatan, penataan ruangan perawwatan,
kelengkapan, kesiapan dan kebersiahn alat-alat yang dipakai, penampilan petugas rapi,
sopan dan keserasian seragam)
d. Tidak baik jika responden menjawab satu dari empat kriteria sangat baik (kebrsihan,
kerapian dan kenyamanan ruangan perawatan, penataan ruangan perawwatan,
kelengkapan, kesiapan dan kebersiahn alat-alat yang dipakai, penampilan petugas rapi,
sopan dan keserasian seragam)

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Assurance (Jaminan Keamanan) terhadap
tingkat kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat Inap
Rumah Sakit Umum A. Makkasau Kota Parepare.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Realibility (Kehandalan) petugas terhadap
tingkat kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat Inap
Rumah Sakit Umum A. Makkasau Kota Parepare.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Responsiveness (Kecepatan) petugas
terhadap tingkat kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat
Inap Rumah Sakit Umum A. Makkasau Kota Parepare.
4. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Emphaty (Perhatian) petugas terhadap
tingkat kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat Inap
Rumah Sakit Umum A. Makkasau Kota Parepare.
5. Untuk mengetahui ada tidaknya ada pengaruh Tangibilit (Penampilan) petugas
terhadap tingkat kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat
Inap Rumah Sakit Umum A. Makkasau Kota Parepare.

Kegunaan Penelitian
1. Bagi pihak Rumah Sakit Umum A. Makkasau Kota Parepare, sebagai bahan informasi
yang berharga dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan gratis rawat jalan.
2. Hasil penelitian ini merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu penegetahuan dan
merupakan salah satu bahan bacaan bagi peneliti berikutnya. Dokter keluarga adalah
dokter yang berprofesi khusus sebagai Dokter Praktik Umum yang menyelenggarakan
Pelayanan Kesehatan Strata Pertama (pelayanan kesehatan primer) dengan menerapkan
prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga, terkadang merekapun dapat berfungsi di rumah
sakit sebagai koordinator, pembela hak pasien dan teman (advokasi) dari tindakan
tindakan medis yang mungkin tidak optimal.

. Pengertin dan Ruang Lingkup Pelayanan Dokter Keluarga :

Pelayanan Dokter Keluarga melibatkan Dokter Keluarga (DK) sebagai penyaring di


tingkat primer, dokter Spesialis (DSp) di tingkat pelayanan sekunder, rumah sakit
rujukan, dan pihak pendana yang kesemuanya bekerja sama dibawah naungan peraturan
dan perundangan. Pelayanan diselenggarakan secara komprehensif, kontinu, integratif,
holistik,koordinatif, dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan
lingkungan serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa
memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya.

2. Tugas Dokter Keluarga

1) Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu guna


penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan, 2) Mendiagnosis secara cepat
dan memberikan terapi secara cepat dan tepat, 3) Memberikan pelayanan kedokteran
secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit, 4) Memberikan pelayanan
kedokteran kepada individu dan keluarganya, 5) Membina keluarga pasien untuk
berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit,
pengobatan dan rehabilitasi, 6) Menangani penyakit akut dan kronik, 7) Melakukan
tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS, 8) Tetap bertanggung-jawab atas
pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di RS, 9) Memantau pasien yang
telah dirujuk atau di konsultasikan, 10) Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan
bagi pasiennya, 11) Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan
pasien, 12) Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar, 13) Melakukan
penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan ilmu kedokteran
keluarga secara khusus.

3. Wewenang Dokter Keluarga

1) Menyelenggarakan Rekam Medis yang memenuhi standar, 2) Melaksanakan


pendidikan kesehatan bagi masyarakat, 3) Melaksanakan tindak pencegahan penyakit, 4)
Memgobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer, 5) Mengatasi keadaan gawat
darurat pada tingkat awal, 6) Melakukan tindak prabedah, beda minor, rawat pascabedah
di unit pelayanan primer, 7) Melakukan perawatan sementara, 8) Menerbitkan surat
keterangan medis, 9) Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap, 10)
Memberikan perawatan dirumah untuk keadaan khusus.

4. Kompetensi Dokter Keluarga


Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada seorang
lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah yang perlu
dilatihkan melalui program perlatihan ini. Yang dicantumkan disini hanyalah kompetensi
yang harus dimiliki oleh setiap Dokter Keluarga secara garis besar. Rincian memgenai
kompetensi ini, yang dijabarkan dalam bentuk tujuan pelatihan, akan tercantum dibawah
judul setiap modul pelatihan yang terpisah dalam berkas tersendiri karena akan lebih
sering disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran.

a) Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga, b)


Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam pelayanan
kedokteran keluarga, c) Menguasai ketrampilan berkomunikasi,

menyelenggarakan hubungan profesional dokter- pasien untuk :

(a) Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan
perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga, (b) Secara efektif
memanfaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana menyelesaikan masalah
kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta
pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga, (c) Dapat bekerjasama secara
profesional secara harmonis dalam satu tim pada penyelenggaraan pelayanan
kedokteran/kesehatan.

A. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan kliniks.

a) Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan potensi yang


dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan. masalahnya, b)
Menyelenggarakan pelayan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai dengan standar
yang ditetapkan.

B. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spritual.

C. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan kesehatan


termasuk sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan/JPKM).

5. Klinik dokter Keluarga ( KDK )

a) Merupakan klinik yang menyelenggarakan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga


(SPDK), b) Sebaiknya mudah dicapai dengan kendaraan umum. (terletak di tempat
strategis), c) Mempunyai bangunan yang memadai, d) Dilengkapi dengan saraba
komunikasi, e) Mempunyai sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK, f)
Mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis telah lulus perlatihan
khusus pembantu KDK, g) Dapat berbentuk praktek mandiri (solo) atau berkelompok. h)
Mempunyai izin yang berorientasi wilayah, i) Menyelenggarakan pelayanan yang
sifatnya paripurna, holistik, terpadu, dan berkesinambungan, j) Melayani semua jenis
penyakit dan golongan umur, k) Mempunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan
peringkat klinik ybs.
6. Sistem Pelayanan Dokter Keluarga ( SPDK )

Untuk menunjang tugas dan wewenang nya diperlukan Sistem Pelayanan Dokter
Keluarga yang terdiri atas komponen :

a) Dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan primer di klinik Dokter Keluarga


(KDK), b) Dokter Spesialis yang menyelenggarakan pelayanan sekunder di klinik Dokter
Spesialis (KDSp), c) Rumah sakit rujukan, d) Asuransi kesehatan/ Sistem Pembiayaan, e)
Seperangkat peraturan penunjang.

Dalam sistem ini kontak pertama pasien dengan dokter akan terjadi di KDK yang
selanjutnya akan menentukan dan mengkoordinasikan keperluan pelayanan sekunder jika
dipandang perlu sesuai dengan SOP standar yang disepakati. Pasca pelayanan sekunder,
pasien segera dirujuk balik ke KDK untuk pemantauan lebih lanjut. Tata
selenggarapelayanan seperti ini akan diperkuat oleh ketentuan yang diberlakukan dalam
skema JPKM/asuransi.

7. JPKM

Untuk efisiensi pembiayaan dan menjaga mutu pelayanan dokter keluarga, ditetapkan
JPKM. JPKM merupakan sistem pemeliharaan kesehatan menyeluruh yang terjamin
mutunya dengan pembiayaan praupaya . uraian tentang JPKM mencakup sbb :

a) Latar belakang (masalah pelayanan dan pembiayaan kesehatan) JPKM dirumuskan


sebagai upaya dirumuskan sebagai upaya Indonesia untuk mengatasi ancaman terhadap
akses pelayanan kesehatan akibat kenaikan biaya kesehatan yang juga mengacam
penurunan mutunya. Setelah bertahun-tahun terhadap pelbagai bentuk pemeliharaan
kesehatan mancanegara, disadari bahwa pembayaran tunai langsung dari kocek
konsumen atau pembayaran melalui pihak ketiga terhadap tagihan pemberi pelayanan
kesehatan telah mendorong kenaikan biaya kesehatan . karena itu, dalam sitem JPKM
dirumuskan keterlibatan masyarakat untuk membiayai kesehatan dengan iuran dimuka,
keterlibatan pihak ketiga sebagai badan penyelenggara yang bertanggungjawab
mengelola iuran secara efisien, keterlibatan sarana pelayanan kesehatan untuk
melaksanakan layanan bermutu namun ekonomis (cost- effrctive) dengan pembayaran
Pra-upaya, dan keterlibatan pemerintah sebagai badan pembina yang mengarahkan
hubungan saling menguntungkan antar para pelaku JPKM tersebut. Dengan demikian,
JPKM yang dalam UU No .23/1992 dinyatakan sebagai ?suatu cara penyelenggaraan
pemeliharaan kesehatan yang paripurna, berdasarkan asas usaha bersama dan
kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin, serta dengan
pembiayaan yang dilaksanakan secara pra- upaya?, pada hakekatnya adalah sistem
pemeliharaan kesehatan yang memadu kan penataan subsistem pelayanan dengan
subsistem pembiayaan kesehatan. Tujuannya adalah meningkatkan taraf kesehatan
masyarakat dengan menjaga mutu pelayanan dan mengendalikan biaya pelayanan
sehingga tidak menghambat akses masyarakat.b) Beberapa bentuk pembiayaan
pemeliharaan kesehatan (tunai-langsung atau fee for service, asuransi ganti-rugi, asuransi
dengan taguhan provider, pelayanan kesehatan terkendali (managed care). Dalam JPKM
pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh pelbagai sarana dan/atau penyelenggara
Pemeluharaan Kesehatan atau pemberi Pelayanaan Kesehatan (PPK) yang dikontrak oleh
Bapel serta dibayar secara pra-upaya. Dengan pembayaran secara pra-upaya, ppk
didorong untuk merencanakan pelayanan kesehatan berdasarkan profil peserta dan
efesiensi (cost- effectiveness), Hal ini akan mendorong penerapan standar pelayanan dan
upaya jaga mutu yang akan memelihara dan meningkatkan taraf kesehatan peserta. c)
JPKM sebagai bentuk pelayanan kesehatan terkendali di Indonesia (pengertian, para
pelaku, tujuh jurus, program pengembangan : visi-misi-strategi-swot-tujuan-kegiatan-
hasil-arah pengembangan selanjutnya). d) Peran dokter keluarga dalam JPKM (pelayanan
tingkat pertama yang bermutu segai ujung tombak JPKM, health-resource-alocator
terpecaya bagi keluarga).

Anda mungkin juga menyukai