htm
Dari sebuah undang-undang (UU), ternyata dua pakar hukum mempunyai penafsiran
yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Sebenarnya jika dibaca dari Pasal 3 UU
Nomor 29 Tahun 2004, UU ini bertujuan "memberikan perlindungan kepada pasien",
"mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis", dan "memberikan
kepastian hukum bagi masyarakat maupun dokter".
SEPINTAS, dari ungkapan Pasal 3 itu prasangka kedua pakar hukum itu sudah
terbantah. Namun, tuduhan kedua pakar hukum itu tentu bukan tanpa dasar sebab
uraian pasal-pasal berikutnya yang seharusnya menjelaskan bagaimana
tujuan-tujuan itu akan dicapai masih dapat menimbulkan kontroversi.
Kecemasan Prof Indriyanto akan dapat dibantah jika dalam kerjanya nanti KKI
benar-benar melaksanakan amanat UU ini. Bagaimana KKI akan melindungi masyarakat
disebutkan dalam Pasal 7, yaitu (a) melakukan registrasi dokter dan dokter gigi,
(b) mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi, (c) melakukan
pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran.
Secara teoretis dalam jangka jauh (mungkin sepuluh tahun mendatang) hal-hal itu
akan menjamin bahwa dokter/gigi yang berpraktik di Indonesia nanti akan terjaga
mutunya. Namun, pertanyaan Prof Indriyanto dan banyak anggota masyarakat lain
adalah bagaimana jika dalam jangka dekat terjadi kasus-kasus kelalaian medik
yang merugikan pasien (malapraktik) atau ada dokter yang berpraktik secara tidak
bermutu? Apa kriteria "pelayanan yang bermutu"? Kapan dokter-dokter yang sudah
ada ini harus mencatatkan diri ke KKI? Bagaimana mekanisme KKI mencabut
registrasi yang sudah diberikan? Bagaimana KKI akan melakukan pembinaan terhadap
para dokter/gigi? Apa kriteria untuk pencabutan registrasi seorang dokter/gigi?
Bagian itu akan menjadi penting karena akan mencerminkan apakah KKI benar-benar
melindungi pasien atau melindungi dokter.
BAGI para dokter, kehadiran UU ini dan KKI-nya juga dapat menimbulkan banyak
pertanyaan dan kecemasan, antara lain apakah dengan adanya KKI, kewajiban
melapor ke Departemen Kesehatan dihapuskan? Bagaimana dengan dokter militer dan
Polri, apakah juga harus teregistrasi dulu baru dapat diterima oleh TNI/Polri
ataukah menjadi anggota TNI/Polri dulu baru mendaftar ke KKI? Jika TNI/Polri
boleh menerima dokter sebelum teregistrasi, apakah rumah sakit swasta juga boleh
melakukan hal serupa? Bagaimana pengawasan dan pembinaan terhadap dokter yang
berpraktik di daerah yang jauh dari Jakarta atau ibu kota provinsi? Apa yang
dimaksud dengan "memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan dokter"?
Prof Wila Chandrawila agaknya mencemaskan bagian ini. Bagaimana mekanisme KKI
dalam memberikan kepastian hukum tidak membuat para dokter melakukan apa yang
disebut "praktik defensif". Hal ini akan terjawab jika kriteria praktik bermutu
juga membatasi "praktik defensif secara tidak perlu" (siapa pula yang menetapkan
hal ini?).
Semua memang perlu dijawab oleh KKI melalui tata kerja dan aneka peraturan yang
akan mereka susun, yang juga harus transparan bagi masyarakat awam. Belum lagi
kita berbicara tentang "standar pelayanan" yang harus dibuat oleh Menteri
Kesehatan (Pasal 44 Ayat 3).
BAGIAN lain yang juga dicemaskan Prof Indriyanto sebagai bagian yang tidak
mencerminkan keberpihakan kepada perlindungan bagi pasien adalah tentang Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran yang anggotanya ditetapkan atas usul organisasi
profesi. Selama ini yang tertanam di benak masyarakat adalah bahwa organisasi
profesi cenderung melindungi anggotanya meski dia bersalah. Juga dalam melakukan
pemeriksaan terhadap pengaduan pasien, organisasi profesi cenderung tidak mau
menghadirkan pengadu untuk didengar langsung masalahnya, atau melakukan
pemeriksaan silang dengan dokter yang diadukan.
Menjadi tugas KKI dan Menkes untuk menjamin bahwa kerja MKDK sesuai dengan
amanat UU No 29/2004 bahwa UU ini dibuat untuk melindungi pasien, bukan
sebaliknya. KKI harus mampu mengubah citra pelayanan medik Indonesia yang sudah
buruk menjadi citra yang baik.
Satu hal yang perlu diingatkan adalah Pasal 18 mengamanatkan, anggota KKI harus
melepaskan diri dari jabatan struktural/jabatan lain ketika diangkat. Jika pasal
ini dipatuhi secara konsekuen, seharusnya sebelum dilantik Presiden, Menkes
harus yakin, mereka sudah membuat pernyataan pelepasan jabatan itu, termasuk
Ketua-ketua Organisasi Profesi dan asosiasi rumah sakit yang duduk dalam KKI.
Jika mereka tidak melepaskan jabatan itu, kedudukan mereka dalam KKI seharusnya
batal karena bertentangan dengan UU itu sendiri.
Skripsi AKK
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup layak dan produktif,
untuk itu diperlukan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang terkendali biaya dan
terkendali mutu sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan.
Pembangunan kesehatan sangat penting artinya mengingat kesehatan adalah hak dan
investasi, dan semua warga negara berhak atas kesehatanya termasuk masyarakat miskin
dan tidak mampu. Dalam upaya melaksanakan dan memenuhi hak-hak masyarakat,
pemerintah dalam mewujudkannya, disusun strategi pembangunan kesehatan, yang
pertama, pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan. Kedua, profesionalisme;
ketiga, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM); keempat, desentralisasi;
dan kelima, pemberdayaan/kemitraan. (Depkes,2007).
Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan akses dan
mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga sub sistem pelayanan kesehatan
dan sub sub sistem pembiayaan dapat bersinergi untuk mendorong perubahan dan
penataan pelayanan kesehatan. (Pedoman Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Pelayanan
Kesehatan Gratis,2008)
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam meningkatkan pembangunan kesehatan,
memberikan kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis yang diharapkan dapat memberikan
banyak manfaat bagi masyarakat Sulawesi Selatan untuk mengakses pelayanan kesehatan
di saranan pelayanan kesehatan yang tersedia.
Rumah Sakit merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang
memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik,
dengan misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (A.A. Gde
Muninjaya, 2004)
Kualitas pelayanan rumah sakit dapat diketahui dari penampilan professional personil
rumah sakit, efisiensi dan efektivitas pelayanan serta kepuasan pasien. Kepuasan pasien
ditentukan oleh keseluruhan pelayanan: pelayanan administrasi, dokter, perawat,
makanan, obat-obatan, sarana dan peralatan, fasilitas dan lingkungan fisik rumah sakit.
Dalam pengalaman sehari-hari, ketidak puasan pasien yang paling sering dikemukakan
dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas RS, antara lain: keterlambatan
pelayanan dokter dan perawat, dokter sulit ditemui, dokter yang kurang komunikatif dan
informatif, lamanya proses masuk rawat, aspek pelayanan di RS, serta ketertiban dan
kebersihan lingkungan RS.
Perilaku, tutur kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan
informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan
pasien RS. Tidak jarang walaupun pasien/keluarganya merasa outcome tak sesuai dengan
harapannya merasa cukup puas karena dilayani dengan sikap yang menghargai perasaan
dan martabatnya.
Dalam memberikan pelayanannya, rumah sakit harus cepat tanggap terhadap kebutuhan
pasien baik itu dari segi pengobatan, administrasi maupun ketepatan dalam bertindak.
Tidak semua rumah sakit akan kita dapatkan mutu pelayanan yang maksimal untuk
pasiennya.
Dari uraian di atas menarik perhatian peneliti untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan rawat inap Rumah Sakit
Umum A. Makkasau Kota Parepare guna meningkatkan pelayanan kesehatan gratis yang
mampu memberikan kepuasan terhadap pasien atau masyarakat.
Defenisi Operasional
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Assurance (Jaminan Keamanan) terhadap
tingkat kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat Inap
Rumah Sakit Umum A. Makkasau Kota Parepare.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Realibility (Kehandalan) petugas terhadap
tingkat kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat Inap
Rumah Sakit Umum A. Makkasau Kota Parepare.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Responsiveness (Kecepatan) petugas
terhadap tingkat kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat
Inap Rumah Sakit Umum A. Makkasau Kota Parepare.
4. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Emphaty (Perhatian) petugas terhadap
tingkat kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat Inap
Rumah Sakit Umum A. Makkasau Kota Parepare.
5. Untuk mengetahui ada tidaknya ada pengaruh Tangibilit (Penampilan) petugas
terhadap tingkat kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan gratis (Jamkesda) di Rawat
Inap Rumah Sakit Umum A. Makkasau Kota Parepare.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi pihak Rumah Sakit Umum A. Makkasau Kota Parepare, sebagai bahan informasi
yang berharga dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan gratis rawat jalan.
2. Hasil penelitian ini merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu penegetahuan dan
merupakan salah satu bahan bacaan bagi peneliti berikutnya. Dokter keluarga adalah
dokter yang berprofesi khusus sebagai Dokter Praktik Umum yang menyelenggarakan
Pelayanan Kesehatan Strata Pertama (pelayanan kesehatan primer) dengan menerapkan
prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga, terkadang merekapun dapat berfungsi di rumah
sakit sebagai koordinator, pembela hak pasien dan teman (advokasi) dari tindakan
tindakan medis yang mungkin tidak optimal.
(a) Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan
perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga, (b) Secara efektif
memanfaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana menyelesaikan masalah
kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta
pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga, (c) Dapat bekerjasama secara
profesional secara harmonis dalam satu tim pada penyelenggaraan pelayanan
kedokteran/kesehatan.
Untuk menunjang tugas dan wewenang nya diperlukan Sistem Pelayanan Dokter
Keluarga yang terdiri atas komponen :
Dalam sistem ini kontak pertama pasien dengan dokter akan terjadi di KDK yang
selanjutnya akan menentukan dan mengkoordinasikan keperluan pelayanan sekunder jika
dipandang perlu sesuai dengan SOP standar yang disepakati. Pasca pelayanan sekunder,
pasien segera dirujuk balik ke KDK untuk pemantauan lebih lanjut. Tata
selenggarapelayanan seperti ini akan diperkuat oleh ketentuan yang diberlakukan dalam
skema JPKM/asuransi.
7. JPKM
Untuk efisiensi pembiayaan dan menjaga mutu pelayanan dokter keluarga, ditetapkan
JPKM. JPKM merupakan sistem pemeliharaan kesehatan menyeluruh yang terjamin
mutunya dengan pembiayaan praupaya . uraian tentang JPKM mencakup sbb :