Anda di halaman 1dari 6

STROKE

1. EFIDENT BASE
Stroke adalah penyebab kematian tertinggi di wilayah perkotaan yang jumlahnya
mencapai 15,9 persen dari proporsi penyebab kematian di Indonesia (Depkes RI. 2008).
Stroke merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi kekhawatiran banyak
orang. Stroke tergolong dalam cerebrovaskuler disease (CVD) yang merupakan penyakit
gawat darurat dan membutuhkan pertolongan secepat mungkin. Stroke adalah suatu serangan
pada otak akibat gangguan pembuluh darah dalam mensuplai darah yang membawa oksigen
dan glukosa untuk metabolisme sel-sel otak agar dapat tetap melaksanakan fungsinya.
Serangan ini bersifat mendadak dan menimbulkan gejala sesuai dengan bagian otak yang
tidak mendapat suplai darah (Soeharto I, 2004). Masalah stroke di Indonesia menjadi semakin
penting dan mendesak, karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia terbanyak di Asia.
Jumlah penderita stroke dengan rata-rata berusia 60 tahun ke atas berada di urutan kedua
terbanyak di Asia, sedangkan usia 15-59 tahun berada di urutan ke lima terbanyak di Asia
(Yayasan Stroke Indonesia. 2010).
Stroke biasanya mengenai penderita pada umur 65 tahun sebanyak 33,5%. Pada
umumnya angka kejadian pada laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Stroke terjadi
tanpa adanya gejala- gejala prodroma atau gejala dini, dan muncul begitu mendadak. Stroke
adalah penyebab kematian dan kecacatan yang utama di seluruh dunia. Kecacatan akibat
stroke tidak hanya berdampak bagi penyandangnya, namun juga bagi keluarganya (Pinzon R.
Asanti L, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO, 2006) stoke adalah tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab
lain selain vaskuler5 . Stroke merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau
tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau
membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler.
Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik), pendarahan intraserebral
(PIS) non traumatic, pendarahan intraventrikuler dan beberapa kasus pendarahan
subarachnoid (PSA) (Soeharto I, 2004).
Kejadian setelah serangan otak sepintas, 20% pasien mengalami stroke dalam waktu
90 hari, dan 50% diantaranya mengalami serangan stroke ulang dalam waktu 24-72 jam
(Erpinz, 2010). Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia dan
1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita. Kecenderungan pola penyakit neurologi
terutama gangguan susunan saraf pusat tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat
gangguan pembuluh darah otak, akibat kecelakaan serta karena proses degeneratif system
saraf tampaknya sedang merambah naik di Indonesia (Lefrina, 2008).
Departemen Kesehatan mendata kasus stroke di wilayah perkotaan di 33 provinsi
dan 440 kabupaten mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel rumah tangga perkotaan dan
987.205 sampel anggota rumah tangga untuk pengukuran berbagai variabel kesehatan
masyarakat, hasilnya adalah penyakit stroke merupakan pembunuh utama di kalangan
penduduk perkotaan. Untuk pencegahannya perlu diantisipasi dengan cara menyebarluaskan
pengetahuan tentang bahaya stroke misalnya melalui media massa, internet, seminar dan lain-
lain (Depkes RI, 2008).
Stroke merupakan penyakit tidak menular penyebab kematian menduduki peringkat
atas di wilayah perkotaan sekitar 28,5% penderita stroke meninggal dunia, selebihnya
lumpuh sebagian atau bahkan lumpuh total dan sisanya 15% dapat sembuh total. Menurut
data WHO, stroke merupakan salah satu dari tiga besar penyebab kematian di dunia diantara
penyakit-penyakit berbahaya lainnya seperti kanker dan jantung (Depkes RI, 2008).
Gejala-gejala ringan stroke dapat dikenali seperti seringnya kesemutan ringan tanpa
sebab, sakit kepala atau vertigo ringan, tiba-tiba sulit menggerakkan mulut dan sulit
berbicara, lumpuh sebelah serta mendadak pikun dan cadel. Bagi mereka yang pernah
mengalami serangan stroke lalu dikemudian hari terkena serangan stroke yang kedua, maka
serangan stroke ulangan ini lebih berbahaya dan dapat menyebabkan kematian (Sutrisno,
2007).
Di Indonesia penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh survey ASNA (Asean
Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia, pada penderita stroke akut
yang dirawat di rumah sakit dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor resiko, lama
perawatan, mortalitas dan morbiditasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita
laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu
11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan diatas usia 65 tahun sebanyak 33,5% (Misbach
J., Kalim H. 2007).
Stroke juga merupakan penyebab utama gangguan fungsional, dimana 20% penderita
yang bertahan hidup masih membutuhkan perawatan di institusi kesehatan setelah 3 bulan
dan 15-30% penderitanya mengalami cacat permanen. Stroke merupakan kejadian yang
mengubah kehidupan dan tidak hanya mempengaruhi penderitanya namun juga seluruh
keluarga dan pengasuh. Akibat gangguan fungsional ini menyebabkan penderita stroke harus
mengeluarkan biaya yang besar untuk perawatan rehabilitasi disamping juga kehilangan
produktivitasnya (Goldstein, L.B., et al. 2006).
Gangguan fungsional yang diakibatkan oleh stroke sangat beragam. Salah satunya
adalah demensia yang dalam istilah awam disebut pikun/ pelupa. Dalam aspek medis,
demensia merupakan masalah yang tak kalah rumitnya dengan masalah yang terdapat pada
penyakit kronis lainnya. Seseorang yang mengalami demensia pasti akan mengalami
penurunan kualitas hidup (Harsono. 2007).
Demensia yang terjadi pasca serangan stroke diklasifikasikan ke dalam demensia
vaskular. Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan
hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. Gangguan
terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami
infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang luas.
Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak aterioklerotik atau
tromboemboli dari tempat asal yang jauh (Kaplan H.I., Sadock B.J, 1997).
Menurut laporan Access Economics (2006), pada tahun 2005 penderita demensia di
kawasan Asia Pasifik berjumlah 13,7 juta orang dan diperkirakan menjelang tahun 2050
jumlah ini akan meningkat menjadi 64,6 juta orang. Di Indonesia menurut laporan yang sama
diketahui prevalensi demensia pada tahun sebanyak 600.100 orang dan diperkirakan pada
tahun 2020 prevalensi demensia sebanyak 1.016.800 orang. Prevalensi demensia di Indonesia
pada tahun 2005 sebanyak 191.400 orang dan diperkirakan pada tahun 2020, diperkirakan
sebanyak 314.100 orang akan mengalami demensia (Access Economics, 2006).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang
pengaruh subtype stroke terhadap terjadinya demensia vascular pada penderita post stroke di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo banyumas.

2. MANFAAT

Menurut penelitian yang diterbitkan di Journal of Stroke and Cerebrovascular Disease,


penggunaan citicoline untuk mengobati stroke diperbolehkan dan mungkin dapat bermanfaat
untuk mengurangi tingkat keparahan stroke. Akan tetapi, pengobatan dasar stroke sendiri
seperti pengobatan stroke iskemik dengan menggunakan trombolisis masih lebih baik
dibandingkan dengan penggunaan citicoline saja.( Kumagai N, 2015)
Penelitian yang dilakukan oleh International Citicoline Trial on Acute Stroke
(ICTUS) mengemukakan bahwa pemakaian citicoline tidak memberikan hasil yang
bermanfaat bagi pasien yang mengalami stroke. Dari hasil penelitian tersebut, munculah
keraguan apakah sebenarnya citicoline sebaiknya digunakan untuk penderita stroke atau
tidak. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pada penelitian ICTUS tersebut, target
penelitiannya adalah pasien dengan stroke iskemik akut.( Aries M,2009)
Walaupun penelitian tersebut memberikan hasil yang kurang mendukung untuk penggunaan
citicoline pada penderita stroke iskemik yang akut, ternyata penggunaan citicoline ternyata
cukup memberikan hasil yang baik pada pasien stroke usia lanjut dan pada pasien yang tidak
mendapatkan terapi trombolisis.( Barker-Collo S,2013)
Meskipun ada penelitian yang mengatakan bahwa citicoline tidak begitu bermanfaat
untuk stroke iskemik akut, ternyata citicoline dapat memperbaiki penurunan kemampuan
daya pikir (kognitif) setelah serangan stroke. Salah satu penelitian yang melihat kegunaan
dari citicoline tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Alvarez-Sabin dan kawan-
kawan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa penggunaan citicoline selama 12
bulan pada pasien yang mendapatkan stroke iskemik pertama kali terbukti aman dan dapat
efektif dalam memperbaiki penurunan daya pikir setelah serangan stroke.
3. EFEK SAMPING

Otak mengontrol banyak hal yang berlangsung di tubuh kita. Kerusakan otak dapat
mempengaruhi pergerakan, perasaan, perilaku, kemampuan berbicara/berbahasa dan
kemampuan berpikir seseorang. Stroke dapat mengakibatkan gangguan beberapa bagian dari
otak, sedangkan bagian otak lainnya bekerja dengan normal. Pengaruh stroke terhadap
seseorang tergantung pada:
1. Bagian otak yang terkena stroke;
2. Seberapa serius stroke yang terjadi; dan
3. Usia, kondisi kesehatan dan kepribadian penderitanya (Heart and Stroke
Foundation, 2003). Beberapa akibat stroke yang sering dijumpai adalah (Heart and
Stroke Foundation, 2003):
4. Kelumpuhan satu sisi tubuh. Ini merupakan salah satu akibat stroke yang paling
sering terjadi. Kelumpuhan biasanya terjadi di sisi yang berlawanan dari letak lesi
di otak, karena adanya pengaturan representasi silang oleh otak. Pemulihannya
bervariasi untuk masing-masing individu;
5. Gangguan penglihatan. Penderita stroke sering mengalami gangguan penglihatan
berupa defisit lapangan pandang yang dapat mengenai satu atau kedua mata. Hal
ini menyebabkan penderita hanya dapat melihat sesuatu pada satu sisi saja,
sehingga misalnya ia hanya memakan makanan di sisi yang dapat dilihatnya atau
hanya mampu membaca tulisan pada satu sisi buku saja;
6. Afasia. Afasia adalah kesulitan berbicara ataupun memahami pembicaraan. Stroke
dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berbicara/berbahasa, membaca
dan menulis atau untuk memahami pembicaraan orang lain. Gangguan lain dapat
berupa disatria, yaitu gangguan artikulasi kata-kata saat berbicara;
7. Gangguan persepsi. Stroke dapat mengganggu persepsi seseorang. Penderita
stroke dapat tidak mengenali obyek-obyek yang ada di sekitarnya atau tidak
mampu menggunakan benda tersebut;
8. Lelah. Penderita stroke sering mengalami kelelahan. Mereka membutuhkan tenaga
ekstra untuk melakukan hal-hal yang biasa dikerjakan sebelumnya. Kelelahan juga
dapat terjadi akibat penderita kurang beraktivitas, kurang makan atau mengalami
depresi;
9. Depresi. Depresi dapat terjadi pada penderita stroke. Masih merupakan perdebatan
apakah depresi yang terjadi merupakan akibat langsung dari kerusakan otak akibat
stroke atau merupakan reaksi psikologis terhadap dampak stroke yang dialaminya.
Dukungan keluarga akan sangat membantu penderita;
10. Emosi yang labil. Stroke dapat mengakibatkan penderitanya mengalami
ketidakstabilan emosi sehingga menunjukkan respons emosi yang berlebihan atau
tidak sesuai. Keluarga/pengasuh harus memahami hal ini dan membantu
meyakinkan penderita bahwa hal ini adalah hal yang lazim terjadi akibat stroke
dan bukan berarti ia menjadi gila;
11. Gangguan memori. Penderita stroke dapat mengalami gangguan memori
dankesulitan mempelajari dan mengingat hal baru;
12. Perubahan kepribadian. Kerusakan otak dapat menimbulkan gangguan kontrol
emosi positif maupun negatif. Hal ini dapat mempengaruhi perilaku penderita dan
caranya berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan perilaku ini dapat
menimbulkan kemarahan keluarga/pengasuhnya. Untungnya perubahan perilaku
ini akan mengalami perbaikan seiring dengan pemulihan strokenya.

Memahami efek yang dapat terjadi pada seseorang yang mengalami stroke akan
sangat membantu keluarga penderita memahamai perubahan yang terjadi pada penderita.
Pengetahuan yang memadai tentang hal tersebut dan membantu penderita melalui masa-masa
sulit ini akan sangat bermanfaat bagi upaya pemulihan penderita. mencegah terjadinya stroke
pada kelompok orang yang memiliki risiko untuk menderita stroke, misalnya pada penderita
hipertensi, perokok, penderita diabetes mellitus, penderita penyakit jantung koroner dll.
Termasuk ke dalam kelompok ini adalah modifikasi faktor risiko, prevensi medik misalnya
dengan pemberian anti platelet atau anti koagulan, prevensi bedah misalnya carotid
endarterectomy, dan sosialisasi/kampanye kesehatan masyarakat. Upaya prevensi sekunder
ditujukan untuk mencegah terjadinya serangan stroke berulang pada kelompok orang yang
sudah pernah mengalami stroke. Ke dalam kelompok ini termasuk pengontrolan faktor risiko,
peningkatan faktor protektif, prevensi medik maupun prevensi bedah (Wilterdink and Easton,
2001; Sarti, 2003).
4. Aspek Legal Etik

Pasien yang tidak mampu harus kehilangan kebebasannya dalam memilih pengobatan
yang terbaik untuk kesembuhannya justru haknya sebagai pasien dihilangkan begitu saja
dikarenakan terbatasnya materi yang pasien miliki. Padahal pasien dapat memanfaatkan
kebebasannya tersebut untuk kebaikan dirinya. Namun apadaya nenek tersebut tidak
mempunyai keluarga dan dana yang mencukupi sehingga harus mematuhi prosedur dari
rumah sakit tersebut.
Dalam nilai ini, perawat menyampaikan instruksi dengan benar dari pimpinan rumah
sakit untuk memindahkan nenek ke bangsal umum. Perawat menyampaikan dengan jujur
kepada nenek apa yang harus dilakukannya untuk mematuhi aturan dari instansi.

Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa : Ada hubungan yang
positif dan signifikan antara dukungan sosial dan penerimaan diri terhadap penderita pasca
stroke pada pasien rawat jalan Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya. Dengan demikian
hipotesis yang diajukan menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan sosial dan
penerimaan diri penderita pasca stroke. Demensia vascular paling banyak terjadi pasa usia
65- 69 tahun dengan persentase 23,08%. Demensia vascular paling sering di temui pada pria
yaitu dengan persentase 61,54%. Demensia vascular lebih banyak terjadi pada pasien post
stroke hemoragik dibandingkan dengan pasien post stroke iskemik. Tidak terdapat perbedaan
luaran fungsional yang signifikan pada pasien stroke iskemik akut yang diukur dengan
Canadian Neurologic Scale (CNS) dan NIHSS pada perokok dan bukan perokok.
DAFTAR PUSTAKA

Aliah, A; Limoa, R.A; Wuysang, G. (2000). Gambaran Umum Tentang GPDO dalam
Harsono:Kapita Selekta Neurologi. UGM Press, Yogyakarta.
Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New
York : Thieme. 2005.
Batticaca, Framsisca B. 2008. Asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : salemba medika
Brunner, I ; Suddarth, Drs. (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah Volume 2.
Jakarta: EGC.
Corwin, J, E. (2001.) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Dochtermann, J. M. C dkk. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC). United States
of America: Mosby Elsevier.
Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
Herdman, Heather T.2009. diagnose Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC
Hidayat.A.A (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta: Salemba Medika
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke
2007. Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, Sue dkk.2008.NOC.Edisi 4.USA : Mosby
Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar Auhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan/ Jakarta: Salemba medika
Price,Sylvia dkk.2007. patofisiologi “Konep Klinis dan Proses Penyakit. Volume 2.Edisi
6.Jakarta :EGC
Redaksi AgroMedia. (2009). Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-1985.
Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu Penyakit
Saraf. 1986.
Sue Moorhead, P., RN dkk. (2004). Nursing Outcomes Classification (NOC). United States
of America: Mosby Elsevier.
Widjaja, Andreas C., Imam BW, Indranila Ks. 2010. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-
Dimer Plasma pada Diagnosis Stroke Iskemik. File Type PDF/ Adobe Acrobat. Dari
http://eprints.undip.ac.id/24038/1/Andreas_C._Widjaja-01.pdf Diakses pada tanggal 13
November 2012 Jam 16.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai