Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH SOSIOLOGI

KEKUASAAN, WEWENANG DAN KEPEMIMPINAN

OLEH :

FARHAN FAUZAN ALFARIZI 181103010735


PRICHILLIA RAIMI SUPARSO PUTRI 181103010708
SYAFIK NAUVALDO 181103010730
WELLA REGINA SELVIANA 181103010754

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Kekuasaan,
Wewenang dan Kepemimpinan. Dan juga saya berterima kasih pada Ibu Latifah Ratnawaty
S.H, M.H selaku dosen Sosiologi yang sudah memberikan saya tugas membuat makalah ini.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun supaya makalah ini menjadi
lebih baik.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

I
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................................ ii

Bab I Pendahuluan ............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 1

Bab II Pembahasan ............................................................................................................ 2

A. Pengantar ..................................................................................................................... 5
B. Hakikat Kekuasaan dan Sumbernya ........................................................................... 8
C. Unsur-unsur Saluran Kekuasaan dan Dimensinya ...................................................... 10
D. Cara-cara Mempertahankan Kekuasaan ..................................................................... 14
E. Beberapa Bentuk Lapisan Kekuasaan ......................................................................... 16
F. Wewenang .................................................................................................................. 17
G. Kepemimpinan (Leadership) ...................................................................................... 23

Bab III Penutup .................................................................................................................. 31

A. Simpulan ..................................................................................................................... 31
B. Saran ........................................................................................................................... 31

Daftar Pustaka ................................................................................................................... 32

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta
manusia. Oleh karena itu, kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu
pengetahuan kemasyarakatan. Sesuai dengan sifatnya sebagai ilmu pengetahuan,
sosiologi tidak memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang baik atau yang buruk.
Sosiologi mengakui kekuasaan sebagai unsur yang sangat penting dalamkehidupan
suatu masyarakat. Penilaian baik atau buruk senantiasa harusdiukur dengan
kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang sudahditentukan atau disadari oleh
masyarakat. Karena kekuasaan sendiri mempunyai sifat yang netral, maka menilai baik
atau buruknya harus dilihat pada penggunaannya bagi keperluan masyarakat.
Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat, baik yang masih bersahaja,
maupun yang sudah besar atau rumit susunannya. Akan tetapi, walaupun selalu ada
kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat. Justru karena
pembagian yang tidak merata tadi timbul makna yang pokok dari kekuasaan, yaitu
kemampuan untuk memengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada
pemegang kekuasaan.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana hakikat kekuasaan dan sumbernya?
b. Apa saja unsur-unsur saluran kekuasaan dan dimensinya?
c. Bagaimana cara mempertahankan kekuasaan?
d. Berapa bentuk lapisan kekuasaan?
e. Apa itu wewenang?
f. Apa itu kepemimpinan?

C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui bagimana hakikat kekuasaan dan sumbernya?
b. Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur saluran kekuasaan dan dimensinya?
c. Untuk mengetahui bagaimana cara mempertahankan kekuasaan?

3
d. Unutk mengetahui berapa bentuk lapisan kekuasaan?
e. Untuk mengetahui apa itu wewenang?
f. Untuk mengetahui apa itu kepemimpinan?

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengantar
Adanya kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan antara pihak
yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan pihak lain
yang menerima pengaruh itu, rela atau karena terpaksa. Apabila kekuasaan
dijelmakan pada diri seseorang, biasanya orang itu dinamakan pemimpin dan
mereka yang menerima pengaruhnya adalah pengikut perbedaan antara
kekuasaan dengan wewenang (authori legalized power) ialah bahwa setiap
kemampuan untuk memengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan.
Sementara itu, wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau
sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari
masyarakat. Karena memerlukan pengakuan masyarakat, maka di dalam suatu
masyarakat yang susunannya sudah kompleks dan sudah mengenal pembagian
kerja yang terinci, wewenang biasanya terbatas pada hal- hal yang diliputinya,
waktunya dan cara menggunakan kekuuasaan itu. Pengertian wewenang timbul
pada waktu masyarakat mulai mengatur pembagian kekuasaan dan menentukan
penggunaannya. Akan tetapi, tidak ada suatu masyarakat pun di dalam sejarah
manusia yang berhasil dengan sadar mengatur setiap macam kekuasaan yang
ada di dalam masyarakat itu menjadi wewenang. Selain itu, tidak mungkin
setiap macam kekuasaan yang ada dirangkum dalam suatu peraturan dan
sebenarnya hal itu juga tidak akan menguntungkan bagi masyarakat. Apabila
setiap macam kekuasaan menjelma menjadi wewenang, susunan kekuatan
masyarakat akan menjadi kaku karena tidak dapat mengikuti perubahan-
perubahan yang senantiasa terjadi di dalam masyarakat.
Adanya wewenang hanya dapat menjadi efektif apabila didukung
dengan kekuasaan yang nyata. Akan tetapi, acap kali terjadi bahwa letaknya
wewenang yang diakui oleh masyarakat dan letaknya kekuasaan yang nyata
tidak di satu tempat atau satu tangan. Di dalam masyarakat yang kecil dan yang
susunannya bersahaja, pada umumnya kekuasaan yang dipegang oleh seseorang
atau sekelompok orang meliputi bermacam bidang. Kekuasaan itu lambat laun
diidentifikasikan dengan orang yang memegangnya. Contoh yang demikian itu
dalam masyarakat Indonesia terdapat pada masyarakat-masyarakat hukum adat
(misalnya desa) yang letaknya terpencil, di mana semua kekuasaan
5
pemerintahan, ekonomi, dan sosial dipercayakan kepada para kepala
masyarakat hukum adat tersebut untuk seumur hidup. Karena luasnya
kekuasaan dan besarnya kepercayaan yang menyeluruh dari masyarakat hukum
adat kepada kepalanya tadi pengertian kekuasaan dan pengertian orang yang
memegangnya lebur menjadi satu. Gejala lain dalam masyarakat yang kecil dan
bersahaja tadi adalah tidak adanya perbedaan yang jelas antara kekuasaan (yang
tidak resmi) dengan wewenang (yang resmi).
Sebaliknya di dalam masyarakat yang besar dan rumit, di mana terlihat
berbagai sifat dan tujuan hidup golongan yang berbeda-beda dan kepentingan
yang tidak selalu sama satu dengan lainnya, kekuasaan biasanya terbagi pada
beberapa golongan. Oleh karena itu, terdapat perbedaan dan pemisahan teoretis
dan nyata tentang kekuasaan politik, militer, ekonomi, agama, dan seterusnya.
Kekuasaan yang terbagi itu tampak dengan jelas di dalam masyarakat yang
menganut dan melaksanakan demokrasi secara luas.
Meskipun ada penguasa pemerintahan otokratis yang hendak
memusatkan kekuasaan semua bidang dalam satu tangan secara mutlak, di
dalam masyarakat yang kompleks usaha yang demikian tidak mungkin
terlaksana sepenuhnya. Usaha yang mungkin terlaksana adalah pemusatan
sebagian, sedangkan kekuasaan nyata lainnya tetap dipegang oleh golongan-
golongan masyarakat yang dalarm proses perkembangan masyarakat secara
khusus telah melatih diri untuk memegang kekuasaan itu.
Adanya kekuasaan dan wewenang pada setiap masyarakat merupakan
gejala yang wajar. Walaupun wujudnya kadang-kadang tidak disukai oleh
masyarakat itu sendiri karena sifatnya yang mungkin abnormal menurut
pandangan masyarakat yang bersangkutan.2 Setiap masyarakat memerlukan
suatu faktor pengikat atau pemersatu yang terwujud dalam diri seseorang atau
sekelompok orang-orang yang memiliki kekuasaan dan wewenang tadi.
Sebagai suatu proses, baik kekuasaan maupun wewenang merupakan
suatu pengaruh yang nyata atau potensial. Mengenai pengaruh tersebut,
lazimnya diadakan pembedaan di antaranya :

1. Pengaruh bebas yang didasarkan pada komunikasi dan bersifat persuasif

6
2. Pengaruh tergantung atau tidak bebas menjadi efektif karena ciri tertentu
yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berpengaruh. Pada jenis pengaruh ini,
mungkin terjadi proses-proses sebagai berikut.

a. Pihak yang berpengaruh membantu pihak yang dipengaruhi untuk


mencapai tujuannya, atau pihak yang berpengaruh mempunyai
kekuatan untuk memaksakan kehendaknya (kemungkinan dengan
melancarkan ancaman-ancaman mental dan/atau fisik).

b. Pihak yang berpengaruh mempunyai ciri-ciri tertentu yang


menyebabkan pihak lain terpengaruh olehnya. Ciri-ciri tersebut
adalah;

1) Kelebihan di dalam kemampuan dan pengetahuan

2) Sifat dan sikap yang dapat dijadikan pedoman perilaku yang


Pantas atau perilaku yang diharapkan

3) Mempunyai kekuasan resmi yang sah

Kekuasaan :

1. Sosiologi tidak memandang kekuasaan sebagal suatu yang baik atau buruk,
namun sosiologi mengakui kekuasaan sebagai unsur yang penting dalam
masyarakat

2. Kekuasaan ada dalam setiap bentuk masyarakat, baik yang bersahaja


maupun masyarakat yang kompleks

3. Adanya kekuasaan tergantung dari hubungan antara yang berkuasa dan


yang dikuasai, atau dengan perkataan lain, antara píhak yang memiliki
kemampuan untuk melancarkan pengaruh dan pihak lain yang menerima
pengaruh itu, dengan rela atau karena terpaksa.

4. Apabila kekuasaan dijelmakan pada diri seseorang, biasanya orang itu


dinamakan pemimpin, dan mereka yang menerima pengaruhnya adalah
pengikut-pengikutnya.

Wewenang:

7
Adalah kekuasa an yang ada pada seseorang atau sekelompok orang yang
mendapat pengakuan masyarakat.

B. Hakikat Kekuasaan dan Sumbernya


Dalam setiap hubungan antarmanusia maupun antarkelompok sosial
selalu tersimpul pengertian-pengertian kekuasaan dan wewenang. Untuk
sementara pembahasan akan dibatasi pada kekuasaan, yang diartikan sebagai
kemampuan untuk memengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada
pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan
dan dijalankan. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk memerintah (agar
yang diperintah patuh) dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang
secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi tindakan-tindakan pihak-
pihak lainnya. Max Weber mengatakan kekuasaan adalah kesempatan
seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan
kemauan-kemauannya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhadap
tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan
tertentu.
Kekuasaan mempunyai aneka macam bentuk dan bermacam-macam
sumber. Hak milik kebendaan dan kedudukan merupakan sumber kekuasaan.
Birokrasi juga merupakan salah satu sumber kekuasaan, di samping
kemampuan khusus dalam bidang ilmu-ilmu pengetahuan yang tertentu ataupun
atas dasar peraturan-peraturan hukum yang tertentu. Jadi, kekuasaan terapat di
mana-mana, dalam hubungan sosial maupun di dalam organisasi-organisasi
sosial, Akan tetapi, pada umumnya kekuasaan berada pada organisasi yang
dinamakan "negara".
Secara formal negara mempunyai hak untuk melaksanakan kekuasaan
yang tertinggi. Kalau perlu, dengan paksaan. Juga negaralah yang membagi-
bagikan kekuasaan yang lebih rendah derajatnya. Itulah yang dinamakan
kedaulatan (sovereignity). Kedaulatan biasanya dijalankan oleh segolongan
kecil masyarakat yang menamakan diri the ruling class. Ini merupakan gejala
yang umum dalam setiap masyarakat. Dalam kenyataan, di antara orang-orang
yang merupakan warga the ruling class, pasti ada yang menjadi pemimpinnya,
meskipun menurut hukum dia tidak merupakan pemegang kekuasaan yang
tertinggi. Misalnya pada negara-negara yang berbentul kerajaan, sering terlihat

8
kenyataan bahwa seorang perdana menteri mempunyai kekuasaan yang lebih
besar dari raja dalam menjalankan kedaulatan negara.
Gejala lain yang tampak juga adalah perasaan tidak puas (yaitu mereka
yang diperintah) mempunyai pengaruh terhadap kebijaksanaan kebijaksanaan
yang dijalankan oleh the ruling class. Golongan yang berkuasa tak mungkin
bertahan terus tanpa didukung oleh masyarakat. Oleh karena itu, golongan
tersebut senantiasa berusaha untuk membe-narkan kekuasaannya terhadap
masyarakat agar kekuasaannya dapat diterima masyarakat sebagai kekuasaan
yang legal dan baik untuk masyarakat yang bersangkutan. Usaha-usaha
golongan yang memegang kekuasaan seperti diterangkan Mosca, di dalam
masyarakat-masyarakat yang baru saja bebas dari penjajahan dan mendapatkan
kemerdekaan politik, mengalami kesulitan-kesulitan sebab pokok kesulitan-
kesulitan tersebut terletak pada perbedaan alam pikiran antargolongan yang
berkuasa (yang secara relatif maju) dan alam pikiran antara golongan yang
dikuasai yang masih tradisional dan kurang luas pengetahuannya. Oleh sebab
itu, golongan yang berkuasa harus berusaha untuk menanamkan kekuasaannya
dengan jalan menghubungkannya dengan kepercayaan dan perasan-perasaan
yang kuat di dalam masyarakat bersangkutan, yang pada dasarnya terwujud
dalam nilai dan norma.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa sifat hakikat kekuasaan
dapat terwujud dalam hubungan yang simetris dan asimetris. Masing-masing
terwujud dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat diperoleh gambaran
sebagai berikut.

Sifat dan Hakikat Kekuasaan

1. Simetris
a. Hubungan persahabatan
b. Hubungan sehari-hari
c. Hubungan yang bersifat ambivalen
d. Pertentangan anatara mereka yang sejajar kedudukannya
2. Asimetris
a. popularitas
b. peniruan
c. mengikuti pemerintah

9
d. tunduk pada pemimpin format atau informal
e. tunduk pada seorang ahli
f. pertentangan antara mereka yang tidak sejajar kedudukannya
g. hubungan sehari-hari
Kekuasaan dapat bersumber pada bermacam-macam factor. Apabila
sumber-sumber kekuasaan tersebut dikaitkan dengan kegunaanya, maka dapat
diperoleh gambaran sebagai berikut.
Sumber kekuasaan
1. Sumber
a. Militer, polisi, criminal
b. ekonomi
c. politik
d. hukum
e. tradisi
f. ideology
g. “Diversionary power”
2. Kegunaan
a. Pengendalian kekerasan
b. Mengendalikan tanah, buruh, kekayaan material, produksi
c. Pengambilan keputusan
d. Mempertahankan, mengubah, melancarkan interaksi
e. Sistem kepercayaan nilai-nilai
f. Pandangan hidup, integrasi
g. Kepentingan rekreatif

C. Unsur-unsur Saluran Kekuasaan dan Dimensinya


Kekuasaan yang dapat dijumpai pada interaksi sosial antara manusia
maupun antarkelompok mempunyai beberapa unsur pokok, yaitu sebagai
berikut.

1. Rasa Takut

Perasaan takut pada seseorang (yang merupakan penguasa,


misalnya) menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan
tindakan orang yang ditakuti tadi. Rasa takut merupakan perasaan negatif

10
karena seseorang tunduk kepada orang lain dalam keadaan terpaksa. Orang
yang mempunyai rasa takut akan berbuat segala sesuatu yang sesuai dengan
keinginan orang yang ditakutinya agar terhindar dari kesukaran-kesukaran
yang akan menimpa dirinya, seandainya dia tidak patuh. Rasa takut juga
menyebabkan orang yang bersangkutan meniru tindakan-tindakan orang
yang ditakutinya. Gejala ini yang dinamakan matched dependent behavior,
yang tak mempunyai tujuan konkret bagi yang melakukannya. Rasa takut
merupakan gejala universal yang terdapat di mana-mana dan biasanya
dipergunakan sebaik-baiknya dalam masyarakat yang mempunyai
pemerintahan otoriter.

2. Rasa Cinta

Rasa cinta menghasilkan perbuatan-perbuatan yang pada umumnya


positif Orang-orang lain bertindak sesuai dengan kehendak pihak yang
berkuasa untuk menyenangkan semua pihak. Artinya ada titik-titik
pertemuan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Rasa cinta biasanya telah
mendarah daging Centernalizet) dalam diri seseorang atau sekelompok
orang. Rasa cinta yang efisien seharusnya dimulai dari pihak penguasa.
Apabila ada suatu reaksi positif dari masyarakat yang dikuasai, kekuasaan
akan dapat berjalan dengan baik dan teratur

3. Kepercayaan

Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung antara


dua arang atau lebih yang bersifat asosiatif. Misalnya, B sebagai orang yang
dikuasai mengadakan hubungan langsung dengan A sebagai pemegang
kekuasaan. B percaya sepenuhnya kepada A kalau A akan selalu bertindak
dan berlaku baik. Dengan demikian, setiap keinginan A akan selalu
dilaksanakan oleh B. Kernungkinan sekali bahwa B sama sekali tidak
mangetahui kegunaan tindakan-tindakannya itu. Akan tetapi, karena dia
telah menaruh kepercayaan kepada si A, dia akan berbuat hal-hal yang
sesuai dengan kemauan A yang merupakan penguasa agar A semakin
memercayai B. Pada contoh tersebut, hubungan yang terjadi bersifat
pribadi, tetapi mungkin saja hubungan demikian akan berkembang di dalam

11
suatu organisasi atau masyarakat secara luas. Soal kepercayaan memang
sangat panting demi kelanggengan suatu kekuasaan.

4. Pemujaan

Sistem kepercayaan mungkin masih dapat disangkal oleh orang-


orang lain. Akan tetapi, di dalam sistem pemujaan, seseorang atau
sekelompok orang yang memegang kekuasaan mempunyai dasar pemujaan
dari orang. orang lain. Akibatnya adalah segala tindakan penguasa
dibenarkan atau setidak-tidaknya dianggap benar.

Keempat unsur tersebut merupakan sarana yang biasanya digunakan


oleh penguasa untuk dapat menjalankan kekuasaan yang ada di tangannya.
Apabila seseorang hendak menjalankan kekuasaan, biasanya dilakukan
secara langsung tanpa perantaraan. Keadaan semacam itu pada umumnya
dapat dijumpai pada masyarakat-masyarakat kecil dan bersahaja, di mana
para warganya saling mengenal dan belum dikenal adanya diferensiasi.
Namun, di dalam masyarakat yang sudah rumit, hubungan antara penguasa
dengan yang dikuasaj mungkin terpaksa dilaksanakan secara tidak
langsung. Misalnya di Indonesia, tak akan mungkin presiden setiap kali
berhubungan langsung dengan rakyatnya yang betjuta-juta itu dan tersebar
tempat kediamannya.

Apabila dilihat dalam masyarakat, kekuasaan di dalam


pelaksanaannya dijalankan melalui saluran-saluran tertentu. Saluran-
saluran tersebut banyak sekali, tetapi kita hanya akan membatasi diri pada
saluran-saluran sebagai berikut ini.

a. Saluran Militer
Apabila saluran ini yang dipergunakan, penguasa akan lebih
banyak mempergunakan paksaan (coercion) serta kekuatan militer
(militaryforce) di dalam melaksanakan kekuasaannya. Tujuan utama
adalah untulc menimbillkan rasa takut dalam diri masyarakat sehingga
mereka tunduk kepada kemauan penguasa atau sekelompok orang-
orang yang dianggap sebagai penguasa. Untuk keperluan tersebut,
sering kali dibentuk organisasi-organisasi atau pasukan-pasukan

12
khusus yang benindak scbagai dinas mhasia. Hal ini banyak dijumpai
pada negara-negara totaliter.
b. Saluran Ekonomi
Dengan. menggunakan saluran-saluran di bidang ekonomi,
penguasa berusaha untuk menguasai kehidupan masyarakat. Dengan
jalan menguasai ekonomi serta kehidupan rakyat tersebut, penguasa
dapat melaksanakan peraturan-peraturannya serta akan menyalurkan
perintahperintahnya dengan dikenakan sanksi-sanksi yang tertentu.
c. Saluran Politik
Melalui saluran politik, penguasa dan pemerintah berusaha
untuk membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh
masyarakat. Caranya adalah, antara lain, dengan meyakinkan atau
memaksa masyarakat untuk menaati peraturan-peraturan yang telah
dibuat oleh badan-badan yang berwenang dan yang sah.
d. Saluran Ttadisional
Saluran tradisional biasanya mempakan saluran yang paling
disukai. Dengan cara menyesuaikan tradisi pemegang kekuasaan
dengan tradisi yang dikenal di dalam sesuatu masyarakat, pelaksanaan
kekuasaan dapat berjalan dengan lebih lancar.
Caranya adalah dengan jalan menguji tradisi pemegang
kekuasaan dengan tradisi yang dikenal di dalam masyarakat, yang
sudah meresap di dalam jiwa masyarakat yang bersangkutan. Dengan
cara demikian, diharapkan akan dapat ditemukan suatu titik temu
antara tradisi-tradisi tersebut sehingga pemerintahan akan dapat
beq'alan dengan lahcar, yang berarti mencegah atau mengatasi reaksi
negatif.
e. Saluran Ideologi
Penguasa-penguasa dalam masyarakat biasanya
mengemukakan serangkaian ajaran-ajaran atau doktrin-doktrin, yang
bertujuan untuk menerangkan dan sekaligus memberi dasar
pembenaran bagi pelaksanaan kekuasaannya. Hal itu dilakukan supaya
kekuasaan dapat menjelma menjadi wewenang. Sedap penguasa akan
bemsaha untuk dapat menerangkan ideologinya tersebut dengan

13
sebaik-baiknya sehingga institutionalized dan bahkan internalized
dalam diri warga masyarakat.
f. Saluran-saluran Lainnya
Selain saluran-saluran lain di yang telah disebutkan di atas, ada
pula yang dapat dipergunakan penguasa, misalnya alat-alat komunikasi
massa seperti surat kabar, radio, televisi, dan lain-lainnya. Selain itu,
dapat pula dipergunakan saluran rekreasi yang biasa digunakan
masyarakat mengisi waktu senggangnya, seperti sandiwara rakyat.
Kemajuan yang sangat pesat di bidang teknologi alat-alat komunikasi
massa menyebabkan saluran tersebut pada akhir-akhir ini mendapatkan
tempat yang penting sebagai saluran pelaksanaan kekuasaan yang
dipegang oleh seorang penguasa. Biasanya penguasa tidak hanya
menggunakan salah satu saluran. Akan tetapi, tergantung pada struktur
masyarakat yang bersangkutan. Misalnya pada masyarakat tradisional,
saluran tradisi akan lebih berhasil dalam meyakinkan masyarakat
daripada misalnya saluran militer.
Apabila dimensi kekuasaan ditelaah, ada kemungkinan-
kemungkimn di antaranya:
1) kekuasaan yang sah dengan kekerasan;
2) kekuasaan yang sah tanpa kekerasan;
3) kekuasaan tidak sah dengan kekerasan;
4) kekuasaan tidak sah tanpa kekerasan.

D. Cara-cara Mempertahankan Kekuasaan


Kekuasaan yang telah dilaksanakan melalui saluran-saluran
sebagaimana diterangkan di atas memerlukan serangkaian cara atau usaha-
usaha untuk mempertahankannya. Setiap penguasa yang telah memegang
kekuasaan di dalam masyamkat, demi stabilnya masyarakat tersebut, akan
berusaha untuk mempertahankannya. Cara-cara atau usaha-usaha yang dapat
dilakukannya adalah antara lain:
1. dengan jalan menghilangkan segenap peraturan-peraturan lama, terutama
dalam bidang politik, yang merugikan kedudukan penguasa, di mana
peraturan-peraturan tersebut akan digantikan dengan perannan-peraturan
baru yang akan menguntungkan penguasa, keadaan tersebut biasanya
14
terjadi pada waktu ada pergantian kekuasaan dari seseorang penguasa
kepada penguasa lain (yang baru);
2. mengadakan sistem-sistem kepercayaan (belief-systems) yang akan dapat
memperkokoh kedudukan penguasa atau golongannya, yang meliputi
agama, ideologi dan seterusnya;
3. pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik;
4. mengadakan konsolidasi horizontal dan vertikal.

Pada penguasa biasanya mempunyai keahlian di bidang-bidang tertentu,


misalnya bidang politik, ekonomi, militer, dan selanjumya. Kekuasaan yang
dipegang oleh seorang ahli politik hanya mencakup bidang politik saja.
Keadaan semacam demikian, yaitu apabila penguasa hanya menguasai bidang-
bidang kehidupan yang khusus, menyebabkan dia lebih mudah untuk
digulingkan. Oleh sebab itu, seorang penguasa seharusnya dapat pula
menguasai bidang-bidang lain, di samping keahlian khususnya. Apabila dia
sendiri tidak sanggup, dia harus bemsaha untuk mendekati pihak-pihak lain
yang ahli dan mengajak mereka untuk membentuk the ruling class tersendiri.

Dengan melihat hal-hal tersebut di atas, akan terlihat suatu


kecenderungan kekuasaan yang bersifat kumulatif, artinya bertumpuk atau
berlmmpul dalam satu tangan atau sekelompok orang merupakan hal yang
wajar dalam berbagai masyarakat. Apabila dalam salah satu bidang kehidupan
terdapat orang kuat yang berkuasa, maka timbul suatu pusat kekuasaan (power
centne). Sudah tentu akan timbul pusat-pusat kekuasaan lain yang mungkin
merupakan oposisi. Sehat-tidaknya oposisi mempakan soal lain. Konkurensi
terhadap kekuasaan akan selalu ada, Dapat dilakukannya konkurensi secara
bebas atau terbatas tergantung pada stmktur masyarakat. Cid-ciri masyarakat
liberal dan kapitalistis berbeda dengan masyarakat totaliter dan sosialistis.

Dengan demikian, penguasa mempunyai beberapa cara untuk


memperkuat kedudukannya (yang khusus), yaitu sebagai berikut.

1. Dengan menguasai bidang-bidang kehidupan tertentu Cara ini pada


umumnya dilakukan dengan damai atau persuasif.
2. Dengan jalan menguasai bidang-bidang kehidupan masyarakat dengan
paksa atau kekerasan

15
Maksud dan tujuannya adalah untuk menghancurkan atau menguasai
pusat-pusat kekuasaan di bidang-bidang kehidupan lainnya. Biasanya cara-
cara demikian tak akan dapat bertahan lama karena pada suatu saat pasti
timbul reaksi yang akan menghancurkan kekuasaan yang telah ada itu. Lagi
pula suatu kekuasaan yang bersandarkan pada paksaan dan kekerasan tak
akan tahan lama karena penguasa juga memme bams-batas kemampuan
akan kekuatannya. Cara-cara atau usaha-usaha sebagaimana diuraikan di
atas tidaklah bersifat limitatif. Akan tetapi biasanya itulah cara-cara yang
lazim digunakan dan dikenal.

E. Beberapa Bentuk Lapisan Kekuasaan


Bentuk-bentuk kekuasaan pada masyarakat-masyarakat tertentu di
dunia ini beraneka macam dengan masing-masing polanya. Biasanya ada satu
pola yang berlaku umum pada setiap masyarkat, betapapun perubahan-
perubahan yang dialami masyarakat itu (yang akan menelorkan suatu pola
baru). Namun, pola tersebut akan selalu muncul atas dasarpola lama yang
berlaku sebelumnya. Kiranya dapat dikatakan bahwa bentuk dan sistem
kekuasaan selalu menyesuaikan diri pada masyarakat dengan adat istiadat dan
pola-pola perilalmnya. Mungkin dalam kadaan-keadaan krisis, batas-batasnya
mengalami perubahan sedikit, pada umumnya garis tegas antara yang berlmasa
dengan yang dikuasai selalu ada.
Gejala demikian menimbulkan lapisan kekuasaan atau piramida
kelmasaan, yang didasarkan pada rasa kekhawatiran masyarakat akan terjadinya
disintegrasi bila tidak ada kekuasaan yang menguasainya. Karena integrasi
masyarakat dipertahankan oleh tata tertib sosial yang dijalankan oleh penguasa,
masyarakat mengakui adanya lapisan kekuasaan tersebut, walaupun kadang-
kadang kenyataan demikian merupakan beban. Adanya faktor pengikat antara
warga-warga masyarakat dikarenakan atas dasar gejala bahwa ada yang
memen'ntah dan ada yang diperintah dalam masyarakat yang bersangkutan.
Lapisan-lapisan tersebut selalu akan ada, walaupun sedap perubahan dalam
masyarakat akan berpengaruh terhadapnya. Mungkin sistem lapisan yang lama
akan hancur sama sekali, tetapi pasti akan timbul sistem lapisan kekuasaan baru
karena nmsyarakat memerlukannya. Setiap tahap perkembangan dari suatu
masyarakat tertentu mempunyai ciri-ciri sistem lapisan kekuasaan yang khusus.
16
Perlu pula ditambahkan bahwa kekuasaan bukanlah semata-mata berarti bahwa
banyak orang tunduk di bawah penguasa. Kekuasaan selalu berarti suatu Sistem
lapisan bertingkat (hierarkis).
Menurut Madver, ada tiga pola umum sistem lapisan kekuasaan atau
piramida kekuasaan yaitu sebagai berikut.
a. Tipe pertama (tipe kata) adalah sistem lapisan kekuasaan dengan garis
pemisah yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada
masyarakat berkasta, di mana hampir-hampir tak terjadi gerak sosial
vertikal. Garis pemisah antara masing-masing lapisan hampir tak mungkin
ditembus.
b. Tipe yang kedua (tipe oligarkis) masih mempunyai garis pemisah yang
tegas. Akan tetapi, dasar pembedaan kelas-kelas sosial ditentukan oleh
kebudayaan masyarakat, terutama pada kesempatan yang diberikan
kepada para warga untuk memperoleh kekuasaan-kekuasaan tertentu.
Bedanya dengan tipe yang pertama adalah walaupun kedudukan para
warga pada tipe kedua masih didasarkan pada kelahiran ascribed status.
individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan. Di setiap lapisan
juga dapat dijumpai lapisan-lapisan yang lebih khusus lagi, sedangkan
perbedaan antara satu lapisan dengan lapisan lainnya tidak begitu
mencolok.
c. Tipe yang ketiga (tipe demokrati s) menunjukkan kenyataan akan adanya
garis pemisah antara lapisan yang sifatnya mobil sekali. Kelahiran tidak
menentukan seseorang, yang terpenting adalah kemampuan dan kadang-
kadang juga faktor keberuntungan. Tipe ini terbukti dari anggota-anggota
partai politik. yang dalam suatu masyarakat demokratis dapat mencapai
kedudukan-kedudukan tertentu melalui partai.

F. Wewenang
Wewenang dimaksudkan segbagai suatu hak yang telah ditetapkan
dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksaan, menentukan keputusan-
keputusan mengenai masalah-masalah penting, dan untuk meyelesaikan
pertentangan-pertentangan.

17
Dipandang dari sudut masyarakat, kekuasaan tanpa wewenang
merupakan kekuatan yang tidak sah. Kekuasaan harus mendapatkan pengakuan
dan pengesahan dari masyarakat agar menjadi wewenang.
1. Wewenang Kharismatic, Tradisional, dan Rasional (Legal)

Perbedaan dari wewenang kharismatic, tradisional dan rasional


dikemukakan oleh max weber. Perbedaan tersebut didasarkan pada
hubungan tindakan dengan dasar hokum yang berlaku.

Wewenang kharismatic merupakan wewenang yang di dasarkan


pada charisma yaitu, suatu kemampuan khusus (wahyu,pulung) yang ada
pada diri seseorang. Kemampuan khusus tadi melekat pada orang tersebut
karena anugrah dari tuhan yang maha kuasa. Orang-orang disekitarnya
mengakui akan adanya kemampuan tersebut atas dasar kepercayaan dan
pemujaan karena mereka menganggap bahwa sumber kemampuan tersebut
merupakan sesuatu yang berada diatas kekuasaan dan kemampuan
manusia.

Wewenang kharismatis tersebut akan dapat tetap bertahan selama


dapat dibuktikan keampuhannya bagi seluruh masyarakat. Contohnya nabi,
para rasul, penguasa-penguasa terkemuka dalam sejarah, dan seterusnya.
Jadi, dasar wewenang kharismatis bukanlah terletak padasuatu peraturan
(hokum), tetapi bersumber pada diri pribadi individu bersangkutan.

Wewenang kharismatis tidak diatur oleh kaidah – kaidah , baik yang


tradisional maupun rasional. Sifatnya cenderung rasional . adakalanya
kharisma dapat hilang Karena masyarakat . sendiri yang berubah dan
mempunyai paham yang berbeda. Perubahan – perubahan tersebut sering
kali tak dapat diikuti oleh orang yang mempunyai wewenang kharismatis
tadi sehingga dia tertinggal oleh kemajuan dan perkembangan masyarakat.

Wewenang tradisional dapat dipunyai oleh seseorang maupun


sekelompok orang . dengan kata lain, wewenang tersebut dimiliki oleh
orang- orang yang menjadi anggota kelompok, yang sudah lama sekali
mempunyai kemampuan-kemampuan khusus seperti pada wewenang
kharismatis , tetapi karena kelompok tadi mempunyai kekuasaan dan
wewenang yang telah melembaga dan bahkan menjiwai masyarakat.

18
Ciri-ciri utama wewenang tradisional adalah :

1. Adanya ketentuan-ketentuan tradisional yang mengikat penguasa yang


mempunyai wewenang, serta orang-orang lainnya dalam masyarakat
2. Adanya wewenang yang lebih tinggi ketimbang kedudukan seseorang
yang hadir secara pribadi.
3. Selama taka da pertentangan dengan ketentuan-ketentuan tradisional,
orang-orang dapat bertindak secara bebas.

Pada masyarakat dimana penguasa mempunyai wewenang


tradisional, tidak ada pembatas yang tegas antara weweng dengan
kemampuan-kemampuan pribadi seseorang. Kepercayaan serta kehormatan
yang diberikan kepada mmereka yang mempunyai wewenang tradisional
biasanya mempunyai fungsi-fungsi memberikan ketenangan kepada
masyarakt. Oleh karena itu masyaraat selalu mengikatkan diri pada tradisi.

Wewenang tradisional dapat juga berkurang dan bahkan hilang, antara


lain karena pemegang wewenang tidak dapat mengikuti perkembangan
masyarakat. Walau begitu, ia tetap mengalami perubahan. Dengan
demikian wewenang yang menyadarkan diri pada tradisi harus juga
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kemasyarakatan.

Wewenang rasional atau legal wewenang yang disandarkan pada sistem


hokum yang berlaku dalam masyarakat. Sistem hokum disini di pahamkan
sebagi kaidah-kaidah yang telah diakui serta ditaati masyarakat dan bahkan
yang telah diperkuat oleh negara. Pada wewenang yang di dasarkan pada
sistem hokum, harus dilihat jug apakah sistem hokum nya bersandar pada
tradisi, agama atau faktor-faktor lainnya. Kemudian harus ditelaah pula
hubungannya dengan sistem kekuasaan serta di uji pula apakah sistem
hokum tadi cocok atau tidak dengan sistem kebudayaan masyarakat supaya
kehidupan dapat berjalan dengan tenang dan tentram.

Di dalam masyarakat yang demokratis sesuai dengan sisitem hukumnya,


orang yang memegang kekuasaan diberi kedudukan menurut jangka waktu
tertentu dan terbatas gunanya adalah supaya orang orang memegang
kekuasaan tadi akan dapat menyelenggarakannya sesuai dengan
kepentingan masyarakat.

19
Apabila ketiga bentuk wewenang tersebut ditelaah lebih mendalam,
akan terlihat bahwa ketiga-tiganya dapat dijumpai dalam masyarakat,
walau mungkin hanya salah satu bentuk saja yang menonjol. Di dalam suatu
hidup masyarakat yang hidup tenang dan stabil umunnya wewenang
tradisional yang legal amat mengepan.

Di dalam masyarakat yang mengalami perubahan-perubahan cepat,


mendalam dan meluas, wewenang kharismatis mendapat kesempatan untuk
tampil kemuka dalam keadaan demikian tradisi tidak mendapat
penghargaan selayakny adari masyarakat. Barangsiapa pernah mengalami
revolusi fisik Indonesia pada 1945 akan menengetahui betapa besar daya
Tarik para pemimpin masyarakat yang memiliki kharismatis di dalam
mengarahkan masyarakat pada waktu itu.

Max Weber mengemukakan pendapat bahwa ada kecenderungan


kharismatis untuk dijadikan kekuasaan tetap dengan mengabadikan
kepentingan serta cita-cita para pengikut pemimpin kharismatis tadi ke
dalam kehidupan bersama kelompok, kepentingan untuk mempererat
hubungan satu dengan yang lainnya.. dalam hal ini ada beberapa cara yang
dapat ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut yaitu antara :

a. Mencari seseorang yang mampu untuk memenuhi ukuran-ukuran atau


kriteria wewenang kharismatis sebagaimana ditentukan oleh
masyarakat.
b. Dengan mengadakan penyaringan atau seleksi
c. Seseorang yang mempunyai wewenang kharismatis, menunjuk
penggantinya seta mengakui kekuasaannya, dimana masyarakat luas
juga mengakuinya.
d. Penunjukan oleh pembantu-pembantu penguasa terdahulu yang
dipercayai oleh masyarakat
e. Menciptakan suatu sistem kepercayaan bahwa kharisma dapat di
wariskan kepada keturunan atau seseorang yang masih ada hubungan
keluarga dengan orang yang mempunyai charisma tersebut.
f. Menciptakan sistem kepercayaan bahwa dengan upacara-upacara
tradisional tertentu, kharisma dapat dialihkan pada oranglain.

20
Proses perubahan wewenang kharismatis menjadi kekuasaan dan
wewenang yang tetap tidak mustahil menimbulkan pertikaian-pertikaian.
Bagi peganut wewenang kharismatis, kadang-kadang tidaklah mudah untuk
melupakan kenyataan bahwa wewenang tersebut pernah melekat pada diri
dan pribadinya akan tetapi hal ini bukanlah merupakan penghalang besar
terutama pada masyarakat modern karena warga masyarakat umumnya
rasional dan menghendaki suatu landasan hokum yang kuat pada wewenang
yang berlaku di dalam masyarakat.

2. Wewenang Resmi dan Tidak Resmi

Di dalam setiap masyarakat akan dapat dijumpai aneka macam


bentuk kelompok. Dalam kehiduapn kelompok kelompok tadi sering kali
timbul masalah tentang derajat resmi suatu wewenang yang berlaku di
dalamnya. Seringkali wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok
kecil disebut sebagai wewenang tidak resmi karena bersifat spontan,
situsional dan di dasarkan pada faktor saling mengenal. Wewenang tidak
resmi biasanya timbul dalam hubungan-hubungan antar pribadi yang
sifatnya situsional dan sangat ditentukan oleh kepribadian para pihak.

Wewenang resmi sifatnya sistematis diperhitungkan dan rasional.


Biasanya wewenang tersebut dapat dijumpai pada kelompok-kelompok
besar yang memerlukan aturan-aturan tata tertib yang tegas dan bersifat
tetap di dalam kelompok tadi karena banyaknya anggota biasanya hak serta
kewajiban para anggotanya kedudukan serta peranan siapa-siapa yang
menetapkan kebijaksanaan dan siapa pelaksananya dan seterusnya
ditentukan dengan tegas.Walau demikian dalam kelompok kelompok besar
dengan wewenang resmi tersebut, mungkin saja ada wewenang yang tidak
resmi. Demikian pula dalam suatu lembaga pemasyarakatan, seorang
narapidanan tertentu lebih ditakuti oleh rekan-rekannya daripada pegawai
lembaga kemasyarakatan yang mempunyai wewenang resmi.

3. Wewenang Pribadi dan Teritorial

Pembedaan antara wewenang pribadi dengan territorial sebenarnya


timbul adri sifat dan dasar kelompok-kelompok sosial tertentu. Kelompok-
kelompok tersebut mungkin timbul karena faktor ikatan darah atau

21
mungkin juga karena faktor ikatan tempat tinggal atau juga merupakan
gabungan kedua faktor tersebut.

Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas antar anggota


anggota kelompok dan disini unsur kebersamaan sangat memegang peranan
par individu dianggap lebih bnyak memiliki kewajiban dan ketimbangan
hak. Stuktur wewenang bersifat konsentris yaitu dari satu titik pusat lalu
meluai melalui lingkaran- lingkaran wewenang tertenntu.apabila bentuk
wewenang ini dihubungkan dengan ajaran max weber, wewenng pribadi
lebih di dasarkan pada tradisi daripada peraturan-peraturan.

Pada wewenang territorial, wilayah tempat tinggal mememgang


peranan yang sangat penting. Pada kelompok kelompok teritorial unsur
kebersamaan cenderung berkurang karena desakan faktor-faktor
individualisme. Hal ini tidaklah berarti bahwa kepentingan perorangan
diakui dalam kerangka kepentingan bersama. Walaupun disini
dikemukakan pembedaan antara wewenang pribadi dnegna teritorial, di
dalam kenyataannya kedua bentuk wewenang tadi dapat saja hidup
berdampingan.

4. Wewenang terbatas dan menyeluruh

Suatu dimensi lain dari wewenang adalah pembedaan anatara


wewenang terbatas dengan wewennag menyeluruh, apabila dibicarakan
tentang wewenang terbatas, maksudnya adalah wewenang tidak mencakup
semua sector atau bidang kehidupan, tetapi hanya terbatas pada salahsatu
sector atau bidang saja. Wewenang semacam ini sebenanrnya lazim,
tertama dalam masyarakat yang sudah rumit susunan dan organisasinya
namun demikian wewnang yang menyeluruh juga suatu ciri dari suatu
negara.

Suatu wewennang menyeluruh berarti suatu wewenang yang tidak


dibatasi oleh bidang bidang kehidupan tertentu. Suatu contoh misalnya,
setiap negara mempunyai wewenang yang menyeluruh atau mutlak untuk
mempertahankan kedaulatan wilayahnya.

Max Weber ;

22
Wewenang adalah suatu hak yang telah ditetapkan dalam suatu tata
tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan-kebijaksaan, menentukan
keputusan-keputusan mengenai persoalan-persoalan yang penting, dan
untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan.

Wewenang ada tiga macam, yaitu :

1. Wewenang kharismatik (charismatic authority)


2. Wewenang tradisional (traditional authority)
3. Wewenang rasional/legal (rational/legal authority)

G. Kepemimpinan (Leadership)

1. Umum
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemapuan seseorang (yaitu pemimpin atau
leader) untuk memengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-
pengikutnya) sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana
dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kadangkala dibedakan antara kepemimpinan
sebagai kedudukan dan kepemimpinan sebagai suatu proses sosial. 21 sebagai
kedudukan, kepemimpinan merupakan suatu kompleks dar hak-hak dan kewajiban-
kewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan. Sebagai suatu
proses sosial, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan seseorang
atau sesuatu badan yang menyebabkan gerak dari warga masyarakat.
Kepemimpinan ada yang bersifat resmi (formal leadership), yaitu
Kepemimpinan yang tersimpul di dalam suatu jabatan. Ada pula kepemimpinan
karena pengakuan masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalakan
kepemimpnan. Suatu perbedan yang mecolok antara kepemimpinan yang resmi di
dalam pelaksanaannya selalu harus berada di atas landasan landasan atau peraturan
– peraturan resmi. Dengan demikian, daya cangkupnya agak terbatas.
Kepemimpinan tidak resmi, mempunyai ruang lingkup tanpa batasa – batas resmi,
karena kepemimpinan demikian didasarkan atas pengakuan dan keprcayaan
masyarakat. Ukuran benar tidaknya kepemimpinan tidak resmi terletak pada tujuan
dan hasil pelaksanaan kepemimpinan tersebut, menguntungkan atau merugikan
masyarakat. Walaupun seorang pemimpin (yakni yang melaksanakan

23
kepemimpinan) yang resmi tidak boleh menyimpang dari peraturan – peraturan
resmi yang yang menjadi landasannya, pemimpin tersebut dapat melakukan
kebijaksanaan yang dapat memancarkan kemampuan mereka sebagai pemimpin.
Misalnya, kebijaksanaan tersebut dapat diwujudkan didalam memilih waktu untuk
melaksanakan peraturan – peraturan atau memilih orang – orang yang langsung
berhubungan dengan masyarakat untuk melaksanakan peraturan dan seterusnya.
Kepemimpinan yang tidak resmi dapat digunakan pula di dalam suatu jabatan resmi
dan tentu saja lebih leluasa didalam masyarakat yang belum dipagut peratuan-
paratuan resmi. Dalam bidang yang terakhir tadi Seorang pemimpin dapat
mengerakan kekuatan masyarakat untuk mencapai tujanan tertentu.

2. Perkembangan Kepemimpinan dan sifat-sifat Seorang Pemimpi


Kepemimpinan merupakan hasil organisasi sosial yang telah terbentuk atau
sbagai hasil dinamika interaksi sosial. Sejak mula terbentuknya suatu kelompok
sosial, seseorang atau beberapa orang diantara warga wargannya melakukan
peranan yang lebih aktip daripada Rekan –rekanya sehingga orang tadi atau
beberapa orang tampak menonjol dari lain- lainnya. Itulah asal mula timbulnya
kepimpinan,23 yang kebanyakan timbul dan berkembang dalam Stuktur sosial yang
kurang stabil.
Munculnya seorang pemimpin sangat di perlukan dalam keadaan keadaan di
dalam tujuan kelompok sosialyang bersangkutan terhayang atau apabila kelompok
taddi mengalami ancaaman dari luar.dalam keadaan demikian, agak sulit bagi
warga kelompok menentuakan langkah langkah yang harus di ambil untuk
mengatasi kesulitan kesulitan yang di hadapi titik muncul lah seseorang yang
memounyai kemampuan yang menonjol yang di harapkan akan mengulangi segala
kesulitan kesulitan yang ada.
Munculnya seseorangn pemimoin merupakan hasil dari sesuatu proses dinamis
yang sesuai dengan kebutuhan kebutuhan kelompok . apabila pada saat tersebut
muncul seorang pemimpin, kemungkinan besar kelompok – kelompok tersebut
akan mengalami suatu disintegrasi. Tidak munculnya pemimpin tadi mungkin
dikarenakan seseorang individu yang diharapkan akan menjadi pemimpin ternyata
tidak berhasil membuka jalan bagi kelompok untuk mencapai tujuannya sehingga
kebutuhan warga tidak terpenuhi .

24
Sifat – sifat yang disayaratkan bagi seorang pimpinan tidaklah sama pada
setiap masyarakat, Walaupun tidak jarang ada persamaan – persamaan disana - sini.
Dikalangan masyarakat indonesia sifat – sifat yang harus dipenuhi oleh seorang
pemimpin, antara lain dapat dijumpai dalam apa yang merupakan warisan
tradisional indonesia, masalahnya dalam “Asta Brata” yang merupakan seloka
dalam Ramayana, yang memuat ajaran Sri Rama kepada Bharata, yaitu adiknya dari
lain ibu. Secara singkat dapat diceritakan bahwa seloka tersebut dapat berkisar pada
cerita tentang karajaan Ayodhya yang diperintah oleh raja Dacaratha berputrakan
raja antara lain Sri Rama, Laksmana, dan Bharata. Bharata adalah putra seorang
selir yang bernama Dewi Kekayi. Putra yang berhak menjadi pengganti raja
Dacaratha sebetulnya adalah Sri Rama, tetapi ketika sang raja mengawini Dewi
Kekayi, beliau pernah berjanji bahwa putranya kelak akan dijadikan raja. Dewi
Kekayi yang tidak lupa pada janji tersebut akhirnya menuntut agar anaknya Bharata
dinobatkan menjadi raja, sedangkan Sri Rama dibuang ke hutan. Sri Rama yang
mengetahui betapa putus asa ayahnya dalam menghadapi keadaan itu, dengan
sukarela memutuskan untuk menyerahkan mahkot kerajaan kepada adiknya
Bharata.Dia sendiri bersama isterinya Shinta dan adiknya Laksamana masuk hutan.
Bharata yang sangat menghormati kakanya,tidak mau menjadi raja,kemudian
menyusul kakanya. Akan tetapi,Sri rama tetap pada pendiriannya dan memberikan
nasihat kepada adiknya Bharata tentang adiknya bagaimana dia harus berlaku
sebagai pemimpin yanng baik. Nasihat nasihat tersebut dinamakan asta brata
Menurut asta brata,pada diri seorang raja terkumpul sifat sifat dari delapan
dewayang masing masing mempunyai keperibadian sendiri. Kedelapan sifat dan
kepribadian itulah yang harus di jalankan oleh seorang raja yang baik. Asta
bratadalam kakawin Ramayana terdiri dari sepuluh seloka, dimana seloka pertama
dan kedua,pada pokoknya berisikan hal hal sebagai berikut.
a. Asta brata merupakan suatu keseluruhan yang tidak dapat di pisah pisahkan.
b. Asta brata memberikan kepastian bahwa seorng pemimpinyang menjalankan
akan mempunyai kekuasaan dan kewibawaan sehingga akan
menggerakanbawahannya.keadaan demikian dapat menghindari kejadian
krisis kepemimpinan akan terjdi oleh karena pemimpin tidak berani
mengambil keputusan bertindak ,dan tidak jujur.

25
Menurut Asta brata tersebut,kepemimpinan yang akan berhasil harus
memenuhi syarat syarat di antaranya .
a. Indra brata yang memberi kesenangandalam jasmani
b. Yama brata yang menunjuk pada keahlian dankepastian hukum
c. Surya Brata yang menggerakkan bawahan dengan mengajak mereka untuk
bekerja
d. Caci brata yang memberi kesenangan rohaniah
e. Bayu brata yang menunjukanketeguhan pendidikan dan rasa tidak segan segan
untuk turut merasakan kesukaran kesukaran pengikut pengikutnya
f. Dhana brata,yang menunjukan pada suatu sikap yang patut di hormati
g. Paca brata yang menunjukan kelebihan di dalam ilmu pengetahuan,kepandaian
keterampilan
h. Agni brata,yaitu sifat memberikan semangat kepada anak buah

Demikianlah beberapa sifat ataub syarat yang harus dimiliki oeleh seseorang
pemimpin yang baik menurut mitologi indonesia. Sifat sifat tersebut dengan
perubahan di sana sini dapat di terapkan pula dalam pemimpin yang modern.

3. Kepemimpinan menurut ajaran tradisonal


Ajaran ajaran trdisonal seperti misalnya di jawa menggabarkan tugas
seorangan pemimpin melalui pepatah sebagai berikut.
a. Di muka memberi tauladan
b. Ing madya mangun karsa
c. Tut wuri handayani

Pepatah tersebut sering dipergunakan oleh almarhum Ki Hajar dewantara


,yang apabila terjemahkan ke dalam bahasa indonesia kurang lebih adalah sebagai
berikut.

a. Di muka memberi tauladan


b. Di tengah tengah membangun semangat
c. Dari belakang memberikan pengaruh

Seorang pemimpin di muka harus memiliki idealisme kuat,serta kedudukan.


Akan tetapi, menurut watak dan kecakapannya, seorang pemimpin dapat di katakan
sebagai pemimpin di muka ,di tengah ,dan di belakang

26
Seorang pemimpin di muka harus memiliki idealisme kuat,serta kedududukan.
Akan tetapi menurut watak dan kecakapannya seorang pemimpin dapat di katakan
sebagai pemimpin di muka ,di tegah dan di belakang .

Seorang pemimpin di muka harus memiliki idealisme kuat ,serta harus dapat
menjelaskan cita citannya kepada masyarakat dengan cara cara sejelas mungkin
karena dia harus mampu menemukan suatu tujuan bagi masyarakat yang
dipimpinya,serta merintis ke arah tujuan tersebut dengan menghilangkan segala
hambatan ,antara lain dengan menghapuskan lembaga lembaga kemasyarakatan
yang telah usang bahayannya bagi pemimpin di muka adalah kemungkinan
berjalannya terlalu cepat sehingga masyarakat yang dipimpinya tertinggal jauh.

Seorang pemimpin di tengah-tengah mengikuti kehendak yang dibentuk


masyarakat. La selalu dapat mengamati jalannya masyarakat, serta dapat merasakan
suka dukanya. Dari dia diharapkan dapat merumuskan perasaan-perasaan serta
keinginan-keinginan masyarakat dan juga menimbulkan keinginan masyarakat
untuk memperbaiki keadaan yang kurang menguntungkan.

Pemimpin di belakang diharapkan mempunyai kemampuan untuk mengikuti


perkembangan masyarakat. Dia berkewajiban untuk menjaga agar perkembangan
masyarakat tidak menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai yang pada suatu
masa dihargai oleh masyarakat. Sendi-sendi kepemimpinannya adalah keutuhan
dan harmoni. Pemimpin yang demikian berkecenderungan untuk menjadi
formalistis, bahkan tradisionalistis. Kepemimpinan dulu belakang masih jelas
tergambar dari istilah-istilah seperti “Pamong Praja”, “Pamong Desa,” dan
seterusnya, yang menggambarkan bahwa fungsi pemimpin adalah untuk
membimbing masyarakat.

Sifat kepemimpinan di belakang tersebut dengan jelas tersirat dalam pepatah


adat asal Minangkabau yang diterjemahkan sebagai berikut.

a. Sebatang kayu yang besar di tengah lapang,


b. tempat berlindung di waktu hujan,
c. tempat bernaung di waktu panas,
d. urat-uratnya tempat bersandar.

27
Memang kepemimpinan tradisional Indonesia pada umumnya bersifat
sebagai kepemimpinan di belakang, yang hingga dewasa ini masih tetap
dipertahankan terutama pada masyarakat-masyarakat tradisional, yaitu masyarakat-
masyarakat hukum adat.

4. Sandaran-sandaran Kepemimpinan dan Kepemimpinan yang Dianggap Efektif


Kepemimpinan seseorang (pemimpin) harus mempunyai sandaran-sandaran
kemasyarakatan atau social basis. Pertama-tama kepemimpinan erat hubungannya
dengan susunan masyarakat. Masyarakat-masyarakat yang agraris di mana belum
ada spesialisasi biasanya kepemimpinan meliputi seluruh bidang kehidupan
masyarakat.
Kekuatan kepemimpinan juga ditentukan oleh suatu lapangan kehidupan
masyarakat yang suatu saat mendapat perhatian khusus dari masyarakat yang
disebut cultural focus. Cultural focus dapat berpindah-pindah, misalnya pada suatu
waktu pada lapangan politik, lain waktu pada lapangan hukum, kemudian lapangan
ekonomi dan seterusnya. Apabila pada suatu saat cultural focus beralih, si
pemimpin pun harus mampu mengalihkan titik berat kepemimpinannya pada
cultural focus yang baru.
Setiap kepimpinan yang efektif harus memperhitungkan social basis apabila
tidak menghendaki timbulnya ketegangan-ketegangan atau setidak-tidaknya
terhindar dari boneka belaka.
Kepemimpinan di dalam masyarakat-masyarakat hukum adat yang tradisional
dan homogen, perlu disesuaikan dengan susunan masyarakat tersebut yang masih
tegas-tegas memperlihatkan ciri-ciri penguyuban. Hubungan pribadi antara para
pemimpin dengan yang dipimpin sangat dihargai. Hal ini disebabkan pemimpin-
pemimpin pada masyarakat tersebut adalah pemimpin-pemimpin tidak resmi,
informal leaders, yang mendapat dukungan tradisi atau karena sifat-sifat pribadinya
yang menonjol. Dengan sendirinya, masyarakat lebih menaruh kepercayaan
terhadap pemimpin-pemimpin tersebut, beserta peraturan-peraturan yang
dikeluarkannya.
Perlu dicatat bahwa kepemimpinan dalam masyarakat-masyarakat tradisional
pada umunya dilaksanakan secara kolegial (bersama-sama). Seorang penyumbang
marga sebagai kepala adat di daerah Lampung misalnya, tidak akan bertindak
sendiri sebelum dirundingkan dalam suatu rapat yang dinamakan proatin. Sifat

28
kolegial dari daerah Minang kabau tercermin dari pepatah adatnya yang berbunyi
(terjemahan) sebagai berikut.
Air memancar dengan bulat karena pembuluh,
dan putusan menjadi bulat karena mufakat.
Dengan demikian, keputusan para pemimpin tersebut sekaligus merupakan pula
rasa keadilan masyarakat yang bersangkutan. Pada umumnya para pemimpin
masyarakat tradisional adalah pemimpin-pemimpin di belakang atau di tengah.
Jarang sekali yang menjadi pemimpin di muka. Sebaliknya, apabila di tinjau atau
di telaah keadaan di kota-kota besar, susunan masyarakat kota tersebut
menghendaki kepemimpinan yang lain dari kepemimpinan pada masyarakat
tradisional. Untuk memenuhi kebutuhan setiap golongan masyarakat kota, tak lagi
dapat dilaksanakan melalui hubungan-hubungan pribadi. Kebijaksanaan-
kebijaksanaan rasional lah yang lebih diperlukan.
5. Tugas dan Metode
Secara sosiologis, tugas-tugas pokok seorang pemimpin adalah sebagai berikut.
a. Memberikan suatu kerangka Poko yang jelas yang dapat dijadikan pegangan
bagi pengikut-pengikutnya
Dengan adanya kerangka pokok tersebut, maka dapat disusun suatu skala
prioritas mengenai keputusan-keputusan yang perlu diambil untuk
menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi (yang sifatnya potensial atau
nyata). Apabila timbul pertentangan, kerangka pokok tersebut dapat
digunakan sebagai pedoman untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi.
b. Mengawasi, mengendalikan, serta menyalurkan perilaku warga masyarakat
yang dipimpinnya
c. Bertindak sebagai wakil kelompok kepada dunia di luar kelompok yang
dipimpin

Suatu kepemimpinan (leadership) dapat dilaksanakan atau diterapkan dengan


berbagai cara (metode). Cara-cara tersebut lazimnya dikelompokkan ke dalam
kategori-kategori, sebagai berikut:

a) Cara-cara otoriter.

Cara-cara otoriter memiliki ciri-ciri pokok berikut ini.

1. Pemimpin menentukan segala kegiatan kelompok secara sepihak.

29
2. Pengikut sama sekali tidak diajak untuk ikut serta merumuskan tujuan
kelompok dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Pemimpin terpisah dari kelompok dan seakan-akan tidak ikut dalam
proses interaksi di dalam kelompok tersebut.
b) Cara-cara demokratis
Cara-cara demokratis memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut.
1. Secara musyawarah dan mufakat pemimpin mengajak warga atau anggota
kelompok untuk ikut serta merumuskan tujuan-tujuan yang harus dicapai
kelompok, serta cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
2. Pemimpin secara aktif memberikan saran dan petunjuk-petunjuk.
3. Ada kritik positif, baik dari pemimpin maupun pengikut-pengikut
4. Pemimpin secara aktif ikut berpartisipasi di dalam kegiatan kelompok-
kelompok.
c) Cara-cara bebas
Cara-cara bebas memiliki ciri-ciri pokok sebagai berikut.
1. Pemimpin menjalankan perannya secara pasif.
2. Penentuan tujuan yang akan dicapai kelompok sepenuhnya diserahkan
kepada kelompok.
3. Pemimpin hanya menyediakan sarana yang diperlukan kelompok.
4. Pemimpin berada di tengah-tengah kelompok, namun dia hanya berperan
sebagai penonton.
Sebenarnya ketiga kategori cara tersebut di atas dapat berlangsung
bersamaan karena metode mana yang terbaik senantiasa tergantung pada
situasi yang dihadapi. Cara-cara demokratis, umpamanya, mungkin hanya
dapat diterapkan di dalam masyarakat yang warganya mempunyai taraf
pendidikan cukup. Cara-cara otoriter mungkin lebih tepat untuk
diterapkan di dalam masyarakat yang sangat heterogen, sedangkan cara-
cara bebas lebih cocok bagi masyarakat yang relatif lebih homogen.

30
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk
menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri dengan sekaligus
menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau
golongan-golongan tertentu.
Wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok
orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat.
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemapuan seseorang (yaitu pemimpin
atau leader) untuk memengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-
pengikutnya) sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana
dikehendaki oleh pemimpin tersebut.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami susun tentang Hukum Perdata. Kami
menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari pada sempurna dan juga
masih banyak kesalahan, untuk itu kami harapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca agar dalam pembuatan makalah selanjutnya
menjadi lebih baik, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita.

31
DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono dan Budi Sulistyowati. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta :


Rajawali Pers, 2015).

32

Anda mungkin juga menyukai