Anda di halaman 1dari 12

REFLEKSI KASUS AGUSTUS 2019

KANDIDIASIS INTERTRIGINOSA

Disusun Oleh:

NAMA : EUNICHE KAMASE SINGKALI


NIM : N 111 19 011

PEMBIMBING KLINIK
dr. NUR HIDAYAT, Sp.KK., FINSDV

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD UNDATA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
1) Nama Pasien : Ny. M
2) Umur : 42 tahun
3) Jenis Kelamin : Perempuan
4) Alamat : Jln. Mulawarman
5) Agama : Islam
6) Pekerjaan : IRT
7) Tanggal Pemeriksaan : 12 Agustus 2019

II. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama : Kemerahan dan gatal di daerah kedua ketiak
2) Riwayat penyakit sekarang :
Seorang pasien perempuan berumur 42 tahun, dirawat oleh
dokter ahli penyakit dalam dengan keadaan yang sudah mulai
membaik. Awalnya, tidak ada keluhan apa-apa pada kulit saat masuk
RS, akan tetapi dalam masa perawatan muncul keluhan yang dialami
pasien pada kulit.Selanjutnya pasien dikonsul ke dokter spesialis kulit
dan kelamin dengan keluhan gatal dan kemerahan pada kulit ketiak
kiri dan kanan. Keluhan yang dirasakan pada ketiak sebelah kiri
dialami sejak 3 hari dan ketiak sebelah kanan dialami sejak 6 hari
setelah dirawat di RS. Pasien mengatakan sekitar 5 hari yang lalu
awalnya muncul gelembung yang berisikan cairan bening atau seperti
zat padat berukuran sebesar kepala jarum pentul pada ketiak kiridan 3
hari kemudian juga muncul hal tersebut pada ketiak sebelah kanan
pasien. Keluhan tersebut disertai dengan rasa gatal yang membuat
pasien ingin terus menggaruk disekitar area gelembung tersebut
sehingga gelembung pecah yang meluas pada sekitaran aksila dengan
tanpakan kemerahan.
3) Riwayat penyakit dahulu:
Pasien menderita penyakit diabetes melitus (+) sudah diderita
selama kurang lebih 4 tahun, asam urat (-), dan riwayat hipertensi (+).
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama saat pasien masuk RS 5
bulan yang lalu.
4) Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada di keluarga pasien yang mempunyai keluhan yang sama
seperti pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
1. Keadaan umum : Sakit sedang
2. Status Gizi : Baik
3. Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda Vital

TD : 130/90 mmHg

Nadi : 88 kali/menit

Respirasi : 21 kali/menit

Suhu : 36,7 oC

Status Dermatologis

Ujud Kelainan Kulit :

1. Kepala : tidak terdapat ujud kelainan kulit


2. Leher : tidak terdapat ujud kelainan kulit
3. Wajah : tidak terdapat wujud kelainan kulit
4. Ketiak : terdapat papullentikular, pustule, eritema dan
krusta pada kedua axilla
5. Dada : tidak terdapat ujud kelainan kulit
6. Punggung : tidak terdapat ujud kelainan kulit
7. Perut : tidak terdapat ujud kelainan kulit
8. Selangkangan : tidak terdapat ujud kelainan kulit
9. Ekstremitas Atas : tidak terdapat ujud kelainan kulit
10. Ekstremitas bawah : tidak terdapat ujud kelainan kulit
11. Genitalia : tidak terdapat ujud kelainan kulit

IV. GAMBAR

Gambar 1. Tampak macula eritema disertai papul dan pustuldan krusta


pada axilla dexter
Gambar 2.Tampak macula eritema disertai papul dan pustul dan krusta
pada axilla sinistra

V. RESUME
Seorang pasien perempuan berumur 42 tahun, dirawat oleh
dokter ahli penyakit dalam dengan keadaan yang sudah mulai
membaik. Awalnya, tidak ada keluhan apa-apa pada kulit saat masuk
RS, akan tetapi dalam masa perawatan muncul keluhan yang dialami
pasien pada kulit.Selanjutnya pasien dikonsul ke dokter spesialis kulit
dan kelamin dengan keluhan gatal dan kemerahan pada kulit ketiak
kiri dan kanan. Keluhan yang dirasakan pada ketiak sebelah kiri
dialami sejak 3 hari dan ketiak sebelah kanan dialami sejak 6 hari
setelah dirawat di RS. Pasien mengatakan sekitar 5 hari yang lalu
awalnya muncul gelembung yang berisikan cairan bening atau seperti
zat padat berukuran sebesar kepala jarum pentul pada ketiak kiridan 3
hari kemudian juga muncul hal tersebut pada ketiak sebelah kanan
pasien. Keluhan tersebut disertai dengan rasa gatal yang membuat
pasien ingin terus menggaruk disekitar area gelembung tersebut
sehingga gelembung pecah yang meluas pada sekitaran aksila dengan
tanpakan kemerahan. Pasien pernah menderita penyakit yang sama
sebelumnya saat di rawat di RS, pasien menderita penyakit diabete
melitus (+) yang sudah diderita selama kurang lebih 4 tahun, dan
riwayat hipertensi (+). Pada pemeriksaan dermatologis terdapatpapul-
papul lentikular, eritema dan krusta padakedua axilla.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Kandidosis intertriginosa

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Tinea corporis
2. Eritrasma
3. Skabies

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%

IX. PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa
a. Menjaga higiene individu dan lingkungan
b. Hindari menggaruk
c. Memakai pakaian longgar
2. Medikamentosa
a) Pengobatan topikal
Miconazol 2% cr 2 kali sehari
b) Pengobatan sistemik
Cetirizine 1x10mg

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungtionam : ad bonam
Quo ad cosmetikam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
XI. PEMBAHASAN
Seorang pasien perempuan berumur 42 tahun, dirawat oleh dokter
ahli penyakit dalam dengan keadaan yang sudah mulai membaik.
Awalnya, tidak ada keluhan apa-apa pada kulit saat masuk RS, akan tetapi
dalam masa perawatan muncul keluhan yang dialami pasien pada
kulit.Selanjutnya pasien dikonsul ke dokter spesialis kulit dan kelamin
dengan keluhan gatal dan kemerahan pada kulit ketiak kiri dan kanan.
Keluhan yang dirasakan pada ketiak sebelah kiri dialami sejak 3 hari dan
ketiak sebelah kanan dialami sejak 6 hari setelah dirawat di RS. Pasien
mengatakan sekitar 5 hari yang lalu awalnya muncul gelembung yang
berisikan cairan bening atau seperti zat padat berukuran sebesar kepala
jarum pentul pada ketiak kiridan 3 hari kemudian juga muncul hal tersebut
pada ketiak sebelah kanan pasien. Keluhan tersebut disertai dengan rasa
gatal yang membuat pasien ingin terus menggaruk disekitar area
gelembung tersebut sehingga gelembung pecah yang meluas pada
sekitaran aksila dengan tanpakan kemerahan. Pasien pernah menderita
penyakit yang sama sebelumnya saat di rawat di RS, pasien menderita
penyakit diabete melitus (+) yang sudah diderita selama kurang lebih 4
tahun, asam urat (-), dan riwayat hipertensi (+). Pada pemeriksaan
dermatologis terdapatpapul-papul lentikular, eritema dan krusta padakedua
axilla. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah pasien adalah
130/90 mmHg, nadi 88x/ menit, pernafasan 21 c/ menit dan suhu 36,7oC.
Pasien didiagnosa dengan Candidiasis, kandidiasis atau kandidosis
adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans atau jenis
Candida lainnya. Organisme ini menginfeksi kulit, kuku, membran
mukosa, traktus gastrointestinal, dan daerah lainnya. Kandidiasis dapat
ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki
maupun perempuan. Tidak terdapat hubungan yang jelas antara kejadian
penyakit ini dengan ras tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara
berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan
kelembaban udara yang tinggi dan pada musim hujan sehubungan dengan
daerah-daerah yang tergenang air.[1]
Untuk mendiagnosis sebagai suatu kandidosis kutis diperlukan
anamnesis, efloresensi dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis
dan efloresensi sudah bias mendiagnosis sebagai kandidisis kulit, akan
tetapi ada beberapa penyulit dalam mendiagnosis sehingga muncul
beberapa diagnosis banding untuk kandidiasis kutis. Beberapa diagnosis
banding kandidiasis kutis adalah miliaria pustulosa, eritrasma dan
Tinea corporis memiliki kelainan yang dilihat dalam klinik
merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema,
skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Kdang-kadang
terlihat erosi dan krusta akibat garukan.[2]
Eritrasma merupakan penyakit bakteri kronik pada stratum yang
disebabkan Corynebacterium minitussusmum, ditandai dengan adanya lesi
berupa eritema dan skuama halus terutama didaerah ketiak dan lipatan
paha yang disebabkan bakteri Corynebacterium minitussusmum. [3]
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiel var, hominis, dan produknya.
Ditandai gatal pada malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan
tempat predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat dan lembab.[2]
Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur karena
adanya pembiakan jamur secara berlebihan, dimana normalnya muncul
dalam jumlah yang kecil (biasanya Candida albicans). Infeksi C. albicans
umumnya merupakan infeksi oportunistik yaitu akibat kondisi tubuh
pejamu mengalami immunocompromised, sehingga flora normal dalam
tubuh pejamu yang seharusnya bersifat komensal menjadi bersifat
patogen. Dua faktor penting pada infeksi opportunistik adalah adanya
paparan agen penyebab dan kesempatan terjadinya infeksi. Faktor
predisposisi kandidiasis adalah daerah tropis atau lembab, penderita
imunosuppresif seperti HIV/AIDS dan keganasan, diabetes melitus,
gangguan tiroid, gangguan darah, hospitalissi (infeksi nosokomial),
perokok berat, malnutrisi dan malabsorbsi, usia tua, kemoterapi, dan
kebersihan mulut yang buruk. Kondisi kelembaban yang meningkat pada
orang yang terpapar air terus menerus seperti tukang cuci, keringat
berlebihan terutama pada orang gemuk, kencing pada pantat bayi, dan
vulva/vagina perempuan hamil trimester ketiga cenderung mengalami
kandidiasis.[4]
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua
umur, baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit
ini tidak jelas tetapi insidensi diduga lebih tinggi di Negara berkembang.
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban
udara yang tinggi. Indeksi superfisialis pada umumnya disebabkan oleh
Candida albicans, sedangkan infeksi sistemik lebih bervariasi, kurang dari
50% disebabkan oleh Candida non Candida albicans. [5]
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya infeksi Candida pada
kandidosis intertriginosa antara lain pemakaian steroid sistemik maupun
topikal, penurunan imunitas karena berbagai sebab (misalnya, limfoma,
AIDS), pemakaian antibiotik spektrum luas, diabetes melitus, aposisi
daerah-daerah kulit yang menghasilkan lingkungan yang lembab, dan
obesitas. [6]
Tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit adalah menempelnya
kandida pada sel epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein
permukaan kandida dengan sel epitel. Kemudian candida mengeluarkan
zat keratinolitik (fosfolipase), yang menghidrolisis fosfolipid membran sel
epitel. Bentuk pseudohifa kandida juga mempermudah invasi jamur ke
jaringan. Dalam jaringan candida mengeluarkan faktor kemotaktik
neutrofil yang akan menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan luar candida
mengandung mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga akan
mengaktifasi komplemen dan merangsang terbentuknya imunoglobulin.
Imunoglobulin ini akan membentuk kompleks antigen antibodi di
permukaan sel kandida, yang dapat melindungi candida dari fungsi
imunitas tuan rumah. Selain itu kandida juga akan mengeluarkan zat
toksik terhadap netrofil dan fagosit lain.Mekanisme non imun yang
mungkin terjadi yaitu Interaksi antara kandida dengan flora normal kulit
lainnya akan mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti
glukosa. Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu
menjadi syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum
diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme dan sel pejamu
diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme,
adhesin dan reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-
molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif.
Khitin,komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida albicans
juga berperan dalam aktifitas adhesif. Pada umumnya Candida albicans
berada dalam tubuh manusia sebagai saproba dan infeksi baru terjadi bila
terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu. [3]
Dalam menegakkan diagnosis kandidiasis, maka dapat dibantu
dengan adanya pemeriksaan penunjang, antara lain: 1) Pemeriksaan
langsung Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan
KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora,
atau hifa semu. 2) Pemeriksaan biakan Bahan yang akan diperiksa ditanam
dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi
antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri.
Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37°C, koloni
tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi Candida
albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn
meal agar. [3]
Pada kasus ini, pasien mendapatkan pengobatan topical mikonazol cr+
desoximethasone cr pagi dan siang dioleskan 2 x sehari (pagi dan sore)
sesudah mandi dan pengobatan sistemik cetirizine 1x10mg. Sesuai dengan teori
jenis obat yang paling banyak digunakan adalah antifungi azol toikal. Seluruh
pasien kandidosis yang berobat diberikan antifungi azol topical, karena penyakit
kandidosis disebabkan oleh jamur, dan pilihan obat utama adalah antifungi azol
topical untuk menghilangkan penyebab infeksi tersebut. Dengan pengobatan yang
baik maka kebanyakan infeksi candida dapat hilang tanpa masalah. Kecuali pada
orang yang mengalami kelemahan dalam sistem imun, sehingga menjadi sulit
untuk ditangani. Pada kandidiasis yang berulang umumnya dapat terjadi apabila
perawatan dan kesehatan pasien yang tidak dijaga sehingga edukasi kebersihan
tubuh pasien juga sangat penting dalam mencegah penyakit tersebut.
Pencegahan dilakukan dengan menekan perkembangan jamur, dimana infeksi
jamur umumnya diperberat oleh cuaca panas, basah dan lembab. Jika factor-
faktor ini dapat dicegah maka perkembangan jamur berkurang selain itu kepada
pasien juga dianjurkan untuk memakai pakaian nyaman dan tidak terlalu ketat
dan sering mengganti pakaian jika sudah basah.[3]
Keadaan umum dan higienitas yang baik dapat membantu
pencegahan infeksi kandida, yaitu dengan menjaga kulit selalu bersih dan
kering. Penurunan berat badan dan kontrol gula yang baik pada penderita
diabetes mungkin membantu pencegahan infeksi tersebut.[7]
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardila, F. Hubungan Kandidiasis Intertrigenosa dan Diabetes Melitus Tipe


2 Di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dokter Soedarso Pontianak pada
Tahun 2012. Universitas Tanjungpura Pontianak. 2013
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta; Balai Penerbit FK UI. 2017
3. Kuswadji. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta; Balai
Penerbit FK UI. 2008
4. Itsa, N.S., Sukohar, A., Anggraini. D.I. Pemanfaatan Cuka Sari Apel Sebagai
Terapi Antifungi Terhadap Infeksi Candida albicans (Kandidiasis). Jurnal
Majority.4(1). 2018
5. Sutanto, I., Ismid I.S., Sjarifuddin P.K. dan Sungkar S. Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran Edisi 4. Jakarta; Balai Penerbit FK UI. 2008.
6. Polii, S.V., Pandaleke, H.E.J., Kapantow, M.G. Profil kandidosis
intertriginosa di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado periode Januari - Desember 2013. Jurnal e-Clinic (eCl).4(1). 2016
7. Soetodjo S.D.R & Astari . L. Profil Pasien Baru Infeksi Kandida pada Kulit
dan Kuku. Jurnal Penelitian. 2(1). 2016

Anda mungkin juga menyukai