Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL BAHAN ALAM FARMASI

OPTIMASI FORMULA TABLET ANTIOKSIDAN EKSTRAK UBI JALAR


UNGU-UNGU (Ipomoea batatas var Ayamurasaki)
Proposal ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahan Alam
Farmasi (BAF)

Disusun Oleh :
Adhitya Alif Pratama 31117001
Amira Nadita Qurottun A’in 31117003
Amna Rahmania Nur 31117004
Anasthasia Yolanda 31117005
Astri Dwi Gisty 31117006
Cindy Delfiana Tanod 31117007
Delis Sulastri 31117008
Diani Annisa Agustina 31117009
Dinda Amanda 31117010
Rendra Suharsono Syahrir 31116033

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA
PROGRAM STUDI FARMASI
2018/2019
KATA PENGANTAR

Buku panduan praktikum Bahan Alam Farmasi ini dibuat dengan tujuan
memberikan pedoman pada mahasiswa agar dapat memahami dan mengetahui
aplikasi dari materi kuliah Bahan Alam Farmasi.
Buku panduan ini diupayakan dapat memberikan gambaran yang jelas
tentang tahapan pembuatan sediaan herbal serta cara pengujian karakteristik bahan
baku, evaluasi sediaan dan evaluasi aktivitas produk herbal.
Semoga buku panduan praktikum ini dapat bermanfaat dalam proses
pembelajaran di Prodi Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya.

Tasikmalaya, Agustus 2019

Penyusun
VISI MISI PRODI S1 FARMASI

VISI
Menjadi program studi yang menghasilkan lulusan berakhlak mulia yang unggul
di bidang farmasi klinik dan farmasi komunitas sehingga mampu berkontribusi
dalam meningkatan derajat kesehatan masyarakat.

MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan akademik di bidang kefarmasian yang bermutu
dengan penguatan pada farmasi klinik dan farmasi komunitas bagi seluruh lapisan
masyarakat.
2. Menyelenggarakan penelitian yang inovatif dan berkesinambungan dalam
bidang kefarmasian.
3. Menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang berguna bagi
masyarakat di bidang kefarmasian.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………..................
VISI MISI PRODI S1 FARMASI…………………………………….....
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………. 2
1.3 Urgensi Penelitian………………………………………………... 3
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………….. 3
1.5 Jadwal……………………………………………………………. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umbi jalar ungu………………………………………………….. 4
2.2 Antioksidan………………………………………………………. 8
2.3 Mekanisme Kerja Antioksidan………………………………… 13
2.4 Refluks………………………………………………………… 14
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Alat……………………………………………………………… 18
3.2 Bahan…………………………………………………………… 18
3.3 Cara Kerja………………………………………………………. 18
3.4 Diagram Alir……………………………………………………. 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tasikmalaya merupakan salah satu daerah sentral produksi ubi jalar di
Indonesia. Namun, hingga saat ini belum banyak penelitian terhadap tanaman
ubi jalar di Tasikmalaya. Oleh karena itu, masyarakat sangat awam akan
informasi mengenai kandungan antioksidan tanaman ubi jalar dan khasiatnya
bagi kesehatan. Sehingga, tanaman ubi jalar kurang dimanfaatkan untuk
konsumsi makanan harian. Tanaman ubi jalar yang dijadikan objek penelitian
berasal dari berbagai varietas dan ternyata memberikan hasil yang bervariasi.
Hal ini disebabkan tempat tumbuh dan penyilangan bibit yang berbeda
menyebabkan kandungan metabolit sekunder tanaman menjadi berbeda.
Huang dkk. (2004) menemukan bahwa umbi, daun dan tangkai ubi jalar
varietas Lam `Tainong 57' yaitu varietas ubi jalar di Nankang (Taipei)
memiliki aktivitas antioksidan dan antiproliferatif. Sementara itu Truong,
dkk. (2007)
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi
oksidasi, dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat
reaktif. Salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif adalah radikal bebas,
senyawa ini terbentuk di dalam tubuh dan dipicu oleh bermacam-macam
faktor (Winarsi, 2007). Sadikin (2001) berpendapat bahwa serangan radikal
bebas terhadap molekul sekelilingnya akan menyebabkan terjadinya reaksi
berantai, yang kemudian menghasilkan senyawa radikal baru. Dampak
reaktivitas senyawa radikal bebas mulai dari kerusakan sel atau jaringan,
penyakit autoimun, penyakit degeneratif, hingga kanker. Oleh karena itu
tubuh memerlukan substansi penting, yakni antioksidan yang dapat
membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan meredam
dampak negatif senyawa radikal bebas tersebut (Karyadi, 1997).
Antioksidan dalam pangan berperan penting untuk mempertahankan
mutu produk, mencegah ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna
dan aroma, serta kerusakan fisik lain yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi
(Widjaya, 2003). Antioksidan yang dihasilkan tubuh manusia tidak cukup
untuk melawan radikal bebas, untuk itu tubuh memerlukan asupan
antioksidan dari luar (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
Jenis antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan alam dan
antioksidan sintetik (Cahyadi, 2006). Antioksidan alami banyak terdapat pada
tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan (Winarsi, 2007),
sedangkan yang termasuk dalam antioksidan sintetik yaitu butil
hidroksilanisol (BHA), butil hidroksittoluen (BHT), propilgallat, dan
etoksiquin (Cahyadi, 2006).
Antioksidan alam telah lama diketahui menguntungkan untuk
digunakan dalam bahan pangan karena umumnya derajat toksisitasnya rendah
(Cahyadi, 2006). Selain itu adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek
samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan
antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Rohdiana,
2001; Sunarni, 2005). Antioksidan alami memiliki aktivitas penangkapan
radikal DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) ekstrak gambir lebih tinggi
dibandingkan antioksidan sintetik Rutin dan BHT (Rauf dkk, 2010).
Turunan polifenol sebagai antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas
dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan
menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas
(Hattenschwiler dan Vitousek, 2000). Salah satu senyawa golongan polifenol
dari gugus flavonoid yaitu katekin. Katekin merupakan senyawa flavonoid
yang dapat ditemukan pada teh hijau, teh hitam, gambir, anggur dan tanaman
pangan lainnya seperti buah-buahan dan kakao (Natsume dkk, 2000).
B. Rumusan Masalah
1. Apa kandungan senyawa yang terdapat dalam umbi jalar ungu-ungu?
2. Metode apa yang digunakan pada ekstraksi umbi jalar ungu-ungu?
3. Apa saja bahan yang di tambahkan pada tablet umbi jalar ungu-ungu?
C. Urgensi Penelitian
1. Untuk mengetahui senyawa yang terdapat pada umbi jalar ungu-ungu.
2. Untuk mengetahui metode yang digunakan pada ekstraksi umbi jalar
ungu-ungu.
3. Untuk mengetahui bahan tambahan yang terdapat pada tablet umbi jalar
ungu-ungu.

D. Manfaat penelitian
1. Sebagai bentuk pemanfaatan umbi jalar untuk meringankan masyarakat
dalam pengolahan dalam menghasilkan suatu produk.
2. Sebagai uasah dari pengembangan obat tradisional.
3. Sebagai sumber informasi atau referensi bahan.
4. Sebagai alternatif dalam pencarian obat berkhasiat antioksidan.
E. Jadwal

No. Nama Praktikum Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 Pengumpulan bahan tanaman dan


preparasi simplisia

2 Karakterisasi fisika simplisia dan


ekstraksi

3 Penapisan fitokimia dan KLT


ekstrak

4 Bobot jenis, kadar sari larut etanol


dan larut air, kadar air dan susut
pengeringan ekstrak

5 Uji aktivitas farmakologi ekstrak


(in vitro) dan analisis data

6 Preformulasi, bentuk sediaan


formulasi dan pembuatan sediaan

7 Evaluasi sediaan

8 Evaluasi aktivitas farmakologi


sediaan (in vitro) dan analisis data
9 Laporan akhir
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Umbi Jalar Ungu
Ditinjau dari potensi sumber daya wilayah, Indonesia memiliki potensi
ketersediaan pangan sebagai sumber karbohidrat yang cukup besar. Salah satu
sumber karbohidrat adalah jenis umbi-umbian seperti ubi jalar (Ipomoea
batatas L). Berdasarkan pengamatan di lapangan, awalnya ubi jalar yang
banyak ditemui adalah ubi jalar warna daging putih, kuning dan oranye. Akan
tetapi, sejak diperkenalkannya dua varietas ubi jalar ungu dari Jepang dengan
warna daging umbinya sangat gelap yaitu Ayamurasaki dan
Yamagawamurasaki dan telah diusahakan secara komersial, pemanfaatan ubi
jalar ungu semakin memiliki prospek yang baik. Selain itu Balitkabi juga
memiliki tiga klon ubi jalar ungu yaitu MSU 01022-12, MSU 01008-16 dan
MSU 01016-19 (Yusuf dkk., 2003).
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas var Ayamurasaki) mengandung
pigmen antosianin yang lebih tinggi daripada ubi jalar jenis lain. Pigmennya
lebih stabil bila dibandingkan antosianin dari sumber lain seperti kubis merah,
elderberries, blueberries, dan jagung merah (Kumalaningsih, 2007). Ubi jalar
ungu mulai dikenal menyebar ke seluruh dunia terutama negara-negara yang
beriklim tropis. Pada abad ke-16 diperkirakan ubi jalar ungu pertama kali di
Spanyol melalui Tahiti, Kepulauan Guam, Fiji dan Selandia Baru. Menurut
Suprapti (2003), taksonami tanaman ubi jalar dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantea
Devisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotylodonnae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea Batotas
Ubi jalar memiliki banyak nama dari setiap daerah, bahasa latin dari ubi
jalar adalah Ipomea batatas. Ubi jalar terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat,
Jawa Timur, Jawa Tengah, Papua, dan Sumatera. Namun pada saat ini, baru
Papua yang memanfaatkan ubi jalar ungu sebagai makanan pokok. Walaupun
belum menyamai padi, jagung dan ubi kayu (singkong). Pigmen warna ungu
pada ubi ungu bermanfaat sebagai antioksidan karena dapat menyerap polusi
udara, racun, oksidasi dalam tubuh, dan menghambat pengumpulan sel-sel
darah.
Ubi ungu juga mengandung serat pangan alami yang tinggi, prebiotik.
Kandungan lainnya dalam ubi jalar ungu adalah betakaroten. Semakin pekat
warna ubi jalar, maka semakin pekat beta karoten yang ada di dalam ubi jalar.
Betakaroten selain sebagai pembentuk vitamin A, juga berperan sebagai
pengendalian hormon melatonin. Hormon ini merupakan antioksidan bagi sel
dan sistem syaraf, berperan dalam pembentuk hormon endokrin. Kurangnya
melatonin akan menyebabkan gangguan tidur dan penurunan daya ingat, dan
menurunnya hormon endokrin yang dapat menurunkan kekebalan tubuh
(Anonim, 2014).
Keberadaan senyawa antosianin sebagai sumber antioksidan alami di
dalam ubi jalar ungu cukup menarik untuk dikaji mengingat banyaknya
manfaat dari kandungan antosianin. Seiring dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap
bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak
diminati konsumen bukan saja yang mempunyai penampakan dan cita rasa
yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh.
Keberadaan senyawa antosianinpada ubi jalar ungu menjadikan jenis bahan
pangan ini sangat menarik untuk diolah menjadi makananan yang mempunyai
nilai fungsional. (Nida dkk, 2013).
Senyawa antosianin pada ubi jalar ungu merupakan pigmen yang yang
berfungsi sebagai komponen pangan sehat. Antosianin yang terkandung
dalam ubi jalar ungu mampu menghambat laju perusakan sel radikal bebas
akibat nikotin, polusi udara dan bahan kimia lainya. Antosianin berperan
dalam mencegah terjadinya penuaan, kemerosotan daya ingat dan kepikunan,
polyp, asam urat, asam lambung, penyakit jantung koroner, penyakit kanker
dan penyakit degeneratif, seperti arterosklerosis. Selain itu, antosianin juga
memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik terhadap
mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan pangan dan olahannya,
mencegah gangguan pada fungsi hati, anti hipertensi dan menurunkan kadar
gula darah. Hampir semua zat gizi yang terkandung dalam ubi jalar ungu
mendukung kemampuannya memerangi serangan jantung koroner (Hasyim
dan Yusuf, 2012).
Ubi jalar ungu merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang
cukup tinggi. Ubi jalar ungu juga merupakan sumber vitamin dan mineral,
vitamin yang terkandung dalam ubi jalar antara lain Vitamin A, Vitamin C,
thiamin (vitamin B1) dan ribovlavin. Sedangkan mineral dalam ubi jalar
diantaranya adalah zat besi (Fe), fosfor (P) dan kalsium (Ca). Kandungan
lainnya adalah protein, lemak, serat kasar dan abu. Total kandungan
antosianin bervariasi pada setiap tanaman dan berkisar antara 20 mg/100 g
sampai 600 mg/100 g berat basah. Total kandungan antosianin ubi jalar ungu
adalah 519 mg/100 g berat basah. (Anonim, 2014)
Warna ungu pada ubi jalar disebabkan oleh adanya zat warna alami
yang disebut antosianin. Antosianin adalah kelompok pigmen yang
menyebabkan warna kemerahmerahan, letaknya di dalam cairan sel yang
bersifat larut dalam air (Nollet, 1996). Komponen antosianin ubi jalar ungu
adalah turunan mono atau diasetil 3-(2-glukosil)glukosil-5-glukosil peonidin
dan sianidin (Suda dkk., 2003). Senyawa antosianin berfungsi sebagai
antioksidan dan penangkap radikal bebas, sehingga berperan untuk mencegah
terjadi penuaan, kanker, dan penyakit degeneratif. Selain itu, antosianin juga
memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik, mencegah
gangguan fungsi hati, antihipertensi, dan menurunkan kadar gula darah (Jusuf
dkk., 2008).
Keberadaan senyawa antosianin sebagai sumber antioksidan alami di
dalam ubi jalar ungu cukup menarik untuk dikaji mengingat banyaknya
manfaat dari kandungan antosianin. Seiring dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap
bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak
diminati konsumen bukan saja yang mempunyai penampakan dan citarasa
yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh.
Keberadaan senyawa antosianin pada ubi jalar ungu menjadikan jenis bahan
pangan ini sangat menarik untuk diolah menjadi makanan yang mempunyai
nilai fungsional. Berdasarkan survey dengan subjek orang-orang Italia,
didapatkan anthocyanins daily intake berada pada kisaran 25 sampai 215
mg/orang, tergantung pada umur dan jenis kelamin, dan konsumsi di atas
batas ini cukup mempengaruhi efek farmakologi (Vargas dkk., 2000).
Efek samping konsumsi antosianin belum ditemukan karena belum
adanya laporan toksisitas atau intolerants antosianin. Regulasi
penggunaannya sebagai food additive diatur oleh Food and Drugs
Administration di US dan Uni Eropa sebagai salah satu pewarna dalam
golongan Exempt from Certification Food Additive Color. Dengan
dimasukkannya antosianin dalam golongan tersebut, maka penggunaan
antosianin tidak mempunyai batas maksimum tertentu, selama masih dalam
kondisi wajar. Dua jenis ubi jalar ungu yang saat ini telah dikembangkan dan
dimanfaatkan di daerah Aceh adalah ubi jalar ungu pekat dan ubi jalar ungu
muda. Perbedaan warna dari kedua jenis ubi jalar ungu tersebut diduga
berhubungan dengan perbedaan kandungan antosianin di antara keduanya.
Yang dan Gadi (2008) menyatakan bahwa konsentrasi antosianin
menyebabkan beberapa jenis ubi jalar ungu mempunyai gradasi warna yang
berbeda. Meskipun kandungan senyawa antosianin di dalam ubi jalar ungu
cukup besar, perlakuan pengolahan yang kurang tepat dapat mengurangi
jumlah kandungan antosianin di dalam produk olahan. Pengolahan ubi jalar
yang biasa dilakukan masih sangat sederhana antara lain digoreng, direbus,
dikukus, dibuat menjadi bubur, keripik, dan makanan tradisional lainnya.
Semua proses pengolahan tersebut melibatkan penggunaan panas. Pemanasan
mengakibatkan kehilangan sejumlah zat gizi terutama yang bersifat labil
seperti asam askorbat, antosianin dan betakaroten (Budhiarto, 2003).
Selain itu, faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin yaitu pH,
suhu, cahaya, oksigen, dan ion logam (Nollet, 1996) Menurut Dixon dkk.
(2007), pemarutan, pengeringan, dan pemasakan pasta ubi kayu dapat
mengurangi jumlah antioksidan di dalam bahan pangan.
B. Antioksidan
Antioksidan merupakan molekul yang mampu memperlambat atau
mencegah proses oksidasi molekul lain.Oksidasi adalah reaksi kimia yang
dapat menghasilkan radikal bebas, sehingga memicu reaksi berantai yang
dapat merusak sel.
Antioksidan adalah suatu senyawa yang pada konsentrasi rendah secara
signifikan dapat menghambat atau mencegah oksidasi substrat dalam reaksi
rantai (Halliwell dan Whitemann, 2004; Leong dan Shui, 2002). Antioksidan
dapat melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul tidak
stabil yang dikenal sebagai radikal bebas. Antioksidan dapat mendonorkan
elektronnya kepada molekul radikal bebas, sehingga dapat menstabilkan
radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai. Contoh antioksidan antara
lain β karoten, likopen, vitamin C, vitamin E (Sies, 1997).
Antioksidan secara nyata mampu memperlambat atau menghambat
oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah.
Antioksidan juga sesuai didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang
melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika
berkaitan dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme
tubuh maupun faktor eksternal lainnya Radikal bebas adalah spesies yang
tidak stabil karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dan mencari
pasangan elektron dalam makromolekul biologi. Protein lipida dan DNA dari
sel manusia yang sehat merupakan sumber pasangan elektron yang baik.
Kondisi oksidasi dapat menyebabkan kerusakan protein dan DNA,
kanker, penuaan, dan penyakit lainnya. Komponen kimia yang berperan
sebagai antioksidan adalah senyawa golongan fenolik dan polifenolik.
Senyawa-senyawa golongan tersebut banyak terdapat di alam, terutama pada
tumbuh-tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal
bebas. Antioksidan yang banyak ditemukan pada bahan pangan, antara lain
vitamin E, vitamin C, dan karotenoid.
1. Klasifikasi Antioksidan
Antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu antioksi dan
primer atau alami dan antioksidan sekunder atau sintetik
a. Antioksidan Primer atau alami
Antioksidan adalah zat yang dapat mencegah atau menghambat
proses oksidasi sehingga membentuk senyawa yang lebih stabil.
Antioksidan golongan Polifenol adalah kelompok yang paling banyak
terdapat dalam buah-buahan, sayuran, tanaman polongan, biji-bijian,
teh, rempah-rempah dan anggur (Horubała 1999; Borowska, 2003).
Berikut adalah pengelompokkan antioksidan primer :
1) Antioksidan mineral adalah kofaktor antioksidan enzim.
Keberadaanya mempengaruhi metabolisme makromolekul kompleks
seperti karbohidrat. Contoh: selenium, tembaga, besi, seng dan
mangan.
2) Antioksidan vitamin, dibutuhkan untuk fungsi metabolisme tubuh.
Contoh: vitamin C, vitamin E, vitamin B.
3) Fitokimia adalah senyawa fenolik, yang bukan vitamin maupun
mineral. Senyawa yang termasuk ke dalam golongan fitokimia adalah
senyawa flavonoid. Flavonoid adalah senyawa fenolik yang memberi
warna pada buah, biji-bijian, daun, bunga dan kulit. Sebagai contoh
katekin adalah senyawa antioksidan paling aktif pada teh hijau dan
hitam, karotenoid adalah zat warna dalam buah-buahan dan sayuran, β
karoten terdapat pada wortel dapat dikonversi menjadi vitamin A,
likopen banyak terdapat dalam tomat dan zeaxantin banyak pada
bayam. Berikut jenis Antioksidan Alami:
a) Vitamin C
Asam askorbat atau vitamin C (Gambar 1) adalah antioksidan
monosakarida yang ditemukan pada tumbuhan. Asam askorbat
adalah komponen yang dapat mengurangi danmenetralkan oksigen
reaktif, seperti hidrogen peroksida (Antioksidan dan
PencegahanKanker,)
Gambar 1 Struktur kimia vitamin C
(Sumber: Kirk Othmer, Encylopedia of Chemical Technology)
b) Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok antioksidan penting dan
dibagi menjadi 13 kelas, dengan lebih dari 4000 senyawa
ditemukan sampai tahun 1990 .Flavonoid merupakan senyawaan
fenol yang dimiliki oleh sebagian besar tumbuhan hijaudan
biasanya terkonsentrasi pada biji, buah, kulit buah, kulit kayu,
daun, dan bunga (Miller1996). Flavonoid memiliki kontribusi yang
penting dalam kesehatan manusia.
Menurut Hertog (1992) disarankan agar setiap hari manusia
mengkonsumsi beberapa gramflavonoid. Flavonoid diketahui
berfungsi sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik,selain itu
memiliki sifat sebagai antioksidan, anti peradangan, anti alergi, dan
dapatmenghambat oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein)
(Rahmat,2009). Gambar 3 adalahstruktur flavonoid.

Gambar 2. Struktur flavonoid (Markham, 1988)


c) Polifenol
Karakteristik antioksidan yang berasal dari bahan pangan
dilihat dari kandungan polifenol. Sampai saat ini, minat penelitian
terhadap senyawa fenolik meningkat karenakemampuan
‘scavenging’ terhadap radikal bebas. Polifenol merupakan salah
satukelompok yang paling banyak dalam tanaman pangan, dengan
lebih dari 8000 struktur fenolik dikenal saat ini (Harborne, 1993).
Polifenol adalah produk sekunder darimetabolisme
tanaman.Senyawa antioksidan alami polifenol adalah
multifungsional, dapat berfungsi sebagai :
1. Pereduksi atau donor electron
2. Penangkap radikal bebas,
3. Pengkelat logam, dan
4. Peredam terbentuknya singlet oksigen.

Gambar 3 Struktur kimia polifenol


(Sumber: Hamid, dkk, 2010)
d) Vitamin E
Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan
memiliki sifat antioksidan, diantara vitamin E, yang paling banyak
dipelajariadalah β tokoferol (Gambar4 ) karena memiliki
ketersediaan hayati yang tinggi. Tokoferol dapat melindungi
membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas padareaksi rantai
peroksidasi lipid. Tokoferol dapat menghambat radikal bebas dan
mencegahtahap reaksi propagasi. Reaksi ini menghasilkan radikal
tokoferosil yang dapat diubah kembali ke bentuk kurang aktif
melalui pemberian elektron dari antioksidan lainnya,seperti
askorbat dan retinol. Berikut ini pada gambar 2.9 adalah struktur
kimia dari vitamin E :
Gambar 4 Struktur kimia β tokoferol
(Sumber: Kirk Othmer, Encylopedia of Chemical Technology)

b. Antioksidan Sekunder atau Sintetik


Senyawa antioksidan sintetik memiliki fungsi menangkap radikal
bebas danmenghentikan reaksi berantai (Hurrell, 2003), berikut adalah
contoh antioksidan sintetik:Butylated hydroxyl anisole (BHA),
Butylated hydroxyrotoluene (BHT), Propyl gallate(PG) dan metal
chelating agent (EDTA), Tertiary butyl hydroquinone
(TBHQ),Nordihydro guaretic acid (NDGA). Antioksidan utamapada
saat ini digunakan dalamproduk makanan adalah monohidroksi atau
polihidroksi senyawa fenol dengan berbagaisubstituen pada cincin.

C. Mekanisme Kerja Antioksidan


Radikal bebas adalah molekul yang mengandung satu atau lebih
elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya, radikal bebas sangat
reaktif dan tidak stabil, sebagai usaha untuk mencapai kestabilannya radikal
bebas akan bereaksi dengan atom atau molekul di sekitarnya untuk
memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini dalam tubuh dapat menimbulkan
reaksi berantai yang mampu merusak struktur sel, bila tidak dihentikan akan
menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan
dini, serta penyakit degeneratif lainnya. Untuk meredam aktivitas radikal
bebas diperlukan antioksidan.
Antioksidan adalah senyawa yang dapat mendonorkan elektronnya
(pemberi atom hidrogen) kepada radikal bebas, sehingga menghentikan reaksi
berantai, dan mengubah radikal bebas menjadi bentuk yang stabil.
Antioksidan pada makanan digunakan untuk mencegah atau
menghambat proses oksidasi yang terjadi pada produk makanan misalnya
lemak, terutama yang mengandung asam lemak tidak jenuh, dapat teroksidasi
sehingga menjadi tengik, selain itu berguna untuk mencegah reaksi browning
pada buah dan sayuran (Hamid et all., 2010).
Reaksi berantai pada radikal bebas (tanpa ada antioksidan) terdiri dari
tiga tahap, yaitu:
Tahap inisiasi : RH R* + H*
Tahap propagasi : R* + O2 ROO*
ROO* + RH ROOH +R*
Tahap terminasi : R* + R* R–R
ROO* + R* ROOR
ROO* + ROO* ROOR + O2
Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal bebas (R*) yang sangat
reaktif, karena (RH) melepaskan satu atom hidrogen, hal ini dapat disebabkan
adanya cahaya, oksigen atau panas. Pada tahap propagasi, radikal (R*) akan
bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi ( ROO*). Radikal
peroksi selanjutnya akan menyerang RH (misalnya pada asam lemak)
menghasilkan hidroperoksida dan radikal baru. Hidrogen peroksida yang
terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi menghasilkan senyawa-
senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton (Nugroho, 2007).
Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan berlanjut sampai
tahap terminasi, sehingga antar radikal bebas dapat saling bereaksi
membentuk senyawa yang kompleks. Dengan adanya antioksidan,
antioksidan memberikan atom hidrogen atau electron pada radikal bebas (R*,
ROO*), mengubahnya ke bentuk yang lebih stabil RH. Sementara turunan
radikal antioksidan (A*) memiliki keadaan lebih stabil disbanding radikal
semula R*. Reaksi penghambatan antioksidan terhadap radikal lipid
mengikuti persamaan reaksi sebagai berikut (Yuswantina; Aulia, 2009) :
Inisiasi : R* + AH RH + A*
Radikal lipida
Propagasi : ROO* + AH ROOH + A*
D. Refluks
1. Pengertian
Metode Refluks merupakan metode ektraksi cara panas
(membutuhkan pemanasan pada prosesnya), secara umum pengertian
refluks sendiri adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya
adalah ekstraksi berkesinambungan.
Metode refluks adalah termasuk metode berkesinambungan dimana
cairan penyari secara kontinu menyari komponen kimia dalam simplisia
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut
dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi
menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke labu alas bulat
sambil menyari simplisia. Proses ini berlangsung secara
berkesinambungan dan biasanya dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam
(Ditjen POM, 1986).
Simplisia yang biasa diekstraksi adalah simplisia yang mempunyai
komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur
yang keras seperti akar, batang, buah, biji dan herba (Ditjen POM, 1986).
Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan
ditambahkan pelarut organik misalnya methanol sampai serbuk simplisia
terendam kurang lebih 2 cm di atas permukaaan simplisia atau 2/3 dari
volume labu, kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada
waterbath atau heating mantel, lalu kondendor dipasang pada labu alas
bulat yang dikuatkan dengan klem dan statif. Aliran air dan pemanas
(water bath) dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan.
Setelah 4 jam dilakukan penyarian. Filtratnya ditampung pada wadah
penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti
semula, ekstraksi dilakukan selama 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor, kemudian dilakukan
pengujian selanjutnya (Ditjen POM, 1986).
Reaksi kimia kadang dapat berlangsung sempurna pada suhu
kamar atau pada titik didih pelarut yang digunakan pada sistem reaksi.
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk reaksi-reaksi yang berlangsung
pada suhu tinggi adalah seperangkat alat refluks. Refluks adalah salah satu
metode dalam ilmu kimia untuk mensintesis suatu senyawa, baik organik
maupun anorganik. Umumnya digunakan untuk mensistesis senyawa-
senyawa yang mudah menguap atau volatile. Pada kondisi ini jika
dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum reaksi
berjalan sampai selesai.
2. Keuntungan Refluks
Keuntungan dari teknik ini adalah bahwa hal itu dapat dibiarkan
untuk jangka waktu yang panjang tanpa perlu menambahkan lebih pelarut
atau takut bejana reaksi mendidih kering karena setiap uap segera
terkondensasi di kondensor. Dapat mencegah kehilangan pelarut oleh
penguapan selama proses pemanasan jika digunakan pelarut yang mudah
menguap atau dilakukan ekstraksi jangka panjang.
Dapat digunakan untuk ekstraksi sampel yang tidak mudah rusak
dengan adanya pemanasan. Adapun kerugian dari metode ini adalah
prosesnya sangat lama dan diperlukan alat – alat yang tahan terhadap
pemanasan (Ditjen POM, 1986).
Campuran reaksi cair ditempatkan dalam sebuah wadah terbuka
hanya di bagian atas. Kapal ini terhubung ke kondensor Liebig, seperti
bahwa setiap uap yang dilepaskan kembali ke didinginkan cair, dan jatuh
kembali ke dalam bejana reaksi. Kapal kemudian dipanaskan keras untuk
kursus reaksi. Refluks dalam jangka waktu yang panjang tanpa perlu
menambahkan lebih pelarut atau takut bejana reaksi mendidih kering
karena setiap uap immedeatly kental dalam kondensor.
Untuk jangka waktu yang panjang tanpa perlu menambahkan lebih
pelarut atau takut bejana reaksi mendidih kering karena setiap uap segera
terkondensasi di kondensor. Selain itu, sebagai pelarut yang diberikan
akan selalu mendidih pada suhu tertentu, seseorang dapat yakin bahwa
reaksi akan berlangsung pada suhu konstan. Dengan pilihan hati-hati
pelarut, seseorang dapat mengontrol suhu dalam kisaran yang sangat
sempit. Tindakan didih konstan juga berfungsi untuk terus mencampur
solusi, meskipun mekanisme batang pengadukan magnetik sering
digunakan untuk mencapai solusi yang seragam. Teknik ini berguna untuk
melakukan reaksi kimia dalam kondisi yang terkendali yang memerlukan
banyak waktu untuk penyelesaian.
3. Prinsip Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari
lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor
bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali
menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada
labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut
dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan.
Dengan metode ini pelarut volatil yang digunakan akan menguap
pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga
pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor
dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada
selama reaksi berlangsung.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu maserator, alat gelas
kimia, oven (Memmert®), waterbath sheaker (Memmert®), blender, botol
semprot, ball pipet, desikator, mikroskop, lampu sinar UV 254 nm dan 365
nm, kertas saring Whatman, plat silika gel GF254, corong pisah, mikropipet,
kuvet, rotary evaporator vacum (EYELA OSB-2100), chamber, statif, klem
bulat, krus porselen, tang krus, loyang, cawan porselen, corong, neraca
analitik (Mettler Toledo®), spektrofotometer UV-Vis (Genesys 10S UV-Vis),
mesin cetak tablet single punch (Korch tipe P.E.246 SRC).
B. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian adalah ethyl asetat, reagen
DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl), ubi jalar ungu-ungu yang berasal dari
Desa Sindang Galih Kota Tasikmalaya, eskplotab (Brataco), talk (Brataco),
magnesium stearate (Brataco), laktosa (Brataco), avicel pH 102 (Brataco),
aqua destilata (Mitra Medika).
C. Cara Kerja
1. Determinasi Tanaman
Determinasi umbi jalar ungu-ungu dilakukan di Herbarium
Sindang Galih, Laboratorium penelitian , STIKes BTH Tasikmalaya.
2. Pengolahan Bahan
Umbi jalar ungu-ungu dikumpulkan dalam keadaan segar, dicuci
dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 45˚C. Kemudian dibuat
dalam bentuk serbuk dengan derajat kehalusan yang sesuai.
3. Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna, bau dan rasa
simplisia dilakukan terhadap simplisia yang telah didapatkan (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2000).
4. Ekstraksi
Serbuk simplisia dari ubi jalar ungu-ungu diekstraksi secara refluks
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan
ditambahkan pelarut yaitu ethyl asetat sampai serbuk simplisia terendam
kurang lebih 2 cm di atas permukaaan simplisia atau 2/3 dari volume labu,
kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada waterbath atau
heating mantel, lalu kondensor dipasang pada labu alas bulat yang
dikuatkan dengan klem dan statif.
Aliran air dan pemanas (water bath) dijalankan sesuai dengan suhu
pelarut yang digunakan. Setelah 4 jam dilakukan penyarian. Filtratnya
ditampung pada wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut
dan dikerjakan seperti semula, ekstraksi dilakukan selama 3-4 jam. Filtrat
yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor, kemudian
dilakukan pengujian selanjutnya (Ditjen POM, 1986).
5. Karakterisasi Sifat Fisik Ekstrak
a. Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna, bau dan rasa
ekstrak dilakukan terhadap ekstrak kental yang telah didapatkan
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).
b. Uji Daya Lekat
Ekstrak kental sebanyak 250 mg diletakkan di bagian tengah object
glass kemudian ditekan dengan object glass yang lain, diberi beban
sebesar 1 kg dan didiamkan selama 5 menit. Object glass yang telah
saling melekat dipasang pada alat uji dengan beban seberat 80 g,
kemudian dicatat waktu yang didapatkan ketika kedua object glass
yang melekat terpisah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1989).
c. Penetapan Susut Pengeringan
Ekstrak ditimbang seksama 3 g pada pan alumunium yang
telah disediakan pada alat Moisture Analyzers, kemudian dilakukan
pemanasan sampel pada suhu 1050C dan ditunggu hingga pemanasan
selesai, lalu catat hasil yang tertera pada Moisture Analyzers.
6. Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan
senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman, meliputi
identifikasi golongan alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid,
tanin dan polifenol, kuinon, mono dan seskuiterpenoid.
7. Penentuan Kualitatif Aktivitas Antioksidan
Penentuan kualitatif aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode
KLT menggunakan fase gerak yang sesuai untuk ekstrak dan masing-
masing fraksi dengan penampang bercak DPPH 0,2% dalam metanol. Hal
ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya senyawa antioksidan yang
bereaksi positif terhadap pereaksi DPPH, ditunjukkan dengan timbulnya
bercak yang berwarna kuning dengan latar belakang ungu.
8. Penentuan Kuantitatif Aktivitas Antioksidan
Penentuan kuantitatif aktivitas antioksidan dilakukan dengan
metode peredaman radikal bebas DPPH secara spektrofotometri UV-Vis
(Molyneux, 2004)
9. Pembuatan Tablet
Formula tablet antioksidan ekstrak ubi jalar ungu-ungu dibuat secara
granulasi basah dengan bobot sebesar 350 mg. Ekstrak yang terkandung
dalam setiap tablet sebesar 100 mg. Pada formula I; II; dan III dibuat
menjadi 250 tablet, sedangkan formula IV hingga VIII dibuat menjadi 200
tablet. Jumlah masing-masing formula tablet tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Formula tablet antioksidan ekstrak ubi jalar ungu-ungu
(Ipomoea batatas var Ayamurasaki)
D. Diagram alir penelitian

Simplisia yang akan Masukan ke dalam labu


diekstraksi dengan alas bulat dan
metode refluks di tambahkan pelarut ethyl
timbang asetat sampai simplisia
terendam

Pasang labu alas dengan Pasang kondensor pada


kuat pada labu alas bulat,kuatkan
statif,waterbath atau dengan klem dan statif.
heating mantel

Nyalakan aliran air dan Setelah 4 jam dilakukan


pemanas (waterbath) penyarian
dengan suhu yang
sesuaikan dengan
pelarut,

Filtrat tertampung pada


wadah penampung dan
ampasnya akan Filtrate yang terkumpul
dilakukan ekstraski dipekatkan dengan rotary
kembali seperti semula evaporator.
dengan menambahkan
pelarut ethyl asetat.
Daftar Pustaka
Yusuf, M., Rahayuningsih, St.A. dan Pambudi, S. (2003). Pembentukan
Varietas Unggul Ubi Jalar Produksi Tinggi yang Memiliki Nilai Gizi dan
Komersial Tinggi.Laporan Teknis. Balitkabi.
Jusuf, M., Rahayuningsih, St. A. dan Ginting, E. (2008). Ubi jalar ungu.
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30: 13-14
Vargas, F.D., Jimenez, A.R. dan Lopez, O.P. (2000). Natural pigments:
carotenoids, anthocyanins, and betalains - characteristics, biosynthesis,
processing, and stability. Critical Reviews in Food Science and Nutrition 40: 173–
289.
Ditjen POM, 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
Ditjen POM, 1990, Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.
Ditjen POM, 1992, Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Ditjen POM, 1992, Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai