Anda di halaman 1dari 11

Tujuan Pemasangan Ventilator Mekanik

Ada beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik, yaitu:


1. Mengurangi kerja pernapasan
2. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien
3. Pemberian MV yang akurat
4. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
5. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat

Indikasi Penyapihan Ventilator Mekanik

1. Kesadaran membaik ( GCS ≥ 13 )


2. Neuromuscular blockade sudah distop 24 jam sebelumnya
3. Sedasi stop/minimal
4. Obat penunjang kardivaskuler minimal
5. Tidak demam ( suhu ≤ 38C )
6. pH 7,32 – 7,47
7. PaO / FiO2 > 150-300
8. PO2 > 60 mmHg
9. Kadar Hb > 8-10 g/dL
10. Kadar elektrolit normal
11. PEEP ≤ 7
12. FiO2 ≤ 0.4

Strategi Penyapihan Ventilator Mekanik

1. Metode SIMV + Pressure Support


Control ( PCMV )  SIMV
a. Turunkan FiO2 bertahap ≤ 0.5
b. Turunkan PEEP bertahap 1-2 cm H2O tiap 4 jam sampai tercapai PEEP 4-
5 cm H2O
c. Turunkan RR 1-2 x/menit tiap 2-4 jam ( Target RR masih menjadi
perdebatan )
d. Turunkan PIP 2 cm h2O/x tiap 4 jam sampai tercapai PS minimal kecuali
ukuran ETT
e. RR dan PIP diturunkan secara bergantian

Target penyapihan

a. SpO2 > 95%


b. Volume tidal > 5 ml/Kg Spontan → PS
c. RR sesuai usia
d. Setting toleranselama 2 jam
2. Protokol PSV
a. Turunkan PS setiap 4 jam  Pertahankan Vt 5-7 ml/Kg
1) Bila Vt > 7 ml/Kg  Turunkan PS 2 cmH2O
2) Bila Vt < 5 ml/Kg  Naikkan PS 2 cmH2O

Target tercapai

Lakukan ERT

Protokol ERT

 FiO2 bila SpO2 ≥ 95%

 PEEP hingga 5 cmH2O


SpO2 < 95% SpO2 ≥ 95%

ERT gagal ERT Berhasil

PS minimal sesuai
Kembali ke setting ukuran ET
Kriteria Gagal Penyapihan
sebelum ERT

SpO2 < 95, Vt <5 ml/Kg,


Persiapan
RR > normal, Terdapat
Ekstubasi
tanda gawat /gagal napas
Klinis

 Didapatkan diaphoresis
 RR > nilai normal sesuai usia
 Didapatkan napas cuping hidung
 Usaha napas meningkat ( retraksi, pemakaian otot bantu napas ) SpO2 < 90%, dan
atau pH < 7,3, dan atau pCO2 >50 mmHg
 Takikari ( HR > 20% dari nilai normal sesuai usia )
 Didapatkan aritmia jantung
 Peningkatan atau penurunan MAP
 Apnue

Laboratorium

 Peningkatan tekanan end tidal CO2 ( PET CO2 ) > 10 mmHg


 pH arteri < 7,32
 penurunan pH > 0.07 dari pH sebelumnya
 PaO2 < 60 mmHg, FiO2 > 0,4 ( raiso Pao2/ FiO2 < 150 )
 Penurunan saturasi 5% dari sebelumnya

Faktor yang mempersulit penyapihan

 Lung water >>


 Sedasi berlebihan
 Hipertensi pulmonal
 Disfungsi diafragma
 Inflamasi trakhea
 Keadaan lain gizi buruk, kelainan neurologis

SEDASI

Sedasi yaitu pemakaian obat-obat farmakologik untuk menghasilkan depresi tingkat


kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan rasa mengantuk dan menghilangkan
kecemasan tanpa kehilangan komunikasi verbal.

Tingkatan Sedasi

1. Sedasi minimal, pasien berespon normal terhadap perintah verbal. Fungsi


kognitif dan koordinasi terganggu, kardiovaskuler dan ventilasi tidak terganggu
2. Sedasi Sedang ( sedasi sadar ), terjadi depresi kesadaran, pasien dapat berespon
terhadap perintah verbal secara spontan.
3. Sedasi Dalam, terjadi depresi kesadaran, pasien sulit dibangunkan terapi
berespon terhadap rangsang berulang atau rangsang sakit
4. Anestesi

Asesmen Sedasi

Tujuan Sedasi :

 Mengurangi distress, ketakutan dan agitasi


 Memperbaiki sinkroni pasien ventilator
 Menurunkan risiko tercabutnya alat invasif

Goal Sedasi :

1. Psikologis
 Patient safety
 Meminimalisir nyeri dan rasa tidak nyaman
 Meminimalisir trauma psikologis
2. Medis
 Mengurangi kebutuhan oksigen
 Mengurangi tekanan intracranial
3. Perilaku
 Menjaga sinkronisasi ventilator dengan pasie
 Mencegah tercabutnya alat-alat invasive ( ETT, kateter, infus )

Pemilihan Obat Analgesi dan Sedasi

 Tidak ada rekomendasi yang kuat


 Untuk mengurangi nyeri berat : morfin atau fentanil grade C
 Sedasi : midazolam
 Pemakaian opioid dan benzodiazepine jangka panjang dapat mengakibatkan :
toleransi, ketergantungan, withdrawal
 Tingkat sedasi harus selalu diasses secara kontinyu dan didokumentasi
menggunakan COMFORT scale ( Grade B )
 Dosis sedasi harus dititrasi untuk mendapatkan tingkat sedasi yang diharapkan
(Grade D)
Risiko Oversedasi

 Meningkatkan morbiditas di PICU


 Pemakaian ventilasi mekanik lebih lama
 Lama rawat di PICU menjadi lebih panjang
 Meningkatkan kejadian VAP
 Meningkatkan angka kegagalan ekstubasi
 Meningkatkan kejadian withdrawl, delirium dan psikosis

MIDAZOLAM

1. Tidak mempunyai efek analgetik


2. Kombinasi dengan opioid :
 Mempunyai efek sedasi dan analgetik
 Resiko komplikasi respirasi meningkat
3. Anxiolisis dan amnesia
4. Anti kejang
5. Hemodinamik stabil
6. Antidotum : Flumazenil
7. Toleransi dan ketergantungan fisik

Dosis :

 Oral : 0,5-0,7 mg/kg, hanya 1x pemberian


Onset : 15-30 menit
 Rectal : 1 mg/kg, hanya 1x pemberian
Onset : 5-15 menit

Dosis max ( per oral/rectal ) 20 mg

 Intra vena : 0,1-0,2 mg/kg tiap 3-5 menit


Onset : 1-3 menit

Dosis max 0,2 mg/kg onset 30 menit

Dapat diberikan kontinyu secara titrasi ( 1-4 mcg/kg/mnt )


DEXMEDETOMIDINE (PRECEEDEX)

 Obat sedatif-anxilitik- analgetik terbaru


 Bersifat αagonis selektif
 Efek samping : hipertensi, hipotensi, bradikardi
 Sedasi jangka pendek
 Hanya intravena :
Bolus : 1 mcg/kg dalam 10 menit, dapat diulang sampai 3x infud kontiyu :
0,2- 0,7 mcg/kg/jam
 Dapat dikombinasikan dengan midazolam atau ketamin

FENTANYL

Untuk prosedur yang membutuhkan analgesic dapat dikombinasikan dengan


midazolam.

Bila kombinasi dengan obat lain :

 Depresi napas berat


 Onset cepat
 Stabilitas hemodinamik

Dosis : Bolus : 1-2 μ g/kg

Kontinyu : 4-10 μ g/jam

Efek samping :

 Hipoventilasi
 Apnea
 Bradikardi
 Mual & muntah
 Retensi urin
 Toleransi
 Ketergantungan

KETAMIN

 Sangat baik untuk prosedur yang mengakibatkan nyeri


 Mengakibatkan hipertensi dan peningkatan HR
 Kontraindikasi : trauma kepala dan ↑ TIK
 Efek hipersalivasi
 Dapat dikombinasi dengan midazolam
 Dosis inisial : bolus : 2mg/kg IV
 Onset : 2-5 menit
 Durasi : 15 menit

PROPOFOL

 Sedasi dalam
 Onset cepat dan cepat pulih
 Digunakan pada pasien yang toleran terhadap opioid, benzodiazepine dan
barbiturate
 Hipoventilasi sampai apnea mendadak
 Tidak dianjurkan pada pasien yang tidak menggunkan ventilator
 Dosis sedasi di ICU : 1-3 mg/kh/jam atau 20-50 mcg/kg/mnt IV (tidak boleh
lebih dari 48 jam)
 Dosis anestesi jangka pendek : 2,5-3,5 mg/kg (bolus), dilanjutkan 7,5-15
mg/kg/jam (IV)

PEMILIHAN OBAT ANALGESI DAN SEDASI

 Tidak ada rekomendasi yang kuat


 Untuk mengurangi nyeri berat : morfin atau fentanil
 Sedasi : midazolam GRADE C
 Pemakaian opioid dan benzoduazepin jangka panjang dapat mengakibatkan :
 Toleransi
 Ketergantugan
 Withdrawal
 Tingkat sedasi harus selalu diasses kontinyu dan didokumentasi menggunakan
COMFORT scale (grade B)
 Dosis sedasi harus dititrasi untuk mendapatkan tingkat sedasi yang diharapkan
(GRADE D)
RESIKO OVERSEDASI

 Meningkatkan morbiditas di PICU


 Pemakaian ventilasi mekanik lebih lama
 Lama rawat di PICU menjadi lebih panjang
 Meningkatkan kejadian VAP
 Meningkatkan angka kegagalan ekstubasi
 Meningkatkan kejadian withdrawl, delirium dan psikosis

Kesimpulan
Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan
bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru
melalui jalan nafas buatanadalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi
Ada beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik, yaitu:
1. Mengurangi kerja pernapasan
2. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien
3. Pemberian MV yang akurat
4. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
5. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat
Indikasi Pemasangan Ventilator Mekanik
1. Pasien dengan gagal nafas
2. Insufisiensi jantung.
3. Disfungsi neurologist
4. Tindakan operasi
Menurut Pontopidan (2003), seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik
(ventilator) bila :
1. Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.
2. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
3. PaCO2 lebih dari 60 mmHg
4. AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
5. Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB
PENDAHULUAN

Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi


pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia,
hiperkapnia berat dan gagal napas. Ventilator mekanik merupakan salah satu aspek
yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang kritis di Intensive
Care Unit (ICU), dengan penggunaan di Amerika Serikat mencapai 1,5 juta per
tahun.1 Pasien yang dirawat di ICU berisiko tinggi terkena infeksi nosokomial.

Infeksi nosokomial yang cukup sering diderita pasien adalah pneumonia. Delapan
puluh tujuh persen kejadian pneumonia di ICU terkait dengan penggunaan dan
asuhan keperawatan ventilator mekanik yang tidak tepat sehingga menimbulkan
kolonisasi kuman di orofaring yang berisiko terjadinya pneumonia terkait
ventilator/Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Berdasarkan penelitian Yin-Yin
Chen, dkk., pada tahun 2000-2008 di Taiwan, VAP menempati urutan kedua
terbanyak kejadian Device Associted Infection (DAI) di ICU. Dari penelitian tersebut
diperoleh angka kejadian VAP sebanyak 3,18 kejadian per 1000 ventilator per hari.
Angka ini berada dibawah Infeksi Saluran Kemih(ISK) akibat penggunaan kateter
dengan angka kejadian 3,76 per 1000 kateter urin per hari.

VAP adalah pneumonia yang merupakan infeksi nosokomial yang terjadi setelah
48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik, baik melalui pipa endotrakeal
maupun pipa trakeostomi. VAP menjadi perhatian utama di ICU karena merupakan
kejadian yang cukup sering dijumpai, sulit untuk di diagnosis secara akurat dan
memerlukan biaya yang cukup besar untuk pengobatannya. Kejadian VAP
memperpanjang lama perawatan pasien di ICU dan berhubungan erat dengan
tingginya angka morbiditas dan mortalitas pasien di ICU, dengan angka kematian
mencapai 40-50% dari total penderita.4,5.

Secara umum, VAP dapat didiagnosis jika ditemukan tanda diagnosis standar
seperti demam, takikardi, leukositosis, sputum yang purulen dan konsolidasi pada
gambaran radiografi thoraks. Namun, diagnosis VAP agak sulit dilakukan jika hanya
melihat tampilan klinis pasien. Oleh sebab itu, diagnosis VAP dapat dibantu dengan
Critical Pulmonary Infection Score (CPIS). Penentuan CPIS didasarkan pada 6
variabel, yaitu: suhu tubuh pasien, jumlah leukosit dalam darah, volume dan tingkat
kekentalan sekret trakea, indeks oksigenasi, pemeriksaan radiologi paru dan kultur
semikuantitatif dari aspirasi trakea. Jika diperoleh skor lebih dari 6, maka diagnosis
VAP dapat ditegakkan.6 Beberapa faktor risiko dicurigai dapat memicu terjadinya
VAP, antara lain: usia lebih dari 60 tahun, derajat keparahan penyakit, penyakit paru
akut atau kronik, sedasi yang berlebihan, nutrisi enteral, luka bakar yang berat, posisi
tubuh yang supine, Glasgow Coma Scale (GCS) kurang dari 9, penggunaan obat
pelumpuh otot, perokok dan lama pemakaian ventilator. Pemakaian ventilator
mekanik dengan pipa yang diintubasikan ke tubuh pasien akan mempermudah 3
masuknya kuman dan menyebabkan kontaminasi ujung pipa endotrakeal pada
penderita dengan posisi terlentang.

Lama penggunaan ventilator mekanik diduga merupakan salah satu faktor risiko
penting yang terkait dengan kejadian VAP. Philippe Vanhems, dkk., dalam
penelitiannya pada tahun 2001-2009 di 11 ICU di Perancis, menemukan 367 (10.8%)
dari 3.387 pasien dihitung dalam 45.760 hari pemakaian ventilator mekanik yang
mengalami kejadian VAP dalam 9 hari pertama. Berdasarkan hasil perhitungan,
diprediksikan angka kejadian VAP pada hari pertama dan kedua (< 48 jam) adalah
5,3 dan 8,3 kejadian. Penelitian dilakukan pada pasien dengan usia rata-rata 54,3
tahun dan angka kematian 21.7%.

Perbedaan angka kejadian VAP di hari pertama dan kedua mengindikasikan


adanya pengaruh lama pemakaian ventilator dalam kasus ini, walaupun faktor-faktor
risiko lain masih ikut berpengaruh. Penelitian tentang VAP juga sudah cukup banyak
dilakukan di Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi yang semakin maju dan berkembang pesat, kini
mempengaruhi semua bidang kehidupan manusia di berbagai belahan dunia.
Dampak dari hal ini akhirnya menuntut setiap orang untuk memiliki
pengetahuan yang memadai atau cukup agar dapat
menggunakan ataau beradaptasi dengan tuntutan global ini. Hal ini juga berlaku
untuk Profesi keperawatan, khususnya area keperawatan kritis dan Intensif Care Unit
(ICU).
Di ruang perawatan kritis, pasien yang dirawat disana adalah pasien pasien
yang
memerlukan mesin-mesin yang dapat menyokong kelangsungan hidup mereka,
diantaranya
mesin ventilator, monitoring, infus pump, syringe pump, dll. Dengan adanya
keadaan tersebut maka tenaga kesehatan terutama perawat yang ada di ruang
perawatan kritis, seharusnya menguasai dan mampu menggunakan teknologi yang
sesuai dengan mesin-mesin tersebut, karena perawat yang akan selalu ada di sisi
pasien selama 24 jam
.
Ventilator salah satu contohnya. Penggunaan Ventilator sendiri merupakan
suatu tindakan yang sangat invasive dan akan merubah homeostasis system
pernafasan dan mempengaruhi system yang lainnya. Perawat yang memiliki
pengetahuan dan ketrampilan mengenai mesin ventilasi mekanik, hal tersebut
akan membantu perawat menghemat tenaganya dalam mengawasi pernafasan
pasien, karena tugasnya mengawasi secara langsung keadaan pasien sudah
dilakukan oleh mesin ventilasi. Bahkan apabila ada keterbatasan tenaga
perawat, maka 1 orang perawat dapat mengawasi dua atau lebih pasien
yang juga sama-sama menggunakan mesin ventilasi mekanik. Dalam makalah
ini kemudian akanmembahas lanjut mengenai Ventilator / Ventilasi Mekanik.

Anda mungkin juga menyukai