Anda di halaman 1dari 95

BLE – 05 = PERENCANAAN PELEDAKAN

PELATIHAN
AHLI PELEDAKAN
PEKERJAAN KONSTRUKSI

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

KATA PENGANTAR

Pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan berbagai macam kegiatan selalu berhadapan


dengan kenyataan yang harus diatasi dan diselesaikan dengan baik, misalnya pekerjaan
konstruksi bendungan memerlukan batuan pengguruk pembentuk bendungan yang sangat
banyak, konstruksi saluran irigasi terpaksa harus melintasi gunung yang perlu terowongan,
pekerjaan konstruksi jalan harus melintasi gunung yang perlu penanganan khusus dan
dipotong.
Menghadapi kenyataan medan lokasi dan kondisi yang ada sedemikian rupa, kiranya perlu
suatu upaya penyelesaian konstruksi yang melibatkan para ahli, antara lain Ahli peledakan
yang dimanfaatkan untuk memotong gunung atau membuat terowongan dibawah gunung
atau dibawah dataran tinggi untuk saluran irigasi atau untuk jalan.

Modul BLE – 05 = Perencanaan Peledakan, merupakan salah satu modul/ materi pelatihan
untuk melatih atau membentuk Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi yang bermutu, mampu
dan mau melakukan pekerjaan perencanaan peledakan secara tepat, akurat, efektif, efisien
dan aman dalam lingkungan kerjanya.

Perencanaan Peledakan memerlukan kompetensi yang sangat dominan untuk mampu


mendesain suatu peledakan sebagai acuan kegiatan selanjutnya sesuai cita-cita atau tujuan
yang ingin dicapai.
Perlu dipahami bahwa dalam melakukan perencanaan peledakan bagi desainer/ Ahli
Peledakan harus sudah menguasai medan lokasi peledakan lengkap dengan data-data
geologi, gambar kerja, ukuran-ukuran dimensi dan besaran yang sudah ditetapkan dalam
suatu kesatuan pekerjaan konstruksi yang diberikan atau diarahkan oleh Manajer Lapangan
(Site Manager) atau Kepala Proyek Pekerjaan Konstruksi.

Dengan perencanaan yang matang dan mantap diharapkan produknya dapat dijamin secara
kuantitas maupun kualitas yang betul-betul diharapkan.

Dimaklumi bahwa modul ini masih banyak kekurangan dan perlu koreksi dan sumbang saran
untuk penyempurnaan, maka bagi semua pihak yang berkepentingan dengan penuh
harapan berkenan menyampaikan saran dan pendapatnya untuk penyempurnaan.

Terima kasih

ii
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : AHLI PELEDAKAN

TUJUAN PELATIHAN :
A. Tujuan Umum Pelatihan
Setelah mengikuti peserta diharapkan mampu :
Merencanakan, menyiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi peledakan pada lokasi
peledakan yang mengacu kepada teknologi dan peraturan perundang-undangan yang
berwawasan keselamatan, kesehatan, keamanan dan pelestarian lingkungan hidup
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

B. Tujuan Khusus Pelatihan


Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu :
1. Menerapkan peraturan perundang-undangan / ketentuan-ketentuan yang berkaitan
peledakan
2. Menguasai lokasi medan peledakan
3. Merencanakan pola pengeboran dan peledakan
4. Menyiapkan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pengeboran
5. Menyiapkan, mengawasi dan melakukan pelaksanaan peledakan
6. Mengevaluasi setiap hasil peledakan dan membuat laporan

Seri / Judul Modul = BLE – 05 : Perencanaan Peledakan


TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Setelah selesai mengikuti modul ini, peserta mampu merencanakan kegiatan peledakan
secara tepat dan akurat sesuai dengan cita-cita dan tujuan yang ditentukan.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah modul ini diajarkan peserta mampu :
1. Menyiapkan data jenis dan daya ledak bahan peledak
2. Merencanakan target peledakan dan dampaknya serta kapasitas peledakan
3. Membuat desain Pola Peledakan dan Kapasitas Peledakan
4. Merencanakan Pola Peledakan
5. Melakukan pemilihan peralatan
6. Merencanakan pengamanan lingkungan peledakan

iii
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i


LEMBAR TUJUAN ........................................................................................................ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
DESKRIPSI SINGKAT DAN DAFTAR MODUL ............................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... v
PANDUAN PEMBELAJARAN ...................................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Umum ......................................................................................................... 1-1
1.2 Perencanaan Peledakan ............................................................................. 1-1

BAB 2 JENIS DAN DAYA LEDAK BAHAN PELEDAKAN


2.1 Bahan Peledak .......................................................................................... 2-1
2.2 Jenis dan Tipe Bahan Peledak .................................................................... 2-1
2.3 Terjadinya Ledakan ................................................................................... 2-11
2.4 Klasifikasi Bahan Peledak .......................................................................... 2-13
2.5 Sifat Fisik Bahan Peledak ........................................................................... 2-15
2.6 Karakter Detosi Bahan Peledak .................................................................. 2-20

BAB 3 MERENCANAKAN TARGET PELEDAKAN DAN DAMPAKNYA


3.1 Faktor Berpengaruh pada Peledakan ......................................................... 3-1
3.2 Fragmentasi .............................................................................................. 3-1
3.3 Target Volume Peledakan .......................................................................... 3-2
3.4 Alat Pengamanan Peledakan ..................................................................... 3-3
3.5 Alat Pemantau Dampak Peledakan ............................................................ 3-3
3.6 Alat Penelitian Bahan Peledak dan Ledakannya ........................................ 3-4

BAB 4 DESAIN POLA PELEDAKAN DAN KAPASITAS PELEDAKAN


4.1 Pola Peledakan ........................................................................................... 4-1
4.2 Pola Peledakan pada Areal Terbuka ........................................................... 4-1
4.3 Pola Peledakan Bawah Tanah .................................................................... 4-1
4.4 Geometri Peledakan .................................................................................... 4-7
4.5 Perencanaan Kapasitas Peledakan ............................................................ 4-15
4.5.1 Power Faktor (PF).......................................................................... 4-15
4.5.2 Perhitungan Volume yang akan Diledakan..................................... 4-15
iv
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

4.5.3 Perhitungan Jumlah Bahan Peledak .............................................. 4-16


4.5.4 Perhitungan Power Factor ............................................................. 4-18

BAB 5 DESAIN POLA PENGEBORAN


5.1 Pola Pengeboran ........................................................................................ 5-1
5.2 Pola Pengeboran pada Areal Terbuka ........................................................ 5-1
5.3 Pola Pengeboran Bawah Tanah ................................................................. 5-2

BAB 6 PEMILIHAN PERALATAN PELEDAKAN


6.1 Peralatan Pengeboran................................................................................. 6-1
6.1.1 Umum ............................................................................................. 6-1
6.1.2 Pemilihan Bor ................................................................................. 6-1
6.2 Alat Pencampur Bahan Peledak .................................................................. 6-3
6.3 Alat Pengisi Lubang Ledak .......................................................................... 6-4
6.4 Alat Pengangkut Bahan Peledak ................................................................. 6-8
6.5 Alat Pengaman Peledakan .......................................................................... 6-9
6.6 Alat Pemantau Dampak Peledakan ............................................................. 6-9
6.7 Alat Penelitian Bahan Peledak dan Peledakan ........................................... 6-10
6.8 Alat Pemicu Peledakan ............................................................................. 6-11
6.8.1 Alat Pemicu Peledakan Listrik ........................................................ 6-11
6.8.2 Alat Pemicu Peledakan non Listrik ................................................. 6-13
6.9 Alat Bantu Peledakan Listrik ....................................................................... 6-14

BAB 7 PENGAMANAN LINGKUNGAN PELEDAKAN


7.1 Pengamanan Umum.................................................................................... 7-1
7.2 Persiapan Sebelum Peledakan ................................................................... 7-2
7.3 Pemeriksaan Setelah Peledakan ................................................................. 7-5

RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA

v
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

DESKRIPSI SINGKAT
PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja „Ahli Peledakan“ dibakukan
dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang didalamnya sudah
dirumuskan uraian jabatan, unit-unit kompetensi yang harus dikuasai, elemen
kompetensi lengkap dengan kriteria unjuk kerja (performance criteria) dan batasan-
batasan penilaian serta variabel-variabelnya.

2. Mengacu kepada SKKNI, disusun SLK (Standar Latihan Kerja) dimana uraian jabatan
dirumuskan sebagai Tujuan Umum Pelatihan dan unit-unit kompetensi dirumuskan
sebagai Tujuan Khusus Pelatihan, kemudian elemen kompetensi yang dilengkapi dengan
Kriteria Unjuk Kerja (KUK) dikaji dan dianalisis kompetensinya yaitu kebutuhan :
pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku kerja, selanjutnya dirangkum dan
dituangkan dalam suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan.

3. Untuk mendukung tercapainya tujuan pelatihan tersebut, berdasarkan rumusan


kurikulum dan silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusunlah seperangkat modul-modul
pelatihan seperti tercantum dalam „DAFTAR MODUL“ dibawah ini yang dipergunakan
sebagai bahan pembelajaran dalam pelatihan „Ahli Peledakan“.

DAFTAR MODUL

No. Kode Judul Modul

1. BLE – 01 Etos Kerja dan Etika Profesi

2. BLE – 02 Peraturan Perundang-Undangan Terkait Peledakan

3. BLE – 03 Manajerial Dalam Kegiatan Peledakan

4. BLE – 04 Karakteristik Material yang akan Diledakan

5. BLE – 05 Perencanaan Peledakan

6. BLE – 06 Pola Pengeboran

7. BLE – 07 Pola Peledakan

8. BLE – 08 Evaluasi Peledakan dan Pelaporan

vi
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

DAFTAR GAMBAR

No. No. Gambar Judul Gambar

1. 2-1 Pengujian sensitifitas bahan peledak dengan cara air gap

2. 2-2 Penurunan kecepatan detonasi ANFO akibat kandungan air

3. 2-3 Proses terbentuknya tekanan detonasi

4. 2-4 Butiran ammonium nitrat sebesar 2-3 mm

5. 2-5 Penampakan campuran butiran AN dan FO

6. 2-6 Hubungan % FO dan % RWS bahan peledak ANFO

7. 2-7 Bahan peledak emulsi berbentuk cartridge buatan Dybo Nobel

8. 2-8 Prinsip campuran emulsi dan ANFO untuk heavy ANFO

9. 2-9 Karekteristik tipe heavy ANFO

10. 3-1 Alat pemantau getaran dan suara peledakan

11. 3-2 Alat perekam kecepatan detonasi


Peledakan pojok dengan pola straggered dan sistem inisiasi
12. 4-1
echelon 900.
Peledakan pojok dengan pola straggered dan sistem inisiasi
13. 4-2
echelon 400.
14. 4-3 Peledakan pojok antar baris dengan pola bujur sangkar

15. 4-4 Peledakank pojok antar baris dengan pola stregged


Peledakan pola v-cut bujur sangkar dan waktu tunda close
16. 4-5
interval
Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola v-cut
17. 4-6
persegi panjang dan waktu tunda bebas
18. 4-7 Kelompok lubang pada pemuka kerja suatu terowongan

19. 4-8 Pola peledakan dengan burn cut pada suatu terowongan

20. 4-9 Pola peledakan dengan burn cut pada suatu terowongan

21. 4-10 Pola peledakan dengan drag cut pada suatu terowongan

22. 4-11 Terminologi dan simbol geometri peledakan

23. 4-12 Lubang ledak vertikal dan miring

24. 4-13 Tinggi jenjang minimum berdasarkan atuan lima (rule of five)

25. 4-14 Tipe-tipe sekunder inisiasi (dari ICI explosive)

vii
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

26. 4-15 Geometri peledakan hasil perhitungan

27. 5-1 Sketsa pola pengeboran pada areal terbuka

28. 5-2 Sketsa dasar center cut

29. 5-3 Sketsa dasar wedge cut

30. 5-4 Sketsa dasar drag cut

31. 5-5 Sketsa dasar burn cut

32. 5-6 Sketsa variasi burn cut

33. 6-1 Peralatan pengeboran

34. 6-2 Alat pencampur ANFO

35. 6-3 Alat bantu pengisian pnematik

36. 6-4 Mengisi lubang ledak di tambang terbuka

37. 6-5 MMU dan bagian-bagian penting

38. 6-6 Alat pemantau getaran dan suara peledakan

39. 6-7 Alat perekam kecepatan detonasi

40. 6-8 Beberapa jenis dan tipe pemicu ledak listrik

41. 6-9 Alat pemicu nonel buatan ICI explosives

42. 6-10 Alat pemicu nonel buatan nitro nobel

43. 6-11 Multimeter peledakan

44. 6-12 Rneostat dan fussion tester

45. 6-13 Detektor kilat

46. 7-1 Contoh bentuk sheller (pelindung peledak)

47. 7-2 Pengamanan lingkungan peledakan

48. 7-3 Kedua kawat utama masih dihubungkan

viii
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

PANDUAN PEMBELAJARAN

A. BATASAN
No. Item Batasan Uraian
Keterangan
1. Seri / Judul BLE – 05 = Perencanaan Peledakan

2. Deskripsi Materi ini dikembangkan untuk membekali


peserta pelatihan tentang „Perencanaan
Peledakan“ yang merupakan dasar mata
pelatihan „Inti Keahlian“ yang harus
dikuasai untuk dipraktekkan dalam
pelaksanaan tugas sebagai ahli
peledakan, sehingga tingkat
kompetensinya dapat diukur secara jelas
dan lugas yaitu : mampu dan mau
melakukan perencanaan peledakan
secara komprehensif dan selamat.
Selain modul BLE-05 : Perencanaan
Peledakan ini, masih ada modul-modul
lainnya yang merupakan unsur-unsur
dalam satu kesatuan paket pelatihan yang
juga harus dikuasai dan diterapkan dalam
pelaksanaan tugas.

3. Tempat kegiatan Didalam ruang kelas lengkap dengan


fasilitasnya
4. Waktu 4 jam pembelajaran (1 jp = 45 menit) atau
pembelajaran
sampai tercapainya minimal kompetensi
yang telah ditentukan khususnya untuk
domain kognitif (pengetahuan)

ix
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

B. PROSES PEMBELAJARAN

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah pembukaan :
• Menjelaskan/ pengantar • Mengikuti penjelasan pengantar
modul TIU, TIK dan pokok/ sub pokok
• Menjelaskan TIK dan bahasan
TIU, pokok/ sub pokok • Mengajukan pertanyaan, apabila
bahasan kurang jelas
OHT1
• Merangsang motivasi
dan minat peserta untuk
mengerti dan dapat
membandingkan
pengalamannya
• Waktu = 10 menit

2. Penjelasan Bab I
Pendahuluan
• Umum • Mengikuti penjelasan dan
OHT2
• Perencana peledakan terangsang untuk berdiskusi
Waktu = 10 menit • Mencatat hal-hal penting
• Mengajukan pertanyaan bila
perlu

3. Penjelasan Bab 2
Jenis dan daya ledak
bahan peledak
• Bahan peledak • Mengikuti penjelasan dan
• Jenis dan tipe bahan terangsang untuk berdiskusi
peledak • Mencatat hal-hal penting OHT3

• Terjadinya ledakan • Mengajukan pertanyaan bila


• Klasifikasi bahan peledak perlu
• Sifat fisik bahan peledak
• Karakteristik detonasi
• Waktu = 30 menit

x
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

4. Penjelasan
Bab 3 Merencanakan
Target Peledakan dan
Dampaknya
• Faktor berpengaruh • Mengikuti penjelasan dan
• Fragmentasi terangsang untuk berdiskusi OHT4

• Target volume peledakan • Mencatat hal-hal penting


• Alat pengaman • Mengajukan pertanyaan bila
• Alat pemantau perlu
• Alat penelitian
• Waktu = 20 menit

5. Penjelasan Bab 4 Desain


Pola Peledakan dan • Mengikuti penjelasan dan
Kapasitas Peledakan terangsang untuk berdiskusi
• Pola peledakan • Mencatat hal-hal penting
• Areal terbuka • Mengajukan pertanyaan bila OHT5
• Dibawah tanah perlu
• Geometrik peledakan
• Perencanaan kapasitas
peledakan
• Waktu = 30 menit

6. Penjelasan : Bab 5 Desain


Pola Pengeboran • Mengikuti penjelasan dan
• Pola Pengeboran terangsang untuk berdiskusi
• Pengeboran areal • Mencatat hal-hal penting
OHT6
terbuka • Mengajukan pertanyaan bila
• Pengeboran bawah perlu
tanah
• Waktu = 30 menit

7. Penjelasan :
Bab 6 Pemilihan • Mengikuti penjelasan dan

xi
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Peralatan terangsang untuk berdiskusi


• Peralatan • Mencatat hal-hal penting
OHT7
pengeboran • Mengajukan pertanyaan bila
• Alat pencampur perlu
• Alat pengisi lubang
ledak
• Alat pengangkut
• Alat pengaman
• Alat lainnya
• Waktu : 20 menit

8. Penjelasan : Bab 7
Pengamanan
Lingkungan Peledakan • Mengikuti penjelasan dan
• Pengamanan umum terangsang untuk berdiskusi OHT8
• Sebelum peledakan • Mencatat hal-hal penting
• Setelah peledakan • Mengajukan pertanyaan bila
• Waktu = 20 menit perlu

9. Rangkuman
• Merangkum Peserta diberikan kesempatan
penjelasan modul bertanya jawab/ diskusi
OHT9
• Berdiskusi
• Penutup
Waktu : 10 menit

xii
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

MATERI SERAHAN

xiii
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Umum
Perencanaan adalah proses yang secara sistematis mempersiapkan kegiatan guna
mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Kegiatan diartikan sebagai kegiatan yang
dilakukan dalam rangka pekerjaan peledakan, baik yang menjadi tanggung jawab
perencana, pelaksana maupun supervisi harus mempunyai konsep perencanaan yang
tepat untuk mencapai tujuan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing
pada posisinya dengan suatu organisasi.

Pada proses perencanaan perlu diketahui hal-hal sebagai berikut :


• Permasalahan yang terkait dengan tujuan dan sumber daya yang tersedia
• Cara mencapai tujuan dan sasaran dengan memperhatikan sumber daya yang
tersedia
• Penerjemahan rencana kedalam program-program kegiatan yang konkrit
• Penetapan jangka waktu yang dapat disediakan guna mencapai tujuan dan sasaran

Berbasis pemikiran tersebut diatas maka pihak yang melakukan perencanaan


merupakan pihak yang menyusun suatu program kegiatan yang siap dilakukan oleh
pihak pelaksana.
Pihak pelaksana juga akan melakukan perencanaan pelaksanaan berdasarkan hasil
rencana pihak perencana disamping itu pihak supervisi melakukan perencanaan
auditing atau pemeriksaan terhadap para pelaksana dengan pegangan hasil
perencanaan pihak perencana untuk mengetahui kepastian hasil pelaksana betul-ebtul
sesuai dengan rencana.
Bertitik dari proses tersebut maka ada yang berpendapat bahwa keberhasilan suatu
perencana yang matang dan mantap, boleh dikatakan separuh dari suatu pekerjaan/
bidang tugas sudah diselesaikan.

1.2 Perencanaan Peledakan


Pekerjaan peledakan merupakan salah satu pelaksanaan tugas yang mengandung
resiko sangat berat dan riskan terhadap kecelakaan. Sehubungan dengan itu
perencanaan peledakan harus dilakukan secara teliti dan akurat.

1 -1
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Kegiatan perencanaan peledakan perlu pendalaman terhadap komponen-komponen


utama antara lain :
1. Menguasai lokasi peledakan terutama material yang akan diledakan
2. Jenis dan daya ledak bahan peledak
3. Target peledakan dan dampak yang ditimbulkan
4. Desain peledakan termasuk kapasitas peledakan yang akan dihasilkan
5. Desain pengeboran termasuk teknik dan pola peledakan
6. Peralatan peledakan minimal yang harus diadakan termasuk pengaman lingkungan
7. Tidak boleh dilupakan dan dilengahkan yaitu peraturan perundang-undangan yang
harus dipatuhi secara ketat dan disiplin.

1 -2
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

BAB 2
JENIS DAN DAYA LEDAK BAHAN PELEDAK

2.1 Bahan Peledak


Bahan peledak yang dimaksudkan adalah bahan peledak kimia yang didefinisikan
sebagai suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran berbentuk padat, cair,
atau campurannya yang apabila diberi aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan
awal akan mengalami suatu reaksi kimia eksotermis sangat cepat dan hasil reaksinya
sebagian atau seluruhnya berbentuk gas disertai panas dan tekanan sangat tinggi yang
secara kimia lebih stabil.

Panas dari gas yang dihasilkan reaksi peledakan tersebut sekitar 4000 C. Adapun
tekanannya, menurut Langerfors dan Kihlstrom (1978), bisa mencapai lebih dari
100.000 atm setara dengan 101.500 kg/cm² atau 9.850 MPa ( 10.000 MPa).
Sedangkan energi per satuan waktu yang ditimbulkan sekitar 25.000 MW atau
5.950.000 kcal/s. Perlu difahami bahwa energi yang sedemikian besar itu bukan
merefleksikan jumlah energi yang memang tersimpan di dalam bahan peledak begitu
besar, namun kondisi ini terjadi akibat reaksi peledakan yang sangat cepat, yaitu
berkisar antara 2500 - 7500 meter per second (m/s). Oleh sebab itu kekuatan energi
tersebut hanya terjadi beberapa detik saja yang lambat laun berkurang seiring dengan
perkembangan keruntuhan medan atau material yang diledakan.

2.2 Jenis dan Tipe Bahan Peledak


2.2.1 Ammonium nitrat (AN)
Ammoniun nitrat (NH4NO3) merupakan bahan dasar yang berperan sebagai
penyuplai oksida pada bahan peledak. Berwarna putih seperti garam dengan
titik lebur sekitar 169,6C. Ammonium nitrat adalah zat penyokong proses
pembakaran yang sangat kuat, namun ia sendiri bukan zat yang mudah
terbakar dan bukan pula zat yang berperan sebagai bahan bakar sehingga
pada kondisi biasa tidak dapat dibakar. Sebagai penyuplai oksigen, maka
apabila suatu zat yang mudah terbakar dicampur dengan AN akan memperkuat
intensitas proses pembakaran dibanding dengan bila zat yang mudah terbakar
tadi dibakar pada kondisi udara normal. Udara normal atau atmosfir hanya
mengandung oksigen 21%, sedangkan AN mencapai 60%. Bahan lain yang

2-1
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

serupa dengan AN dan sering dipakai oleh tambang kecil adalah potassium
nitrat (KNO3).
Ammonium nitrat tidak digolongkan ke dalam bahan peledak. Namun bila
dicampur atau diselubungi oleh hanya beberapa persen saja zat-zat yang
mudah terbakar, misalnya bahan bakar minyak (solar, dsb), serbuk batubara,
atau serbuk gergaji, maka akan memiliki sifat-sifat bahan peledak dengan
sensitifitas rendah. Walaupun banyak tipe-tipe AN yang dapat digunakan
sebagai agen peledakan, misalnya pupuk urea, namun AN yang sangat baik
adalah yang berbentuk butiran dengan porositas tinggi, sehingga dapat
membentuk komposisi tipe ANFO. Sifat-sifat ammonium nitrat penting untuk
agen peledakan sebagai berikut:
➢ Densitas : butiran berpori 0,74 – 0,78 gr/cc
(untuk agen peledakan) butiran tak berpori 0,93 gr/cc (untuk pupuk urea)
➢ Porositas : mikroporositas 15%
makro plus mikroporositas 54%
butiran tak berpori mempunyai porositas 0 – 2%
➢ Ukuran partikel : ukuran yang baik untuk agen
peledakan antara 1 – 2 mm
➢ Tingkat kelarutan terhadap air : bervariasi tergantung temperatur,
yaitu:
5 C tingkat kelarutan 57,5% (berat); 30 C tingkat kelarutan 70% (berat)
10 C tingkat kelarutan 60% (berat); 40 C tingkat kelarutan 74% (berat)
20 C tingkat kelarutan 65,4% (berat)

Gb. 2.1. Butiran ammonium nitrat berukuran sebenarnya 2 – 3 mm

2-2
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

2.2.2 ANFO
ANFO adalah singkatan dari ammoniun nitrat (AN) sebagai zat pengoksida dan
fuel oil (FO) sebagai bahan bakar. Setiap bahan bakar berunsur karbon, baik
berbentuk serbuk maupun cair, dapat digunakan sebagai pencampur dengan
segala keuntungan dan kerugiannya. Pada tahun 1950-an di Amerika masih
menggunakan serbuk batubara sebagai bahan bakar dan sekarang sudah
diganti dengan bahan bakar minyak, khususnya solar.

Bila menggunakan serbuk batubara sebagai bahan bakar, maka diperlukan


preparasi terlebih dahulu agar diperoleh serbuk batubara dengan ukuran
seragam. Beberapa kelemahan menggunakan serbuk batubara sebagai bahan
bakar, yaitu:
➢ preparasi membuat bahan peledak ANFO menjadi mahal,
➢ tingkat homogenitas campuran antara serbuk batubara dengan AN sulit
dicapai,
➢ sensitifitas kurang, dan
➢ debu serbuk batubara berbahaya terhadap pernafasan pada saat dilakukan
pencampuran.

Menggunakan bahan bakar minyak selain solar atau minyak disel, misalnya
minyak tanah atau bensin dapat juga dilakukan, namun beberapa kelemahan
harus dipertimbangkan, yaitu:
➢ Akan menambah derajat sensitifitas, tapi tidak memberikan penambanhan
kekuatan (strength) yang berarti,
➢ Mempunyai titik bakar rendah, sehingga akan menimbulkan resiko yang
sangat berbahaya ketika dilakukan pencampuran dengan AN atau pada
saat operasi pengisian ke dalam lubang ledak. Bila akan digunakan bahan
bakar minyak sebagai FO pada ANFO harus mempunyai titik bakar lebih
besar dari 61 C.

Penggunaan solar sebagai bahan bakar lebih menguntungkan dibanding jenis


FO yang karena beberapa alasan, yaitu:
➢ Harganya relatif murah,
➢ Pencampuran dengan AN lebih mudah untuk mencapai derajat
homogenitas,

2-3
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

➢ Karena solar mempunyai viskositas relatif lebih besar dibanding FO cair


lainnya, maka solar tidak menyerap ke dalam butiran AN tetapi hanya
menyelimuti bagian permukaan butiran AN saja.
➢ Karena viskositas itu pula menjadikan ANFO bertambah densitasnya.

Untuk menyakinkan bahwa campuran antara An dan FO sudah benar-benar


homogen dapat ditambah zat pewarna, biasanya oker. Gambar 3.3
memperlihat-kan butiran AN yang tercampur dengan FO secara merata
(homogen) dan tidak merata.

Non-absorbent dense prill Absorbent porous prill


Distribusi FO tdk merata, shg FO diserap merata dengan
oxygen balance buruk perbandingan yang proporsional

Gb. 2.2. Penampakan campuran butiran AN dan FO


Komposisi bahan bakar yang tepat, yaitu 5,7% atau 6%, dapat
memaksimumkan kekuatan bahan peledak dan meminimumkan fumes. Artinya
pada komposisi ANFO yang tepat dengan AN = 94,3% dan FO = 5,7% akan
diperoleh zero oxygen balance. Kelebihan FO disebut dengan overfuelled akan
menghasilkan reaksi peledakan dengan konsentrasi CO berlebih, sedangkan
bila kekurangan FO atau underfuelled akan menambah jumlah NO2. Gambar
3.4 grafik yang memperlihat-kan hubungan antara persentase FO dan RWS
dari ANFO.

2-4
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Oxygen Balance
3800 joules of heat / gr expl.
100

90

80

ENERGI PER KG (RWS), %


70

60

50

40 deficient FO -
excess Oxygen
30
excess FO -
20
deficient Oxygen
10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

FUEL OIL, % (berat)


Gb. 2.3. Hubungan % FO dan %RWS bahan peledak ANFO

Perbandingan ANFO sebesar 94,3% : 5,7% adalah perbandingan berdasarkan


berat. Agar diperoleh perbandingan berat komposisi yang tepat antara FO
dengan AN, dapat digunakan Tabel 3.1 yang menggunakan solar berdensitas
0,80 gr/cc sebagai bahan bakar. Dengan memvariasikan kebutuhan akan
ANFO, akan diperoleh berapa liter solar yang diperlukan untuk dicampur
dengan sejumlah AN.
Tabel 2.3. Jumlah kebutuhan FO untuk memperoleh ANFO
BAHAN BAKAR (FO)
ANFO,kg AN, kg
kg liter

10 0.57 0.71 9.43


20 1.14 1.43 18.86
30 1.71 2.14 28.29
40 2.28 2.85 37.72
50 2.85 3.56 47.15
70 3.99 4.99 66.01
80 4.56 5.70 75.44
100 5.70 7.13 94.30
200 11.40 14.25 188.60
300 17.10 21.38 282.90
400 22.80 28.50 377.20
500 28.50 35.63 471.50
1000 57.00 71.25 943.00

2-5
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

ANFO yang diproduksi oleh beberapa produsen bahan peledak pada umumnya
mempunyai sifat yang sama seperti terlihat pada Tabel 3.2.

Tabel 2.4. Karakteristik ANFO dari beberapa produsen


NITRO PT. ICI Australia
PROPERTIES
NOBEL DAHANA (ORICA)
Density, gr/cc
- Poured : 0,80 - 0,85 -- --
- Blow loaded : 0,85 - 0,95 -- --
- Bulk : -- 0,80 - 0,84 0,80 - 1,10
Energy, MJ/kg : 3,7 -- --
RWS, % : 100 1001) 100 - 113
RBS, % : 100 - 156
- Poured : 100 -- --
- Blow loaded : 116 -- --
3000 -
VoD, m/s : -- 33002) 41003)
Min.hole diameter,
mm : 38.1 25
- Poured : 75 -- --
- Blow loaded : 25 -- --
Water resistance : nil poor poor
Storage life, month : 6 6 6
Trade mark : ANFO prilled Danfo Nitropril
1)
RWS to Blasting Gelatin = 55%
2)
In 25" diameter confined borehole
3)
In 200mm diameter confined borehole

2.2.3 Slurries (watergels)


Istilah slurries dan watergel adalah sama artinya, yaitu campuran oksidator,
bahan bakar, dan pemeka (sensitizer) di dalam media air yang dikentalkan
memakai gums, semacam perekat, sehingga campuran tersebut berbentuk jeli
atau slurries yang mempunyai ketahanan terhadap air sempurna. Sebagai
oksidator bisa dipakai sodium nitrat atau ammonium nitrat, bahan bakarnya
adalah solar atau minyak diesel, dan pemekanya bisa berupa bahan peledak
atau bukan bahan peledak yang diaduk dalam 15% media air.

2-6
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Agen peledakan slurry yang mengandung bahan pemeka yang bukan jenis
bahan peledak, misalnya solar, sulfur, atau alumunium, tidak peka terhadap
detonator (non-cap sensitive). Sedangkan slurry yang mengandung bahan
pemeka dari jenis bahan peledak, seperti TNT, maka akan peka terhadap
terhadap detonator (cap sensitive). Oleh sebab itu jenis slurry yang disebutkan
terakhir bukanlah merupakan agen peledakan, tetapi benar-benar sebagai
bahan peledak slurry (slurry explosive) dan peka terhadap detonator. Slurry
pada umumnya dikenal karena bahan bakar pemekanya, seperti aluminized
slurry, TNT slurry, atau smokeless powder slurry.
Tabel 2.5. Contoh jenis bahan peledak watergel
Du Pont Watergels

Diameter, Densitas VoD, Peka Ketahanan


Jenis produk
mm , gr/cc m/s detonator thd air
TOVEX 90 25 - 38 0,90 4300 YA Baik
TOVEX 100 25 - 45 1,10 4500 YA Sangat baik
TOVEX 300 25 - 38 1,02 3400 YA Baik
TOVEX 500 45 - 100 1,23 4300 TIDAK Sangat baik
TOVEX 650 45 - 100 1,35 4500 TIDAK Sangat baik
TOVEX 700 45 - 100 1,20 4800 YA Sangat baik
TOVEX P 25 - 100 1,10 4800 YA Sangat baik
TOVEX S 57 - 64 1,38 4800 YA Sangat baik
POURVEX EXTRA 89 dicurah 1,33 4900 TIDAK Sangat baik
DRIVEX 38 dipompa 1,25 5300 TIDAK Sangat baik
ICI Explosive
POWERGEL 1531 90 1,20 4500 YA Sangat baik
AQUAPOUR 1083 90 1,26 4500 YA Sangat baik
MOLANITE 95BP 90 1,17 3600 YA Sangat baik

2.2.4 Bahan peledak berbasis emulsi (emulsion based explosives)


Bahan peledak emulsi terbuat dari campuran antara fase larutan oksidator
berbutir sangat halus sekitar 0,001 mm (disebut droplets) dengan lapisan tipis
matrik minyak hidrokarbonat. Perbedaan ukuran butir oksidator bahan peledak
dapat dilihat pada Tabel 3.4. Emulsi ini disebut tipe “air-dalam-minyak” (water-
in-oil emulsion). Emulsifier ditambahkan untuk mempertahankan fase emulsi.
Dengan memperhatikan butiran oksidator yang sangat halus dapat difahami
bahwa untuk membuat emulsi ini cukup sulit, karena untuk mencapai oxygen
balance diperlukan 6% berat minyak di dalam emulsi harus menyelimuti 94%

2-7
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

berat butiran droplets. Gambar 3.5 memperlihatkan bentuk struktur emulsi


dengan pembesaran 1250 x, 10.000 x dan 50.000 x.
Tabel 2.6. Perbedaan ukuran butir oksidator bahan peledak
(Bamfield and Morrey, 1984)

Bahan peledak Ukuran, mm Bentuk VoD, m/s

ANFO 2,000 Semua padat 3200


Dinamit 0,200 Semua padat 4000
Slurry 0,200 Padat / liquid 3300
Emulsi 0,001 Liquid 5000 – 6000

Karena butiran oksidator terlalu halus, maka diperlukan peningkatan kepekaan


bahan peledak emulsi dengan menambahkan zat pemeka (sensitizer), misalnya
agen gassing kimia agar terbentuk gelembung udara untuk menimbulkan
fenomena hot spot. Zat pemeka lainnya adalah glass microballons dan kadang-
kadang ditambah pula dengan aluminium untuk meningkatkan kekuatan.
Gambar 3.6 memperlihatkan pola urutan produksi emulsi, baik diproduksi dalam
bentuk kemasan maupun dicurah langsung ke lubang ledak. Bahan peledak
emulsi banyak diproduksi dengan nama yang berbeda beda. Konsistensi sifat
bahan peledak tergantung pada karakteristik ketahanan fase emulsi dan efek
emulsi tersebut terhadap adanya perbahan viskositas yang merupakan fungsi
daripada waktu penimbunan.

Saat ini pemakaian bahan peledak emulsi cukup luas diberbagai penambangan
bahan galian, baik pemakaian dalam bentuk kemasan cartridge maupun
langsung menggunakan truck Mobile Mixer Unit (MMU) ke lubang ledak. Tabel
3.5 adalah contoh bahan peledak berbasis emulsi dari beberapa produsen
bahan peledak termasuk merk dagang dan sifat-sifatnya, sedang Gambar 3.7
contoh bahan peledak berbasis emulsi berbentuk cartridge dari Dyno Nobel dan
Dahana.
Tabel 2.7. Jenis bahan peledak berbasis emulsi
Produsen
Sifat-sifat
PT.Dahana Dyno Nobel ICI Explosives Sasol Smx
Merk dagang Dayagel Magnum Emulite Seri Powergel Seri Emex
Densitas, gr/cc 1,25 1,18 - 1,25 1,16 -1,32 1,12 -1,24
Berat/karton, kg 20 25 20 --
RWS, % 119 111 98 - 118 74 - 186

2-8
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

RBS, % 183 162 140 - 179 97 - 183


VoD, m/s 4600 - 5600 5000 - 5800 4600 - 5600 4600 - 5600
Diameter, mm 25 - 65 25 -80 25 - 65 25 - 65
Ketahanan thd air Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik
Waktu penyimpanan, thn 1 1 1 1

Gb. 2.4. Bahan peledak emulsi berbentuk cartridge buatan Dyno Nobel

2.2.5 Bahan Peledak Heavy ANFO


Bahan peledak heavy ANFO adalah campuran daripada emulsi dengan ANFO
dengan perbandingan yang bervariasi (lihat Gambar 3.8 dan 3.9). Keuntungan
dari campuran ini sangat tergantung pada perbandingannya, walaupun sifat
atau karakter bawaan dari emulsi dan ANFO tetap mempengaruhinya.
Keuntungan penting dari pencampuran ini adalah:
 Energi bertambah,
 Sensitifitas lebih baik,
 Sangat tahan terhadap air,
 Memberikan kemungkinan variasi energi disepanjang lubang ledak.

Cara pembuatan heavy ANFO cukup sederhana karena matriks emulsi dapat
dibuat di pabrik emulsi kemudian disimpan di dalam tangki penimbunan emulsi.
Dari tangki tersebut emulsi dipompakan ke bak truck Mobile
Mixer/Manufacturing Unit (MMU) yang biasanya memiliki tiga kompartemen.
Emulsi dipompakan ke salah satu kompartemen bak, sementara pada dua
kompartemen bak yang lainnya disimpan ammonium nitrat dan solar. kemudian

2-9
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

MMU meluncur ke lokasi yang akan diledakkan. Tabel 3.6 beberapa merk
dagang dan karakteristik heavy ANFO.

RUANG BUTIRAN
UDARA ANFO

CAMPURAN
RUANG UDARA EMULSI / ANFO
TERISI OLEH
EMULSI

Gb. 2.5. Prinsip campuran emulsi dan ANFO untuk membuat heavy ANFO

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

% ANFO
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

% EMULSI

0,80 1,10 1,24 1,33 1,35 1,28 1,29 1,30

DENSITAS, gr/cc

Tidak Sedang Sangat baik

KETAHANAN THD. AIR

4700 6000

VoD TEORITIS, m/s


Sulit Dapat dipompa
Tidak dapat dipompa dipompa dengan mudah

KEMAMPU-POMPAAN
Tidak dapat diulir
Dapat diulir (auger) dengan mudah ke arah atas

KEMAMPU-ULIRAN

Gb. 2.6. Karakteristik tipe heavy ANFO dengan variasi emulsi dan ANFO (Du Pont, 1986)

2-10
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Tabel 2.8. Jenis bahan peledak berbasis emulsi


Produsen
Sifat-sifat
Dyno Nobel ICI Explosives
Merk dagang Seri Emulan Seri Titan Seri Energan
Densitas, gr/cc 1,20 – 1,26 0,85 – 1,30 0,80 – 1,35
Kandungan emulsi, % 40 – 80 10 – 40 40
RWS, % 78 – 91 78 – 91 100 – 108
RBS, % 123 – 137 123 – 137 100 – 183
VoD, m/s 4800 – 5800 4800 - 5800 4000 – 5600
Diameter, mm 75 – 125 127 – 152 50 – 180
Buruk -
Ketahanan thd air Sangat baik Sangat baik
Sangat baik

Agen peledakan tidak seluruhnya peka primer, tetapi sebagian besar bahan peledak
kemasan berbasis emulsi peka detonator. Demikian pula dengan watergel yang bahan
pemekanya dari jenis bahan peledak, yaituTNT (lihat Tabel 3.3)

2.3 Terjadinya Ledakan


Peledakan akan memberikan hasil yang berbeda dari yang diharapkan karena
tergantung pada kondisi eksternal saat pekerjaan tersebut dilakukan yang
mempengaruhi kualitas bahan kimia pembentuk bahan peledak tersebut. Panas
merupakan awal terjadinya proses dekomposisi bahan kimia pembentuk bahan
peledak yang menimbulkan pembakaran, dilanjutkan dengan deflragrasi dan terakhir
detonasi. Proses dekomposisi bahan peledak diuraikan sebagai berikut:

a) Pembakaran adalah reaksi permukaan yang eksotermis dan dijaga


keberlangsungannya oleh panas yang dihasilkan dari reaksi itu sendiri dan
produknya berupa pelepasan gas-gas. Reaksi pembakaran memerlukan unsur
oksigen (O2) baik yang terdapat di alam bebas maupun dari ikatan molekuler bahan
atau material yang terbakar. Untuk menghentikan kebakaran cukup dengan
mengisolasi material yang terbakar dari oksigen. Contoh reaksi minyak disel (diesel
oil) yang terbakar sebagai berikut:
CH3(CH2)10CH3 + 18½ O2  12 CO2 + 13 H2O

b) Deflagrasi adalah proses kimia eksotermis di mana transmisi dari reaksi


dekomposisi didasarkan pada konduktivitas termal (panas). Deflagrasi merupakan
fenomena reaksi permukaan yang reaksinya meningkat menjadi ledakan dan
menimbulkan gelombang kejut (shock wave) dengan kecepatan rambat rendah,
2-11
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

yaitu antara 300 – 1000 m/s atau lebih rendah dari kecep suara (subsonic).
Contohnya pada reaksi peledakan low explosive (black powder) sebagai berikut:
❖ Potassium nitrat + charcoal + sulfur
20NaNO3 + 30C + 10S  6Na2CO3 + Na2SO4 + 3Na2S +14CO2 + 10CO +
10N2
❖ Sodium nitrat + charcoal + sulfur
20KNO3 + 30C + 10S  6K2CO3 + K2SO4 + 3K2S +14CO2 +10CO + 10N2

c) Ledakan, menurut Berthelot, adalah ekspansi seketika yang cepat dari gas menjadi
bervolume lebih besar dari sebelumnya diiringi suara keras dan efek mekanis yang
merusak. Dari definisi tersebut dapat tersirat bahwa ledakan tidak melibatkan reaksi
kimia, tapi kemunculannya disebabkan oleh transfer energi ke gerakan massa yang
menimbulkan efek mekanis merusak disertai panas dan bunyi yang keras. Contoh
ledakan antara lain balon karet ditiup terus akhirnya meledak, tangki BBM terkena
panas terus menerus bisa meledak, dan lain-lain.

d) Detonasi adalah proses kimia-fisika yang mempunyai kecepatan reaksi sangat


tinggi, sehingga menghasilkan gas dan temperature sangat besar yang semuanya
membangun ekspansi gaya yang sangat besar pula. Kecepatan reaksi yang sangat
tinggi tersebut menyebarkan tekanan panas ke seluruh zona peledakan dalam
bentuk gelombang tekan kejut (shock compression wave) dan proses ini
berlangsung terus menerus untuk membebaskan energi hingga berakhir dengan
ekspansi hasil reaksinya. Kecepatan rambat reaksi pada proses detonasi ini
berkisar antara 3000 – 7500 m/s. Contoh kecepatan reaksi ANFO sekitar 4500 m/s.
Sementara itu shock compression wave mempunyai daya dorong sangat tinggi dan
mampu merobek retakan yang sudah ada sebelumnya menjadi retakan yang lebih
besar. Disamping itu shock wave dapat menimbulkan symphatetic detonation, oleh
sebab itu peranannya sangat penting di dalam menentukan jarak aman (safety
distance) antar lubang. Contoh proses detonasi terjadi pada jenis bahan peledakan
antara lain:
❖ TNT : C7H5N3O6  1,75 CO2 + 2,5 H2O + 1,5 N2 + 5,25 C
❖ ANFO : 3 NH4NO3 + CH2  CO2 + 7 H2O + 3 N2
❖ NG : C3H5N3O9  3 CO2 + 2,5 H2O + 1,5 N2 + 0,25 O2
❖ NG + AN : 2 C3H5N3O9 + NH4NO3  6 CO2 + 7 H2O + 4 N4 + O2

2-12
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Dengan mengenal reaksi kimia pada peledakan diharapkan peserta akan lebih hati-hati
dalam menangani bahan peledak kimia dan mengetahui nama-nama gas hasil
peledakan dan bahayanya.

2.4 Klasifikasi Bahan Peledak


2.4.1 Umum
Bahan peledak diklasifikasikan berdasarkan sumber energinya menjadi bahan
peledak mekanik, kimia dan nuklir seperti terlihat pada Gambar 1.1 (J.J. Manon,
1978). Karena pemakaian bahan peledak dari sumber kimia lebih luas
dibanding dari sumber energi lainnya, maka pengklasifikasian bahan peledak
kimia lebih intensif diperkenalkan. Pertimbangan pemakaiannya antara lain,
harga relatif murah, penanganan teknis lebih mudah, lebih banyak variasi waktu
tunda (delay time) dan dibanding nuklir tingkat bahayanya lebih rendah. Oleh
sebab itu modul ini hanya akan memaparkan bahan peledak kimia.

BAHAN PELEDAK

MEKANIK KIMIA NUKLIR

BAHAN PELEDAK KUAT BAHAN PELEDAK LEMAH


(HIGH EXPLOSIVE) (LOW EXPLOSIVE)

PRIMER SEKUNDER PERMISSIBLE NON-PERMISSIBLE

Grafik 2.7. Klasifikasi bahan peledak menurut J.J. Manon (1978)

Bahan peledak permissible dalam klasifikasi di atas perlu dikoreksi karena tidak
semua merupakan bahan peledak lemah. Bahan peledak permissible
digunakan khusus untuk memberaikan batubara ditambang batubara bawah
tanah dan jenisnya adalah blasting agent yang tergolong bahan peledak kuat,
sehingga pengkasifikasian akan menjadi seperti dalam Gambar 1.2.
Sampai saat ini terdapat berbagai cara pengklasifikasian bahan peledak kimia,
namun pada umumnya kecepatan reaksi merupakan dasar pengklasifikasian
tersebut. Contohnya antara lain sebagai berikut:
1. Menurut R.L. Ash (1962), bahan peledak kimia dibagi menjadi:

2-13
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

a. Bahan peledak kuat (high explosive) bila memiliki sifat detonasi atau
meledak dengan kecepatan reaksi antara 5.000 – 24.000 fps (1.650 –
8.000 m/s)
b. Bahan peledak lemah (low explosive) bila memiliki sifat deflagrasi atau
terbakar kecepatan reaksi kurang dari 5.000 fps (1.650 m/s).

BAHAN PELEDAK

MEKANIK KIMIA NUKLIR

BAHAN PELEDAK KUAT BAHAN PELEDAK LEMAH


(HIGH EXPLOSIVE) (LOW EXPLOSIVE)

ASLI SECARA BLASTING NON-PERMISSIBLE


MOLEKULER AGENT

Grafik. 2.2. Klasifikasi bahan peledak


2. Menurut Anon (1977), bahan peledak kimia dibagi menjadi 3 jenis seperti
terlihat pada Tabel 1.1.
Tabel 2.1. Klasifikasi bahan peledak menurut Anon (1977)
JENIS REAKSI CONTOH
Bahan peledak lemah (low explosive) Deflagrate (terbakar) black powder
Bahan peledak kuat (high explosive) Detonate (meledak) NG, TNT, PETN
Blasting agent Detonate (meledak) ANFO, slurry, emulsi

2.4.2 Klasifikasi Bahan Peledak Industri


Bahan peledak industri adalah bahan peledak yang dirancang dan dibuat
khusus untuk keperluan industri, misalnya industri konstruksi pertambangan,
sipil, dan industri lainnya, di luar keperluan militer. Sifat dan karakteristik bahan
peledak (yang akan diuraikan pada pembelajaran 2) tetap melekat pada jenis
bahan peledak industri. Dengan perkataan sifat dan karakter bahan peledak
industri tidak jauh berbeda dengan bahan peledak militer, bahkan saat ini bahan
peledak industri lebih banyak terbuat dari bahan peledak yang tergolong ke
dalam bahan peledak berkekuatan tinggi (high explosives).

Klasifikasi bahan peledak menurut Mike Smith (1988) seperti terlihat pada
Gambar 1.3 dapat dijadikan contoh pengklasifikasian bahan peledak untuk
industri.

2-14
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

BAHAN PELEDAK

BAHAN AGEN BAHAN PELEDAK PENGGANTI


PELEDAK KUAT PELEDAKAN KHUSUS BAHAN PELEDAK

TNT ANFO Seismik Compressed


Dinamit air / gas
Slurries Trimming
Gelatine Expansion
Emulsi Permissible
agents
Hybrid ANFO Shaped charges
Slurry mixtures Mechanical
Binary methods
LOX Water jets
Liquid Jet piercing

Grafik 2.3. Klasifikasi bahan peledak menurut Mike Smith (1988)

2.5 Sifat Fisik Bahan Peledak


Sifat fisik bahan peledak merupakan suatu kenampakan nyata dari sifat bahan peledak
ketika menghadapi perubahan kondisi lingkungan sekitarnya. Kenampakan nyata inilah
yang harus diamati dan diketahui tanda-tandanya oleh seorang juru ledak untuk
menjastifikasi suatu bahan peledak yang rusak, rusak tapi masih bisa dipakai, dan tidak
rusak. Kualitas bahan peledak umumnya akan menurun seiring dengan derajat
kerusakannya, artinya pada suatu bahan peledak yang rusak energi yang dihasilkan
akan berkurang.
2.5.1 Densitas
Densitas secara umum adalah angka yang menyatakan perbandingan berat per
volume. Pernyataan densitas pada bahan peledak dapat mengekspresikan
beberapa pengertian yaitu:
(1) Densitas bahan peledak adalah berat bahan peledak per unit volume
dinyatakan dalam satuan gr/cc.
(2) Densitas pengisian (loading density) adalah berat bahan peledak per meter
kolom lubang tembak (kg/m)
(3) Cartridge count atau stick count adalah jumlah cartridge (bahan peledak
berbentuk pasta yang sudah dikemas) dengan ukuran 1¼” x 8” di dalam
kotak seberat 50 lb atau 140 dibagi berat jenis bahan peledak.

2-15
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Densitas bahan peledak berkisar antara 0,6 – 1,7 gr/cc, sebagai contoh
densitas ANFO antara 0,8 – 0,85 gr/cc. Biasanya bahan peledak yang
mempunyai densitas tinggi akan menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan
yang tinggi. Bila diharapkan fragmentasi hasil peledakan berukuran kecil-kecil
diperlukan bahan peledak dengan densitas tinggi; bila sebaliknya digunakan
bahan peledak dengan densitas rendah. Demikian pula, bila batuan yang akan
diledakkan berbentuk massif atau keras, maka digunakan bahan peledak yang
mempunyai densitas tinggi; sebaliknya pada batuan berstruktur atau lunak
dapat digunakan bahan peledak dengan densitas rendah.
Densitas pengisian ditentukan dengan cara perhitungan volume silinder, karena
lubang ledak berbentuk silinder yang tingginya sesuai dengan kedalaman
lubang. Contoh perhitungan sebagai berikut:
➢ Digunakan diameter lubang ledak 4 inci = 102 mm
2
 0,102 
➢ Diambil tinggi lubang (t) 1 m, maka volumenya =  r² t =    1
 2 
= 0,00817 m³/m = 8.170 cm³/m
➢ Bila digunakan ANFO dengan densitas 0,80 gr/cc, maka volume ANFO per
0,80 gr
meter ketinggian lubang = x 8.170 cc/m = 6.536 gr/m = 6,53 kg/m
cc

Setelah diketahui muatan bahan peledak per meter lubang ledak, maka jumlah
muatan bahan peledak di dalam lubang ledak adalah perkalian tinggi total
lubang yang terisi bahan peledak dengan densitas pengisian tersebut. Misalnya
untuk tinggi lubang yang harus diisi bahan peledak 9 m dan densitas pengisian
6,53 kg/m, maka muatan bahan peledak di dalam lubang tersebut adalah 9 m x
6,53 kg/m = 58,77 kg/lubang.

Perhitungan di atas membutuhkan waktu dan tidak praktis bila diterapkan di


lapangan. Untuk itu dibuat tabel yang menunjukkan densitas pengisian dengan
variasi diameter lubang ledak dan densitas bahan peledak seperti terlihat pada
Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Densitas pengisian untuk berbagai diameter lubang ledak dan
densitas bahan peledak dalam kg/m

2-16
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Diameter
lubang Densitas bahan peledak, gr/cc
ledak
mm inci 0.70 0.80 0.85 0.90 1.00 1.15 1.20 1.25 1.30
76 3.00 3.18 3.63 3.86 4.08 4.54 5.22 5.44 5.67 5.90
89 3.50 4.35 4.98 5.29 5.60 6.22 7.15 7.47 7.78 8.09
102 4.00 5.72 6.54 6.95 7.35 8.17 9.40 9.81 10.21 10.62
108 4.25 6.41 7.33 7.79 8.24 9.16 10.54 10.99 11.45 11.91
114 4.50 7.14 8.17 8.68 9.19 10.21 11.74 12.25 12.76 13.27
121 4.75 8.05 9.20 9.77 10.35 11.50 13.22 13.80 14.37 14.95
127 5.00 8.87 10.13 10.77 11.40 12.67 14.57 15.20 15.83 16.47
130 5.13 9.29 10.62 11.28 11.95 13.27 15.26 15.93 16.59 17.26
140 5.50 10.78 12.32 13.08 13.85 15.39 17.70 18.47 19.24 20.01
152 6.00 12.70 14.52 15.42 16.33 18.15 20.87 21.78 22.68 23.59
159 6.25 13.90 15.88 16.88 17.87 19.86 22.83 23.83 24.82 25.81
165 6.50 14.97 17.11 18.18 19.24 21.38 24.59 25.66 26.73 27.80
178 7.00 17.42 19.91 21.15 22.40 24.88 28.62 29.86 31.11 32.35
187 7.38 19.23 21.97 23.34 24.72 27.46 31.58 32.96 34.33 35.70
203 8.00 22.66 25.89 27.51 29.13 32.37 37.22 38.84 40.46 42.08
210 8.25 24.25 27.71 29.44 31.17 34.64 39.83 41.56 43.30 45.03
229 9.00 28.83 32.95 35.01 37.07 41.19 47.37 49.42 51.48 53.54
251 9.88 34.64 39.58 42.06 44.53 49.48 56.90 59.38 61.85 64.33
270 10.63 40.08 45.80 48.67 51.53 57.26 65.84 68.71 71.57 74.43
279 11.00 42.80 48.91 51.97 55.02 61.14 70.31 73.36 76.42 79.48
286 11.25 44.97 51.39 54.61 57.82 64.24 73.88 77.09 80.30 83.52
311 12.25 53.18 60.77 64.57 68.37 75.96 87.36 91.16 94.96 98.75
349 13.75 66.96 76.53 81.31 86.10 95.66 110.01 114.79 119.58 124.36
381 15.00 79.81 91.21 96.91 102.61 114.01 131.11 136.81 142.51 148.21
432 17.00 102.60 117.26 124.59 131.92 146.57 168.56 175.89 183.22 190.55

2.5.2 Sensitifitas
Sensitifitas adalah sifat yang menunjukkan tingkat kemudahan inisiasi bahan
peledak atau ukuran minimal booster yang diperlukan. Sifat sensitif bahan
peledak bervariasi tergantung pada kompisisi kimia bahan peledak, diameter,
temperature, dan tekanan ambient. Untuk menguji sensitifitas bahan peledak
dapat digunakan cara yang sederhana yang disebut air gap test, sebagai
berikut:

2-17
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

(1) Siapkan 2 buah bahan peledak berbentuk cartridge berdiameter sama,


misalnya “D”
(2) Dekatkan kedua bahan peledak tersebut hingga berjarak 1,1 D, kemudian
gabungkan keduanya menggunakan selongsong terbuat dari karton (lihat
Gambar 2.1).
(3) Pasang detonator No. 8 atau detonating cord 10 gr/m pada salah satu
bahan peledak (disebut donor), kemudian ledakkan.
(4) Apabila bahan peledak yang satunya lagi (disebut aseptor) turut meledak,
maka dikatakan bahwa bahan peledak tersebut sensitif; sebaliknya, bila
tidak meledak berarti bahan peledak tersebut tidak sensitif.

KARTON DETONATOR

D AIR GAP

BAHAN PELEDAK 1,1D BAHAN PELEDAK


ASEPTOR DONOR

Gb. 2.8. Pengujian sensitifitas bahan peledak dengan cara air gap
Bahan peledak ANFO tidak sensitif terhadap detonator No. 8 dan untuk
meledak-kannya diperlukan primer (yaitu booster yang sudah dilengkapi
detonator No. 8 atau detonating cord 10 gr/m) di dalam lubang ledak. Oleh
sebab itu ANFO disebut bahan peledak peka (sensitif) terhadap primer atau
“peka primer”.

2.5.3 Ketahanan terhadap Air (water resistance)


Ketahanan bahan peledak terhadap air adalah ukuran kemampuan suatu bahan
peledak untuk melawan air disekitarnya tanpa kehilangan sensitifitas atau
efisiensi. Apabila suatu bahan peledak larut dalam air dalam waktu yang
pendek (mudah larut), berarti bahan peledak tersebut dikatagorikan mempunyai
ketahanan terhadap air yang “buruk” atau poor, sebaliknya bila tidak larut dalam
air disebut “sangat baik” atau excellent. Contoh bahan peledak yang
mempunyai ketahanan terhadap air “buruk” adalah ANFO, sedangkan untuk
bahan peledak jenis emulsi, watergel atau slurries dan bahan peledak
berbentuk cartridge “sangat baik” daya tahannya terhadap air. Apabila di dalam
2-18
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

lubang ledak terdapat air dan akan digunakan ANFO sebagai bahan
peledaknya, umumnya digunakan selubung plastik khusus untuk membungkus
ANFO tersebut sebelum dimasukkan ke dalam lubang ledak.

2.5.4 Kestabilan kimia (chemical stability)


Kestabilan kimia bahan peledak maksudnya adalah kemampuan untuk tidak
berubah secara kimia dan tetap mempertahankan sensitifitas selama dalam
penyimpanan di dalam gudang dengan kondisi tertentu. Bahan peledak yang
tidak stabil, misalnya bahan peledak berbasis nitrogliserin atau NG-based
explosives, mempunyai kemampuan stabilitas lebih pendek dan cepat rusak.
Faktor-faktor yang mempercepat ketidak-stabilan kimiawi antara lain panas,
dingin, kelembaban, kualitas bahan baku, kontaminasi, pengepakan, dan
fasilitas gudang bahan peledak. Tanda-tanda kerusakan bahan peledak dapat
berupa kenampakan kristalisasi, penambahan viskositas, dan penambahan
densitas. Gudang bahan peledak bawah tanah akan mengurangi efek
perubahan temperature.

2.5.5 Karakteristik gas (fumes characteristics)


Detonasi bahan peledak akan menghasilkan fume, yaitu gas-gas, baik yang
tidak beracun (non-toxic) maupun yang mengandung racun (toxic). Gas-gas
hasil peledakan yang tidak beracun seperti uap air (H2O), karbondioksida (CO2),
dan nitrogen (N2), sedangkan yang beracun adalah nitrogen monoksida (NO),
nitrogen oksida (NO2), dan karbon monoksida (CO). Pada peledakan di
tambang bawah tanah gas-gas tersebut perlu mendapat perhatian khusus, yaitu
dengan sistem ventilasi yang memadai; sedangkan di tambang terbuka
kewaspadaan ditingkatkan bila gerakan angin yang rendah.
Diharapkan dari detonasi suatu bahan peledak komersial tidak menghasilkan
gas-gas beracun, namun kenyataan di lapangan hal tersebut sulit dihindari
akibat beberapa faktor berikut ini:
(1) pencampuran ramuan bahan peledak yang meliputi unsur oksida dan
bahan bakar (fuel) tidak seimbang, sehingga tidak mencapai zero oxygen
balance,
(2) letak primer yang tidak tepat,
(3) kurang tertutup karena pemasangan stemming kurang padat dan kuat,
(4) adanya air dalam lubang ledak,
(5) sistem waktu tunda (delay time system) tidak tepat, dan

2-19
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

(6) kemungkinan adanya reaksi antara bahan peledak dengan batuan (sulfida
atau karbonat).

Fumes hasil peledakan memperlihatkan warna yang berbeda yang dapat dilihat
sesaat setelah peledakan terjadi. Gas berwarna coklat-orange adalah fume dari
gas NO hasil reaksi bahan peledak basah karena lubang ledak berair. Gas
berwarna putih diduga kabut dari uap air (H2O) yang juga menandakan terlalu
banyak air di dalam lubang ledak, karena panas yang luar biasa merubah
seketika fase cair menjadi kabut. Kadang-kadang muncul pula gas berwarna
kehitaman yang mungkin hasil pembakaran yang tidak sempurna.

2.6 Karakter Detonasi Bahan Peledak


Karakter detonasi menggambarkan prilaku suatu bahan peledak ketika meledak untuk
menghancurkan batuan. Beberapa karakter detonasi yang penting diketahui meliputi:
2.6.1 Kekuatan (strength) bahan peledak
Kekuatan bahan peledak berkaitan dengan energi yang mampu dihasilkan oleh
suatu bahan peledak. Pada hakekatnya kekuatan suatu bahan peledak
tergantung pada campuran kimiawi yang mampu menghasilkan energi panas
ketika terjadi inisiasi. Terdapat dua jenis sebutan kekuatan bahan peledak
komersial yang selalu dicantumkan pada spesifikasi bahan peledak oleh pabrik
pembuatnya, yaitu kekuatan absolut dan relatif. Berikut ini diuraikan tentang
kekuatan bahan peledak dan cara perhitungannya.
(1) Kekuatan berat absolut (absolute weight strength atau AWS)
 Energi panas maksimum bahan peledak teoritis didasarkan pada
campuran kimawinya
 Energi per unit berat bahan peledak dalam joules/gram
 AWSANFO adalah 373 kj/gr dengan campuran 94% ammonium nitrat
dan 6% solar

(2) Kekuatan berat relatif (relative weight strength atau RWS)


 Adalah kekuatan bahan peledak (dalam berat) dibanding dengan
ANFO
AWS HANDAK
 RWSHANDAK = x 100
AWS ANFO

(3) Kekuatan volume absolut (absolute bulk strength atau ABS)


 Energi per unit volume, dinyatakan dalam joules/cc
2-20
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

 ABSHANDAK = AWSHANDAK x densitas


 ABSANFO = 373 kj/gr x 0,85 gr/cc = 317 kj/cc

(4) Kekuatan volume relatif (relative bulk strength atau RBS)


 Adalah kekuatan suatu bahan peledak curah (bulk) dibanding ANFO
ABS HANDAK
 RBSHANDAK = x 100
ABS ANFO

2.6.2 Kecepatan Detonasi (detonation velocity)


Kecepatan detonasi disebut juga dengan velocity of detonation atau VoD
merupakan sifat bahan peledak yang sangat penting yang secara umum dapat
diartikan sebagai laju rambatan gelombang detonasi sepanjang bahan peledak
dengan satuan millimeter per sekon (m/s) atau feet per second (fps). Kecepatan
detonasi diukur dalam kondisi terkurung (confined detonation velocity) atau
tidak terkurung (unconfined detonation velocity).

Kecepatan detonasi terkurung adalah ukuran kecepatan gelombang detonasi


(detonation wave) yang merambat melalui kolom bahan peledak di dalam
lubang ledak atau ruang terkurung lainnya. Sedangkan kecepatan detonasi
tidak terkurung menunjukkan kecepatan detonasi bahan peledak apabila bahan
peledak tersebut diledakkan dalam keadaan terbuka. Karena bahan peledak
umumnya digunakan dalam keadaan derajat pengurungan tertentu, maka harga
kecepatan detonasi dalam keadaan terbuka menjadi lebih berarti.

Kecepatan detonasi bahan peledak harus melebihi kecepatan suara massa


batuan (impedance matching), sehingga akan menimbulkan energi kejut (shock
energy) yang mampu memecahkan batuan. Untuk peledakan pada batuan
keras dipakai bahan peledak yang mempunyai kecepatan detonasi tinggi (sifat
shattering effect) dan pada batuan lemah dipakai bahan peledak yang
kecepatan detonasinya rendah (sifat heaving effect).

Nilai kecepatan detonasi bervariasi tergantung diameter, densitas, dan ukuran


partikel bahan peledak. Untuk bahan peledak komposit (non-ideal) tergantung
pula pada derajat pengurungannya (confinement degree). Kecepatan detonasi
tidak terkurung umumnya 70 – 80% kecepatan detonasi terkurung, sedangkan
kecepatan detonasi bahan peledak komersial bervariasi antara 1500 – 8500
m/s atau sekitar 5000 – 25.000 fps. Kecepatan detonasi ANFO antara 2500 –
2-21
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

4500 m/s tergantung pada diameter lubang ledak. Apabila diameter dikurangi
sampai batas tertentu akan terjadi gagal ledak (misfire) karena perambatan
tidak dapat berlangsung; diameter ini disebut “diameter kritis” atau critical
diameter.

Kecepatan detonasi bahan peledak ANFO (bentuk butiran) akan menurun


seiring dengan bertambahnya air karena ANFO dapat larut terhadap air. Suatu
penelitian memperlihatkan bahwa ANFO yang mengandung 10% air (dalam
satuan berat) dapat menurunkan kecepatan detonasi hingga tinggal 42%, yaitu
dari VOD ANFO kering 3800 m/s turun menjadi hanya tinggal 1600 m/s (lihat
Gambar 2.2). Akibat penurunan kecepatan detonasi ANFO yang sangat tajam
akan mengurangi energi ledak secara drastis atau bahkan tidak akan meledak
sama sekali (gagal ledak).

4000

3500
VOD, m/s

3000

2500

2000

1500
0 2 4 6 8 10
Kandungan air, %

Gb. 2.2. Penurunan kecepatan detonasi ANFO akibat kandungan air


2.6.3 Tekanan Detonasi (detonation pressure)
Tekanan detonasi adalah tekanan yang terjadi disepanjang zona reaksi
peledakan hingga terbentuk reaksi kimia seimbang sampai ujung bahan
peledak yang disebut dgn bidang Chapman-Jouguet (C-J plane) seperti terlihat
pada Gambar 2.3. Umumnya mempunyai satuan MPa. Tekanan ini merupakan
fungsi dari kecepatan detonasi dan densitas bahan peledak. Dari penelitian oleh
Cook menggunakan foto sinar-x diperoleh formulasi tekanan detonasi sbb:

PD  ρe x VoD x Up

2-22
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Up  0,25 x VoD

ρe x VoD 2
PD 
4

Dimana: PD = tekanan detonasi, kPa


e = densitas handak, gr/cc
VoD = kecep detonasi, m/s
ANFO dengan densitas 0,85 gr/cc dan VoD 3700 m/s memiliki PD = 2900 MPa.

a. Foto proses
detonasi

GELOMBANG STRESS
DAN KEJUT DISEKITAR
MEDIA

EKSPANSI GAS

ZONA REAKSI
PRIMER

b. Bagian-bagian dari PRODUK GAS


BAHAN PELEDAK
BIDANG YANG BELUM
proses detonasi YANG STABIL
C-J TERGANGGU

BIDANG KEJUT
TERDEPAN DI DALAM
BAHAN PELEDAK

ARAH DETONASI

Gb. 2.9. Proses terbentuknya tekanan detonasi


2.6.4 Tekanan pada lubang ledak (borehole pressure)
Gas hasil detonasi bahan peledak akan memberikan tekanan terhadap dinding
lubang ledak dan terus berekspansi menembus media untuk mencapai
keseimbangan. Keseimbangan tekanan gas tercapai setelah gas tersebut ter-
bebaskan, yaitu ketika telah mencapai udara luar. Biasa tekanan gas pada
dinding lubang ledak sekitar 50% dari tekanan detonasi.

2-23
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Volume dan laju kecepatan gas yang dihasilkan peledakan akan mengontrol
tumpukan dan lemparan fragmen batuan (lihat Gambar 2.4). Makin besar
tekanan pada dinding lubang ledak akan menghasilkan jarak lemparan
tumpukan hasil peledakan semakin jauh.

2-24
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

BAB 3
MERENCANAKAN TARGET PELEDAKAN DAN DAMPAKNYA

3.1 Faktor Berpengaruh pada Peledakan Jenjang


Disamping sifat-sifat batuan, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam
peledakan jenjang dapat dikelompokkan kedalam tiga aspek, yaitu:
1) Aspek teknis. Dalam hal ini tolok ukurnya adalah keberhasilan target produksi.
Parameter penting yang harus diperhitungkan terutama adalah diameter lubang
ledak dan tinggi jenjang, kemudian parameter lainnya diperhitungkan berdasarkan
dua parameter tersebut.
2) Aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Pertimbangannya bertumpu pada
seluruh aspek kegiatan kerja pengeboran dan peledakan, termasuk stabilitas
kemiringan jenjang dan medan kerjanya.
3) Aspek lingkungan. Dampak negatif peledakan menjadi kritis ketika pekerjaan
peledakan menghasilkan vibrasi tinggi, menimbulkan gangguan akibat suara yang
sangat keras dan gegaran, serta banyak batu terbang.
Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan dan tidak dapat meninggalkan salah
satu diantaranya. Oleh sebab itu, setelah mengamati dan menguji dengan seksama
kualitas batuan yang akan diledakkan, dilanjutkan dengan uji coba pengeboran dan
peledakan untuk mendapatkan standar operasi yang sesuai dengan lokasi setempat.
Dalam standar operasi itu tentunya sudah melibatkan dan mempertimbangkan ketiga
aspek tersebut di atas.

3.2 Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap bongkah batuan
hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses selanjutnya. Untuk tujuan
tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau boulder diperlukan, misalnya disusun
sebagai penghalang (barrier) ditepi jalan tambang. Namun kebanyakan diinginkan
ukuran fragmentasi yang kecil karena penanganan selanjutnya akan lebih mudah.
Ukuran fragmentasi terbesar biasanya dibatasi oleh dimensi mangkok alat gali
(excavator atau shovel) yang akan memuatnya ke dalam truck dan oleh ukuran gap
bukaan crusher.
Beberapa ketentuan umum tentang hubungan fragmentasi dengan lubang ledak:

➢ Ukuran lubang ledak yang besar akan menghasilkan bongkahan fragmentasi, oleh
sebab itu harus dikurangi dengan menggunakan bahan peledak yang lebih kuat

3-1
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

➢ Perlu diperhatikan bahwa dengan menambah bahan peledak akan meng-hasilkan


lemparan yang jauh
➢ Pada batuan dengan intensitas retakan tinggi dan jumlah bahan peledak sedikit
dikombinasikan dengan jarak spasi pendek akan menghasil fragmentasi kecil.

Penyimpangan dari ketentuan umum tentang ukuran fragmentasi di atas dapat terjadi
karena perbedaan yang spesifik dari kualitas batuan dan bahan peledak. Untuk itu,
sekali lagi, percobaan pengeboran dan peledakan harus dilakukan untuk menjadapat
hasil yang optimum.

3.3 Target Volume Peledakan


Pada tambang terbuka atau quarry, yang umumnya menerapkan peledakan jenjang
(bench blasting), volume batuan yang akan diledakkan tergantung pada dimensi spasi,
burden, tinggi jenjang, dan jumlah lubang ledak yang tersedia. Dimensi atau ukuran
spasi, burden dan tinggi jenjang memberikan peranan yang penting terhadap besar
kecilnya volume peledakan. Artinya volume hasil peledakan akan meningkat bila
ukuran ketiga parameter tersebut diperbesar, sebaliknya untuk volume yang kecil.
Sedangkan pada tambang bawah tanah, baik pembuatan terowongan atau jenis
bukaan lainnya, volume hasil peledakan diperoleh dari perkalian luas permuka kerja
atau front kerja atau face dengan kedalaman lubang ledak rata-rata.

Prinsip volume yang akan diledakkan adalah perkalian burden (B), spasi (S) dan tinggi
jenjang (H) yang hasilnya berupa balok dan bukan volume yang telah terberai oleh
proses peledakan. Volume tersebut dinamakan volume padat (solid atau insitu atau
bank), sedangkan volume yang telah terberai disebut volume lepas (loose). Konversi
dari volume padat ke volume lepas menggunakan faktor berai atau swell factor, yaitu
suatu faktor peubah yang dirumuskan sbb:

VS
SF  x 100%
VL
apabila : VS = B x S x H
BxSxH
maka : VL =
SF
di mana SF, VS dan VL masing-masing adalah faktor berai (dalam %), volume padat
dan volume lepas. Apabila ditanyakan berat hasil peledakan, maka dihitung dengan
mengalikan volume dengan densitas batuannya, jadi:

W=Vx

3-2
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

di mana  adalah densitas batuan. Perlu diingat bahwa berat hasil peledakan baik
dalam volume padat maupun volume lepas bernilai sama, tetapi densitasnya berbeda,
di mana densitas pada kondisi lepas akan lebih kecil dibanding padat.

3.4 Alat Pengaman Peledakan


Peralatan pengamanan yang biasa digunakan dalam operasi peledakan diantara-nya
adalah:
1) Detektor kilat (lightning detector), dipergunakan untuk memantau kemungkinan
adanya petir (lihat Gambar 1.6). Peralatan ini hanya dipakai untuk operasi
peledakan dengan sistem peledakan listrik dan untuk daerah-daerah dengan
intensitas petir tinggi.
2) Radio komunikasi portable atau handy-talky (HT)
3) Sirine dengan tenaga listrik AC atau DC.
4) Bendera merah atau pita pembatas area yang akan diledakkan dan rambu-rambu
di lokasi yang diperkirakan terkena dampak negatif langsung akibat peledakan
Faktor keselamatan dan keamanan kerja harus menjadi pertimbangan utama dalam
melaksanakan operasi peledakan.

3.5 Alat Pemantau Dampak Peledakan


Peralatan peledakan yang berhubungan dengan dampak peledakan terhadap
lingkungan dikelompokkan ke dalam alat pemantau dampak peledakan. Fungsi pokok
alat tersebut adalah untuk mengukur adanya kemungkinan dampak negatif dari
getaran dan kebisingan akibat peledakan terhadap lingkungan sekitar titik peledakan.
Alat tersebut tidak selalu digunakan setiap kali peledakan, tetapi pada saat-saat
tertentu diperlukan untuk pemantauan dampak negatif peledakan terhadap lingkungan.
Peralatan tersebut antara lain:
1) Pemantau getaran (vibration monitor), yaitu alat yang digunakan untuk mengukur
gataran yang ditimbulkan oleh suatu peledakan. Alat ini biasanya disiapkan di
lokasi penduduk atau fasilitas umum lainnya untuk mengukur getaran yang
ditimbulkan peledakan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan hasilnya
dibandingkan dengan ambang batas gangguan getaran pada manusia maupun
bangunan (lihat Gambar 3.1)

3-3
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Gb. 3.1. Alat pemantau getaran dan suara peledakan


DS-677 Blastmate (Instantel, Inc)

2) Pemantau kebisingan suara (noise level indicator), yaitu alat yang digunakan untuk
mengukur intensitas suara yang ditimbulkan oleh peledakan. Data yang diperoleh
selanjutnya dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan ambang batas gangguan
suara terhadap manusia. Alat pemantau getaran DS-677 Blastmate pada Gambar
3.1 dapat pula merekam suara peledakan dan ditulis pada kertas perekam.

3.6 Alat Penelitian Bahan Peledak dan Peledakan


Peralatan peledakan lain yang dibutuhkan secara khusus adalah untuk keperluan
penelitian peledakan dan untuk mengetahui kinerja bahan peledak. Beberapa alat yang
sering diperlukan diantaranya ialah:
1) VOD meter, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan kerja bahan
peledak dalam hal kecepatan reaksi detonasi
2) Video kamera, diperlukan unutk menganalisis suatu operasi peledakan ditinjau dari
aspek pelemparan batuan, gerakan fragmentasi batuan, dan dimensi fragmentasi
butiran hasil peledakan. Beberapa kamera dapat digunakan sekaligus, dipasang
dan diarahkan pada peledakan dari sudut yang berbeda. Hasil rekaman dapat
diputar ulang dengan gerakan lambat untuk dianalisis.

3-4
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Gb. 3.2. Alat perekam kecepatan detonasi (EG&G Special Projects)

3-5
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

BAB 4
DESAIN POLA PELEDAKAN DAN KAPASITAS PELEDAKAN

4.1 Pola Peledakan


Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial ledakan dari
sejumlah lubang ledak. Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di bawah
tanah berbeda. Banyak faktor yang menentukan perbedaan tersebut, diantaranya
adalah seperti yang tercantum pada gambar 4.1 dan seterusnya, yaitu faktor yang
mempengaruhi pola pengeboran. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu
ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau delay
time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda pada
sistem peledakan antara lain adalah:
1) Mengurangi getaran
2) Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock)
3) Mengurangi gegaran akibat airblast dan suara (noise).
4) Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan
5) Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan
Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang diledakkan sekaligus, maka
akan terjadi sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang mengganggu
lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak efisien.

4.2 Pola Peledakan pada Areal Terbuka


Mengingat area peledakan pada areal antara lain tambang terbuka atau quarry cukup
luas, maka peranan pola peledakan menjadi penting jangan sampai urutan
peledakannya tidak logis. Urutan peledakan yang tidak logis bisa disebabkan oleh:
 penentuan waktu tunda yang terlalu dekat,
 penentuan urutan ledakannya yang salah,
 dimensi geometri peledakan tidak tepat,
 bahan peledaknya kurang atau tidak sesuai dengan perhitungan.
Terdapat beberapa kemungkinan sebagai acuan dasar penentuan pola peledakan
pada areal terbuka, yaitu sebagai berikut:
a. Peledakan tunda antar baris.
b. Peledakan tunda antar beberapa lubang.
c. Peledakan tunda antar lubang.
Orientasi retakan cukup besar pengaruhnya terhadap penentuan pola pemboran dan
peledakan yang pelaksanaannya diatur melalui perbandingan spasi (S) dan burden (B).
4-1
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Beberapa contoh kemungkinan perbedaan kondisi di lapangan dan pola peledakannya


sebagai berikut:
1) Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S = 1,41 B seperti pada
Gambar 1.4.

Arah lemparan
batuan

B
4 3 2 1
B y
5 4 3 2
B
6 5 4 3
SEBELUM PELEDAKAN
1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B

4 3 2 1

5 4 3 2

6 5 4 3

SETELAH PELEDAKAN

Gambar 4.1. Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem


inisiasi echelon serta orientasi antar retakan 90

2) Bila orientasi antar retakan mendekati 60 sebaiknya S = 1,15 B dan menerap-kan
interval waktu long-delay dan pola peledakannya terlihat Gambar 4.2.
3) Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratio spasi dan burden (S/B)
dirancang seperti pada Gambar 4.3 dan 4.4 dengan pola bujursangkar (square
pattern).
4) Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang, maka sistem
inisiasi dan S/B dapat diatur seperti pada Gambar 4.5 dan 4.6.

4-2
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Arah lemparan
batuan

B
4 3 2 1
B
y
5 4 3 2
B
6 5 4 3

SEBELUM PELEDAKAN
1,15B 1,15B 1,15B 1,15B
B B B

4 3 2 1

5 4 3 2

6 5 4 3

SESUDAH PELEDAKAN

Gambar 4.2. Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem


inisiasi echelon serta orientasi antar retakan 60

Arah lemparan
w
batuan
B
4 3 2 1
1.4B B
4 3 2 1 y
1.4B
2B 4 3 2 1
SEBELUM PELEDAKAN
1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B

4 3 2 1

SETELAH PELEDAKAN

Gambar 4.3. Peledakan pojok antar baris dengan pola bujursangkar


dan sistem inisiasi echelon

4-3
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Arah lemparan batuan

B
1 1 1 1
B
B y
2 2 2 2
B 1,4B
3 3 3 3

2B 2B 2B 2B
SEBELUM PELEDAKAN

3
SETELAH PELEDAKAN

Gambar 4.4. Peledakan pojok antar baris dengan pola staggered

Arah lemparan batuan

B
4 3 2 1 2 3 4
1.4B B
2B y
5 4 3 2 3 4 5

1.4B
6 5 4 3 4 5 6
SEBELUM PELEDAKAN
1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B

1
2 2
3 3
SETELAH PELEDAKAN 4 4
5 5
6 6

Gambar 4.5. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan


pola V-cut bujursangkar dan waktu tunda close-interval

4-4
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Arah lemparan batuan


w

B
4 3 2 1 2 3 4
B y
6 5 4 3 4 5 6
B
8 7 6 5 6 7 8

SEBELUM PELEDAKAN 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B B


B

3 2 1 2 3
4 4

SETELAH PELEDAKAN 5 4 3 4 5
6 6

7 6 5 6 7
8 8

Gambar 4.6. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan


pola V-cut persegi panjang dan waktu tunda bebas

4.3 Pola peledakan bawah tanah


Prinsip pola peledakan di bawah tanah adalah sama dengan di areal terbuka, yaitu
membuat sekuensial ledakan antar lubang. Peledakan pembuatan cut merupakan
urutan pertama peledakan di bawah tanah agar terbentuk bidang bebas baru disusul
lubang-lubang lainnya, sehingga lemparan batuan akan terarah. Urutan paling akhir
peledakan terjadi pada sekeliling sisi lubang bukaan, yaitu bagian atap dan dinding.
Pada bagian tersebut pengontrolan menjadi penting agar bentuk bukaan menjadi rata,
artinya tidak banyak tonjolan atau backbreak pada bagian dinding dan atap.

Permukaan kerja suatu bukaan bawah tanah, misalnya pada pembuatan terowong-an,
dibagi ke dalam beberapa kelompok lubang yang sesuai dengan fungsinya (lihat
Gambar 4.7), yaitu cut hole, cut spreader hole, stoping hole, roof hole, wall hole dan
floor hole. Bentuk suatu terowongan terdiri bagian bawah yang disebut abutment dan
bagian atas dinamakan busur (arc). Gambar 4.8, 4.9, dan 4.10 memperlihatkan pola
peledakan untuk membuat terowongan dengan bentuk cut yang berbeda masing-
masing burn cut, wedge cut, dan drag cut.

4-5
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Roof holes atau


back holes

Stoping holes atau


Tinggi helper holes atau
busur reliever holes

Wall holes
atau rib holes

Cut holes
Tinggi
abutment
Cut spreader holes
atau raker holes

Floor holes atau


lifter holes

Gambar 4.7. Kelompok lubang pada pemuka kerja suatu terowongan

18 18 18 18 18
18 18
19 18 17
16 15 16 17
18 19

18 16 15 14 14 15 16 18
12
17 17
15 13 11 9 11 13 15
5,2 m
16 16
14 12 10 10 12 14
16 16

15 13 11 9 11 13 15
17 17

18 17 16 14 12 14 16 17 18

7,5 m

5 7

3 4

8 6

Gambar 4.8. Pola peledakan dengan burn cut pada suatu terowongan

4-6
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

12
11 11
11 11 11
11 11
11 11 10 8 8 10
10 9 9 10
11 11

10 9 8 7 7 7 8 9 10 9 7 6 7 9

7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7
6,4 m
9 7 2 4 6 8 2,8 m
7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7

7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7
10 9 9 9 9 9 9 9 9 10 8 6 1 3 5 7

9 7 2 4 6 8
9,4 m
TAMPAK DEPAN 12 11 10 11 12

2,5 m
TAMPAK DEPAN

5,6 m

1,0 m

TAMPAK ATAS TAMPAK ATAS

Gambar 4.9 Gambar 4.10


Pola peledakan dengan wedge cut pada Pola peledakan dengan drag cut pada
suatu terowongan suatu terowongan

4.4 Geometri Peledakan Jenjang


Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berbeda walaupun mungkin
jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan yang akan
mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik maupun mekanik. Perlu diamati
pula kenampakan struktur geologi, misalnya retakan atau rekahan, sisipan (fissure) dari
lempung, bidang diskontinuitas dan sebagainya. Kondisi geologi semacam itu akan
mempengaruhi kemampu-ledakan (blastability). Tentunya pada batuan yang relatif
kompak dan tanpa didominasi struktur geologi seperti tersebut di atas, jumlah bahan
peledak yang diperlukan akan lebih banyak untuk jumlah produksi tertentu dibanding
batuan yang sudah ada rekahannya. Jumlah bahan peledak tersebut dinamakan
specific charge atau Powder Factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai
untuk setiap hasil peledakan (kg/m3 atau kg/ton).

Terdapat beberapa cara untuk menghitung geometri peledakan yang telah


diperkenalkan oleh para akhli, antara lain: Anderson (1952), Pearse (1955), R.L. Ash
(1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990), Rustan
4-7
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

(1990) dan lainnya. Cara-cara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk


menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran
burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan
peledak. Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara coba-coba (rule of
thumb) untuk menentukan geometri peledakan, diantaranya ICI Explosive, Dyno
Wesfarmer Explosives, Atlas Powder Company, Sasol SMX Explosives Engineers Field
Guide dan lain-lain. Dengan memahami sejumlah rumus baik yang diberikan oleh para
akhli maupun cara coba-coba akan menambah keyakinan bahwa percobaan untuk
mendapatkan geometri peledakan yang tepat pada suatu lokasi perlu dilakukan.
Karena berbagai rumus yang diperkenalkan oleh para akhli tersebut merupakan rumus
empiris yang berdasar-kan pendekatan suatu model.

NG
ENJA
N CAK J C H)
PU BEN
(TOP

S
B
CREST
KOLOM LUBANG

T
LEDAK ( L )

AS
G BEB )
A N CE
BID EE FA
(F R
H

PC

TOE

JANG
TA I JEN CH)
LAN EN
J OR B
(FLO

Gambar 4.11. Terminologi dan simbul geometri peledakan

Terminologi dan simbul yang digunakan pada geometri peledakan seperti terlihat pada
Gambar 2.2 yang artinya sebagai berikut:
B = burden ;L = kedalaman kolom lubang ledak
S = spasi ;T = penyumbat (stemming)
H = tinggi jenjang ; PC = isian utama (primary charge atau powder column)
J = subdrilling
Lubang ledak tidak hanya vertikal, tetapi dapat juga dibuat miring, sehingga terdapat
parameter kemiringan lubang ledak. Kemiringan lubang ledak akan memberikan hasil
berbeda, baik dilihat dari ukuran fragmentasi maupun arah lemparannya. Untuk
memperoleh kecermatan perhitungan perlu ditinjau adanya tambahan parameter
geometri pada lubang ledak miring, yaitu: (lihat Gambar 4.12).

4-8
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

B = burden sebenarnya (true burden)


B’ = burden semu (apparent burden)
 = Sudut kemiringan kolom lubang ledak

B α B

T T

B
H H
L
L PC
PC

J J

a. Lubang ledak vertikal b. Lubang ledak miring

Gambar 4.12. Lubang ledak vertikal dan miring

a. Rancangan menurut Konya


Burden dihitung berdasarkan diameter lubang ledak, jenis batuan dan jenis bahan
peledak yang diekspresikan dengan densitasnya. Rumusnya ialah:

 
B  3,15 x de x 3  e 
 r 
dimana B = burden (ft), de = diameter bahan peledak (inci), e = berat jenis bahan
peledak dan r = berat jenis batuan.

Spasi ditentukan berdasarkan sistem tunda yang direncanakan dan


kemungkinannya adalah:
 Serentak tiap baris lubang ledak (instantaneous single-row blastholes)
H  2B
H  4B  S  ; H  4B  S  2B
3
 Berurutan dalam tiap baris lubang ledak (sequenced single-row blastholes)
H  7B
H  4B  S  ; H  4B  S  1,4B
8
 Stemming (T): - Batuan massif, T=B
- Batuan berlapis, T = 0,7B
 Subdrilling (J) = 0,3B

4-9
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

 Penentuan diameter lubang dan tinggi jenjang mempertimbangkan 2 aspek,


yaitu (1) efek ukuran lubang ledak terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan
getaran tanah; dan (2) biaya pengeboran. Tinggi jenjang (H) dan burden (B)
sangat erat hubungannya untuk keberhasilan peledakan dan ratio H/B (yang
dinamakan Stifness Ratio) yang bervariasi memberikan respon berbeda
terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan getaran tanah yang hasilnya seperti
terlihat pada Tabel 2.1. Sementara diameter lubang ledak ditentukan secara
sederhana dengan menerapkan “Aturan Lima (Rule of Five)”, yaitu ketinggian
jenjang (dalam feet) “Lima” kali diameter lubang ledaknya (dalam inci).

Tabel 4.1. Potensi yang terjadi akibat variasi stiffness ratio

Stifness Fragmen- Ledakan Batu Getaran


Komentar
Ratio tasi udara terbang tanah
1 Buruk Besar Banyak Besar Banyak muncul back-break di
bagian toe. Jangan dilakukan
dan rancang ulang
2 Sedang Sedang Sedang Sedang Bila memungkinkan, rancang
ulang
3 Baik Kecil Sedikit Kecil Kontrol dan fragmentasi baik
4 Memuaskan Sangat Sangat Sangat Tidak akan menambah
kecil sedikit kecil keuntung-an bila stiffness ratio
di atas 4

Contoh-1: Sebuah perusahaan mendapat proyek untuk memotong tebing yang


akan digunakan jalan raya. Tinggi jenjang maksimum 30 ft. Karena alat yang akan
digunakan kecil, maka fragmentasi harus sesuai dengan ukuran peralatan tersebut.
Terdapat 2 unit alat bor yang masing-masing bisa membuat lubang ledak
berdiameter 5 inci dan 7 78 inci. Rancang geometrinya agar pembongkaran tebing

berhasil.

4-10
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Diameter bahan peledak, inci

2 4 6 8 10 12

10

20

30

40

50

60

Gambar 4.13. Tinggi jenjang minimum berdasarkan “Aturan lima (Rule of Five)”

Penyelesaian-1: Untuk memperoleh fragmentasi yang “baik”, pilih ratio H/B = 3.


Bahan peledak yang digunakan mempunyai densitas 0,85 gr/cc dan batuan yang
akan diledakkan densitasnya 2,65 ton/m3. Data tersebut digunakan untuk mencari
diameter bahan peledak (de).

➢ H/B = 3; dengan H = 30 ft diperoleh B = 30/3 = 10 ft.


1/3
ρ 
➢ Dengan menggunakan rumus B  3.15 x de x  e  diperoleh diameter
 ρr 
1/3
 0,8 
bahan peledak, yaitu: 10  3,15 x de x  
 2,65 
10
de = = 4,73 inci  4,75 inci
2.1131

b. Rancangan menurut ICI-Explosives


Salah satu cara merancang geometri peledakan dengan “coba-coba” atau trial and
error atau rule of thumb yang akan diberikan adalah dari ICI Explosives. Tinggi
jenjang (H) dan diameter lubang ledak (d) merupakan pertimbangan pertama yang
disarankan. Jadi cara ini menitikberatkan pada alat yang tersedia atau yang akan
dimiliki, kondisi batuan setempat, peraturan tentang batas maksimum ketinggian

4-11
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

jenjang yang diijinkan Pemerintah, serta produksi yang dikehendaki. Selanjutnya


untuk menghitung parameter lainnya sebagai berikut:

(1) Tinggi jenjang (H): Secara empiris H = 60d – 140d.


(2) Burden (B) antar baris; B = 25d – 40d
(3) Spasi antar lubang ledak sepanjang baris (S); S = 1B – 1,5B
(4) Subgrade (J); J = 8d – 12 d
(5) Stemming (T); T = 20d – 30d
(6) Powder Factor (PF);
Berat bahan peledak (Berat/m) x (Panjang isian)
PF  
Volume batuan (B x S x H)

Burden dan spasi, butir (2) dan (3), dapat berubah tergantung pada sekuen inisiasi
yang digunakan (lihat Gambar 2.5), yaitu:
i. Tipe sistem inisiasi tergantung pada bahan peledak yang dipilih dan peraturan
setempat yang berlaku.
ii. Waktu tunda antar lubang sepanjang baris yang sama disarankan minimal 4 ms
per meter panjang spasi.
iii. Waktu tunda minimum antara baris lubang yang berseberangan antara 4 ms – 8
ms per meter. Dikhawatirkan apabila lebih kecil dari angka ms tersebut tidak
cukup waktu untuk batuan bergerak ke depan dan konsekuensinya bagian
bawah setiap baris material akan tertahan.
iv. Waktu tunda dalam lubang (in-hole delay) untuk sistem inisiasi nonel
direkomendasikan tidak meledak terlebih dahulu sampai detonator tunda di
permukaan (surface delay) terpropagasi seluruhnya.

4-12
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Titik awal inisiasi


Bidang bebas (Initiation Point)

X B S X
1. Square, Row by Row.
Drilled: B = S, square. X X
Instantaneous row firing is
not recommended by ICI X X

IP
Bidang bebas

4 3 2 1 0 1 2 3 4
X X X X X X X X
2. Square, V. X X X
Drilled: B = S, square. S
5
Ratio: X S Be X B X
Effective Spacing Se 6
 2
e

Effective Burden Be X X X
X X X X X X X X 7

Bidang bebas IP

X Be
3. Square, VI. S
Drilled: B = S, square. S B
X
Ratio: S e  5 e

Be X
X X

Bidang bebas IP

X Be B
4. Square, VI. S
Drilled: B = S, staggered. S
X
Ratio: S e  3,25
e

Be X

Gambar 4.14. Tipe-tipe sekuen inisiasi (dari ICI explosives)

Contoh-2: Apabila Contoh-1 dilanjutkan dengan mempertimbangkan kemampuan


jangkauan alat muat 12 m dan ketinggian tersebut masih didalam batas ijin
Pemerintah. Dengan menggunakan diameter lubang ledak hasil perhitungan
Contoh-1, hitunglah parameter geometri peledakan lainnnya.

4-13
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Penyelesaian-2:
(1) Tinggi jenjang (H) dapat ditambah 1 m, karena tumpukan fragmentasi hasil
peledakan yang akan digali alat muat akan lebih rendah hingga berkurang
sekitar 1 m. Jadi H = 12 + 1 = 13 m
(2) Burden (B) = 25d – 40d;
Misalnya diambil 30d; B = 30 x 4,75 = 142,5 inci = 3,6 m
(3) Spasi (S) = 1B – 1,5B
Misalnya diambil 1B (square pattern); S = 3,6 m
(4) Subgrade (J) = 8d – 12 d
Misalnya diambil 9d; J = 9 x 4,75 = 42,75 inci = 1,0 m
(5) Stemming (T) = 20d – 30d
Misalnya diambil 25d; T = 25 x 4,75 = 118,75 inci = 3,0 m
(6) Kedalaman kolom lubang ledak (L) = H + J = 13 + 1 = 14 m
(7) Panjang isian utama (PC) = L – T = 14 – 3 = 11 m
Perhitungan Powder Factor akan diuraikan tersendiri pada sub-bab berikutnya dan
ilustrasi geometri peledakan hasil perhitungan di atas.

3,6

6
3,

13

14
11

Gambar 4.15. Geometri peledakan hasil perhitungan

4-14
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

4.5 Perencanaan Kapasitas Peledakan


4.5.1 Powder Factor (PF)
Powder factor (PF) menunjukkan jumlah bahan peledak (kg) yang dipakai untuk
memperoleh satu satuan volume atau berat fragmentasi peledakan, jadi
satuannya biasa kg/m³ atau kg/ton. Pemanfaatan PF cenderung mengarah
pada nilai ekonomis suatu proses peledakan karena berkaitan dengan harga
bahan peledak yang digunakan dan perolehan fragmentasi peledakan yang
akan dijual.

4.5.2 Perhitungan volume yang akan diledakkan


Pada tambang terbuka atau quarry, yang umumnya menerapkan peledakan
jenjang (bench blasting), volume batuan yang akan diledakkan tergantung pada
dimensi spasi, burden, tinggi jenjang, dan jumlah lubang ledak yang tersedia.
Dimensi atau ukuran spasi, burden dan tinggi jenjang memberikan peranan
yang penting terhadap besar kecilnya volume peledakan. Artinya volume hasil
peledakan akan meningkat bila ukuran ketiga parameter tersebut diperbesar,
sebaliknya untuk volume yang kecil. Sedangkan pada tambang bawah tanah,
baik pembuatan terowongan atau jenis bukaan lainnya, volume hasil peledakan
diperoleh dari perkalian luas permuka kerja atau front kerja atau face dengan
kedalaman lubang ledak rata-rata.
Prinsip volume yang akan diledakkan adalah perkalian burden (B), spasi (S)
dan tinggi jenjang (H) yang hasilnya berupa balok dan bukan volume yang telah
terberai oleh proses peledakan. Volume tersebut dinamakan volume padat
(solid atau insitu atau bank), sedangkan volume yang telah terberai disebut
volume lepas (loose). Konversi dari volume padat ke volume lepas
menggunakan faktor berai atau swell factor, yaitu suatu faktor peubah yang
dirumuskan sbb:

VS
SF  x 100%
VL
apabila : VS = B x S x H
BxSxH
maka : VL =
SF
di mana SF, VS dan VL masing-masing adalah faktor berai (dalam %), volume
padat dan volume lepas. Apabila ditanyakan berat hasil peledakan, maka
dihitung dengan mengalikan volume dengan densitas batuannya, jadi:

W=Vx

4-15
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

di mana  adalah densitas batuan. Perlu diingat bahwa berat hasil peledakan
baik dalam volume padat maupun volume lepas bernilai sama, tetapi
densitasnya berbeda, di mana densitas pada kondisi lepas akan lebih kecil
dibanding padat.
Contoh-3: Melanjutkan penyelesaian dari Contoh-2 yang telah mendapatkan
spasi 3,60 m, burden 3,6 m dan tinggi jenjang 13 m. Dari percobaan yang telah
dilakukan sebelumnya diperoleh bahwa batuan tersebut setelah diledakkan
terberai dengan faktor berai 82%. Bila telah dibuat 100 lubang dan densitas
batuan padat 2,50 ton/m³, hitunglah volume padat, lepas dan berat hasil
peledakan seluruhnya.

Penyelesaian-3:
a. VS = B x S x H; VS = 3,6 x 3,6 x 13 = 168,50 m³ (bank)/lubang
b. Volume seluruh hasil peledakan (VS-total ) = 100 x 168,5 = 16.850 m³ (bank)
B x S x H 16.850
c. VL = = = 20.548,80 m³ (loose)
SF 0,82
d. W = 20.548,80 x 2,5 = 51.372 ton

4.5.3 Perhitungan jumlah bahan peledak


Perhitungan jumlah bahan peledak dilakukan dengan loading density (densitas
pengisian). Pengertian densitas pengisian (loading density), yaitu jumlah bahan
peledak setiap meter kedalaman kolom lubang ledak (lihat tabel 2.2 atau tabel
4.1). Densitas pengisian digunakan untuk menghitung jumlah bahan peledak
yang diperlukan setiap kali peledakan. Disamping itu, perhatikan pula kolom
lobang ledak (L) yang terbagi menjadi “penyumbat” atau stemming (T) dan
“isian utama” (PC). Bahan peledak hanya terdapat sepanjang kolom PC,
sehingga keperluan bahan peledak setiap kolom adalah perkalian PC dengan
densitas pengisian (d) atau:

Whandak = PC x d

Wtotal handak = n x PC x d

di mana n adalah jumlah seluruh lubang ledak. Densitas pengisian (d) dicari
menggunakan Tabel 2.2, yaitu angka yang diperoleh dari hasil perpotongan
kolom diameter lubang ledak dengan baris densitas bahan peledak. Misalnya
berapa d bila diameter lubang ledak 102 mm (4 inci) dan bahan peledak
berdensitas 1,0 gr/cc. Caranya adalah dengan menarik garis horizontal dari

4-16
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

angka 102 mm pada kolom diameter dan berpotongan dengan garis vertikal
dari densitas bahan peledak 1,0 gr/cc pada angka 8,17, jadi d = 8,17 kg/m.

Tabel 4.1
Densitas pengisian untuk berbagai diameter lubang ledak dan densitas bahan
peledak dalam kg/m

Diameter
lubang Densitas bahan peledak, gr/cc
ledak
mm inci 0.70 0.80 0.85 0.90 1.00 1.15 1.20 1.25 1.30
76 3.00 3.18 3.63 3.86 4.08 4.54 5.22 5.44 5.67 5.90
89 3½ 4.35 4.98 5.29 5.60 6.22 7.15 7.47 7.78 8.09
102 4.00 5.72 6.54 6.95 7.35 8.17 9.40 9.81 10.21 10.62
108 4¼ 6.41 7.33 7.79 8.24 9.16 10.54 10.99 11.45 11.91
114 4½ 7.14 8.17 8.68 9.19 10.21 11.74 12.25 12.76 13.27
121 4¾ 8.05 9.20 9.77 10.35 11.50 13.22 13.80 14.37 14.95
127 5.00 8.87 10.13 10.77 11.40 12.67 14.57 15.20 15.83 16.47
130 5 18 9.29 10.62 11.28 11.95 13.27 15.26 15.93 16.59 17.26
140 5½ 10.78 12.32 13.08 13.85 15.39 17.70 18.47 19.24 20.01
152 6.00 12.70 14.52 15.42 16.33 18.15 20.87 21.78 22.68 23.59
159 6¼ 13.90 15.88 16.88 17.87 19.86 22.83 23.83 24.82 25.81
165 6½ 14.97 17.11 18.18 19.24 21.38 24.59 25.66 26.73 27.80
178 7.00 17.42 19.91 21.15 22.40 24.88 28.62 29.86 31.11 32.35
187 7 38 19.23 21.97 23.34 24.72 27.46 31.58 32.96 34.33 35.70
203 8.00 22.66 25.89 27.51 29.13 32.37 37.22 38.84 40.46 42.08
210 8¼ 24.25 27.71 29.44 31.17 34.64 39.83 41.56 43.30 45.03
229 9.00 28.83 32.95 35.01 37.07 41.19 47.37 49.42 51.48 53.54
251 9 78 34.64 39.58 42.06 44.53 49.48 56.90 59.38 61.85 64.33
270 10 5 8 40.08 45.80 48.67 51.53 57.26 65.84 68.71 71.57 74.43
279 11.00 42.80 48.91 51.97 55.02 61.14 70.31 73.36 76.42 79.48
286 11¼ 44.97 51.39 54.61 57.82 64.24 73.88 77.09 80.30 83.52
311 12¼ 53.18 60.77 64.57 68.37 75.96 87.36 91.16 94.96 98.75
349 13¾ 66.96 76.53 81.31 86.10 95.66 110.01 114.79 119.58 124.36
381 15.00 79.81 91.21 96.91 102.61 114.01 131.11 136.81 142.51 148.21
432 17.00 102.60 117.26 124.59 131.92 146.57 168.56 175.89 183.22 190.55

Contoh-4: Dari Contoh-1 diperoleh bahwa diameter lubang ledak 4,75 inci (121
mm) dengan panjang kolom PC 11 m (lihat Gambar 4.15). Bahan peledak yang
digunakan ANFO yang berdensitas 0,80 gr/cc. Maka untuk untuk 100 lubang
seperti Contoh-3 akan dibutuhkan bahan peledak sebagai berikut:

Penyelesaian-4:
Wtotal handak = n x PC x d
Wtotal handak = 100 x 11 m x 9,2 kg/m = 10.120 kg = 10,12 ton

4-17
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

4.5.4 Perhitungan PF
Powder Factor (PF) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bahan peledak
yang dipakai dengan volume peledakan, jadi satuannya kg/m³. Karena volume
peledakan dapat pula dikonversi dengan berat, maka pernyataan PF bisa pula
menjadi jumlah bahan peledak yang digunakan dibagi berat peledakan atau
kg/ton. Volume peledakan merupakan perkalian dari B x S x H, jadi:

Whandak
PF =
BxSxH

PF biasanya sudah ditetapkan oleh perusahaan karena merupakan hasil dari


beberapa penelitian sebelumnya dan juga karena berbagai pertimbangan
ekonomi. Umumnya bila hanya berpegang pada aspek teknis hasil dari
perhitungan matematis akan diperoleh angka yang besar yang menurut
penilaian secara ekonomi masih perlu dan dapat dihemat. Tolok ukur dalam
menetapkan angka PF adalah:

(1) Ukuran fragmentasi hasil peledakan yang memuaskan, artinya tidak terlalu
banyak bongkahan (boulder) atau terlalu kecil. Terlalu banyak bongkahan
harus dilakukan peledakan ulang (secondary blasting) yang berarti terdapat
tambahan biaya; sebaliknya, bila fragmentasi terlalu kecil berarti boros
bahan peledak dan sudah barang tentu biaya pun tinggi pula. Ukuran
fragmentasi harus sesuai dengan proses selanjutnya, antara lain ukuran
mangkok alat muat atau ukuran umpan (feed) mesin peremuk batu
(crusher).
(2) Keselamatan kerja peledakan, artinya disamping berhemat juga
keselamatan karyawan dan masyarakat disekitarnya harus terjamin,
(3) Lingkungan, yaitu dampak negatif peledakan yang menganggu kenyamanan
masyarakat sekitarnya harus dikurangi. Dampak negatif tersebut getaran
yang berlebihan, gegaran yang menyakitkan telinga dan suara yang
mengejutkan.

Dari pengalaman di beberapa tambang terbuka dan quarry yang sudah berjalan
secara normal, harga PF yang ekonomis berkisar antara 0,20 – 0,3 kg/m³. Pada
tahap persiapan (development) harga PF tidak menjadi ukuran, karena tahap
tersebut sasarannya bukan produksi tetapi penyelesaian suatu proyek,
walaupun tidak menutup kemungkinan kadang-kadang diperoleh bijih atau
bahan galian yang dapat dipasarkan.

4-18
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Terdapat pula pernyataan blasting ratio untuk menilai keberhasilan, yaitu


volume peledakan yang diperoleh per kg bahan peledak. Jadi rumusnya adalah
perbandingan volume peledakan dengan bahan peledak yang digunakan
(kebalikan rumus PF). Namun, pada modul ini hanya akan dipakai PF karena
paling banyak digunakan pada industri pertambangan di Indonesia.

Contoh- 5: Dari Contoh-1 sampai 4 diperoleh bahwa jumlah hasil peledakan


16.850 m³ (bank) dengan mengkonsumsi bahan peledak 10.120 kg. Hitung PF
dan apabila ternyata terlalu besar, bagaimana upaya teknis untuk penghematan
yang dapat dilakukan

Penyelesaian- 5:

a. PF = 10.120 kg3 = 0,60 kg/m³


16.850 m
b. Rancangan tersebut menghasilkan pemborosan karena PF terlalu besar,
oleh sebab itu perlu dimodifikasi dengan melakukan uji coba mengubah
dimensi parameter geometri peledakan dengan tolok ukur keberhasilan
ukuran fragmentasi, keselamatan kerja dan lingkungan. Misalnya dilakukan
modifikasi terhadap B, S dan penghematan bahan peledak menjadi sebagai
berikut:
• VS = B x S x H; VS = 3,6 x 5 x 13 = 234 bcm/lubang
• Volume seluruh hasil peledakan (VS-total ) = 100 x 234 = 23.400 bcm
• Dari hasil uji coba berkali-kali ternyata bahan peledak dari gudang bisa
dikurangi dari 10.120 kg menjadi 7.500 kg per peledakan

• Jadi, PF = 7.500 kg = 0,32 kg/bcm


23.400 bcm

4-19
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

BAB 5
DESAIN POLA PENGEBORAN

5.1 Pola Pengeboran


Terdapat perbedaan dalam rancangan pola pengeboran untuk areal bawah tanah dan
terbuka. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas area,
volume hasil peledakan, suplai udara segar, dan keselamatan kerja. Tabel 5.1
memperlihatkan beberapa alasan atau penyebab yang membedakan pola pengeboran
di tambang bawah tanah dan terbuka.

Tabel 5.1. Penyebab yang membedakan pola pengeboran


di areal bawah tanah dan terbuka

Faktor Areal bawah tanah Areal terbuka


Luas area Terbatas, sesuai dimensi bukaan Lebih luas karena terdapat
yang luasnya dipengaruhi oleh dipermukaan bumi dan dapat
kestabilan bukaan tersebut. memilih area yang cocok
Volume hasil peledakan Terbatas, karena dibatasi oleh luas Lebih besar, bisa mencampai
permukaan bukaan, diameter mata ratusan ribu meterkubik per
bor dan kedalaman pengeboran, peledakan, sehingga dapat di-
sehingga produksi kecil. rencanakan target yang besar.
Suplai udara segar Tergantung pada jaminan sistem Tidak bermasalah karena dila-
ventilasi yang baik. kukan pada udara terbuka
Keselamatan kerja Kritis, diakibatkan oleh: ruang yang Relatif lebih aman karena selu-
terbatas, guguran batu dari atap, ruh pekerjaan dilakukan pada
tempat untuk penyelamatan diri area terbuka.
terbatas.

5.2 Pola Pengeboran pada Areal Terbuka


Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada ketersediaan bidang bebas
yang mencukupi. Minimal dua bidang bebas yang harus ada. Peledakan dengan hanya
satu bidang bebas, disebut crater blasting, akan menghasilkan kawah dengan
lemparan fragmentasi ke atas dan tidak terkontrol. Dengan mem-pertimbangkan hal
tersebut, maka pada tambang terbuka selalu dibuat minimal dua bidang bebas, yaitu
(1) dinding bidang bebas dan (2) puncak jenjang (top bench). Selanjutnya terdapat tiga
pola pengeboran yang mungkin dibuat secara teratur, yaitu: (lihat Gambar 5.1)
1) Pola bujursangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama
2) Pola persegipanjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris lebih
besar dibanding burden
3) Pola zigzag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang berasal
dari pola bujursangkar maupun persegipanjang.

5-1
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Gambar 1.1 memperlihatkan sketsa pola pengeboran pada tambang terbuka.

3m 3m

3m 2,5 m

Bidang bebas Bidang bebas


a. Pola bujursangkar b. Pola persegipanjang

3m 3m

2,5 m
3m

Bidang bebas
Bidang bebas
c. Pola zigzag bujursangkar d. Pola zigzag persegipanjang

Gambar 5.1. Sketsa pola pengeboran pada areal terbuka

5.3 Pola Pengeboran Bawah Tanah


Mengingat ruang sempit yang membatasi kemajuan pengeboran dan hanya terdapat
satu bidang bebas, maka harus dibuat suatu pola pengeboran yang disesuaikan
dengan kondisi tersebut. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa minimal terdapat
dua bidang bebas agar proses pelepasan energi berlangsung sempurna,
sehingga batuan akan terlepas atau terberai dari induknya lebih ringan. Pada bukaan
bawah tanah umumnya hanya terdapat satu bidang bebas, yaitu permuka kerja atau
face. Untuk itu perlu dibuat tambahan bidang bebas yang dinamakan cut. Secara
umum terdapat empat tipe cut yang kemudian dapat dikembangkan lagi sesuai dengan
kondisi batuan setempat, yaitu:
1) Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut (lihat Gambar 5.2). Empat atau
enam lubang dengan diameter yang sama dibor ke arah satu titik, sehingga
berbentuk piramid. Puncak piramid di bagian dalam dilebihkan sekitar 15 cm (6 inci)
dari kedalaman seluruh lubang bor yang ada. Pada bagian puncak piramid
terkonsentrasi bahan peledak kuat. Dengan meledakkan center cut ini secara
serentak akan terbentuk bidang bebas baru bagi lubang-lubang ledak disekitarnya.

5-2
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Center cut sangat efektif untuk betuan kuat, tetapi konsumsi bahan peledak banyak
dan mempunyai efek gegaran tinggi yang disertai oleh lemparan batu-batu kecil.

Gambar 5.2. Sketsa dasar center cut

2) Wedge cut disebut juga V-cut, angled cut atau cut berbentuk baji: Setiap pasang
dari empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor ke arah satu titik,
tetapi lubang bor antar pasangan sejajar, sehingga terbentuk baji (lihat Gambar
1.3). Cara mengebor tipe ini lebih mudah disbanding pyramid cut, tetapi kurang
efektif untuk meledakkan batuan yang keras.

Gambar 5.3. Sketsa dasar wedge cut

3) Drag cut atau pola kipas: Bentuknya mirip dengan wedge cut, yaitu berbentuk baji.
Perbedaannya terletak pada posisi bajinya tidak ditengah-tengan bukaan, tetapi
5-3
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

terletak pada bagian lantai atau dinding bukaan. Cara membuatnya adalah lubang
dibor miring untuk membentuk rongga di lantai atau dinding. Pengeboran untuk
membuat rongga dari bagian dinding disebut juga dengan fan cut atau cut kipas.
Beberapa pertimbangan pada penerapan pola drag cut :
➢ Sangat cocok untuk batuan berlapis, misalnya shale, slate, atau batuan
sedimen lainnya.
➢ Tidak efektif diterapkan pada batuan yang keras.
➢ Dapat berperan sebagai controlled blasting, yaitu apabila terdapat instalasi
yang penting di ruang bawah tanah atau pada bukaan dengan penyangga kayu.
Gambar 1.4 memperlihatkan drag cut yang dibuat dari arah lantai.

Gambar 5.4. Sketsa dasar drag cut

4) Burn cut disebut juga dengan cylinder cut (Gambar 1.5): Pola ini sangat cocok
untuk batu yang keras dan regas seperti batupasir (sandstone) atau batuan beku.
Pola ini tidak cocok untuk batuan berlapis, namun demikian, dapat disesuaikan
dengan berbagai variasi. Ciri-ciri pola burn cut antara lain:
➢ Lubang bor dibuat sejajar, sehingga dapat mengebor lebih dalam dibanding
jenis cut yang lainnya
➢ Lubang tertentu dikosongkan untuk memperoleh bidang bebas mini, sehingga
pelepasan tegangan gelombang kompresi menjadi tarik dapat berlangsung
efektif. Disamping itu lubang kosong berperan sebagai ruang terbuka tempat
fragmentasi batuan terlempar dari lubang yang bermuatan bahan peledak.
Walaupun banyak variable yang mempengaruhi keberhasilan peledakan dengan
pola burn cut ini, namun untuk memperoleh hasil peledakan yang memuaskan perlu
diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
➢ Pola lubang harus benar-benar akurat dan tidak boleh ada lubang bor yang
konvergen atau divergen, jadi harus benar-benar lurus dan sejajar.

5-4
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

➢ Harus digunakan bahan peledak lemah (low explosive) untuk menghindari


pemadatan dari fragmen batuan hasil peledakan di dalam lubang yang kosong.
➢ Lubang cut harus diledakkan secara tunda untuk memberi kesempatan pada
fragmen batuan terlepas lebih mudah dari cut.

Gambar 5.5. Sketsa dasar burn cut

180 210
80 75
500 500
75 35
35

210 mm 250 mm 200 250 mm 160

a. GRONLUND CUT b. MICHIGAN CUT c. CAT HOLE DENGAN 75


mm (3 inci) LUBANG
KOSONG
100 170

60
150

300

140

d. TRIANGULAR BURN CUT


DENGAN LUBANG 35 mm

e. BULLOCK CUT 90

520

Gambar 5.6. Variasi burn cut (Langerfors,1978)

5-5
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

BAB 6
PEMILIHAN PERALATAN PELEDAKAN

6.1 Peralatan Pengeboran


6.1.1 Umum
Batu besar, brangkal, gunung-gunung batu dan material lainnya yang perlu
dipecahkan dengan menggunakan bahan peledak kedalam ukuran yang
direncanakan. Untuk memakai jumlah peledak yang tepat pada tempat yang
tepat dan hasilnya sesuai dengan yang diinginkan, pengeboran kedalam batu
perlu dilakukan. Banyak jenis-jenis simbol yang dapat dipergunakan untuk
keperluan ini, dan jenis bor itu antara lain ialah :
• Jackhammer drill, leg drill yang biasa dipergunakan lubang dangkal maupun
dalam berdiameter kecil dan pengeboran sekunder pada brangkal.
• Crawler drill, wagon drill untuk pengeboran lubang dalam berdiameter besar

Leg Drill Jack Hammer

Wagon Drill

Crawler Drill

6.1.2 Pemilihan Bor


Pemilihan jenis bor yang akan digunakan pada suatu quarry tergantung pada
beberapa faktor antara lain :
1. Keadaan daerah
Permukaan yang amat kasar tak teratur atau serakan brangkal yang
tersebar akan membutuhkan jack hammer tanpa memperhatikan faktor-
faktor lain.

6-1
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

2. Derajat Pemecahan
Yang sangat tergantung pada ukuran pemecah batu (stone crusher).
Apabila ukuran maksimum yang dapat diterima oleh pemecah-primer 30 cm,
maka produksi brangkal berukuran 60-90 cm membutuhkan pengeboran
dan peledakan sekunder atau pemecah tangan. Jadi penghematan dalam
peledakan primer dapat menghapus pengerjaan sekunder yang berlebih-
lebihan.
3. Ukuran dan Sifat Permanen Sumber Batu (quarry)
Apabila perkiraan umur quarry hanya 2-3 tahun saja, maka tidak perlu ada
rencana pengembangan yang mahal untuk membuat jenjang-jenjang quarry
yang lebar dan tinggi guna keperluan wagon drill, crawler drill.
4. Penyediaan Air
Lubang dalam berdiameter kecil lebih efisien bila disiram oleh air dari pada
udara. Persediaan air yang kurang, akan membatasi kedalaman lubang dan
jenis bor yang dapat dipilih.
5. Derajat Pemecahan atau Peretakan Formasi Batu
Pada batu berserat (fissured) berat, terutama kwarsa, lapisan batu atau batu
kapur yang lapuk, pengeboran lubang panjang relative kurang efektif.
Biasanya lubang yang dibor batu-batu tersebut sulit untuk diisi bahan
peledak dan sering sebagian tidak meledak, mungkin juga bisa terjadi sama
sekali tak ada yang meledak. Jika letak sumber batu (quarry) sudah
ditentukan dan sebagian besar pekerjaan pemeriksaan sudah dilaksanakan,
semua faktor-faktor diatas akan diketahui.
Seri pertama dari percobaan ledakan akan memberikan gambaran dari
jumlah peledak yang dibutuhkan per meter kubik atau ton batu pecah yang
baik. Sebelum penentuan terakhir dalam pemilihan bor, fakta dasar dibawah
ini perlu diperhitungkan :
• Lubang-lubang dangkal lebih mahal daripada lubang-lubang dalam,
ditinjau dari sudut ongkos pengeboran atau penggunaan peledak.
• Lubang berdiameter kecil diletakan berdekatan dank arena celah kecil ii,
pemecahan yang merata serta ukuran batu yang lebih kecil dapat
diperoleh.
• Lubang berdiameter besar akan lebih ekonomis, asalkan pemecahan
primer stone crusher dapat menampung hasilnya tanpa pengerjaan
sekunder yang berlebih-lebihan.
Keputusan untuk memakai wagon drill atau crawler drill untuk membuat
lubang-lubang bor berukuran sedang dan besar atau memakai jenis bor
6-2
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

lainnya untuk lubang-lubang bor kecil, relative tergantung sekali dari sifat
batu serta jumlah pemecahan sekunder yang diharapkan, mungkin akan
lebih ekonomis untuk memakai wagon drill atau crawler drill, selanjutnya
dengan memakai tenaga kerja yang besar untuk pemecahan sekunder. Hasl
ini membuka lapangan kerja bagi sejumlah tenaga.

6.2 Alat Pencampur Bahan Peledak


Bila ANFO dipergunakan sebagai bahan peledakan, maka diperlukan alat untuk
mencampur AN dan FO. Alat yang paling sederhana adalah penakar kedua bahan
tersebut dan tempat untuk mengaduk bahan-bahan tersebut menjadi campuran yang
homogen. Ada yang menggunakan alat pencampur bahan cor (semen, pasir dan air),
yaitu concrete mixer atau “molen”, sebagai alat untuk mencampur AN dan FO. Alat
tersebut cukup baik untuk menghasilkan campuran yang homogen, namun
pelaksanaannya harus penuh kehati-hatian, sebab “molen” tidak dirancang untuk
mengaduk bahan peledak. Alat pencampur bahan peledak harus memenuhi beberapa
persyaratan, sebab hasilnya berupa bahan peledak kuat yang berbahaya bagi
keselamatan kerja. Persyaratan tersebut yaitu:
 Bahan yang kontak dengan AN terbuat dari stainless-steel atau diberi lapisan
epoxy.
 Pada waktu bekerja tidak menimbulkan panas yang berlebih atau listrik statis.

Gambar 2.1 memperlihatkan alat pencampur bahan peledak ANFO yang dinama-kan
Coxan ANFO Mixer. Alat ini dirancang untuk mencampur AN dan FO dengan
perbandingan 94%:6% dengan cara kerja sebagai berikut:
1) Butiran AN dimasukkan ke corong (hopper) yang dilengkapi dengan saringan.
Saringan ini diperlukan karena kadang-kadang terdapat AN yang menggumpal,
sehingga gumpalan dan butiran AN dapat dipisahkan. Gumpalan AN yang
tertinggal di atas saringan dikeluarkan atau kalau memungkinkan dapat dipukul-
pukul di atas saringan agar hancur menjadi butiran dan langsung masuk kedalam
corong. Kapasitas corong butiran AN sekitar 70 kg.
2) Fluida FO (solar) dialirkan melalui pipa yang tersedia dibagian bawah alat dan
mengalir dengan kecepatan konstan.
3) Butiran AN turun dengan kecepatan konstan dan FO mengalir dengan kecepatan
konstan pula; dengan demikian, maka ANFO yang keluar melalui pipa saluran
pengeluaran (extruder) pun akan mempunyai kecepatan konstan juga.
Perbandingan 94% AN dan 6% FO diperoleh melalui perbedaan kecepatan konstan
antara turunnya AN dan aliran FO.
6-3
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Poros tempat engkol bila


alat dioperasikan tangan

Corong untuk
butiran AN

Pipa saluran pengeluaran


ANFO (extruder) sistem auger

Inlet untuk
Fuel Oil

Gambar 6.2. Pencampur ANFO Coxan (ICI Explosives)

Alat Coxan ANFO Mixer dapat dioperasikan tangan atau tenaga listrik. Bila
dioperasikan tangan, maka dipasang engkol di bagian ujung pipa pengeluaran produk
ANFO dan laju pengeluaran ANFO bisa mencapai 1000 kg/jam. Sedangkan bila
dioperasikan oleh tenaga listrik, diperlukan energi 1100 watt, dan laju produk ANFO
antara 40 – 100 kg/menit.

6.3 Alat Pengisi Lubang Ledak


Pengisian lubang ledak dapat dilakukan secara manual atau menggunakan alat bantu
mekanis. Cara pengisian dibedakan berdasarkan diameter lubang ledak dan untuk
alasan tersebut lubang ledak dikelompokkan menjadi:
 Diameter “Kecil” : < 50 mm (2”)
 Diameter “Sedang” : 50 – 100 mm (2” – 4”)
 Diameter “Besar” : > 100 mm (4”)
Cara pengisian manual maksudnya bila dilaksanakan langsung dengan cara dicurah ke
dalam lubang ledak. Untuk membantu pemadatan digunakan tongkat panjang terbuat
dari bambu atau bahan non-konduktor lainnya yang disebut tamping rod. Sedangkan
cara mekanis bila menggunakan alat bantu pengisian pneumatik, misalnya pneumatic
cartridge charger dan ANFO loader, yang biasanya diterapkan pada pengisian lubang
miring atau ke arah atas. Sedangkan alat mekanis untuk lubang ledak berdiameter

6-4
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

“besar” digunakan Mobile Mixer/ Manufacturing Unit (MMU) yang multi-guna, karena
dapat berfungsi sebagai pengangkut, pencampur dan sekaligus pengisi.
a. Pengisian lubang berdiameter “kecil”
Lubang ledak berdiameter “kecil” biasanya mempunyai kedalaman terbatas yang
umumnya diterapkan pada penambangan skala kecil. Pengisian dilaksanakan
dengan cara manual, bila menggunakan agen peledakan ANFO langsung dicurah
dan bila berbentuk cartridge langsung dimasukkan satu per satu ke dalam lubang
ledak. Pemadatan bahan peledak digunakan alat tamping rod. Untuk lubang miring
atau mengarah ke atas (stopper), pada tambang bawah tanah, biasanya dibantu
alat pengisian pneumatik (lihat Gambar 2.2).

ANFO loader pada Gambar 2.2.a adalah salah satu jenis pengisi lubang ledak
dengan bahan peledak ANFO. Alat ini terdiri dari tangki konis terbuat dari baja dan
bertekanan serta klep bola yang mengatur tekanan menuju selang pengisi
berdiameter antara 50 – 75 mm. Tekanan udara tambahan (secondary air pressure)
dapat dimasukkan melalui pipa di bagian bawah alat untuk menambah tekanan ke
selang pengisi. Cara kerja alat ini adalah sebagai berikut:
1) ANFO dicurah melalui corong di bagian atas ke tangki konis.
2) Corong ditutup rapat dan kuat.
3) Klep bola dibuka perlahan-lahan sampai tekanan untuk mengeluarkan ANFO
melalui selang pengisi memuaskan. Besar tekanan akan sangat tergantung
pada densitas ANFO. Alat ini dirancang untuk ANFO dengan densitas sampai
0,95 gr/cm³.

Laju pengisian disamping tergantung pada densitas ANFO juga pada panjang
selang yang dipasang dan besar tekanan tambahan. Untuk pemakaian normal,
tekanan di dalam corong sekitar 175 – 200 kPa (2 – 3 atm). Dalam kondisi tersebut
laju pengisian bisa mencapai 45 kg/menit untuk panjang selang sampai 50 m. Alat
ini dirancang untuk kapasitas ANFO mulai 17 kg, 25 kg, 45 kg, 100 kg, 200 kg dan
250 kg.

Pneumatic cartridge charger pada Gambar 2.2.b adalah alat pengisi lubang ledak
dengan bahan peledak cartridge, khususnya cartridge berbasis emulsi, misalnya
powergel. Alat ini sangat efektif bila digunakan pada lubang ledak kecil yang
berukuran antara 57 – 76 mm (2” – 3”) dengan kedalaman 58 m untuk lubang
kering dan 15 m bila lubang berair. Sangat cocok digunakan untuk pengisian
lubang ledak ke arah miring atau ke atas pada tambang bawah tanah. Tekanan
6-5
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

udara yang dialirkan melalui selang mampu memberikan pemadatan, sehingga


densitas bahan peledak di dalam lubang ledak bertambah antara 20% - 40%
dibanding dengan pemadatan secara manual (dengan tangan biasa). Besarnya
tambahan densitas tersebut tergantung pula pada besar tekanan udara yang
dialirkan. Alat ini dirancang untuk bahan peledak cartridge berbasis emulsi, namun
dengan memperhatikan segala kemungkinan yang berkaitan dengan keselamatan
kerja dapat pula digunakan untuk bahan peledak cartridge berbasis nitroglyserin.

a. ANFO loader b. Pneumatic cartridge charger

Gambar 6.3. Alat bantu pengisian pneumatik

b. Pengisian lubang berdiameter “sedang”


Pengisian lubang ledak berdiameter “sedang” dapat dilakukan secara manual
menggunakan tempat yang ukuran volumenya tertentu, misalnya menggunakan
ember plastik, agar dapat mengisi lubang ledak dengan tepat sesuai perhitungan.
Pada proses ini diperlukan selang (hose) berskala untuk mengukur batas
kedalaman bahan peledak agar tidak melewati batas kedalaman penyumbat
(stemming). Disamping itu, yang perlu diperhatikan adalah legwire atau sumbu
nonel atau sumbu ledak harus ditahan agar jangan sampai jatuh dan ke dalam
lubang dan terkubur bahan peledak. Pemadatan dilakukan dengan memakai
tamping rod yang biasanya dilakukan bersamaan dengan proses pengisian agen
peledakan.

6-6
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

c. Pengisian lubang berdiameter “besar”


Pengisian lubang ledak berdiameter besar biasanya dilakukan oleh perusahaan
penambangan skala besar dengan jumlah produksi mencapai ratusan ribu ton atau
m³, sehingga memerlukan bahan peledak cukup banyak. Untuk itu diperlukan
lubang ledak yang banyak pula. Apabila pengisian lubang ledaknya dilakukan
secara manual tentu tidak akan efektif dan efisien, sehingga diperlukan sentuhan
teknologi pengisian lubang ledak. Saat ini pengisian lubang secara mekanis
menggunakan Mobile Mixer/Manufacturing Unit (MMU) pada penambangan skala
besar sudah banyak dilakukan. Walaupun biaya pengisian lubang ledak secara
mekanis cukup tinggi, namun jumlah produksi yang besar sudah diperhitungkan
mampu mengatasi biaya tersebut. Dengan demikian untuk penambangan skala
besar, pengisian lubang ledak secara mekanis cukup ekonomis ditinjau dari aspek
produksi maupun biaya.
Berikut ini adalah jenis bahan peledak dan cara pengeluarannya:
 ANFO dikeluarkan menggunakan sistem ulir (auger)
 Heavy-ANFO dengan emulsi kurang dari 60% dapat mengunakan auger
 Heavy-ANFO dengan emulsi lebih dari 60% mengunakan pompa.

Gambar 6.4. Mengisi lubang ledak di tambang terbuka

Oleh sebab itu, setiap MMU harus dilengkapi dengan alat pengeluaran yang
mampu mengalirkan bahan peledak sesuai dengan viskositasnya ke dalam lubang
ledak dengan kecepatan yang terukur. Gambar 2.8 menunjukkan sketsa MMU
buatan Dyno Westfarmers yang menunjukkan susunan kompartemen dan bagian-
bagian penting lainnya.
6-7
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Gambar 6.5. MMU dan bagian-bagian pentingnya (Dyno Westfarmers Ltd.)

6.4 Alat Pengangkut Bahan Peledak


Alat pengangkut bahan peledak adalah alat atau kendaraan yang digunakan untuk
mengangkut bahan peledak dari gudang ke lokasi peledakan atau dari satu lokasi ke
lokasi peledakan yang lain. Alat atau kendaraan yang digunakan sebaiknya memang
alat yang dipersiapkan khusus untuk pekerjaan tersebut. Mengingat perjalanan yang
harus ditempuh dari gudang ke lokasi peledakan umumnya cukup jauh, maka faktor
keselamatan dan keamanan kerja menjadi sangat penting. Untuk itu terdapat beberapa
persyaratan khusus bagi kendaraan pengangkut bahan peledak agar terjamin
keselamatan pengangkutannya. Persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh alat
atau kendaraan pengangkut bahan peledak antara lain:
1) Alat atau kendaraan tidak digerakkan oleh listrik
2) Tempat atau penampung bahan peledak dapat ditutup
3) Bahan peledak kuat dan detonator sebaiknya diangkut dalam kendaraan terpisah.
Apabila tidak memungkinkan, boleh diangkut dalam kendaraan yang sama dan
kedua bahan peledak tersebut harus berada dalam tempat atau penampung yang
terpisah.
4) Bagian kendaraan yang kontak dengan bahan peledak terbuat dari kayu atau
bahan lain yang bersifat isolator, misalnya dilapisi belt conveyor bekas.
5) Terdapat alat pemadam kebakaran dan tanda “dilarang merokok”.
6) Pada bagian luar terdapat tanda peringatan “bahan peledak” atau “Explosive” yang
dapat terbaca dengan jelas atau membawa bendera merah.
6-8
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Pada aktifitas penambangan skala kecil, baik quarry, bijih maupun batubara,
diperkenankan menggunakan kendaraan kecil sekelas pick-up yang berkapasitas
muatan 600 – 1000 kg dengan tetap memperhatikan persyaratan tersebut di atas.
Pada dasarnya kendaraan yang mengangkut bahan peledak harus diberi tanda khusus
yang mencolok atau berwarna merah, sehingga dapat dilihat dengan jelas
perbedaannya dengan kendaraan yang lain.

6.5 Alat Pengamanan Peledakan


Peralatan pengamanan yang biasa digunakan dalam operasi peledakan diantara-nya
adalah:
1) Detektor kilat (lightning detector), dipergunakan untuk memantau kemungkinan
adanya petir (lihat Gambar 1.6). Peralatan ini hanya dipakai untuk operasi
peledakan dengan sistem peledakan listrik dan untuk daerah-daerah dengan
intensitas petir tinggi.
2) Radio komunikasi portable atau handy-talky (HT)
3) Sirine dengan tenaga listrik AC atau DC.
4) Bendera merah atau pita pembatas area yang akan diledakkan dan rambu-rambu
di lokasi yang diperkirakan terkena dampak negatif langsung akibat peledakan
Faktor keselamatan dan keamanan kerja harus menjadi pertimbangan utama dalam
melaksanakan operasi peledakan.

6.6 Alat Pemantau Dampak Peledakan


Peralatan peledakan yang berhubungan dengan dampak peledakan terhadap
lingkungan dikelompokkan ke dalam alat pemantau dampak peledakan. Fungsi pokok
alat tersebut adalah untuk mengukur adanya kemungkinan dampak negatif dari
getaran dan kebisingan akibat peledakan terhadap lingkungan sekitar titik peledakan.
Alat tersebut tidak selalu digunakan setiap kali peledakan, tetapi pada saat-saat
tertentu diperlukan untuk pemantauan dampak negatif peledakan terhadap lingkungan.
Peralatan tersebut antara lain:
1) Pemantau getaran (vibration monitor), yaitu alat yang digunakan untuk mengukur
gataran yang ditimbulkan oleh suatu peledakan. Alat ini biasanya disiapkan di
lokasi penduduk atau fasilitas umum lainnya untuk mengukur getaran yang
ditimbulkan peledakan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan hasilnya
dibandingkan dengan ambang batas gangguan getaran pada manusia maupun
bangunan (lihat Gambar 3.1)

6-9
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Gambar 6.6. Alat pemantau getaran dan suara peledakan


DS-677 Blastmate (Instantel, Inc)

2) Pemantau kebisingan suara (noise level indicator), yaitu alat yang digunakan untuk
mengukur intensitas suara yang ditimbulkan oleh peledakan. Data yang diperoleh
selanjutnya dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan ambang batas gangguan
suara terhadap manusia. Alat pemantau getaran DS-677 Blastmate pada Gambar
3.1 dapat pula merekam suara peledakan dan ditulis pada kertas perekam.

6.7 Alat Penelitian Bahan Peledak dan Peledakan


Peralatan peledakan lain yang dibutuhkan secara khusus adalah untuk keperluan
penelitian peledakan dan untuk mengetahui kinerja bahan peledak. Beberapa alat yang
sering diperlukan diantaranya ialah:
1) VOD meter, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan kerja bahan
peledak dalam hal kecepatan reaksi detonasi
2) Video kamera, diperlukan unutk menganalisis suatu operasi peledakan ditinjau dari
aspek pelemparan batuan, gerakan fragmentasi batuan, dan dimensi fragmentasi
butiran hasil peledakan. Beberapa kamera dapat digunakan sekaligus, dipasang
dan diarahkan pada peledakan dari sudut yang berbeda. Hasil rekaman dapat
diputar ulang dengan gerakan lambat untuk dianalisis.

6-10
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Gambar 6.7. Alat perekam kecepatan detonasi (EG&G Special Projects)

6.8 Alat Pemicu Peledakan Listrik


6.8.1 Alat Pemicu Peledakan Listrik
Alat pemicu pada peledakan listrik dinamakan blasting machine (BM) atau
exploder merupakan sumber energi penghantar arus listrik menuju detonator.
Cara kerja BM pada umumnya didasarkan atas penyimpanan atau
pengumpulan arus pada sejenis kapasitor dan arus tersebut dilepaskan
seketika pada saat yang dikehendaki. Pengumpulan arus listrik dapat dihasilkan
malalui:
1) Gerakan mekanis untuk tipe generator, yaitu dengan cara memutar engkol
(handle) yang telah disediakan (contoh Gambar 6.8.a). Putaran engkol
dihentikan setelah lampu indikator menyala yang menandakan arus sudah
maksimum dan siap dilepaskan. Saat ini tipe generator sudah jarang
digunakan.
2) Melalui baterai untuk tipe kapasitor, yaitu dengan cara mengontakkan kunci
kearah starter dan setelah lampu indikator menyala yang menandakan arus
sudah terkumpul maksimum dan siap dilepaskan (Gambar 6.8.b dan 6.8.c).

Arus yang dilepaskan harus dapat mengatasi tahanan listrik di dalam rangkaian
peledakan. Untuk itu perlu diketahui benar kapasitas BM yang akan digunakan
jangan sampai kapasitasnya lebih kecil dibanding tahanan listrik seluruhnya.
Tahanan rangkaian listrik harus diukur atau dihitung terlebih dahulu dan harus
dijaga jangan sampai terdapat kebocoran arus karena terdapat kawat terbuka
yang berhubungan dengan tanah, air atau bahan lain yang bersifat konduktor.
6-11
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Pabrik pembuat BM, misalnya buatan Nissan, biasanya mencantumkan jumlah


detonator masimum yang mampu diledakkan oleh BM tersebut, misalnya T50,
T100, T200, T300, dan T500. Angka menunjukkan jumlah detonator yang
mampu diledakkan oleh BM tersebut.

a. BEETHOVEN MK II A b. NISSAN F-3

a. BEETHOVEN MK II A
Engkol memutar generator untuk mengisi kapasitor sampai
lebih dari 1200 volts. Setelah penuh lampu indicator
menyala dan dengan menekan tombol arus akan dilepas-
kan. BM ini disarankan dipakai pada tambang batubara.
Dimensi: 159 x 114 x 267 mm dan berat 4,5 kg.
b. NISSAN F-3
Kapasitor diisi dengan baterai kering 1,5 volt ukuran “D”
yang dapat diganti. Setelah beberapa saat kunci dikontak,
lampu indikator menyala (hijau) menandakan arus sudah
maksimum dan siap dilepaskan. BM ini mampu meledak-
kan 30 detonator. Dimensinya 175 x 85 x 55 mm dengan
berat 850 gr.
c. REO BM175-10ST
Merupakan BM yang dapat meledakkan 10 sirkuit dengan
interval waktu antar sirkuit dapat diatur dari 5 – 199 ms
dalam skala 1 ms. Dengan menghubungkan BM ini ke
detonator tunda, operator dapat merancang peledakan
sesuai dengan yang dikehendaki, sehingga perbaikan
fragmentasi bisa diperoleh dan getaran peledakan lemah.
Kapasitor diisi baterai kering 1,5 volt ukuran “D” alkalin
yang dapat diganti. Dimensi 170 x 317 x 298 mm dengan
c. REO BM175-10ST berat 9 kg.

Gambar 6.8. Beberapa jenis dan tipe pemicu ledak listrik

6-12
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

6.8.2 Alat Pemicu Peledakan non-Listrik


Alat pemicu non-listrik (nonel) dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu penyulut
sumbu api dan pemicu nonel atau starter non-electric. Untuk penyulut sumbu
api telah diuraikan pada Modul 2, Pembelajaran 2 tentang Sumbu dan
Penyambung Pada Peledakan, khususnya tentang Cara Penyulutan Sumbu
Api. Selanjutnya alat pemicu sumbu api tidak akan diuraikan lagi dan yang akan
dibahas berikut ini adalah tentang alat pemicu non-listrik.

Alat pemicu nonel (starter non-electric) dinamakan shot gun atau shot firer atau
shot shell primer. Seperti diketahui bahwa sumbu nonel mengandung bahan
reaktif (HMX) yang akan aktif atau terinisiasi oleh gelombang kejut akibat
impact. Alat pemicu nonel dilengkapi dengan peluru yang disebut shot shell
primer dengan ukuran tertentu (untuk buatan ICI Explosives berukuran No.
209). Shot shell primer diaktifkan oleh pemicu, yaitu pegas bertekanan tinggi
yang yang terdapat di dalam alat pemicu nonel. Beberapa tipe alat pemicu
nonel terlihat pada Gambar 1.2 dan 1.3 masing-masing buatan ICI Explosives
dan Nitro Nobel. Pada Gambar 1.2 terlihat bahwa alat pemicunya
menggunakan striker yang disisipkan di bagian atas barrel, kemudian transmisi
impact melalui shot shell primer ke sumbu nonel menggunakan hentakkan kaki.
Sedangkan pada Gambar 1.3 alat pemicu nonel digenggam dan untuk melepas
pegas di dalam alat pemicu agar shot shell primer mentransmisikan impact ke
sumbu nonel dengan cara dipukul.

Prosedur penggunaan alat pemicu ledak nonel untuk seluruh tipe seperti pada
Gambar 1.2 dan 1.3 adalah sebagai berikut:
1) Informasi dahulu tentang pelaksanaan peledakan ke sekitar lokasi
peledakan melalui corong mikropon atau handy- talky (HT) dan yakinkan
bahwa situasi benar-benar aman.
2) Sisipkan lead-in line atau extendaline atau “sumbu nonel utama” ke dalam
lubang yang tersedia pada alat pemicu ledak nonel.
3) Masukkan shot shell primer ke dalam lubang yang tersedia, kemudian tutup
oleh striker dan siap diledakkan.

6-13
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Striker

Barrel
Shot shell primer

a. Menyisipkan shot shell primer ke b. Menghentakkan kaki untuk


dalam barrel menghasilkan impact

Gambar 6.9. Alat pemicu nonel buatan ICI Explosives

Gambar 6.10. Alat pemicu nonel buatan Nitro Nobel

6.9 Alat Bantu Peledakan Listrik


Peledakan listrik memerlukan alat bantu agar peledakan listrik berlangsung dengan
aman dan terkendali. Alat bantu berfungsi sebagai pengukur tahanan, pengukur
kebocoran arus, detektor petir, dan kawat utama atau lead wire atau lead lines atau
firing line.
a. Pengukur tahanan (Blastometer atau BOM)
Alat pengukur tahanan kawat listrik untuk keperluan peledakan dibuat khusus untuk
pekerjaan peledakan dan tidak disarankan digunakan untuk keperluan lain.
Sebaliknya, alat pengukur tahanan yang biasa dipakai oleh operator listrik umum,
yaitu multitester, dilarang digunakan untuk mengukur kawat pada peledakan listrik.
Ruas kawat yang harus diukur tahanannya adalah seluruh legwire dari sejumlah
detonator yang digunakan, connecting wire, bus wire, dan kawat utama. Dengan

6-14
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

demikian jumlah tahanan seluruh rangkaian dapat dihitung dan voltage BM dapat
ditentukan setelah arus dihitung.

b. Pengukur Kebocoran Arus


Adanya kebocoran arus dapat terjadi akibat adanya kawat yang tidak terisolasi,
misalnya pada sambungan yang kontak dengan air, tanah basah atau batuan
konduktif. Kontak tersebut dapat menghentikan arus menuju detonator, sehingga
detonator tidak meledak dan dapat menyebabkan gagal ledak.

c. Multimeter peledakan
Multimeter peledakan disebut juga Blasting Multimeter adalah instrumen penguji
yang sekaligus dapat mengukur tahanan, voltage, dan arus. Alat multimeter
peledakan dirancang khusus untuk keperluan peledakan dan berbeda dengan
multimeter untuk keperluan operator listrik umum. Kegunaan multimeter peledakan
adalah:
 Mengukur tahanan sebuah kawat detonator dan tahanan suatu sistem
rangkaian peledakan listrik,
 Memeriksa ada-tidaknya arus tambahan di lokasi peledakan,
 Mengukur kebocoran arus antara kawat detonator (legwire) dengan bumi,
 Memeriksa kemenerusan (kontinuitas) dan ada-tidaknya arus pendek pada
kawat utama, connecting wire, dan legwire pada detonator

a. Sketsa multimeter peledakan b. Multimeter digital peledakan


buatan Thomas Instrument . Inc

Gambar 6.11. Multimeter peledakan (Blasting multimeter)


6-15
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Gambar 1.6.b multimeter digital buatan Thomas Instruments model-109 disamping


dapat mengukur tahanan, arus dan voltage juga mampu memeriksa arus liar.
Ketelitian pembacaan mencapai 0,1% dan dapat dioperasikan pada cuaca antara
─19,5 - 70 C. Alat ini beroperasi dengan tenaga baterai 9 volt.

d. Rheostat dan Fussion tester


Alat ini digunakan untuk menguji efisiensi blasting machine (BM) tipe generator
maupun kapasitor dalam mengatasi tahanan sejumlah detonator . Alat ini terdiri dari
suatu seri resistor (coils) dengan tahanan yang berbeda. Setiap tahanan ditandai
dengan nilai ohms tertentu yang ekuivalen dengan sejumlah detonator listrik yang
memiliki panjang legwire tembaga 30 ft (±10 m). Pengujian efisiensi BM dilakukan
sebagai berikut (lihat Gambar 1.7):
1) Ambil sejumlah detonator listrik dan hubungkan secara seri,
2) Salah satu kabel dari detonator dihubungkan dengan nilai ohm rheostat yang
ekuivalen dengan jumlah detotanor tersebut,
3) Hubungkan salah satu kawat detonator lainnya ke BM,
4) Hubungkan rheostat dengan BM,
5) Pengujian dimulai dengan mengontakkan BM, bila seluruh detonator meledak,
maka output dari BM cocok digunakan untuk peledakan seri dari sejumlah
detonator pada tahanan yang sama.

a. Rheostat buatan ICI Explosives b. Fusion tester untuk menguji BM


Beethoven

Gambar 6.12. Rheostat dan Fussion tester

e. Detektor Kilat (lightning detector)


6-16
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

Peledakan listrik sangat rawan terhadap udara mendung atau pada daerah-daerah
yang memiliki intensitas kilat dan petir cukup tinggi. Debu dan badai listrik yang
tinggi melebihi listrik statis pada atmosfir ditambah dengan petir sangat berbahaya
terhadap operasi peledakan. Untuk membantu pemantauan awal terhadap
fenomena tersebut diperlukan detektor kilat. Gambar 1.8 memperlihatkan contoh
alat detektor kilat yang mampu mengukur gradient voltage listrik pada atmosfir. Alat
dan akan memberikan tanda dalam bentuk lampu berkedip atau bunyi sirine apabila
gradien voltage listrik atmosfir menunjukkan angka kritis atau melebihinya.

a. Thor Lightning Sentry, ICI Explosive b. Model 350, Thomas Instruments, Inc
Gambar 6.13. Detektor kilat (Lightning detector)

f. Kawat utama (lead wire)


Kawat utama termasuk pada peralatan peledakan, karena dapat dipakai berulang
kali. Berbeda dengan lead-in line atau extendaline atau “sumbu nonel utama” pada
peledakan nonel akan langsung rusak dan tidak boleh dipakai lagi karena HMX
yang terdapat didalamnya sudah bereaksi habis, walaupun sumbunya tetap
nampak utuh. Kawat utama berfungsi sebagai penghubung rangkaian peledakan
listrik dengan alat pemicu ledak listrik atau blasting machine. Ukuran untuk
peledakan pada kondisi normal adalah kawat tembaga ganda berukuran 23/0,076
yang diisolasi dengan plastik PVC dengan tahanan 5,8 ohms per 100 m. Atau dapat
pula digunakan kawat tembaga ganda berukuran 24/0,20 mm dengan tahanan 4,6
ohms per 100 m. Untuk pekerjaan peledakan yang berat (heavy duty) dipakai kawat
tembaga berukuran 70/0,76 mm dengan isolasi plastik PVC berwarna kuning
(buatan ICI Explosives) mempunyai tahanan 1,8 ohms/100 m. Atau dapat dipakai
kawat tembaga 50/0,25 mm dengan tahanan 1,4 ohms/100 m.

6-17
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

BAB 7
PENGAMAN LINGKUNGAN PELEDAKAN

7.1 Pengamanan Umum


Pengamanan lebih ditujukan kepada orang atau karyawan yang mendekati atau
melewati area peledakan. Maka dari itu beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pengamanan area peledakan tersebut adalah:

1) Hari-hari peledakan setiap minggu serta jam-jam peledakan pada hari tersebut
diatur dengan jadual tetap dan semua karyawan atau orang-orang yang ada
disekitar penambangan harus mengetahuinya.
2) Setiap kali akan melaksanakan peledakan pada tambang terbuka atau quarry,
persiapannya dapat dilakukan sesuai jam kerja pagi hari, tetapi detik-detik
peledakannya diatur pada jam istirahat siang.
3) Tanda peringatan berupa bendera dengan warna menyolok (biasanya merah)
dengan ukuran yang cukup dapat dilihat dari jauh dipasang di tempat-tempat yang
strategis atau di jalan-jalan yang biasa dilalui oleh penduduk dan karyawan,
sedemikian rupa sehingga orang lain tahu bahwa saat itu ada kegiatan persiapan
peledakan.
4) Area yang akan diledakkan harus dibatasi oleh pita pengaman dan hanya team
peledakan, inspektur tambang, polisi, kepala teknik dan satpam setempat
(perusahaan) yang sedang bertugas yang diperkenankan ada di dalam area yang
akan diledakkan, itupun kalau luas area memungkinkan.
5) Setelah bahan peledak dan perlengkapannya sampai di area peledakan, maka
secepatnya didistribusikan ke dekat setiap lubang yang telah disiapkan sesuai
dengan kebutuhan jumlah masing-masing lubang.
6) Pada saat membuat primer periksa terlebih dahulu kondisi detonator atau sumbu
ledak yang akan dipakai, yaitu:
➢ Untuk detonator biasa, periksa apakah ada benda-benda kecil didalam-nya.
Demikian juga dengan sumbu apinya, apakah lembab atau tidak. Sebaiknya
ujung sumbu dipotong terlebih dahulu sekitar 2 cm sebelum dimasukkan ke
dalam detonator biasa.
➢ Untuk sumbu ledak atau detonating cord diperiksa juga keadaan ujung-
ujungnya dari kelembaban atau isinya sedikit berkurang. Sebaiknya ujung
sumbu ledak sepanjang 5 cm ditutup lubangnya dengan selotip agar tidak
lembab atau kemasukkan air.

7-1
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

➢ Untuk detonator listrik, sebaiknya diuji dahulu oleh blasting ohmmeter. Pada
waktu pengujian detonator dimasukkan ke dalam lubang ledak yang masih
kosong. Setelah diuji kedua ujung legwire harus diikat atau digabung kembali
satu dengan lainnya.
➢ Untuk detonator nonel, periksa bagian ultrasonic seal pada ujung sumbu nonel,
yaitu ujung yang dipress, untuk menjamin kelayakan pakai sumbu nonel
tersebut. Sebaiknya sumbu nonel tidak dipotong untuk menghindari
kelembaban dan masuknya air ke dalam sumbu.
Tatacara pembuatan primer telah diuraikan pada Modul 2 tentang Primer dan
Booster.

7.2 Persiapan sebelum peledakan


Saat-saat menjelang peledakan, di mana peringatan sudah dilaksanakan dan seluruh
rangkaian sudah selesai pula diperiksa serta diputuskan siap ledak, adalah waktu yang
penting bagi seluruh team peledakan. Keselamatan dan keamanan di area peledakan
benar-benar terletak pada kekompakan team peledakan tersebut.

a. Tempat berlindung team peledakan di bawah tanah


Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
➢ Harus memperhitungkan arah angin ventilasi, ambil posisi di atas angin.
➢ Bila peledakan memakai sumbu api harus diperhitungkan lebih dahulu ke arah
mana dan di mana tempat berlindung yang aman karena akan diperlukan waktu
untuk berlari setelah penyulutan selesai.
➢ Periksa keadaan sekeliling tempat berlindung terhadap kemungkinan jatuhnya
benda atau batuan, khususnya dari atap.
➢ Pemegang blasting machine atau yang menyulut sumbu api harus orang yang
berpengalaman dan memiliki Kartu Ijin Meledakkan (KIM) atas nama yang
bersangkutan dan perusahaan.

b. Tempat berlindung team peledakan di areal terbuka


Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
➢ Harus dipertimbangkan arah dan jarak lemparan batu, ambil posisi yang
berlawanan.
➢ Periksa keadaan sekeliling tempat berlindung, khususnya bila ada bongkahan
batu lepas disekitarnya yang cukup besar untuk berlindung
➢ Bila keadaan area peledakan tidak ada tempat untuk berlindung dengan cukup
aman, maka harus disiapkan shelter, yaitu tempat perlindungan khusus terbuat
7-2
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

dari besi dengan ukuran minimal panjang dan lebar 1,50 m dan tinggi
secukupnya untuk berlindung team peledakan (shelter) (Gambar 7.1).
➢ Pemegang blasting machine harus orang yang berpengalaman dan memiliki
Kartu Ijin Meledakkan (KIM) atas nama yang bersangkutan dan perusahaan.

c. Tanda peringatan sebelum peledakan (aba-aba)


Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
➢ Sebelum dilakukan peledakan orang-orang disekitar daerah pengaruh gas dan
lemparan batu harus diberi aba-aba peringatan agar berlindung atau
menyingkir. Demikian juga halnya dengan peralatan, sebelumnya harus sudah
diamankan.

Gambar 7.1. Salah satu bentuk shelter

➢ Aba-aba dapat berupa peringatan lewat megaphone, pluit atau sirine.


Sementara itu pada batas jalan masuk ke area peledakan harus diblokir atau
ditutup oleh barikade atau oleh petugas yang memegang bendera (biasanya
berwarna merah) seperti terlihat pada sketsa di Gambar.

7-3
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

a
.

c.

a. Menutup jalan menggunakan barikade


b. Menggunakan sinyal bendera
c. Menggunakan megaphone atau
sirine yang keras
b
.

Gambar 7.2. Pengamanan lokasi peledakan


➢ Jeda waktu antara aba-aba peringatan dengan saat peledakan harus cukup
untuk memberi kesempatan kepada orang-orang untuk berlindung. Sebaiknya
aba-aba dilakukan dalam beberapa tahapan dan tiap tahap mempunyai arti
tersendiri serta dimengerti oleh team peledakan dan seluruh karyawan.
➢ Mandor, Foreman atau Pengawas Peledakan harus memeriksa area sekitar
peledakan sebelum aba-aba terakhir untuk menyakinkan bahwa lokasi tersebut
aman dari orang-orang yang ada disekitarnya.
➢ Contoh tahapan aba-aba peringatan dan pengertiannya sebagai berikut:

Aba-aba pertama :
• Semua orang yang berada di area peledakan harus menyingkir dan berlindung
• Minta ijin ke sentral informasi bahwa jalur komunikasi untuk sementara diambil
alih oleh team peledakan, jadi seluruh bagian tidak diperkenankan
menggunakan jalur tersebut, kecuali bila mengetahui di area peledakan
terdapat sesuatu yang membahayakan.
• Semua jalan masuk ke area peledakan ditutup atau diblokir
• Pada saat itu kedua ujung kawat utama (lead wire) masih terkait satu sama
lainnya (Gambar 3.3) dan belum disambung ke pemicu ledak (B M)

7-4
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

bidang bebas

Kawat utama
(lead wire)

Ujung kawat utama diikat


sebelum dihubungkan
dengan BM

Gambar 7.3. Kedua ujung kawat utama masih dihubungkan

Aba-aba kedua :
• Pekerjaan pada aba-aba pertama sudah dilaksanakan dan Mandor atau
Foreman atau Pengawas Peledakan sedang melakukan pemeriksaan akhir
• Kondensator dalam pemicu ledak sedang diisi arus listrik
• Kawat utama sudah disambung dengan pemicu ledak (exploder)
Sampai tahap kedua ini masih memungkinkan terjadi penundaan peledakan,
apabila Pengawas Peledakan melihat sesuatu yang dinilainya dalam kondisi tidak
aman melalui komunikasi dan aba-aba khusus.

Aba-aba ketiga (peledakan) :


• Peledakan dilakukan, biasanya dengan hitungan mundur bisa dari 5 atau 3,
misalnya 5….4….3….2….1….”tembak !!”. Hitungan tersebut ada baiknya
disalurkan juga melalui jalur komunikasi agar seluruh karyawan mengetahui
detik-detik peledakan.
• Tombol atau tangkai pemicu ditekan sesuai prosedur pemakaian alat dan
peledakan terjadi.
Sampai tahap ini jalur komunikasi masih dikuasai team peledakan sebelum
dilakukan pemeriksaan hasil peledakan dan dinyatakan bahwa peledakan aman
dan terkendali.

7.3 Pemeriksaan Setelah Peledakan


Setelah peledakan selesai area tempat peledakan dan sekitarnya masih menjadi
tanggung jawab team peledakan sebelum dilakukan pemeriksaan. Beberapa pekerjaan
yang perlu dilakukan setelah peledakan adalah:

7-5
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

1) Sekitar 15 menit setelah ledakan, pemeriksaan dilakukan terhadap gas-gas


beracun dan kemungkinan adanya lubang yang gagal ledak (misfire).
2) Apabila terdapat lubang yang gagal ledak, terlebih dahulu harus dilaporkan ke
Pengawas Peledakan, kemudian segera ditangani. Lubang yang gagal ledak harus
ditandai dengan bendera merah.
3) Apabila kondisi lubang yang gagal ledak dinilai oleh Pengawas Peledakan
membutuhkan waktu beberapa jam untuk menanganinya, maka kembalikan dahulu
jalur komunikasi kepada sentral informasi.
4) Apabila seluruh lubang meledak dengan baik dan konsentrasi gas sudah cukup
aman, segera laporkan ke Pengawas Peledakan untuk diinformasikan ke seluruh
karyawan dan masyarakat disekitarnya. Pengawas Peledakan akan mengumumkan
bahwa “peledakan 100 lubang (misalnya) telah meledak seluruhnya dan kondisi
dinyatakan aman dan terkendali, kepada seluruh karyawan dan masyarakat
dipersilahkan kembali pada aktifitasnya masing-masing. Dengan ini jalur
komunikasi dikembalikan ke sentral informasi, terima kasih”.

7-6
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

RANGKUMAN

Bab 1 :
Pekerjaan peledakan merupakan salah satu pelaksanaan tugas yang mengandung resiko
tinggi dan riskan kecelakaan, maka harus direncanakan secara akurat dan cermat.

Bab 2 :
1. Bahan peledak adalah suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran berbentuk
padat, cair atau campurannya yang apabila diberi aksi panas, benturan, gesekan atau
ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia eksotemis sangat cepat dan hasil
reaksinya sebagian atau seluruhnya berbentuk gas disertai panas dan tekanan sangat
tinggi dan tekanan sangat tinggi yang secara kimia lebih stabil.
2. Panas merupakan awal terjadinya proses dekomposisi bahan kimia yang menimbulkan
pembakaran dilanjutkan dengan deflagrasi dan terakhir detonasi.
3. Bahan peledak diklasifikasikan berdasarkan kecepatan reaksi dan sifat reaksinya
menjadi bahan peledak kuat (high explosive) dan bahan peledak lemah (low explosive).
4. Pengklasifikasian bahan peledak untuk industri.

BAHAN PELEDAK

BAHAN AGEN BAHAN PELEDAK PENGGANTI


PELEDAK KUAT PELEDAKAN KHUSUS BAHAN PELEDAK

TNT ANFO Seismik Compressed air/ gas


Dinamit Slurries Trimming Expasion agents
Gelatine Emulsi Permissible Mechanical methods
Hybrid ANFO Shaped charges Water jets
Slurry mixtures Binary Jet piercing
LOX
Liquid

Bab 2 :
1. Faktor berpengaruh pada peledakan jenjang :
a. Aspek teknis, terutama diameter lubang, tinggi jenjang/ lubang, jarak antar lubang.
b. Aspek K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan keamanan.
c. Aspek lingkungan.

Bab 3 :
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

1. Target volume peledakan adalah perkalian Burden (B), Spasi (S) dan tinggi jenjang
(panjang lubang) pengeboran (H).
2. Target fragmentasi yaitu target ukuran bongkahan material yang akan dihasilkan dalam
peledakan yang ditentukan oleh :
• Ukuran lubang ledak
• Jenis, sifat dan karekteristik material yang akan diledakan
3. Target volume maupun fragmentasi hasil peledakan tidak mudah diprediksi secara
akurat, maka setiap kali peledakan supaya selalu dievaluasi dan disempurnakan.

Bab 4 :
1. Acuan penentuan pola peledakan pada areal terbuka sebagai berikut :
• Peledakan tunda antar baris di desain secara tepat.
• Peledakan tunda antar beberapa lubang
• Peledakan tunda antar lubang
2. Pola peledakan pada areal terbuka sebagai berikut :
• Peledakan pojok dengan pola staggered dengan orientasi antar retakan 900 dengan
perbandingan spasi (s) = 1,41 B.
• Bila orientasi antar retakan 600 dengan perbandingan spasi s=1,15B.
• Bila peledakan dirancang dilakukan serentak antar baris dapat dengan pola bujur
sangkar.
• Pola peledakan bidang bebas memanjang pola V-Cut dengan bentuk persegi
panjang.
3. Pola peledakan bawah tanah dapat didesain dengan :
• Pola peledakan dengan burn cut
• Pola peledakan denganwedge cut
• Pola peledakan dengan drag cut

Bab 5 :
Lubang ledak tidak hanya vertikal tetapi dapat juga dibuat miring, sehingga memberikan
hasil ledakan berbeda baik dilihat dari ukuran fragmentasi maupun arah lemparannya.

Bab 6 :
1. Peralatan pengeboran yang sering dipergunakan adalah : log drill, jack hammer, crawler
drill dan wagon drill.
2. Alat pengisi bahan peledak pada lubang ledak, dikelompokkan menjadi :
• Kelompok diameter kecil = < 50 mm (2”)
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

• Kelompok diameter sedang = 50 – 100 mm (2” – 4”)


• Kelompok diameter besar = > 100 mm (> 4”)

Bab 7 :
1. Pengamanan peledakan dikategorikan sebagai berikut :
• Pengamanan umum kepada masyarakat atau karyawan yang mendekati atau
melewati area peledakan
• Pengamanan sebelum peledakan
➢ Tempat berlindung peledakan dibawah tanah
➢ Tempat berlindung team peledak diareal terbuka
➢ Tanda peringatan sebelum peledakan
➢ Pemeriksaan setelah peledakan
➢ Pemeriksaan setelah peledakan

DAFTAR PUSTAKA
Pelatihan Ahli Peledakan Pekerjaan Konstruksi Perencanaan Peledakan

1. Modul-modul Pelatihan : Juru Ledak Penambangan Bahan Galian, PUSDIKLAT


Teknologi Mineral dan Batubara, Badan Diklat Energi dan Sumber Daya Mineral,
Departemen ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral)

2. Sugiri : Penambangan Batu dari Gunung, Proyek Diklat Bina Marga Ditjend Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta, 1976

3. Anon, 1988, ANFO Type Blasting Agents, ICI Australia Operation, Pty. Ltd. Explosive
Division.

4. Anon., 1980, Blasters’ Handbook, Du Pont, 16th ed, Sales Development Section,
Explosives Products Division, E.I. du Pont de Nemours & Co.(Inc), Wilmington,
Delaware.

5. Anon, 1988, Blasting Explosives and Accessories, ICI Australia Operation, Pty. Ltd.
Explosive Division, pp. 1 – 17.

6. Anon, 2001, Technical Information, Dyno Nobel.

7. Anon, 1988, Technical Information, Dyno Westfarmer.

8. Anon, 2004, Technical Information, PT. Dahana, Indonesia.

9. Gustafsson, Rune, Blasting Technique, Dynamit Nobel Wien, Austrian Edition, 1981

10. Gutafsson, R, 1973, Swedish Blasting Technique, Gothenburg. Sweden.

11. Jimeno, C.L., Jimeno, E.L., and Carcedo, F.J.A 1995, Drilling and Blasting of Rocks,
A.A. Balkema, Rotterdam, Brookfield, Netherlands.

12. Manon, J.J., 1978, Explosives: their classification and characteristics. E/MJ Operating
Handbook of Underground Mining, New York, USA.

13. White, T. E and Robinson, P, 1988, Modern Commercial Explosives & Accessories,
“Explosives Engineering Handbook”, Institute of Explosives Engineers.

Anda mungkin juga menyukai